[anti-both]

Śiya: Saya pernah membaca bahwa pembunuh sapi akan jatuh ke neraka. Di sana dia dihukum selama jangka waktu yang sama dengan jumlah bulu yang tumbuh pada badan sapi. Bagaimana hal ini dapat dimengerti Guru?

Guru: Kita harus mengerti bahwa sapi secara filosofis adalah termasuk dalam salah satu dari tujuh ibu kita. Membunuh ibu adalah perbuatan yang sangat berdosa. Veda berulang kali melarang manusia membunuh sapi. Dalam Rg. Veda dikatakan, “Gam ma hinsih, jangan membunuh sapi. Ham ma vhidhista, jangan menyemblih sapi. Hetim duran nayatu gobhyah, jauhkan segala senjata dari sapi”. Dalam Manu Smrti 11.116 dikatakan, “Sa go hatya krtam papam, orang yang membunuh sapi adalah pendosa berat”. Karena itu, nama lain dari sapi adalah aghnya, ia yang tidak boleh diunuh. Adhi, ia yang tidak boleh disakiti. Aditi, ia yang tidak boleh dilukai. Dan sebagainya.

Śiya: Anda telah mengatakan bahwa skala waktu di planet-panet lain berbeda dari waktu di bumi. Karena itu kemungkinan jutaan tahun di planet neraka tempat pembunuh sapi menderita sama dengan beberapa puluh tahun di bumi. Sebab jika tidak demikian, penderitaan jutaan tahun akibat membunuh seekor sapi terasa tidak adil dan amat berlebihan. Bukankah begitu Guru?

Guru: Bisa saja, tetapi sayang sayangnya kita tidak memiliki data konversi waktu antara planet neraka dengan di bumi yang telah diakui kebenarannya. Namun yang pasti, sebagaimana dikatakan dalam Rg. Veda, “Gour me mata vrsabha pita me, sapi betina adalah ibu kita. Sedangkan sapi jantan adalah ayah kita. Dikatakan ibu sebab sapi betina memberikan susu. Dikatakan ayah, sebab sapi jantan membajak lahan dan menghasilkan biji-bijian. Karena itulah dikatakan, “Gobhih prinita matsaram, pembunuh sapi adalah perbuatan dosa paling besar”. Semua orang bijaksana berkata bahwa membunuh ibu dan ayah yang telah membesarkan kita adalah dosa yang teramat besar. Sehingga berapapun konversi rentang waktu siksaan di neraka dan di bumi, yang pasti hukuman sang pembunuh sapi tentulah sangat besar dan itu adil untuk perbuatannya yang sangat berdosa.

Śiya: Dalam perbedaan skala waktu antar planet, apakah pernah ada manusia bumi yang secara fisik mengalaminya?

Guru: Kitab suci Veda sangat banyak memberikan contoh-contoh seperti ini. Dalam Mahabharata diceritakan bahwa ketika Arjuna tiba di Svarga-loka, di sana dia bertemu dengan seorang Apsara bernama Urvasi. Dari sejarah Veda kita tahu bahwa pada masa Satya Yuga Urvasi pernah tinggal di bumi sebagai permaisuri Raja Puruvara dan melahirkan beberapa putra yang kemudian menurunkan banyak dinasti kerajaan pada masa Treta dan Dvapara Yuga. Arjuna adalah anggota dinasti Kuru yang hidup pada masa Dvapara Yuga. Jadi Urvasi adalah leluhur Arjuna yang hidup di Bumi kira-kira 3,8 juta tahun sebelum Arjuna. Oleh karena Urvasi adalah mahluk sorgawi, meskipun menurut skala waktu di Bumi dia harusnya telah wafat, namun di Svarga-loka Urvasi berdiri di hadapan Arjuna tetap sebagai seorang gadis jelita yang kecantikannya mampu meluluhkan hati lelaki manapun dengan dorongan birahinya. Disamping cerita ini, dalam Bhagavata Purana juga diceritakan bahwa pada masa Satya Yuga, raja planet Bumi, Kakudmi bersama putrinya Revati pergi ke Satya-loka untuk bertemu dewa Brahma. Sang raja datang dengan tujuan memohon petunjuk Brahma tentang ksatriya yang cocok menjadi suami putrinya. Setibanya di Satya-loka, sang raja bersama putrinya diminta menunggu sebentar oleh dewa Brahma. Setelah sekitar 15 menit kemudian, Brahma akhirnya muncul menemui sang raja. Ketika Kakudmi menyampaikan maksud kedatangannya, sambil tertawa dewa Brahma berkata; “O Raja, para raja, pangeran dan ksatriya yang anda sebut beserta kerajaannya sudah lama mati dan musnah. Dua puluh empat catur yuga telah berlalu di Bumi. Sekarang di Bumi memerintah dinasti Yadava. Dalam dinasti tersebut lahir ekspansi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Baladeva. Nikahkan putri anda denganNya. Sesuai dengan petunjuk Brahma, kemudian Raja Kakudmi menikahkan putrinya Revati dengan Baladeva.

