Masih ingat kasus Ahmadyah yang divonis sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)? Ahmadyah dikatakan sesat oleh penganut Islam yang lain karena Ahmadyah meyakini adanya nabi lain setelah nabi Muhammad. Umat Islam secara umum harus meyakini beberapa landasan pokok yang sudah digariskan kepadanya. Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan 10 kriteria aliran sesat. Apabila ada satu ajaran yang terindikasi punya salah satu dari kesepuluh kriterai itu, bisa dijadikan dasar untuk masuk ke dalam kelompok aliran sesat. Kesepuluh kriteria itu antara lain:

  1. Mengingkari rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir, Qadla dan Qadar) dan rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat syahadah, sholat 5 waktu, puasa, zakat, dan Haji)
  2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (Alquran dan as-sunah)
  3. Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran
  4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran
  5. Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir
  6. Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam
  7. Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
  8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir
  9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah
  10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i

Menurut kriteria ini, sebuah aliran yang mengaku sebagai Islam tetapi tidak melaksanakan “standard” yang sudah mereka gariskan ini dapat dikatakan sesat. Lalu bagaimana dengan klaim sesat dalam agama Hindu?

Satu kasus yang sangat memalukan dalam sejarah Hindu di Indonesia adalah ketika pada beberapa puluh tahun lalu sebuah garis perguruan Hindu divonis sesat oleh pemerintah. Mungkin baru kasus itulah yang merupakan kasus satu-satunya di dunia dimana sebuah aliran Hindu dikatakan sesat. Saat itu semua aktivitas kerohanian yang dilakukan oleh organisasi ISKCON yang juga dikenal dengan sebutan “Hare Krishna” dibekukan. Para pemimpin dan pengikutnya dikejar-kejar, ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Mereka yang berhasil lolos melarikan diri terpaksa hidup luntang-lantung dan melakukan aktivitasnya secara underground. Kejadian ini terulang lagi pada bulan Oktober 2005, dimana Kantor Wilayah Departemen Agama di Nusa Tenggara Barat kembali mengeluarkan larangan terhadap Hare Krishna dan 12 aliran agama lainnya. Dan sampai saat inipun larangan dan vonis sesat terhadap Hare Krishna belum dicabut. Sebuah kabar yang sangat menggelikan dapat kita lihat di sebuah majalah Hindu nasional yang menyoroti bahwa ada seorang pemuka Hindu yang memiliki sederet gelar akademik menyatakan secara terang-terangan di depan umum bahwa dengan membaca Bhagavad Gita dan mengatakan bahwa yang bersabda dalam Bhagavad Gita, yaitu Sri Krishna sebagai Tuhan adalah orang yang sesat. Benarkah klaim ini? Standar apa yang mereka gunakan untuk menyatakan salah satu aliran Hindu sesat?

Bebebrapa pakar filsafat yang melakukan pendekatan empiris–induktif menyatakan bahwa di dunia ini agama-agama di dunia dapat dikategorikan menjadi 2 kategori besar, yaitu agama Hukum dan agama Spiritual. Agama Hukum adalah agama yang mengatur keberadaan umatnya berdasarkan reward and punishment (hadiah dan hukuman). Sebuah agama bisa dikategorikan dalam agama Hukum jika dalam kitab sucinya lebih menekankan akan suatu kegitaan yang harus dilakukan agar menghasilkan pahala dan menghindari kegiatan yang dilarang agar tidak mendapatkan dosa. Islam dan agama-agama Semitik lainnya umumnya dapat dikategorikan dalam kategori agama Hukum karena mereka cenderung memperlihatkan perhitungan terhadap besar pahala dan dosa untuk memvonis seseorang akan masuk sorga atau malah dijebloskan ke dalam neraka jahanam. Sedangkan agama spiritual adalah agama yang mendasarkan pada kesadaran, bukan karena adanya rasa takut akan dosa/hukuman dan/atau terpikat oleh pahala. Meskipun Hindu juga mengenal istilah karma baik dan buruk sehingga berakibat pada adanya alam Sorga dan Neraka, namun penekanan kesadaran adalah yang paling dominan di dalam Hindu, sehingga otomatis Hindu dapat digolongkan dalam golongan agama Spiritual.

