Pada penghujung tahun 2010 ini, sebuah kasus unik sudah menggemparkan kalangan Hindu dan Kristen, khususnya di Polandia. Proses Harinama Sankirtana yang dilakukan oleh anggota ISKCON Polandia yang begitu gencarnya menyebabkan kalangan gereja merasa terdesak. Sangat banyak pengikut gereja pada akhirnya memutuskan untuk menjadi Hindu di bawah naungan ISKCON. Tingkat konversi yang begitu tinggi inilah yang menyulut beberapa kalangan gereja mengajukan tuntutan hukum kepada ISKCON agar segera dibekukan oleh pemerintah.

Seorang suster dari sebuah gereja Katolik menandatangani gugatan terhadap ISKCON dengan tuduhan bahwa ISKCON mengarahkan masyarakat untuk memuja seseorang yang tidak bermoral yang menikahi 16.000 wanita yang disebut gopi. Tentu saja tuduhan ini menarik begitu banyak kalangan masyarakat. Sebuah kasus unik yang jarang terjadi.

Pada sidang perdana di sebuah pengadilan di Warsaw, Polandia, suster yang mengajukan gugatan tersebut dengan begitu cekatannya membacakan tuduhannya. Para pendukungnyapun mengikuti proses sidang dengan menggebu-gebu dengan keyakinan penuh akan memenangkan kasus tersebut.

Setelah tuduhan selesai dibacakan, tibalah saatnya pihak ISKCON menyampaikan pembelaannya. Dengan tenang salah seorang anggota ISKCON berkata kepada Hakim Ketua; “Bapak Hakim yang saya hormati, bolehkan saya meminta injin kepada suster yang mengajukan gugatan ini untuk membacakan kembali sumpah yang dia ucapkan saat menjadi seorang suster?”. Setelah pertanyaan tersebut, Hakim-pun melemparkan permintaan tersebut kepada sang suster dan memintanya membacakan sumpah saat ia diangkat menjadi suster.

Namun apa yang terjadi? Dengan berbagai alasan suster tersebut menolak membacakan kembali sumpah yang pernh dia ucapkan saat diangkat menjadi suster. Karena itulah akhirnya anggota ISKCON yang sebelumnya juga merupakan seorang Kristen kembali meminta ijin kepada Hakim untuk membacakan sendiri apa isi sumpah seorang suster. Dengan pelan, tenang dan tegas dia mengatakan satu kalimat kunci dalam sumpah itu yang berbunyi bahwa seseorang yang akan diangkat menjadi suster harus mengatakan bahwa dia bersedia menikah dan menjadi istri Yesus. Dengan sigap, anggota ISKCON tersebut kembali bertanya kepada Hakim dan semua peserta sidang dengan mengatakan bahwa pada dasarnya Yesus memiliki istri yang lebih banyak dari pada saat Krishna ber-lila di Vrindavan 5000 tahun yang lalu.

Semua pendukung suster tersebut senyap tidak bergeming sedikitpun dan peserta sidang dari pihak ISKCON tersenym bangga melihat bagaimana rekannya mengajukan pembelaan yang sangat singkat, padat dan tepat. Akhirnya Hakim-pun menutup kasus tersebut dengan kemenangan mutlak di pihak ISKCON.

Tentu saja kasus ini telah menjawab pertanyaan orang-orang Kristen mengenai apakah Krishna amoral dengan mengembalikannya ke konsep ketuhanan mereka. Namun bagaimana jika pertanyaan ini ditanyakan oleh agama lain atau oleh mereka yang menjunjung tingi feminism?

Dasar dari ketuhanan adalah “Maha Kuasa”, Dia Yang Absolut dan tidak dibatasi. Krishna sebagai Tuhan Yang Maha Esa adalah personifikasi yang lengkap. Beliau tidak hanya memiliki 16108 istri sebagaimana disebutkan pada saat lila Beliau 5000 tahun lalu, namun dikatakan bahwa Beliau selalu dilayani oleh ratusan ribu dewi Laksmi sebagaimana disampaikan dalam petikan Brahmasamhita berikut ini:

Cintamani prakara sadmasu kalpavriksa

Laksavritesu surabhir abipalayantam

Laksmi sahasrasata sambrama sevyamanam

Govindam adipurusam tam aham bhajami

Aku memuja Govinda (Krishna), Tuhan Yang Maha Purba, leluhur pertama yang menggembalakan sapi, pemuas segala keinginan, dikawasan yang terbuat dari batu permata spiritual, dikelilingi oleh jutaan pohon yang dapat memenuhi segala keinginan, selalu dilayani dengan penuh bhakti dan kasih sayang oleh ratusan ribu laksmi atau gopi”.

Dalam sloka-sloka Veda yang lain mengenai hakekat Atman/Jiva juga dijelaskan bahwa semua entitas kecuali Tuhan itu sendiri dharma/hakekatnya hanyalah pelayan dari Tuhan. Meskipun di dunia rohani tidak ada pembedaan jenis kelamin pria dan wanita sebagaimana di dunia material ini, namun jika sang jiva kembali ke alam rohani, maka disana dia seolah-olah bagaikan berhakekat feminim. Hanya Tuhan yang berhakekat maskulin dan berhak dilayani oleh para jiva yang berhakekat feminim.

Kalau demikin, dimana letak keadilan Tuhan? Kenapa Dia selalu harus dilayani? Bagaikan Api yang hakekat(dharma)-nya adalah panas dan membakar, Es yang dharma-nya dingin dan membekukan, Air yang membasahi. Maka Jiva-pun demikian. Jiva akan mencapai kebahagiaan sejati jika dia kembali kepada dharma aslinya sebagai pelayan Tuhan.

Translate »