Śiya: Saya terkesan dengan kisah Arjuna yang bertemu dengan leluhurnya Urvasi yang merupakan perwujudan Apsara di Svarga-loka. Apakah ini berarti bahwa leluhur manusia yang kini menghuni Bumi berasal dari Sorga?

Guru: Benar. Diceritakan bahwa Vaivasvata manu adalah putra dewa Matahari Vivasvan. Manu memiliki seorang putri bernama Ila yang menikah dengan Rishi Buddha, putra dewa Bulan, Chandra. Dari perkawinan Ila dengan Buddha lahir Pururava yang kemudian menjadi raja planet Bumi. Jadi leluhur Pururava adalah dewa Matahari dan dewa Bulan. Selanjutnya, baik Rishi Buddha maupun Ila yang setelah menjadi raja bernama Sudyumma menurunkan anak-cucunya masing-masing. Karena itu, para penganut ajaran Veda berkata bahwa mereka yang leluhurnya berasal dari dewa Matahari tergolong Surya-vamsa. Sedangkan mereka yang leluhurnya berasal dari dewa Bulan tergolong Candra-vamsa. Ini hanyalah salah satu dari banyak garis asal-usul leluhur umat manusia. Veda sendiri tidak pernah menyebutkan adanya evolusi fisik seperti yang diungkapkan oleh penganut teori evolusi darwin yang menyatakan manusia berasal dari monyet. Jadi Veda menolak mengatakan manusia memiliki nenek moyang monyet tetapi menyetujui bahwa beberapa garis keturunan manusia ada yang berasal dari sorga.

Śiya: Kembali lagi ke masalah pralaya. Dikatakan dalam Veda bahwa dunia ini adalah makro kosmos, bhuana agung. Sedangkan badan jasmani ini disebut mikro kosmos, bhuana alit. Jika memang demikian, apakah itu artinya mikro kosmos juga akan mengalami peleburan?

Guru: Badan jasmani yang disebut mikro kosmos ini akan pralaya atau musnah pada saat kematian seseorang. Begitu sang Jiva meninggalkan badan jasmani tersebut, badan menjadi tidak aktif alias mati. Kematian badan jasmani ini disebut atyantika, peleburan badan jasmani (perhatikan Bhag.12.4.34).

Śiya: Jadi dengan demikian sesungguhnya di dunia ini terjadi banyak pralaya karena setiap hari selalu ada proses kematian. Namun demikian kebanyakan orang menganggap kematian ini sebagai hal yang biasa. Mereka tidak perduli kalau besok atau lusa dirinya akan mati pula. Mengapa kebanyakan manusia tidak peduli pada kematian yang sudah pasti akan menimpanya?

Guru: Karena mereka dikhayalkan oleh Maya, tenaga material Sri Krishna dengan tirai tri guna-nya. Sifat alam sattvam mengkhayalkan dengan kesenangan duniawi semu dan sementara (maya-sukha). Sifat alam rajas mengkhayalkan dirinya dengan prinsip kepemilikan palsu (mamanta). Dan sifat alam tamas mengkhayalkan dirinya dengan keakuan palsu (ahanta), “Aku adalah badan jasmani ini yang bernama si Anu, dan jika mati aku akan tiada, menjadi hampa dan kosong”. Karena itu, ketika ditanya oleh Rishi Narada, “Apa yang paling mengherankan di dunia ini?”, Raja Yudisthira menjawab, “Setiap hari begitu banyak orang mati, tetapi mereka yang masih hidup tidak peduli pada kematian dan terus sibuk dalam pekerjaan memuaskan indriya jasmani seraya berpikir bahwa dirinya tidak akan pernah mati”.