Melihat dari karakteristik antara Hindu sebagai agama Spiritual dan Islam sebagai salah satu agama Hukum yang sangat jauh berbeda, tentunya formula yang harus diterapkan dalam mengklaim bahwa sebuah aliran / parampara Hindu adalah sesat atau bukan tentunya sangatlah berbeda. Kita tidak cukup hanya menjadikan Panca Sraddha (lima dasar kepercayaan umat Hindu) yang berlaku di Indonesia yang merupakan adopsi dari lima rukun Islam sebagai patokan utama. Kenapa demikian?  Coba kita perhatikan bagian Veda Smrti, yaitu pada bagian Darsana, disana kita dapat menemukan dua dasar ketuhanan yang sama sekali saling bertolak belakang namun keduanya diakui secara sah oleh Veda, yaitu yang tergolong Astika yang mengakui otoritas Veda dan Nastika yang cenderung lebih kearah Atheis. Jika Veda memang mengakui kedua golongan yang saling bertolak belakang ini, itu berarti satu pondasi Panca Sraddha, yaitu keyakinan akan adanya Tuhan tidak bisa digunakan sebagai dasar dalam menyatakan suatu aliran Veda sesat atau tidak. Demikian juga mengenai Moksa. Sebagian penganut Hindu mengatakan bahwa Moksa adalah penyatuan antara Atman/Jiva dengan Tuhan Yang Maha Esa. Mereka yang memiliki keyakinan ini adalah mereka yang biasa disebut penganut filsafat Mayavada. Namun di sisi lain para penganut filsafat Vedanta menyatakan bahwa Moksa tidak sesempit itu. Bahkan mereka menyatakan bahwa tingkatan Moksa seperti itu adalah tingkatan Moksa yang paling rendah dan bersifat tidak kekal. Ternyata satu pondasi Panca Sradha juga rapuh dan tidak bisa dijadikan acuan dalam memandang suatu aliran adalah sesat.

Veda memang bukanlah setumpuk buku suci yang tipis yang bisa menerangkan secara singkat prihal batasan-batasan seseorang dapat dikatakan sebagai Hindu atau bukan dan juga dapat dikatakan sesat atau bukan. Veda mengatur tataran kehidupan yang sangat luas. Secara umum sebagaimana dikatakan bahwa sesuai dengan tujuannya, ajaran Veda dapat dibagi menjadi tiga, yaitu; (1) ajaran mengenai Karma-kanda, yaitu ajaran yang menuntun manusia untuk berbuat baik dan melakukan berbagai macam korban suci dengan maksud mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan material baik di dunia ini maupun di alam Sorgawi. Yang termasuk bagian Veda yang mengajarkan ini adalah kitab Catur Veda dan berbagai macam kitab lain yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari seperti Ayur-veda, Dhanur-veda, Artha-sastra dan sebagainya. (2) ajaran mengenai Jnana-kanda adalah ajaran yang mengajarkan filosofis ketuhanan yang sangat mendalam. Umumnya yang termasuk bagian dari ajaran Jnana-kanda adalah kitab-kitab Upanisad. Dan yang terakhir adalah (3) ajaran Upasana-kanda, yaitu mengajarkan manusia untuk melepaskan diri dari siklus kelahiran dan kematian yang berulang-ulang. Vedanta sutra adalah salah satu kitab yang mengarahkan kepada Upasana-kanda. Dari kombinasi ketiga ajaran utama dalam Veda ini akhirnya muncul berbagai macam aliran dan kebiasaan masyarakat pemeluk Veda karena perbedaan tingkat spiritualitas mereka akibat perbedaan pengaruh tri-guna (tiga sifat alam material) yang menyelimuti mereka. Mereka yang lebih tebal diselimuti oleh sifat tamas (kebodohan) lebih cenderung mengikuti ajaran yang mengarahkan mereka pada pemenuhan kenikmatan material yang rendah dan terjerumus pada praktek-praktek keagamaan dalam sifat kebodohan. Mereka yang lebih banyak diselimuti sifat rajas (nafsu) cenderung lebih tertarik pada pemuasan indriya-indriya dan biasanya menjadikan gemerlapnya alam Sorgawi sebagai tujuan akhir setelah kematian. Dan mereka yang lebih banyak diselimuti oleh sifat satvam (kebaikan) cenderung mengikuti ajaran Upasana-kanda, mencari jati diri dan bertanya akan siapa itu Tuhan dan bagaimana mereka bisa ber-bhakti sehingga kembali kepada Tuhan dan melepaskan dari ikatan samsara (kelahiran dan kematian berulang kali).

Melihat dari penggolongan yang berdasarkan pengaruh tri-guna yang berefek pada perbedaan tingkatan spiritualitas masing-masing orang tersebut di atas, ternyata belum cukup untuk mendapatkan formula dalam mengkategorikan aliran sesat untuk penganut Veda. Veda memfasilitasi mereka yang meskipun dapat dikatakan Atheis, mereka yang terlalu materialistik, penganut paham kekosongan ataupun penganut paham Tuhan yang berwujud pribadi. Lalu bagaimana sebenarnya pengkategorian yang lebih tepat?

Satu-satunya penggolongan manusia yang paling dapat diterima secara universal dalam tatanan filsafat Veda hanyalah penggolongan manusia yang masuk dalam kategori Dharma dan Adharma. Bhagavata Purana 11.17.21 menjabarkan pondasi dari tindakan yang mencerminkan Dharma haruslah berpegang teguh pada prinsip:

  1. Tidak melakukan tindak kekerasan (ahimsa)
  2. Berpegang teguh pada kejujuran (satyam)
  3. Tidak mencuri dan korupsi (asteyam)
  4. Selalu berbuat untuk kesejahteraan semua makhluk lain (bhuta priya hitehaca), dan
  5. Membebaskan diri dari nafsu, kemarahan dan keserakahan (akama krodha lobhasa).

