Siapa yang tidak mengenal kubah? Masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim tentunya sudah sangat akrab dengan bentuk bangunan yang satu ini. Hampir semua mesjid dan bahkan musola di Indonesia selalu dihiasi dengan atap berbentuk kubah. Bahkan ada wacana yang mengatakan kalau mesjid belumlah bisa dikatakan islami jika belum memiliki atap kubah di atasnya. Namun benarkah kubah adalah corak arsitektur islami?

Jika kita menengok sejarah Islam yang dimulai sejak jaman Nabi Muhammad, maka dapat kita telusuri bahwa pada masa itu Islam sama sekali belum mengenal arsitektur kubah sebagai ciri khas bangunan tempat sucinya. Bahkan Profesor K.A.C. Cresswell, seorang ahli arsitektur terkemuka mengungkapkan dalam Early Muslim Architecture, bahwa bentuk pertama Masjid Madinah (Masjid Nabawi) belum menggunakan kubah. Desain masjid pertama umat Islam sangatlah sederhana, “hanya berbentuk segi empat dengan dinding pembatas di sekelilingnya,” tulis Cresswell. Arsitektur Islam tertua yang menggunakan arsitektur kubah adalah Kubah Batu (Qubbat as-Shakrah), tempat suci di dalam Masjid al-Aqsa di Yerussalem, yang dibangun Abdul Malik bin Marwan, khalifah Ummaiyyah, pada tahun 691 Masehi. Bangunan ini menjadi monumen Islam tertua yang masih bertahan hingga kini. Phillip K. Hitti dalam bukunya, History Of The Arabs mengatakan: “Pembangunan kubah itu dimaksudkan untuk mengungguli atap Gereja Sepulchre Suci yang indah”. Jadi sangat jelas bahwa kubah baru diadopsi menjadi bagian dari tempat suci Islam mulai akhir abad keenam.

Kubah sudah lama menjadi bagian dari arsitektur kuno. Di daerah eropa, kubah biasanya terbuat dari dahan kayu sebagai penyangga yang berikutnya dipadatkan dengan lumpur atau batu. Salah satu bangunan kubah peninggalan Yunani dapat kita temukan pada Kubur Mikene Greeks (Mycenaean Greeks) yang berasal dari abad ke-14 SM. Penggunaan kubah meluas pada abad pertengahan setelah imperium Romawi mulai menggunakan struktur kubah yang diletakkan di atas bangunan berbentuk segiempat. Hal ini dibuktikan dengan peninggalan Panthenon (kuil) di Kota Roma yang dibangun pada 118 M-128 M oleh Raja Hadria. Honai, rumah adat suku Dani di Papua sudah mengenal bentuk bangunan kubah meskipun hanya dibangun secara sangat sederhana dengan menggunakan rumbai. Orang-orang Inuit di daerah kutub membangun kubah dari salju yang mereka sebut sebagai Igloo. Begitujuga orang Himba di Nabibia membuat bangunan yang juga serupa dengan Igloo yang selanjutnya dikenal sebagai sebutan Igloo padang pasir. Bangunan berbentuk kubah sederhana yang terbuat dari gading dan tulang mammoth yang diperkira berasal dari tahun 19.280-11.700 SM ditemukan di daerah Ukraina pada tahun 1995 ketika seorang petani sedang mencoba menggali sebuah ruangan bawah tanah. Mungkin bangunan di Ukraina inilah bangunan kubah tertua yang masih tersisa sampai saat ini.

Pada abad keenam puluh sebelum masehi, perkembangan arsitektur kubah berkembang dengan sangat pesat di seluruh dunia. Di daerah Susiana-Iran, di situs kuno Chogha mish yang diperkirakan merupakan peninggalan tahun 6800 sampai 3000 SM ditemukan struktur kubah yang telah dibangun menggunakan batu bata dan dilapisi dengan lumpur. Bangunan yang serupa yang juga diperkirakan merupakan peninggalan dari abad yang sama juga ditemukan pada sisa kebudayaan Halaf dan Ubaid di daerah Mesopotamia. Di daerah Sumeria ditemukan struktur kubah modern yang diperkirakan merupakan peninggalan tahun 2500 SM.