Śiya: Dapatkah anda menjelaskan secara singkat kenapa ada orang yang mengalami kematian pada usia muda, sedangkan yang lainnya mengalami pada usia yang sangat tua?

Guru: Semua itu ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hutang karma setiap orang. Berdasarkan hutang karma ini, Sri Krishna dalam aspek Beliau sebagai Paramatman mengetahui berapa lama seseorang harus hidup dalam masa penjelmaan berikutnya, pekerjaan apa yang menjadi mata pencahariannya, banyaknya kekayaan yang bisa dikumpulkan, jenis pengetahuan yang dimiliki, dan bagaimana dia harus mati kelak (perhatikan Bg.13.23 dan CN. 4.1). Sekarang kita terlahir sebagai manusia. Marilah kita manfaatkan masa hidup kita ini dalam pelayanan bhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna. Inilah cara terbaik memanfaatkan sang waktu dalam mengarungi kehidupan. Dengan secara tulus mengembangkan cinta kasih kepadaNya, kematian yang akan menimpa kita akan menjadi amrtam, kehidupan bahagia nan abadi. Tetapi jika selama hidup kita hanya mengejar kesenangan duniawi, maka kematian yang akan menimpa kita akan menjadi mrtyu, kematian yang amat menakutkan. Dalam Bhagavad Gita 9.19 Sri Krishna bersabda; “Amrtam caiva mrtyus ca, Aku adalah kebahagiaan nan kekal dan juga kematian yang menakutkan”.

Śiya: Saya telah banyak mendengar penjelasan anda tentang perjalanan waktu di dunia material. Lalu bagaimana keberadaan sang waktu di dunia rohani?

Guru: Di dunia rohani tidak ada pengaruh sang waktu sebagaimana di dunia material karena dunia rohani bersifat kekal abadi. Di sana tidak ada masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Di sana tidak ada pagi, siang, sore dan malam. Suasananya senantiasa cemerlang, nyaman, indah dan membahagiakan. Segala sesuatu yang ada di sana berhakekat spiritual dan personal. Pohon-pohon dan tanaman senantiasa berbunga dan berbuah lebat, memenuhi segala keinginan. Penduduk dunia rohani senantiasa bahagia dalam beraneka-macam kegiatan suka-cita bersama Sri Krishna dalam hubungan cinta kasih bhakti timbal-balik denganNya.

Śiya: Setelah penjelasan anda mengenai Manu dan Manvantara, bisakah anda menjelaskan kegiatan rohani Dasa Avatara? Kapankah kesepuluh penjelmaan Tuhan tersebut melaksanakan kegiatan rohaniNya dalam hubungannya dengan Manvantara, masa pemerintahan Manu?

