Mainstream ahli-ahli anthropologi fisik sependapat bahwa golongan hominid, yaitu  kelompok makhluk hidup yang didalamnya termasuk manusia modern dan nenek moyangnya, merupakan hasil pemisahan dari evolusi kera Afrika yang terjadi 6 juta tahun yang lalu. Namun demikian dikalangan mereka masih terjadi silang pendapat mengenai identitas hominid yang paling pertama. Pada dekade terkahir abad keduapuluh dan awal abad keduapuluh satu, para ahli  anthropologi fisik dan ahli arkeologi menemukan serpihan-serpihan peninggalan berbagai jenis hominid baru.

Dari hominid-hominid awal ini, muncullah jenis yang disebut Australophitecus. Kata para ilmuwan itu, Australophitecus terdiri dari banyak species, yang paling awal hidup dibumi ini 4 sampai 5 juta tahun yang lalu. Dari sana muncullah Homohabilis, manusia pertama pembuat alat-alat dari batu. Selanjutnya lahirlah Homo erectus, hominid pertama yang  mengenal api. Kemudian muncullah species manusia modern dan Naendertal. Akhirnya, manusia beranatomi modern seperti kita ini diperkirakan muncul sejak 100.000 tahun yang lalu…..

Rangkaian cerita tentang asal usul manusia itu tampak mengalir lancar begitu saja dari guru atau buku-buku biologi yang kita baca. Juga bila kita lihat pameran museum arkeologi, begitupun siaran-siaran televisi, semuanya mendukung pendapat itu. Semulus itukah fakta yang sebenarnya??? Sesederhana itukah asal-usul nenek moyang kita???

Dalam bukunya Forbidden Archeology (1994) yang diterbitkan dalam edisi ringkasnya The Hidden History of Human Race (1999), Michael A. Cremo dan Richard L. Thompson  berhasil mendokumentasikan ratusan penemuan bukti-bukti arkeologi  yang sengaja diabaikan dan disembunyikan oleh kalangan ilmuwan, karena bertentangan dengan teori evolusi yang sudah mapan. Mereka membuktikan bahwa terdapat upaya ”penyaringan pengetahuan” atau knowledge filter terhadap data-data arkeologi yang mendukung kebenaran uraian Weda bahwa species manusia modern seperti kita telah ada sejak jutaan tahun.  Contoh kasus : Pada tahun 1970-an telah ditemukan

peralatan terbuat  dari batu yang bentuknya halus di Hueyatlaco, Mexico. Virginia Steen-McIntyre dan anggota US. Geological Survey lainnya melakukan uji radioaktif untuk mengetahui usia temuan itu. Hasilnya, lapisan tanah tempat ditemukannya peralatan itu diperkirakan berumur 250.000 tahun. Temuan ini bukan hanya bertentangan dengan teori Dunia Baru antropologi, tapi juga bertentangan dengan seluruh konsep teori evolusi bahwa manusia yang mampu membuat peralatan seperti di Hueyatlaco itu baru ada sekitar 100.000 tahun lalu.  Jurnal-jurnal arkeologi menolak menerbitkan penemuan Virginia Steen-McIntyre ini. Bahkan berakibat ia diteror, dana penelitiannya dihentikan, dan ia diberhentikan dari pekerjaannya (Michael A. Cremo, 1999 : 93).

Kasus lainnya. Pada tahun 1891-1893, Eugene Dubois  menemukan berbagai fosil di dekat Desa Trinil, di tepi Bengawan Solo. Para pekerjanya menemukan sisa tengkorak kepala berukuran besar, yang diperkirakan tengkorak sejenis simpanse. Dan pada jarak 45 kaki (13.7 m) dari tempat itu, ditemukan fosil yang mirip tulang paha manusia beserta tulang-tulang hewan lainnya. Setelah berkonsultasi dengan para ahli arkeologi lainnya, Dubois kemudian mengklaim bahwa fosil tengkorak dan tulang paha itu adalah fosil pithecanthropus erectus, yang dianggap sebagai makhluk peralihan antara kera dan manusia, yang selama ini dikenal sebagai ”missing link”.Temuan itu tentu me nggembirakan para ahli evolusi (Cremo, 1999 :159)

