Filsafat Acintya Bedhabedha dikemukakan oleh Sri Caitanya atau Sri Gouranga, yang muncul pada tanggal 18 Februari tahun 1486 Masehi, disalah satu desa di kota Navadvipa di Benggala. Sri Caitanya  dianggap sebagai reinkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa Sri Krsna. Sri Caitanya adalah seorang guru Vaisnava yang terbesar yang berasal dari India Utara. Ayah Sri Caitanya bernama Jaganatha Misra dan Ibunya bernama Saci Dewi yang berasal dari keluarga brahmana miskin yang taat akan ajaran Veda. Sri Caitanya memasuki tahap pelepasan ikatan (sannyasa) pada usia 24 tahun dan pergi ke Jagannatha untuk mengajarkan ajaran-ajaran Vaisnava. Para pengikut Caitanya memuja Sri Krsna sebagai Yang Maha Tinggi, dan memperkenankan siapapun masuk ke dalam masab ini (Sivananda, 1997 : 147).

Alam dan roh tergantung pada Tuhan, walaupun mereka terpisah dan berbeda dengan-Nya. Perbedaan yang tak dapat dipahami dan juga ketidakberbedaan yang tak dapat dipahami inilah disebut dengan acintya bedhabedha. Caitanya memiliki pandangan yang luas dan murah hati. Beliau memiliki banyak pengikut, seperti Rupa, Sanatana, Raghunata, Jiwa Goswami dan lain-lain yang merupakan sarjana-sarjana Sanskreta yang besar dan hebat dan merupakan bapak dari pergerakan Sri Caitanya. Bhakti kepada Tuhan Sri Visnu atau Krsna merupakan tujuan tertinggi dari Caitanya, dan ini dapat dicapai hanya dengan mengucapkan nama suci Hari atau Krsna. Sankirtana, mengumandangkan nama-nama suci Tuhan memungkinkan seseorang dapat mencapai kesempurnaan. Perbedaan golongan tidak dihiraukan, karena siapapun dapat memperoleh karunia Tuhan. Pelaksanaan etika dan pengembangan etis kebajikan semacam murah hati terhadap segala mahluk, kemanusiaan, saleh, terbebas dari keinginan duniawi, ketenangan dan kejujuran merupakan ajaran yang utama dari filsafat ini (Sivananda, 1997 : 255-260).

Pandangan Acintya Bedhabedha tentang Tuhan

Realitas terakhir adalah Visnu (Krsna), yang merupakan Tuhan cinta kasih dan karunia, satu-satunya tanpa ada yang kedua dan Sat-Cit-Ananda (Kekekalan, pengetahuan dan kebahagiaan) Ia adalah nirguna dalam pengertian bahwa ia terbebas dari sifat-sifat maya dan saguna karena ia dilengkapi dengan atribut maha kuasa, maha tahu dan sebagainya (Maswinara, 1999 : 208).

Tuhan tertinggi, Krsna mewujudkan diri-Nya sebagai Brahman bagi para Jnani, sebagai Paramatma bagi para Yogi dan sebagai Bhagavan yang penuh segala kemuliaan, segala keindahan, segala kelembutan dan segala atribut kepada para Bhakta. Sri Krsna adalah Roh dari segala roh dan penguasa dari semuanya itu. Seorang Bhakta hanya memiliki pengetahuan penuh dari Tuhan tertinggi berpribadi dengan segala atribut Ilahinya (Maswinara, 1999 : 209). Tuhan hanya dapat diwujudkan melalui cinta kasih dan bhakti. Karena itu sesorang yang ingin mengerti Tuhan Yang Maha Esa, ia harus mulai melakukan bhakti yang murni.