Guru: Berdasarkan pemahaman setelah saya mempelajari beberapa kitab suci Veda, kesepuluh lila atau kegiatan rohani Avatara Tuhan terjadi pada masa Varaha-kalpa sekarang yang terinci sebagai berikut: 1. Varaha Avatara (berbulu putih) melaksanakan lilaNya pada masa Svayambuva Manu yaitu pada Manvantara pertama. Beliau mengangkat planet Bumi yang tenggelam ke dalam samudra Garbha pada malam Brahma ketika terjadi kalpa pralaya, peleburan sebagian alam semesta. 2. Varaha Avatara (berbulu merah) melaksanakan lilaNya pada masa Caksusa Manu, yaitu Manvantara keenam. Beliau membunuh raksasa Hiranyaksa dalam sebuah duel gada yang sagat seru. 3. Matsya Avatara melaksanakan lilaNya pada masa Caksusa manu, yaitu Manvantara keenam. Raja Satyavrata yang disuruh menyediakan perahu oleh sang Ikan untuk menyelamatkan diri selama terjadi banjir besar, kemudian lahir sebagai putra dewa Matahari dengan nama Sraddhadeva. Selanjutnya Sraddhadeva menjadi Manu ketujuh dengan nama Vaivasvata Manu. 4. Kurma Avatara melaksanakan lilaNya pada masa Caksusa Manu, yakni manu keenam. Beliau bertindak sebagai alas penopang gunung Mandara yang diputar oleh para dewa dan raksasa dengan memakai naga Vasuki sebagai tali pemutar dalam usaha mereka mencari amrita. 5. Nrsimha Avatara melaksanakan lilaNya pada masa Caksusa Manu, yang juga pada Manvantara keenam. Beliau membunuh raksasa Hiranyakasipu dengan kukuNya yang tajam setelah Hiranyakasipu menyiksa putranya sendiri dengan berbagai cara yang kejam. 6. Vamana Avatara melaksanakan lilaNya pada masa Vaivasvata Manu, yaitu pada Manvantara yang ketujuh. Beliau menipu raja para Daitya, yaitu Vali Maharaj dengan meminta tanah seluas tiga langkah. Tetapi dengan ketiga langkahnya itu Beliau menguasai seluruh Tri-loka. 7. Parasurama Avatara melaksanakan lilaNya pada masa Vaivasvata Manu, pada Manvantara ketujuh. Beliau membinasahkan dua puluh satu generasi ksatriya jahat. 8. Ramacandra Avatara juga melaksanakan lilaNya pada masa Vaivasvata Manu. Beliau membunuh raja raksasa Rahvana yang menculik permaisuriNya, Sita. 9. Balarama Avatara melaksanakan lilaNya juga pada masa Vaivasvata Manu. Dengan memukulkan bajakNya ke tanah, personalitas sungai Yamuna muncul di hadapanNya karena takut. 10. Buddha Avatara juga melaksanakan lilaNya pada masa Vaivasvata Manu. Beliau mencela penyemblihan hewan yang dilaksanakan secara meluas dikalangan masyarakat atas nama Yajna Veda. Kemudian Beliau menyebarkan ajaran cinta kasih kepada semua mahluk.

Śiya: Para penganut ajaran Veda yang tidak tahan melihat beraneka macam kegiatan berdosa semakin meluas di masyarakat berdoa supaya Kalki Avatara segera datang dan membunuh semua pendosa. Siapakah yang mereka sebut sebagai Kalki Avatara?

Guru: Kalki Avatara adalah perwujudan Tuhan sendiri yang akan datang menjelang Kali Yuga berakhir. Tentang kedatangannya, Veda menjelaskan sebagai berikut; “Athasau yuga-sandhyayam dasyu prayesu rajasu janita visnu yasaso nama kalkir jagat patih, kemudian menjelang peralihan Yuga (dari Kali Yuga ke Satya Yuga), Tuhan, akan muncul ke dunia fana sebagai putra Visnuyasi. Pada masa itu, semua pejabat negara di dunia telah merosot sebagai para perampok rakyat” (Bhag. 1.3.25). Dikatakan lebih lanjut bahwa Kalki Avatara akan nrpa-lingo cchedo dasyun kotlan niha-nisyati, membunuh berjuta-juta pejabat negara yang kegiatannya sebagai para perampok rakyat (Bhag. 12.2.20).

Śiya: Jadi Kalki Avatara muncul untuk mengakhiri Kali Yuga dan memulai Satya Yuga?

Guru: Secara sederhana dapat dikatakan demikian. Namun sebenarnya misi beliau adalah untuk membinasahkan semua orang-orang jahat, melindungi orang-orang saleh dan menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma (perhatikan Bg. 4.8). Demikianlah setelah semua orang jahat dibunuh dan hanya tersisa orang-orang dan pemimpin negara yang berwatak saleh, maka masa itu disebut masa Satya Yuga.

Śiya: Pada penjelasan anda sebelumnya tentang perputaran Catur Yuga yang ke-28 dalam Manvantara yang ke-7, yaitu Vaivasvata Manvantara. Apakah itu berarti Kalki Avatara yang akan turun akan memulai perputaran Catur Yuga yang ke-29?

Guru: Benar, karena setelah Kali Yuga sekarang berakhir, sang waktu akan bergerak ke siklus Yuga berikutnya, yaitu Satya Yuga. Dikatakan bahwa setelah semua pejabat negara yang jahat dibunuh oleh Kalki, dikatakan bahwa seluruh penduduk bumi akan merasakan angin sepoi basah berhembus menebarkan bau halus pasta cendana dan bunga-bunga yang menghiasi diri Beliau. Bau harum tersebut akan membuat pikiran mereka secara rohani menjadi suci dengan kesadaran yang diliputi alam sattvam (Bhag. 12.2.21-23). Inilah pertanda Satya Yuga dan perputaran Catur Yuga yang ke-29 dimulai.