Pada Desember 1895 para ahli dari berbagai negara berkumpul di Berlin Society for Anthropology, Etnology, and Prehistory untuk memutuskan penemuan Dubois.  Dr. Virchow, presiden perkumpulan itu menolak hadir untuk memimpin pertemuan itu. Kollman, ahli anatomi dari Swiss mengatakan bahwa tengkorak itu adalah tengkorak sejenis gibbon, dan tulang paha temuan Dubois itu sangat diragukan sebagai tulang paha gibbon tsb.

Dalam perkembangannya, para ahli sependapat bahwa tulang paha yang ditemukan Dubois itu adalah tulang manusia sejenis manusia modern.  Umur fosil itu diperkirakan 800.000 tahun, sehingga diperkirakan di Jawa telah ada manusia beranatomi modern sejak masa itu. Ini tentu bertentangan dengan teori evolusi yang menyatakan manusia modern hanya ada di bumi sejak 100.000 tahun lalu.

Dalam bukunya Mineralogy, Count Bournon mencatat penemuan yang menakjubkan oleh para pekerja Perancis pada akhir abad ke-18. Para pekerja yang menggali lapisan batuan didekat Propinsi Aix-en, telah menerobos 11 lapisan batuan yang dipisahkan oleh lapisan-lapisan sedimen.  Menjelang lapisan kedua belas yang agak liat, mereka menemukan potongan pilar-pilar  dan serpihan batu-batu yang ditempa. Selain itu mereka juga menemukan koin-koin, gagang palu, dan peralatan lain yang terbuat dari kayu. Lapisan batu di Propinsi Aix-en itu berasal dari lapisan Oligocene, yang berarti benda-benda temuan itu berusia sekitar 24 – 36 juta tahun. Temuan itu dipublikasikan dalam American Journal of Science and Art pada tahun 1820. Sudah dapat dipastikan ilmuwan sekarang tidak akan menggubris temuan yang membuktikan adanya kebudayaan maju yang berada diluar cakupan teori evolusi mereka (Cremo, 2003: 23).

Masih ada deretan panjang kasus-kasus yang terungkap dalam buku setebal 923 halaman itu. Bukti-bukti itu memang tidak pernah dipublikasikan, karena bisa berakibat direvisinya buku-buku antropologi dan buku-buku biologi yang ada selama ini. Sudah tentu hal ini mengundang perdebatan sengit diantara para ilmuwan, banyak yang pro karena sesuai dengan fakta-fakta ilmiah yang tidak dapat dijawab oleh pendukung teori evolusi.  Yang kontra? Tidak usah ditanya lagi. Buku-buku itu mengupas tuntas kasus-kasus yang menunjukkan bagaimana para ilmuwan berusaha menutupi temuan-temuan ilmiah yang mengancam status kemapanan teori mereka. Ada upaya terang-terangan memfilter informasi yang bersebrangan dengan teori mereka agar tidak terpublikasi luas.

Pada tahun 1993 pada saat pertamakali buku Forbidden Archeology diterbitkan, beragam reaksi muncul dari berbagai pihak. Mulai dari ahli antropologi Richard Leaky yang berkomentar sadis “…pure humbug (sekedar bualan)” , sampai dengan Graham Hancock yang memujinya sebagai “One of the landmark intellectual achievements of the late 20th century.” Selain itu, ketika pada tahun 1996 televisi NBC menyiarkan acara The Mysterius Origin of Man dan mengupas isi buku itu, para ilmuwan merasa sangat tersinggung, dan mereka melobi Federal Communication Commission untuk membredel NBC dan memberikan denda akibat menyiarkan program itu. Kasihan ya….

Pertanyaan yang muncul setelah temuan fakta itu adalah: ”Kalau manusia tidak berasal dari kera, dari mana asalnya?” Teori apa yang bisa dijadikan alternatif terhadap teori evolusi Darwin?