Di India sendiri terdapat sangat banyak bangunan-bangunan kuil kuno yang hampir semuanya menggunakan struktur bangunan kubah baik yang menggunakan struktur Corbel Dome, Onion Dome, Oval Dome, Parabolic Dome, Polygonal Dome, Sail, Saucer atau pun Umbrella Dome. Beberapa sumber mengatakan bahwa bangunan-bangunan kuil Hindu di India dengan bentuk dome atau kubah seperti yang masih bisa kita saksikan sampai saat ini sudah ada setidaknya sejak 520.000 tahun yang lalu. Kuil Aadhi Jeganadha yang terletak di Tamil Nandu diperkirakan sebagai kuil yang tertua yang masih ada sampai saat ini yang menurut manuskrip yang ada merupakan peninggalan dari 26 Catur Yuga yang lalu. Kuil Akshardham yang terletak di Delhi juga diperkirakan telah berumur lebih dari 10.000 tahun meskipun saat ini sudah mengalami beberapa kali pemugaran. Akibat struktur bahan bangunan yang kurang baik, terutama sekali yang terbuat dari kayu dan batu bata serta tidak adanya perawatan yang memadai menyebabkan sangat banyak bangunan-bangunan kuil kuno yang sudah tidak berbekas. Apa lagi dengan adanya aksi pemusnahan kuil-kuil Hindu yang pernah terjadi pada masa penjajahan raja-raja Muslim di India. Sangat banyak kuil yang akhirnya diratakan dengan tanah dan/atau diambil alih, dirombak dan diklaim sebagai bangunan mereka seperti contohnya bangunan Taj Mahal yang disabotase dari tempat pemujaan Hindu untuk dewa Siva, Kuil Tejo Himalaya.

Jadi dari uraian di atas, sudah sangat jelas bahwasanya Kubah bukanlah budaya asli Islam, tetapi Kubah telah dikenal sejak lama oleh berbagai suku bangsa di dunia. Di Indonesia, bangunan struktur kubah baru diadopsi oleh mesjid pada masa kekuasaan Yang Dipertuan Muda VII, Raja Abdul Rahman (1833-1843) yang membangun mesjid Sultan di Riau. Hal ini diungkapkan oleh Taufik Ikram Jamil pada tulisannya dalam “Penggalan Kepala untuk Sultan Melayu”, yang dimuat Kompas, 1 Agustus 2003. Pada awal masuknya Islam ke Indonesia, masjid umumnya beratap tumpang yang meniru bangunan-bangunan tradisional Hindu Nusantara sebelumnya. Pergantian bangunan mesjid berbentuk tumpang menjadi bentuk kubah semakin kelihatan setelah terjadinya Perang Rusia-Turki pada 1877-1878 antara Rusia, Romania, Serbia, Montenegro, dan Bulgaria melawan Kekaisaran Ottoman yang mencuatkan ide revitalisasi Islam dan Pan-Islamisme. Saat itu Kekaisaran Ottoman melancarkan gerakan budaya, termasuk pengenalan jenis masjid baru. Gerakan ini bergema di Asia Tenggara. “Masjid-masjid tradisional beratap tumpang digantikan masjid kubah (qubbah) dengan minaret-minaret gaya Timur Tengah atau India Utara,” tulis Peter J.M. Nas dalam Masa Lalu Dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia. “Akhirnya lambat-laun kubah menjadi simbol arsitektur Islam paling modern, yang seakan-akan wajib ada pada masjid-masjid baru di Asia Tenggara,” tambah Peter J.M. Nas.

Perubahan itu terlihat pada Masjid Baiturrahman di Banda Aceh. Setelah dikuasai dan dibakar sebagian untuk meredam perlawanan rakyat Acheh, Belanda membangun kembali pada 1879 dan rampung dua tahun kemudian dengan tambahan sebuah kubah. Arsiteknya adalah kapten Zeni Angkatan Darat Belanda (Genie Marechausse) de Bruijn. Pembangunan kembali itu, menurut Abdul Baqir Zein dalam Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia, merupakan strategi Belanda untuk mengambil hati rakyat Acheh.

Kubah kemudian menghiasi masjid-masjid di Nusantara, sebagaimana ditunjukkan Peter J.M. Nas. Dalam lukisan cat air bertahun 1822 karya J.W. van Zanten dan sebuah karya litografi tanpa warna dari Le Moniteur des Indes-Orientalis et Occidentalis (1846-1849), menara masjid Banten yang menyerupai mercusuar digambarkan mempunyai kubah. Pijper dalam Studien over de geschiedenis van de Islam, menduga masjid pertama di Jawa yang menggunakan kubah ada di Tuban, yang peletakan batu pertamanya dilakukan pada 1894. Masjid Agung Ambon, yang dibangun pada 1837, dihiasi kubah. Di Kudus, sebuah beranda ditambahkan pada Masjid Al-Aqsa pada 1933 dilengkapi kubah yang sangat besar.

Jadi dari pemaparan panjang lebar di atas, masihkah kita beranggapan kubah merupakan arsitektur yang Islami? Ataukah kita akan mengatakan kubah adalah arsitektur yang keindia-indiaan?

Sumber:

  1. http://www.majalah-historia.com
  2. http://www.kaskus.us
  3. http://wikipedia.org
  4. http://www.pilgrimage-india.com/
Translate »