Śiya: Apakah dengan dimulainya Satya Yuga nanti berarti peradaban Veda yang berpondasi lembaga varnasrama dharma akan tumbuh dan tegak lagi?

Guru: Ya, lembaga varnasrama dharma yang menjadi pondasi peradaban dan kebudayaan Veda akan tumbuh dan tegak lagi. Dalam hubungan ini, Veda memberikan penjelasan berikut. Narti Devapi, saudara lelaki raja Santanu, dan Maru, salah satu keturunan raja Iskvaku, yang keduanya memiliki kekuatan yoga mistik nan hebat dan kini sedang melaksanakan pertapaan di desa Kalapa, akan menerima petunjuk-petunjuk langsung dari Kalki Avatara. Kemudian mereka akan kembali tinggal di masyarakat manusia dan mengajarkan sanatana dharma dengan membagi masyarakat menjadi empat tingkatan hidup spiritual (asrama) dan empat golongan sosial (varna). Demikianlah lembaga varnasrama dharma akan tegak kembali sebagai tanda akan dimulainya Satya Yuga (Bhag. 12.37-38).

Śiya: Dapatkah kita berdoa agar Kalki Avatara muncul lebih cepat dan menghakhiri Kali Yuga yang carut marut ini?

Guru: Kita tidak bisa mendesak Tuhan untuk datang dan merubah semua hukum yang ada. Hal ini sama saja dengan mendesak Tuhan agar segera menenggelamkan matahari yang padahal baru terbit beberapa saat yang lalu. Jadwal kedatangan Kalki Avatara masih sekitar 426.886 tahun lagi. Dan sementara itu kita hanya akan hidup sangat singkat. Mungkin saja besok atau lusa kematian akan segera menjemput kita. Kita harus bersabar dan berbuat yang terbaik sesuai dengan petunjuk Veda agar bebas dari kehidupan material dunia fana yang menyengsarakan ini.

Śiya: Bagaimana saya bisa berbuat baik sesuai petunjuk Veda sementara semua orang tidak sadar bahwa dirinya sibuk dalam beraneka macam kegiatan memuaskan indriya yang menjadi sumber segala masalah dalam kehidupan ini?

Guru: Kita hidup di jaman Kali yang penuh dengan kegiatan berdosa. Kepada Raja Parikesit, Rishi mulia Sukadeva berkata; “Kaler dosa nidhe rajan, wahai sang raja, jaman Kali adalah bagaikan samudra dosa” (Bhag. 12.3.51). Setiap orang jatuh dalam samudra dosa ini, sebab jika tidak berbuat dosa, dia secara material tidak bisa selamat dan hidup. Selanjutnya sang Rishi berkata; “Asti hy eko mahan gunah, tetapi jaman ini memiliki satu kebaikan amat besar bagi masyarakat manusia, yaitu kirtanad eva krsnasya, hanya dengan mengumandangkan nama-nama suci Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna, mukta sangah param vrajet, seseorang dibebaskan dari kehidupan dunia fana yang menyengsarakan dan mencapai dunia spiritual yang membahagiakan (Bhag. 12.3.51). Karena itu, yang terbaik adalah melakukan kirtanam nama-nama suci Sri Krishna dalam hidup kita yang singkat ini.

Śiya: Jadi, untuk lepas dari kehidupan berdosa kali Yuga ini kita hanya perlu mengucapkan nama-nama suci Sri Krishna?

Guru: Ya, kirtanam atau sankirtanam adalah salah satu dari sembilan proses jalan kerohanian bhakti. Mengenai hal ini, dalam Kali Santarana Upanisad dikatakan; “Hare Krsna Hare Krsna Krsna Krsna Hare Hare – Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare, Iti sodasakam namnam kali kalmasa nasanam matah parataro peyah sarva vedesu drsyate, Hare Krsna Hare Krsna Krsna Krsna Hare Hare – Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare, enam belas nama-nama suci Tuhan ini yang tersusun dari tiga puluh  dua suku kata, adalah satu-satunya cara untuk mengatasi segala pengaruh buruk Kali Yuga. Dalam semua pustaka Veda disimpulkan bahwa untuk menyeberangi samudra kebodohan, tidak ada cara lain selain mengumandangkan enam belas nama suci Tuhan ini.