Salah satu kelemahan teori evolusi modern adalah bahwa teori itu hanya menganggap manusia sebagai benda fisik material, tersusun dari zat-zat kimia yang kompleks. Ia sama sekali tidak menyentuh dan melibatkan adanya elemen pikiran, kesadaran, atau adanya roh, yang fenomenanya tidak dapat dijelaskan oleh sains dan metode ilmiah.  Teori itu tidak pernah mengupas apa dan siapa sesungguhnya manusia secara utuh. Memang diakui, dalam beberapa kasus teori tersebut dapat menjelaskan fenomena alam. Namun untuk menggeneralisasikan teori itu termasuk pada diri manusia, ia akan terbentur realita.

Menurut Weda, manusia terdiri dari tiga elemen yaitu badan kasar (material), pikiran, dan kesadaran (roh). Banyak bukti-bukti ilmiah yang membuktikan keberadaan pikiran dan kesadaran yang berada terpisah dari badan kasar atau jasad manusia . Peran pikiran dan kesadaran inilah yang secara sistematis dihapuskan dan dihilangkan dari mainstream ilmu pengetahuan modern oleh proses yang disebut knowledge filtration.

Sebagai alternatif terhadap teori evolusi manusia, Michael Cremo menawarkan teori human devolution , yaitu bahwa manusia mengalami proses kemerosotan. Untuk memahami hal ini, Cremo mempelajari berbagai hasil penelitian dalam berbagai bidang ilmu : fisika, psikologi, biologi, metafisika, kosmologi, antropologi, teologi, dll. Hasilnya ditemukan benang merah bahwa manusia tersusun dari tiga unsur: material, pikiran, dan kesadaran (roh). Alam semesta ini terbagi menjadi berbagai kawasan yang memiliki keseimbangan ketiga unsur itu dalam proporsi yang berbeda-beda.  Dalam setiap kawasan itu, terdapat makhluk hidup yang memiliki derajat dan kekuatan yang berbeda-beda, dan mereka memiliki badan-badan jasmani yang teradaptasi dengan keadaan masing-masing kawasan itu. Devolusi manusia berarti bahwa manusia telah mengalami kemerosotan dari tingkat kesadaran rohani yang murni.   Bahwa makhluk hidup (conscious spirit) pada awalnya berada dalam tingkat kesadaran yang murni yang tidak tercemari, berada dalam hubungan dengan the supreme self yaitu Tuhan. Sifat dasar hubungan antara roh dengan Tuhan adalah dalam hubungan cinta kasih yang bertimbal balik. Bila makhluk hidup seperti kemudian menjadi terpisah dari hubungannya dengan supreme self (Tuhan) maka ia akan menurun ketingkat (planet) tenaga material. Tujuan roh memisahkan diri dari Tuhan adalah agar ia dapat lebih bebas menikmati secara terpisah dari Tuhan.  Agar roh dapat menikmati alam material, ia harus memasuki alam material yang terdiri dari unsur halus dan unsur kasar. Unsur halus berupa pikiran (manah), kecerdasan (buddhi), dan keakuan palsu (ahankara). Sedangkan unsur-unsur kasar terdiri dari tanah (bhumi), air (apah), api (nala), angin (vayu), dan akasa (kham). Makhluk hidup yang berada diplanet-planet yang didominasi oleh tenaga material yang halus, memperoleh badan-badan yang tersusun dari unsur-unsur halus yaitu pikiran, kecerdasan, dan keakuan palsu. Sedangkan roh yang memasuki planet-planet yang didominasi oleh tenaga  alam yang kasar, memperoleh badan-badan jasmani yang terbuat dari unsur-unsur kasar yaitu tanah, air, api, udara, dan akasa, serta ditambah pula dengan unsur-unsur pikiran, kecerdasan dan ego.

