Tokoh pendiri dari sistem filsafat Dvaita adalah Madhva, yang diperkirakan lahir pada akhir abad ke dua belas antara tahun 1199-1278 Masehi. Beliau lahir di desa Udipi distrik Kanara selatan. Madhvacharya merupakan seorang penentang terbesar dari sistem filsafat Advaita Sankaracharya. Beliau dianggap sebagai inkarnasi dari Wayu atau Dewa Angin. Beliau dikenal dengan nama Ananda Tirta dan Purna Prajna. Para penganut ajaran Madhvacharya adalah Waisnawa, yang dikenal sebagai Brahma Sampradayin (Sivananda, 1997 : 148).

Sistem Dvaita mengaggap dirinya sama tuanya dengan kitab-kitab Upanisad. Pokok ajaran Dvaita adalah perbedaan, dimana Madhva membuat perbedaan yang mutlak antara Tuhan, obyek-obyek yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan hanya Tuhan saja yang merupakan realitas yang merdeka. Dvaitamengakui bahwa alam semesta ini nyata (realistis), dan menerima adanya Tuhan yang berpribadi sebagai suatu kenyataan yang tertinggi (theistis). Segala sesuatu yang ada tergantung sepenuhnya kepada Tuhan,  Wisnu (Sumawa dan Raka Krisnu, 1993 : 261).

Madvacharya menegaskan lima perbedaan besar, yaitu :

1. perbedaan antara Tuhan dan roh pribadi.

2. perbedaaan antara Tuhan dan materi.

3. perbedaan antara roh materi dan pribadi.

4. perbedaan satu roh dengan yang lainnya.

5. perbedaan antara materi yang satu dan yang lainnya.

Filsafat Madhva memiliki banyak titik persamaan dengan filsafatnya Ramanuja. Dalam sistem filsafat Madhva, Hari atau Wisnu merupakan keberadaan tertinggi. Alam adalah nyata dan perbedaannya adalah benar. Semua jiwa bergantung kepada Tuhan. Tuhan Hari hanya dapat diketahui melalui Weda. Pemujaan kepada Sri Krsna seperti yang diajarkan dalam Bhagavata Purana merupakan pusat dari keyakinannya. Hal ini merupakan intisari dari ajaran Madhvacharya (Sivananda, 1997 : 236-237).

Pandangan Dvaitha tentang Tuhan

Filsafat Dvaita menerima adanya Tuhan yang berpribadi (Saguna) sebagai satu-satunya realitas tertinggi. Tuhan, jiwa dan alam ketiga-tiganya kekal adanya, walaupun demikian Tuhan tidak bergantung kepada jiwa dan alam. Tuhan dapat dipahami tetapi Beliau tidak dapat dikenal secara menyeluruh dan sempurna. Tuhan berhakekatkan pengetahuan dan kebahagiaan itu memiliki kepribadian yang mutlak, kekuasaan, cinta kasih yang tiada terbatas dan banyak sifat-sifat luhur lainnya. Tuhanlah yang menjadi sebab terjadinya alam semesta, Ia sebagai pencipta, pemelihara dan pengendali semua yang ada. Segala sesuatu berada karena karunianya, tanpa perkenan Beliau semua ini akan lenyap. Tuhan dalam sistem Dvaita disebut dengan nama Hari, Narayana dan Wisnu (Sumawa dan Raka Krisnu, 1993 : 262-263).

Keberadaan tertinggi dan pendampingnya bersesuaian sekali dengan filsafat dari Ramanuja, di mana Visnu atau Narayana merupakan penyebab pertama berpribadi, yang tinggal di Vaikuntha bersama-sama dengan Sakti-Nya, Laksmi. Tuhan mewujudkan diri-Nya melalui berbagai Vyuha atau kelompok-kelompok dan melalui Avatara dalam gambaran sakral. Bhakti adalah cara untuk mencapai pembebasan. Karunia yang diberikan oleh Tuhan sebanding dengan intensitas kepatuhan atau Bhakti yang merupakan hasil pengetahuan dari keagungan Tuhan. Bhakti kepada Tuhan (Wisnu) terdiri dari :

