Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Meskipun pada awalnya sudah banyak filsuf yang membicarakan masalah kejiwaan, namun cabang ilmu psikologi dalam dunia modern tergolong masih sangat muda, yaitu baru mulai dirintis pada tahun 1800-an.

Sebagai cabang ilmu yang dapat dikatakan abstrak, cabang kajian ilmu psikologi tergolong sangat komplek. Dari segi Kajiannya,  psikologi dapat dibagi menjadi empat, yaitu; psikologi perkembangan, psikologi sosial, psikologi kepribadian dan psikologi kognitif.

Salah satu bagian psikologi yang cukup menarik adalah psikologi perkembangan, yaitu bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia dan faktor-faktor yang membentuk prilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia. Psikologi perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial, karena sebagian besar perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat dengan psikologi kepribadian, karena perkembangan individu dapat membentuk kepribadian khas dari individu tersebut.

Berkenaan dengan ini salah satu tokoh psikologi freud menjelaskan tingkatan-tingkatan psikologi manusia.

  1. Pada tingkatan paling awal yaitu bayi yang baru berumur 0-1 tahun (fase oral) dikatakan manusia ada dalam fase aktivitas dinamis dimana kenikmatan hanya bersumber pada mulut. Manusia baru dapat merasakan lapar, haus dan juga respon atas kondisi yang tidak nyaman.
  2. Pada tingkat berikutnya (fase anal) , umur 1-3 tahun, cathexis dan anti carthexis berpusat pada fungsi eliminatif. Yaitu penghilangan sumber-sumber yang tidak nyaman seperti membuang kotorang. Sang anak sudah mulai bisa mengerti dan mengikuti perintah orang tuanya apa adanya.
  3. Pada fase falis, saat sang anak berumur 3-5 tahun sudah mulai bisa mengidentifikasikan rasa cinta, cinta terhadap orang tua dan lingkungannya dan juga dapat merespon dengan  rasa cemburu terhadap saingannya.
  4. Pada umur 5-12 tahun (fase latent) impuls saraf cenderung dalam keadaan tertekan. Pada fase ini seorang anak manusia cenderung lebih mudah dididik untuk melakukan sesuatu dengan pola acaman hukuman/tekanan dan hadiah/reward.  Pada tahapan ini si anak baru mulai belajar bertanya apa dan mengapa.
  5. fase pubertas ( 12– 20 tahun ). pada fase ini impuls impuls menonjol kembali. Dia sudah mulai mengembangkan rasa cinta, mengidentifikasi lingkungan dan menganalisa kejadian-kejadian. Cenderung bertanya dan belajar akan sesuatu yang belum dia tahu.
  6. fase dewasa atau fase genital adalah fase terakhir perkembangan psikologi manusia. Pada fase ini seseorang tidak bisa lagi diancam dengan hukuman dan diiming-imingi dengan reward jika hal tersebut tidak sesuai dengan analisa informasi yang dia lakukan. Fase dewasa adalah dimana seseorang memiliki pikiran yang terbuka dalam identifikasi, analisa dan respon terhadap impuls luar.

Nah, dari fase-fase perkembangan manusia di atas, sekarang mari kita bandingkan dengan ajaran-ajaran agama yang kita kenal.

Ada agama tertentu dimana setiap tindakan harus diperhitungkan poin hukuman atau pahala yang akan diterimanya jika melakukan sesuatu. Mereka menganggap bahwa ajaran agama merekalah yang paling benar dan yang lain salah. Menyebutkan nama Tuhan selain nama tuhan mereka adalah salah, bersembahyang dan berdoa tanpa mengikuti cara mereka adalah salah dan tanpa mengakui dogma-dogma tertentu dalam basis agamanya berarti orang yang menyimpang dan pasti masuk neraka. Kondisi agama seperti ini sangat identik dengan fase perkembangan anak pada umur 5-12 tahun, yaitu fase laten. Dimana pada fase ini seorang anak belum bisa berpikir secara terbuka, belum bisa mencerna informasi yang beranekaragam jumlahnya. Jika orang tua atau guru mereka mengatakan bahwa 2 + 2 = 4, maka jika ada orang yang mengatakan 2 + 2 = 2 X 2, mereka tidak akan mudah mempercayainya dan mereka cenderung ngotot mengatakan bahwa dirinyalah yang benar dan apa yang disampaikan orang lain itu adalah salah. Pada fase ini sang anak juga lebih mudah diperintah kalau dia diiming-imingi dengan hadiah dan diganjar dengan hukuman bila melakukan kesalahan.

Ada lagi agama yang lain yang mengajarkan bahwa cinta kasih terhadap Tuhan adalah yang paling utama, harus berbuat baik kalaupun tidak dirinci oleh kitab suci, berbuat baik kepada semua orang dan melakukan perintah-perintah agama karena kesadaran dan bukan karena ancaman akan hukuman di nereka. Hanya saja agama ini masih mengatakan bahwa dirinyalah yang paling benar, hanya dengan menyembah Tuhan-nyalah baru akan mencapai keselamatan atau mencapai sorga dan yang lain salah. Maka agama seperti ini dapat dianalogikan sebagai orang yang baru mengalami pubertas, dimana dia sudah memiliki rasa cinta, mampu menganalisi tetapi masih memiliki ego yang sangat tinggi dan cenderung masih kaku. Dengan kata lain dia masih memiliki darah muda yang membara.

Agama yang lainnya lagi memiliki pandangan bahwa untuk mencapai Tuhan haruslah dengan mencintai Tuhan. Bersembahyang dan memuja Tuhan bukan karena memperhitungkan atau diancam oleh hukuman atau karena iming-iming hadiah sorga. Mereka mengerti bahwa jalan mencapai Tuhan tidak hanya satu, mengucapkan nama Tuhan dengan nama yang berbeda juga benar, bersembahyang dan berdoa dengan bahasa yang berbeda juga dapat dimengerti oleh Tuhan Yang Maha Tahu. Maka dapat dikatakan agama yang seperti ini adalah berkorelasi dengan fase dewasa dalam perkembangan psikologi manusia.

Jadi, apakah anda sudah mencapai kedewasaan dalam memuja Tuhan ataukah masih dalam fase anak-anak atau remaja? Mari kita kembalikan ke dalam diri kita masing-masing.

Translate »