Untuk menyediakan badan-badan material yang dibutuhkan sesuai keinginan sang roh, Dewa Brahma diberikan tugas untuk menciptakan badan-badan jasmani itu. Beliau bertugas untuk menciptakan penduduk alam semesta. Dari pikirannya, Dewa Brahma menciptakan para Rsi putra-putranya (manasah putra) antara lain Kardama Muni, Kasyapa Muni, dll. Dari badannya, Dewa Brahma menciptakan sepasang makhluk yang bertugas melakukan hubungan suami istri untuk berketurunan, yaitu Svayambhu Manu dan permaisurinya Shatarupa. Svayambhuva dan Shatarupa memiliki beberapa putri yang kemudian dinikahkan dengan rsi-rsi manasah putra Dewa Brahma. Kemudian mereka melahirkan keturunan-keturunannya berupa para rsi dan para dewa-dewi. Proses itu terjadi di planet-planet alam material yang lebih tinggi.

Ketika tiba waktunya untuk menciptakan badan-badan jasmani yang dibutuhkan oleh roh-roh, para dewa dan dewi terlibat dalam kegiatan reproduksi. Dalam melakukan kegiatan reproduksi ini, dewa dan dewi itu menggunakan bija. Bija ini mengandung plans (rancangan) bagi bentuk-bentuk badan jasmani yang akan diciptakan. Para ahli biologi modern mengalami kesulitan dalam menjelaskan secara benar bagaimana proses perkembangan makhluk hidup berlangsung. Setiap tumbuhan atau hewan umumnya berawal dari sel tunggal yang mulai membelah diri. Masing-masing sel mengandung DNA yang sama, memiliki pasangan gen yang sama. Karena itulah tidak mudah untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa, dalam proses pembelahan beberapa sel menjadi berjuta-juta sel (bertrilyun-trilyun jumlahnya pada manusia), sel-sel tersebut mengelompok dan menyusun dirinya menjadi menjadi jaringan-jaringan tubuh yang bersifat kompleks. Cremo mengusulkan bahwa dalam hal ini bukan hanya DNA yang berperan, tapi juga adanya peran bija (subtle seed), yang berisi rancangan perkembangan jenis badan tertentu.

Dalam Bhagavad-gita (14.4) Sri Krsna menyatakan : aham bija-pradah pita (Akulah ayah yang memberi benih bagi semua makhluk). Dalam ayat 7.10 Sri Krsna juga bersabda : béjaà mäà sarva-bhütänäà (Aku adalah sumber asli segala kehidupan). Kata bija dapat diartikan sebagai  atma (sang roh) yang berasal dari Krsna. Badan adalah kendaraan bagi sang roh, tanpa keberadaan roh badan tidak akan mewujudkan gejala-gejala kehidupan.

Waktu yang akan menjadi saksi, bagaimana perkembangan teori evolusi dan devolusi manusia ini di masa depan. Salah satu faktor yang membuat keberatan para ilmuwan terhadap teori Human Devolution adalah karena ia menggunakan konsep Weda. Padahal image yang sudah terlanjur berkembang diotak para ilmuwan adalah bahwa Weda adalah hasil karya primitif aborigin which full of myth and brainwashing idea. Menyedihkan bukan?

Michael A. Cremo dan Richard L. Thompson adalah dua peneliti Hindu yang bekerja pada Bhaktivedanta Institute di Florida yang merupakan cabang dari International Society for Krishna Consciousness. Cremo juga merupakan anggota World Archeology Conggress, sedangkan Thompson adalah profesor matematika lulusan Cornel University Amerika. Mereka mengabdikan  seluruh hidupnya untuk membuktikan secara ilmiah kebenaran-kebenaran ajaran Weda, termasuk kebenaran bahwa manusia diciptakan langsung oleh Tuhan, dan bukan bernenek moyang kera.

Dalam salah satu presentasinya, Cremo pernah berseloroh : “Saya adalah reinkarnasi dari Charles Darwin. Dulu saya membuat teori yang salah, sekarang saya menjelma lagi untuk memperbaiki teori evolusi itu.” Siapa tahu?

Dikutip dari Newsletter Sanatana Dharma, Narayana Smrti Ashram Yogyakarta dengan Nara Sumber utama bapak Suryanto, M.Pd

Translate »