Sedangkan mereka yang memiliki tabiat yang berkebalikan dengan kelima prinsip universal di atas sebagaimana disebutkan dalam Bhagavata Purana 11.17.20, yaitu berwatak kotor (asaucam), tidak jujur (anrtam),  suka mencuri (asteyam), tidak percaya kitab suci (nastikyam),  suka bertengkar (suska vigrahah), penuh nafsu (kamah) dan pemarah (krodha), serta diliputi oleh bermacam-macam keinginan memuaskan indriya jasmani (tarsah) adalah termasuk golongan manusia yang Adharma. Mereka yang tergolong Adharma inilah yang sudah pasti dapat dikatakan sesat dan menyimpang dari prinsip dasar ajaran Veda yang harus dilakukan oleh setiap umat manusia tanpa memandang tataran spiritualitasnya. Meskipun mereka menyatakan diri meyakini Panca Sradha, meyakini berbagai macam filsafat Veda yang tergolong Sattvik ataupun flsafat Veda yang tergolong filsafat yang paling utama, tetapi kalau mereka tidak bisa melakukan dan mengamalkan pondasi dasar sebagaimana disampaikan dalam kedua sloka Bhagavata Purana ini, sudah barang tentu mereka masih bisa kita katakan tersesat dari perintah-perintah Veda.

Di dunia, terdapat ratusan aliran Hindu dengan wajah-wajahnya yang berbeda. Bukan hanya dari cara berpakaian, perlengkapan upacara dan tata cara peribadatannya, tetapi juga dari dasar filosofisnya. Dalam lingkup yang lebih kecil, di Indonesia sendiri terdapat sekian banyak aliran Hindu, baik yang tergolong parampara, maupun yang merupakan local genius hasil akulturasi budaya setempat. Kejawen, Kaharingan, Hindu Bali, dan beberapa kumunitas yang sampai saat ini hanya diakui sebagai aliran kepercayaan adalah sebagian kecil dari sempalan Hindu yang berbeda-beda. Ditambah lagi dengan adanya sampradaya Gaudya Vaisnava, Brahma Samaj, berbagai aliran Yoga, dan berbagai praktek Tantra menunjukkan bertapa luasnya cakupan filsafat Hindu. Masing-masing aliran atau garis perguruan memberikan penekanan berbeda terhadap ajaran Veda sesuai dengan guna dan karma pengikutnya. Jika demikian halnya, bisakah salah satu aliran atau garis perguruan menyatakan aliran atau perguruan yang lain sesat dan harus dibekukan sebagaimana yang pernah menimpa Hare Krishna?

Kembali ke studi kasus di depan, sama sekali tidak ada dasar yang bisa digunakan untuk menyatakan Hare Krishna sesat. Kalaupun seandainya pihak berwenang yang pernah mengeluarkan surat pelarangan dan pembekuan terhadap Hare Krishna menggunakan prinsip umum yang digunakan oleh PHDI yaitu Panca Sradha, Hare Krishna juga tidak melanggar prinsip ini, bahkan ini merupakan pondasi pokoknya sebagaimana ditegaskan dalam ajaran dasar Bhagavad Gita yang merupakan pegangan wajib dan pertama bagi setiap penganut aliran ini. Ajaran mereka juga tidak melanggar prinsip-prinsip dasar yang membedakan antara yang tergolong Dharma dan Adharma. Bahkan mereka cenderung dapat menjalankannya secara lebih strict dengan adanya empat pondasi utama yang harus dilewati seseorang untuk dapat diangkat menjadi murid dalam perguruan ini, yaitu tidak makan daging, ikan dan telur, tidak berjudi, tidak mabuk-mabukan dan tidak berzinah. Bahkan untuk mencapai tingkatan bhakti yang murni, seorang murid harus melakukan berbagai sadhana dan aturan tingkah laku yang jauh lebih ketat sesuai dengan Panca Yama Bratha dan Panca Nyama Brahta. Jadi tidak ada prinsip-prinsip Veda dasar yang dilanggar oleh ajaran sampradaya Hare Krishna.

Apa yang melatarbelakangi Hare Krishna dikatakan sesat? Semua ini tidak lepas dari masalah politis dan ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia yang dipicu oleh kecemburuan segelintir orang yang egois dan berwatak picik (Asurik) disamping memang adanya pemicu oleh oknum orang-orang bodoh yang mengaku sebagai Hare Krishna namun tidak melakukan sadhana dan prinsip-prinsip dalam garis perguruan.

Biarlah noktah hitam yang telah menodai sejarah Hindu Indonesia ini terkubur dalam-dalam dan menjadi pelajaran buat kita semua. Semoga mereka yang memiliki kekuasaan politis, selaku decision maker tidak lagi memanfaatkan kekuasaan mereka untuk mengkerdilkan Hindu Nusantara yang sudah kecil hanya demi egoisme sesaat. Semua orang Hindu harus sadar bahwa tindakan menyatakan sesat suatu aliran Hindu yang tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar Dharma dan yang tidak merugikan orang lain adalah tindakan keliru dan pada dasarnya mereka yang menyeluarkan pernyataan sesat itulah yang harus dikategorikan sebagai orang sesat.

Translate »