Pandangan Acintya Bedhabedha tentang Atma atau Roh

Roh-roh muncul melalui Jiva-sakti Tuhan. Tuhan adalah pengatur semua roh dan ada di mana-mana atau meresapi segalanya. Jiwa (roh) merupakan pelayan abadi dari Tuhan, yang memiliki hubungan yang sama pada Tuhan seperti sinar matahari dengan mataharinya sendiri, atau seperti percikan api dengan api sebagi asal percikannya. Sinar matahari walaupun ia memancar dari matahari dan merupakan partikel dan bagian dari matahari, ia bukanlah matahari. Demikian pula jiwa atau roh yang merupakan bagian yang sama dengan Tuhan, yang berhubungan dengan spiritualitas dan bagian yang tidak sama disebabkan sifat kebodohan dan mudah terpengaruh oleh maya, bukanlah Tuhan itu sendari (Maswinara, 1999 : 209-210)

Roh terikat oleh kekuatan Maya, yang membuatnya lupa akan sifat-sifat ilahinya yang utama dan yang sejati. Jiwa atau roh merupakan perwujudan energi Tuhan. Menurut Caitanya jiwa atau roh dapat memiliki realisasi Tuhan melalui cinta kasih spiritual atau prema kepada Tuhan Sri Krsna. Bhakti sebagai jalan pembebasan akhir menguasai kekuatan dari karma. Melalui bhakti roh mencapai suatu kedudukan penyamaan dengan Tuhan, tetapi tak pernah terserap kedalam-Nya. Jika roh mencapai pembebasan atau moksa, maka roh akan tetap sebagai pribadi yang terpisah dari Tuhan (Sivananda, 1997 :257-258).

Pandangan Acintya Bedhabedha tentang alam

Alam tergantung sepenuhnya pada Tuhan, yang diciptakan oleh Tuhan dari prinsip besar Mahat. Saat alam semesta diciptakan, Visnu menjelmakan Diri-Nya sebagai Maha Visnu. Maha Visnu tersebut berbaring di Lautan Penyebab lalu semua alam semesta keluar dari pori-pori tubuh Maha Visnu. Alam semesta berasal dari Maha Visnu dan Lautan Penyebab. Semua alam semesta tersebut terapung di lautan Penyebab. Pada saat peleburan (Pralaya) alam semesta ini kembali masuk ke dalam tubuh Maha Visnu (Prabhupada, 1984 : 42).

Aliran filsafat yang berbeda-beda dikarenakan manusia memiliki temperamen dan kemampuan yang berbeda-beda. Semua aliran fisafat bertujuan untuk membawa manusia pada tujuan terakhir yaitu kebenaran yang hakiki, Tuhan Yang Maha Esa.

Hubungan Bhagavad-gita dengan Bhagavata Purana menurut filsafat ini

Bhagavad-gita juga bernama Gitopanisad. Bhagavad-gita adalah hakekat segala pengetahuan Veda dan salah satu di antara Upanisad-upanisad yang paling penting dalam kesusastraan Veda. Bhagavad-gita (yang penulis pakai acuan adalah Bhagavad-gita Menurut Aslinya karya A.C. Bhaktivedanta Svami Prabhupada) merupakan bagian dari Mahabharata, tepatnya pada Bhisma Parwa bab 25 sampai 42. Bhagavad-gita terdiri dari 700 sloka dalam 18 bab. Untuk dapat mengerti Bhagavad-gita, kita harus mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Beliau yang menyabdakan Bhagavad-gita. Yang bersabda dalam Bhagavad-gita adalah Sri Krsna. Sri Krsna disebut pada setiap halaman Bhagavad-gita sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa atau Bhagavan. Bhagavad-gita harus diterima dengan jiwa bhakti (Prabhupada, 1986 : 2).

Bhagavata Purana merupakan salah satu purana yang terpenting dari 18 Purana yang ada. Bhagavata Purana atau juga sering disebut dengan Srimad Bhagavatam disusun oleh Srila Vyasa Dewa. Ada cerita yang panjang sebelum Srimad Bhagavatam ini disusun oleh Srila Vyasa Dewa, dan ini dijelaskan dengan panjang lebar dalam Bab V dari Srimad Bhagavatam dengan judul Pelajaran Rsi Narada tentang Srimad Bhagavatam untuk Vyasa Dewa (Prabhupada, 1994 : 233).