Śiya: Apakah anjuran melaksanakan hari nama sankirtana pada Kali Yuga ini juga disebutkan di bagian lain pustaka Veda?

Guru: Ada banyak sekali sloka-sloka Veda yang menganjurkan pelaksanaan hari nama sankirtana pada Kali Yuga ini. Dalam Brhad Naradiya Purana 38.126 dikatakan; “Harer nama harer nama harer nama iva kevalam kalau nasty eva nasty eva nasty eva gatir anyatha, pada jaman Kali tidak ada cara lain, tidak ada cara lain, tidak ada cara lain untuk mencapai kemajuan rohani selain dari pada mengucapkan nama-nama suci Sri Hari”. Di dalam Bhagavata Purana 12.3.52 disebutkan pula bahwa pahala spiritual apapun yang dicapai pada masa Satya Yuga dengan Sri Visnu, pada masa Treta Yuga dengan melaksanakan yajna besar, dan pada masa Dvapara Yuga dengan memuja Arca VigrahaNya secara mewah, kalau tad dhari kirtanat, pahala serupa dapat pula dicapai dengan mengumandangkan nama-nama suci Sri Hari. Hal yang sama juga dikatakan dalam Visnu Purana 6.2.17, Padma Purana Uttara Kanda 72.25 dan Brhad Naradiya Purana 38.97. Dalam Bhagavad Gita 9.14, Sri Krishna sendiri mengatakan pentingnya pengucapan nama-nama suci ini dengan mengatakan; “Satatam kirtayanto mam, senantiasa mengumandangkan keagunganKu dengan menyanyikan nama-nama suciKu. Di samping itu masih banyak sloka-sloka Veda yang membenarkan kegiatan hari nama sankirtana ini.

Śiya: Tetapi semua orang dan bahkan mereka yang menganut ajaran Veda berkata bahwa berbuat terbaik untuk dirinya adalah berusaha memperoleh pendidikan akademis dan memperoleh gelar sarjana, terus bekerja keras mengumpulkan harta kekayaan sebagai bekal hari tua. Setelah masa tua inilah kita baru menekuni kegiatan spiritual untuk menghadapi kematian. Bagaimana menurut anda tentang hal ini Guru?

Guru: Itu pendapat orang-orang tolol. Mereka tidak mau mengerti bahwa pola pikirannya yang demikian ini hanya akan menyebabkan dirinya mati konyol tanpa keinsafan diri dalam kenikmatan indriawi dan kemelekatan pada harta kekayaan duniawi. Si semut bekerja amat keras dengan pergi ke sana ke mari mencari setetes gula. Begitu menemukan tetes gula, dia menikmatinya dengan tanpa sadar dua kaki depannya lengket pada cairan manis itu. Dia belum puas dan berusaha menikmatinya lagi seraya tidak sadar dua kaki tengahnya lengket pada cairan gula itu. Setelah merasa kenyang, ia hendak balik ke sarang dan berusaha melepaskan diri dari tetesan gula nan manis itu. Tetapi semakin keras ia berusaha lepas, dua kaki belakangnya lengket pula pada cairan manis itu. Kini ia terbenam dalam tetes gula makanan kesukaannya sambil meronta-ronta tanpa daya hingga akhirnya mati konyol. Begitu pula bekerja keras mencari nafkah supaya bisa mengumpulkan harta kekayaan sebagai bekal di hari tua, hanya akan menyebabkan seseorang amat melekat pada kenikmatan indria jasmani. Dan kemelekatan pada kenikmatan indriawi ini akan semakin kuat membelenggu manusia bila ia semakin banyak berusaha menikmatinya. Kita tidak akan mampu seketika merubah pola hidup memuaskan indria yang telah berlangsung selama puluhan tahun begitu saja. Dan akhir dari pola hidup materialistik ini adalah kita mati konyol tanpa keinsafan diri dalam kenikmatan indriawi dan kemelekatan pada harta kekayaan duniawi.

