Kalaripayattu merupakan salah satu seni bela diri yang diajarkan oleh Parasurama dan diyakini sebagai yang tertua di dunia. Seni bela diri Kalaripayattu diyakini disebarkan pada abad ke-6 oleh Daruma Bodhidarma, seorang pendeta Buddha ke daerah China. Dan dari China beladiri tersebut berkembang berkembang ke Korea dan Jepang.

Di India, Kalaripayattu mencapai masa kejayaannya pada perang 100 tahun antara Cholas, Cheras dan Pandyas pada awal abad pertama. Kondisi perang memperbaiki teknik dan ketrampilan bertarung dalam seni beladiri. Seni bela diri ini mencapai puncak berkembangnya pada apad 13 – 16, dan menjadi bagian dari pendidikan untuk pemuda. Pada akhirnya menjadi adat kebiasaan untuk mengirim pemuda di Kerala, yang berusia diatas 7 tahun untuk belajar Kalari.

Namun pada masa penjajahan Inggris, seni bela diri ini mengalami masa surut. Robert Richards, Principal Collector dari Malabar pada tanggal 20 februari 1804, menulis surat kepada Lord william Bentinct, presiden dan jenderal di benteng St George untuk meminta ijin menindak pada penduduk yang membawa senjata, untuk dihukum mati atau dibuang seumur hidup.

Pada masa Pemberontakan Pazhassi, pasukan inggris menggeledah semua rumah untuk menyita senjata, peralatan termasuk pedoman-pedoman ilmu bela diri mereka. Situasi yang sama berulang di Travancore pada masa pemberontakan yang dipimpin oleh Veluthampi, Dalawa dari Travancore.

Untunglah beberapa guru-guru kalari yang secara sembunyi-sembunyi tetap mengajarkan Kalari untuk mempertahankan tradisi sehingga seni bela diri ini masih dapat kita temukan di India selatan saat ini.

Ilmu bela diri Kalaripayattu hanyalah salah satu bagian dari Dhanur Veda, yaitu sebuah manuskrip kitab suci Veda yang mengajarkan teknik dan strategi bertemur. Dhanur Veda yang diturunkan oleh Maha Rsi Brighu merupakan bagian Upaveda dari Yajur Veda. Visnu Purana menjelaskan bahwa Dhanur Veda merupakan salah satu dari delapan belas cabang pengetahuan tradisional. Epos Mahabharata dan Ramayana juga menegaskan bahwa Dhanur Weda adalah sarana pendidikan dalam keprajuritan.  Di sisi lain, Dhanur Veda disebutkan sebagai sebuah sutra tersendiri dari Veda yang terdiri dari empat cabang (catuspada) dan sepuluh divisi (dasa vidha). Agni Purana juga memaparkan Dhanur Veda dalam  empat bab terpisah [Chakravarti, 1972:14].

Secara harfiah, Dhanur Veda berasal dari kata “Dhanu” yang berarti busur panah dan “Veda” yang berarti “pengetahuan”. Sehingga kebanyakan orang beranggapan bahwa Dhanur Veda adalah cabang ilmu yang mempelajari teknik memanah. Namun demikian jika ditelusuri lebih lanjut, ternyata Dhanur Veda tidak hanya mengajarkan seni memanah, tetapi juga berbagai seni bela diri dengan senjata dan tangan kosong dan termasuk teknik dan strategi perang.

Penyebutan ilmu bela diri dan bertempur Veda ini sebagai “pengetahuan busur” atau “pengetahuan memanah” atau Dhanur Veda mungkin tidak lepas dari manuskrip yang menyebutkan bahwa pertempuran dengan busur adalah sangat baik, lebih baik dari pertempuran dengan pedang atau tombak dan dikatakan pertempuran dengan tangan kosong adalah yang paling rendah (Gangadharan, 1985:645).