Dalam bab V dari Srimad Bhagavatam terdapat diskusi yang sangat panjang antara Rsi Narada dengan muridnya Srila Vyasa Dewa. Srila Vyasa Dewa atau Krsna Dvaipayana Vyasa yang telah menyusun susastra Veda mulai dari Catur Veda, Upanisad-Upanisad, Mahabharata, Vedanta Sutra, Purana dan sebagainya merasa putus asa dan tidak tenang, dan saat itulah Gurunya Rsi Narada datang. Rsi Narada mengetahui kegelisahan muridnya dan Beliau berkata:

sri narada uvaca

bhavatanudita prayam

yaso bhagavato malam

yenaivasau na tusyeta

manye tad darsanam khilam

Artinya: Sri Narada berkata: Anda belum sungguh-sungguh menyebarkan kebesaran Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang mulia dan tidak ternoda. Filsafat yang tidak memuaskan indria rohani Tuhan dianggap tidak berguna (Prabhupada, 1994 : 238).

Dari sloka di atas kita dapat mengetahui sebab musabab Rsi Vyasa Dewa putus asa dan tidak tenang, karena walaupun Beliau telah menyusun banyak sastra rohani tetapi Beliau belum mengutarakan tentang Tuhan Yang Maha Esa secara jelas. Inilah salah satu sebab mengapa dalam kitab Veda (Catur Veda) konsep Tuhan tidak begitu jelas. Dan Rsi Narada memberi nasehat kepada Rsi Vyasa Dewa dengan berkata sebagai berikut :

 

tvam apy adabhra sruta visrutam vibhoh

samapyate yena vidam bubhutsitam

prakhyahi duhkhair muhur aditatmanam

sanklesa nirvanam usanti nanyatha

Artinya:  Karena itu, uraikanlah kegiatan Tuhan Yang Maha Kuasa yang sudah Anda pelajari melalui pengetahuanmu yang luas tentang Veda, sebab itu akan memuaskan keinginan orang besar yang terpelajar dan pada waktu yang sama mengurangi penderitaan rakyat umum yang selalu menderita kesengsaraan material. Memang, tiada cara lain lagi untuk keluar dari kesengsaraan tersebut (Prabhupada, 1994 : 291).

Setelah diberi petunjuk oleh Rsi Narada, maka Rsi Vyasa Dewa kemudian menguraikan kegiatan Tuhan Yang Maha Esa dalam kitab yang bernama Bhagavata Purana. Dalam kitab Bhagavata Purana atau lebih dikenal dengan nama Srimad Bhagavatam oleh para sarjana Veda dijuluki sebagai ensiklopedi ilmu tentang Ketuhanan. Dalam kitab inilah, diuraikan secara panjang lebar bahwa dalam Veda, Tuhan diinsafi atau disadari dalam tiga aspek, yaitu sebagai Brahman, Paramatma dan Bhagavan (Suryanto, 2006 : 139). Yang menarik dari dua kitab ini adalah pemakaian kata Bhagavad, yang mana kata Bhagavad atau Bhagavan berarti Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara kedua kitab ini, yang mana Bhagavad-gita merupakan sabda langsung Tuhan Yang Maha Esa tentang kebenaran yang tertinggi sedangkan Bhagavata Purana menguraikan tentang kegiatan Tuhan Yang Maha Esa sendiri.

Bhagavad-gita dan Bhagavata Purana merupakan kitab suci yang memberikan petunjuk spiritual tentang hakekat Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia. Kedua kitab ini disusun oleh Srila Vyasa Dewa . Bhagavata-Purana menjelaskan semua yang belum dijelaskan Vyasa Dewa dalam tulisan sebelumnya. Karena itu, setiap orang yang mempelajari pengetahuan Weda untuk dapat mengerti tentang Tuhan seharusnya tidak lupa membaca Bhagavata Purana, yang juga disebut Srimad Bhagavatam (Knapp dkk, 2005 : 14).

Oleh: Wirabhadra Prabhu

Translate »