Śiya : Secara teoritis, pendapat yang menyatakan bekerja keras mencari nafkah di masa muda dan menekuni kegiatan spiritual di masa tua sangatlah baik. Sebab jika seseorang terlalu miskin, bagaimana mungkin ia bisa menekuni kegiatan spiritual?

Guru: Mereka berpendapat demikian karena hidup dalam sistem masyarakat yang segala kegiatannya menggunakan uang. Sehingga jika tidak punya uang, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Poin yang harus selalu diingat adalah berkegiatan spiritual berarti mengendalikan indria-indria jasmani dengan menjauhkannya dari obyek-obyek material. Praktiknya disebut pertapaan (tapasya). Menurut Veda, pertapaan ini harus dilaksanakan sejak usia muda sebagai brahmacari. Dikatakan, “Tapasya brahmacarena samena damena ca, hidup sebagai brahmacari adalah untuk melaksanakan pertapaan agar seseorang bisa berpikir tenang dan terkendali. Kemudian pada usia 25 tahun sang brahmacari menikah. Maka dia menjadi grhasta, kepala keluarga yang hidup berdasarkan prinsip-prinsip dharma dan berkegiatan spiritual dengan seluruh indria jasmani terkendali. Pada usia sekitar 50 tahun, sang grhasta meningkatkan kegiatan spiritualnya dengan hidup sebagai vanaprasta, hidup tanpa kemelekatan pada keluarga dan harta kekayaan dengan tinggal di tempat sepi. Dan supaya bisa sepenuhnya mengabdikan diri kepada Tuhan tanpa keterikatan pada urusan material apapun, maka sang vanaprasta selanjutnya meningkatkan kegiatan spiritualnya dengan hidup sebagai sannyasi. Inilah empat kegiatan spiritual catur-asrama yang diajarkan Veda kepada semua makhluk hidup berbadan jasmani manusia agar bisa memanfaatkan hidupnya secara praktis, baik, dan benar.

Śiya: Tetapi pada kenyataannya hanya segelintir orang yang bisa hidup sebagai sannyasi. Dan mereka yang hidup sebagai vanaprasta pun tidak banyak. Sebab, pada zaman Kali-yuga ini lembaga kehidupan catur-asrama sangat sulit dilaksanakan. Bukankah demikian?

Guru: Betul sekali. Karena itu, Veda sudah memberikan program spiritual Harinama-sankirtana yang mudah dilakukan dan sangat manjur untuk membersihkan hati dari sifat-sifat buruk kemelekatan indria jasmani terhadap kenikmatan material dunia fana. Selama hati seseorang dikotori oleh sifat-sifat asurik, maka dia tidak akan mampu menuruti prinsip-prinsip catur-asrama. Karena itu, berusahalah dengan segala cara dan upaya melaksanakan harinama-sankirtana dalam kehidupan sehari-hari.

Śiya: Kembali pada soal Harinama-sankirtana yang anda katakan sebagai praktik spiritual yang mudah tetapi sangat manjur pada zaman Kali-yuga. Jikalau Harinama-sankirtana sangat mudah dilakukan, mengapa tidak semua orang melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari?

Guru: Tentang hal ini ada beberapa sebab. Pertama, praktik spiritual sankirtana baru mulai diresmikan oleh Sri Krishna dalam inkarnasinya sebagai Sri Caitanya Mahaprabhu sekitar 525 tahun yang lalu, meskipun praktik spiritual ini telah tercantum dalam pustaka Veda sejak diajarkan kepada Brahma sebelum penciptaan alam material. Kedua, hampir semua orang yang mengaku menganut ajaran Veda, tidak mengetahui isi Veda secara keseluruhan, khususnya praktik sankirtana yang dianjurkan dilaksanakan pada Kali-yuga ini. Ketiga, oleh karena kesadarannya begitu tebal diliputi oleh sifat alam rajas dan tamas, mayoritas penganut Veda masih melekat kuat pada pelaksanaan yajna yang mengandung himsa karma atau penyembelihan binatang, sehingga mereka tidak peduli sankirtana yajna yang dianjurkan oleh Veda untuk Kali-yuga ini.