Meskipun secara umum Dhanur Veda tergolong Aparavidya atau pengetahuan material, namun Dhanur Veda juga memaparkan tentang paravidya atau pengetahuan ketuhanan. Dhanur Veda sebagaimana termuat dalam Agni Purana bab 248-251 menyatakan bahwa ada lima bagian pelatihan untuk prajurit di kereta, gajah, kuda, infanteri, atau gulat, dan lima jenis senjata yang harus dipelajari, termasuk yang menggunakan mesin seperti panah atau rudal (yantra-Mukta), yang dilemparkan dengan  tangan seperti lembing dan tombak (Pani-Mukta), yang dilemparkan dengan tangan namun tetap dalam kendali yang empunya (Mukta-sandharita atau muktāmukta), yang secara permanen dipegang di tangan, seperti contohnya pedang (hasta-sastra atau amukta), dan bela diri tangan kosong (Bahu-yuddha).

Dimulai dengan senjata yang dianggap paling mulia, yaitu busur dan anak panah, Dhanur Veda membahas secara rinci teori dan praktek, termasuk sepuluh sikap tubuh dasar dalam menggunakan panah. Teknik memasang anak panah, meregangkan, membidik dan melepaskannya. Dalam satu bagian lainnya juga dijelaskan tentang bentuk-bentuk dan jenis-jenis busur serta anak panah. Dalam bab kedua dipaparkan teknik-teknik yang lebih sulit, termasuk juga tata cara ritual penyucian senjata oleh seorang Brahmana sebelum digunakan.

Setelah mencapai kemampuan untuk memfokuskan pikiran, pelatihan pemanah masih belum lengkap, pemanah harus menerapkan kemampuan ini semakin sulit ketika melakukan teknik seperti memanah sasaran di atas dan di bawah garis penglihatan, vertikal di atas kepala, dan sambil menunggang kuda, memanah target yang sangat jauh, dan akhirnya memanah dalam posisi berputar, serta target yang bergerak.

Pada bagian-bagian yang lainnya terdapat deskripsi singkat postur dan teknik bergulat dan penggunaan berbagai senjata termasuk tali, pedang, anak panah, kapak, trisula dan senjata-senjata lainnya. Disamping itu juga diuraikan jenis-jenis pasukan, mulai pasukan menggunakan gajah, kuda dan infantry. Bagian ini diakhiri dengan uraian mengenai cara tepat mengirim pasukan tempur terlatih ke medan perang.

Dalam Agni Purana Ada juga dijabarkan sembilan asana atau posisi berdiri dalam bela diri, yaitu;

  1. Samapada, berdiri di barisan tertutup dengan kaki menyatu (Agni Purana 248,9)
  2. vaiśākha, berdiri tegak dengan kaki terpisah (Agni Purana 248,10)
  3. mandala, berdiri dengan lutut terpisah, disusun dalam bentuk sekawanan angsa (Agni Purana 248,11)
  4. ālīḍha, menekuk lutut kanan dengan kaki kiri ditarik ke belakang (Agni Purana 248,12)
  5. pratyālīḍha, menekuk lutut kiri dengan kaki kanan ditarik ke belakang (Agni Purana 248,13)
  6. jāta, menempatkan kaki kanan lurus dengan kaki kiri tegak lurus, pergelangan kaki dengan lima jari menjadi terpisah (Agni Purana 248,14)
  7. daṇḍāyata, tetap menekuk lutut kanan dengan kaki kiri lurus, atau sebaliknya; disebut vikaṭa jika kedua kedua telapak kaki terpisah (Agni Purana 248,16)
  8. sampuṭa, setengah melingkar (Agni Purana 248,17)
  9. svastika, menjaga kaki 16 jari-jari terpisah dan mengangkatnya sedikit (Agni Purana 248,19)

Tingkat keberhasilan bela diri dan seni bertempur ini juga harus diikuti praktek-praktek ritual, yoga dan meditasi (termasuk pengulangan mantra). Dan dengan pengetahuan yang lengkap ini diharapkan seorang praktisi Dhanur Veda disamping memiliki ilmu bela diri dan ilmu militer yang mumpuni, juga diikuti oleh keluhuran budi pekerti sehingga ilmu yang dimilikinya dapat diterapkan dengan tepat.

Sumber:

  1. http://www.indiatraveltimes.com/
  2. http://en.wikipedia.org/
  3. http://www.indianetzone.com/
Translate »