1. Ankana, yaitu menandai badan dengan simbol-simbol-Nya.

2. Namakarana, yaitu pemberian nama Tuhan pada anak-anak.

3. Bhajana, yaitu menyanyikan kemuliaan-Nya.

4. Smarana, yaitu melakukan pengingatan nama-nama Tuhan secara terus-menerus.

Madhvacharya mengatakan : “Bentuklah suatu kebiasaan yang kuat tentang pengingatan Tuhan, sehingga hal yang demikian itu mengingatkanmu pada saat kematian tiba” (Maswinara, 1999 : 192-194). Apa yang dikatakan Madhvacharya dibenarkan oleh Bhagavad-gita. Dalam Bhagavad-gita bab 8 sloka 6 berbunyi :

yam yam vapy smaran bhavam

tvajanty ante kalevaram

tam tam evaiti kaunteya

sada tad bhava bhavitah

Artinya :

Keadaan hidup manapun yang diingat oleh seseorang pada saat ia meninggalkan badannya, pasti keadaan itulah yang akan dicapainya, wahai putra Kunti  (Prabhupada, 1986 : 407).

Pandangan Dvaitha tentang Atma (roh)

Menurut Dvaita, Atma atau roh jumlahnya tidak terhitung . Tiap atma berbeda dengan atma yang lainnya. Atma (roh) sifatnya kekal dan penuh kebahagiaan, karena adanya hubungan dengan alam maka roh itu mengalami penderitaan dan kelahiran berulang-ulang ke dunia. Jiwa atau roh dipengaruhi oleh tiga guna, maka itu ada jiwa yang sattwika, jiwa yang rajasik dan jiwa yang tamasik. Pengaruh tiga guna inilah yang menentukan jiwa-jiwa itu mencapai pelepasan, sorga, kelahiran kembali ke dunia dan masuk ke alam neraka yang menyebabkan seseorang mengalami kebahagiaan dan penderitaan, maka itu hendaknya semua orang waspada akan pengaruh tiga guna tersebut. Menurut Dvaitha pengaruh tri guna ini sangat kuat terhadap jiwa (Sumawa dan Raka Krisnu, 1993 : 263-264).

Seluruh alam semesta ini dipenuhi dengan jiwa atau roh-roh pribadi. Setiap atom dari ruang diisi oleh jiwa atau roh. Madhva mengatakan, ‘Tattwanirnaya’ : tak terbatas adalah roh-roh yang berdiam dalam sebuah atom dari ruang. Jiwa atau roh berbeda dengan Tuhan dan dengan materi. Perbedaan antara Brahman dan jiwa adalah nyata. Walaupun ukuran roh terbatas, ia meresapi badan, oleh karena sifat dan kecerdasannya. Jiwa atau roh merupakan perwakilan aktif, tetapi mereka tergantung atas tuntunan Tuhan. Tuhan memaksa jiwa untuk berbuat sesuai dengan prilaku masa lalunya. Mereka adalah abadi dan secara alamiah penuh kebahagiaan. Tetapi, hubungannya dengan badan material yang disebabkan oleh karma masa lalu, membuatnya menderita kesakitan dan mengalmi perpindahan. Selama mereka terikat dengan badan material, maka mereka akan mengalami kelahiran menuju kematian dan dari kematian menuju kelahiran (samsara). Kebahagiaan alami dari roh menjadi berwujud pada saat mencapai moksa atau pembebasan. Pembebasan roh tidak memberinya hak untuk menjadi sama dengan Tuhan. Roh hanya berhak melayani-Nya. Madhvacharya menerima klasifikasi Ramanujacharya tentang roh menjadi nitya atau abadi (seperti Laksmi), mukta atau terbebas (para dewa, manusia, para rsi, orang-orang bijak), dan baddha atau roh terikat (Sivananda, 1997 : 238-240).

Pandangan Dvaitha tentang alam

Dvaitha mempersamakan benda dengan prakrti yang merupakan asas kebendaan yang tidak memiliki kesadaran. Prakrti bergantung kepada Tuhan dan alam semesta atau dunia ini berbeda dalam prakrti secara potensial. Dengan perantara Laksmi atau sakti, Tuhan bertindak di dalam prakrti kemudian dari prakrtikeluarlah alam semesta beserta isinya. Terciptanya alam semesta menurut Dvaitha pada prinsipnya tidak jauh berbeda dari ajaran Samkhya. Yang pertam dilahirkan dari prakrti adalah ketiga guna, yaitu : sattvam, rajas dan tamas. Dari tri guna lahirlah mahat (budhi), manas, panca budhindrya, panca karmendrya, panca tanmatra, panca mahabhuta dan gabungan dari panca mahabhuta itu maka muncullah alam semesta beserta isinya. Alam merupakan sesuatu yang nyata dan perbedaannya dengan Tuhan adalah benar (Sumawa dan Raka Krisnu, 1993 : 264).

Oleh: Wirabadra Prabhu

Translate »