Śiya: Kalau boleh saya simpulkan berdasarkan penjelasan anda, bahwa menurut Veda seseorang dikatakan berbuat yang terbaik untuk dirinya bila sejak muda menyibukkan diri dalam pelayanan bhakti kepada Sri Krishna dengan melaksanakan Harinama-sankirtana, agar kelak pada usia tua ia hanya ingat kepada Beliau dan kemudian pada saat ajal, pulang kembali ke dunia rohani, betulkah demikian?

Guru: Betul. Sebab Sri Krishna berkata, “Anta kale ca mam eva smaram muktva kalevaram yah prayati sa mad bhavan yati masty atra samsayah, Siapapun yang pada saat ajal menanggalkan badan jasmaninya dengan hanya ingat kepadaku saja, seketika dia mencapai alam rohani tempat tinggal-Ku. Tidak ada keraguan tentang hal ini.” (Bg. 8.5, dan perhatikan juga Bg. 4.9, 8.6, 8.8, 8.10, 8.13-14, 9.34, 18.58, dan 18.65)

Śiya: Dan berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka saya tidak terlalu perlu memikirkan apakah saya yang kini hidup dalam varna sudra pada tingkat kehidupan brahmacari kelak akan bisa hidup sebagai brahmana pada tingkat kehidupan vanaprasta dan kemudian sannyasi. Yang penting, saya melaksanakan pelayanan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna melalui proses Harinama-sankirtana. Apakah pemahaman saya ini tepat Guru?

Guru: Benar, sebab dalam varna dan asrama apapun seseorang berada, dia harus setiap saat ingat kepada Sri Krishna. Ini hanya bisa dicapai jika dia mencintai Beliau. Dan bhakti kepadanya bisa bangkit di dalam hati seseorang kalau dia secara tekun, tulus, dan teratur melaksanakan sankirtana-yajna ini, memuja dan mengagungkan Sri Krishna dengan mengucapkan nama-nama sucinya: Hare Krishna Hare Krishna Krishna Krishna Hare Hare, Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare. Di samping itu saya telah jelaskan bahwa bhakti kepada Sri Krishna dapat dicapai oleh seseorang dalam varna dan asrama apapun, asal dia hidup dalam prinsip-prinsip jalan kerohanian bhakti.

Śiya: Sebelumnya anda berkata bahwa Sang Waktu adalah Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna sendiri dalam aspeknya yang terlihat secara material berupa beraneka macam fenomena alam yang secara langsung mempengaruhi dan menentukan kehidupan segala makhluk di dunia material. Ini berarti bahwa sesungguhnya mengingat Sri Krishna setiap saat tidaklah sulit.

Guru: Ya… Dalam Bhagavad-gita Bab 10, Sri Krishna menguraikan kepada bhaktanya, Arjuna, berbagai manifestasi diri-Nya nan hebat di alam material. Beliau berkata, “Di antara segala benda yang bercahaya, Aku adalah matahari. Di antara bintang-bintang, Aku adalah bulan. Di antara segala yang tidak bergerak, Aku adalah Himalaya. Di antara semua kumpulan air, Aku adalah samudra. Di antara semua sungai, Aku adalah Ganga. Di antara semua musim, Aku adalah Musim Semi. Dan sebagainya.” Semua fenomena ini menunjukkan kehebatan Sri Krishna. Dan supaya bisa mengerti secara benar semua fenomena ini adalah Beliau sendiri, anda perlu bimbingan dari seorang guru kerohanian yang sepenuhnya khusuk dalam kegiatan pelayanan bhakti kepada Beliau. Jika tidak demikian anda tidak bisa mengingat Sri Krishna dengan benar hanya dengan membaca kata-kataNya yang tertulis dalam Bhagavad-gita.

Śiya: Terima kasih atas semua penjelasan anda tentang Sang Waktu yang mempengaruhi dan menentukan kehidupan segala makhluk di alam material.

Guru: Semoga engkau selalu ada alam kedaran Krishna (Tuhan) anakku…

Oleh: Ngurah Heka Wikana

Artikel terkait:

  1. Dialog tentang Waktu (Kala) — Part1
  2. Dialog tentang Waktu (Kala) — Part2
  3. Dialog tentang Waktu (Kala) — Part 3
  4. Dialog tentang Waktu (Kala) — Part 4
Translate »