Murid: Anda telah mengatakan bahwa segala makhluk hidup (jiva) dan seluruh alam material dikendalikan oleh Tuhan. Lalu dimana letak peranan Tuhan sebagai pengendali para jiva yang dibelenggu oleh tri-guna?

Guru: Sesuai dengan unsur-unsur tri-guna yang dominan menyelimuti badan jasmaninya, sang jiva melakukan beraneka-macam kegiatan. Tuhan Krishna (dalam aspekNya sebagai Paramatma) bertindak sebagai saksi (upadrasta) atas segala kegiatan yang dilakukan sang jiva. Selanjutnya, Beliau bertindak sebagai  penentu (anumanta) hasil (phala) dari kegiatan-kegiatan (karma) yang dilakukan oleh sang jiva. Dan selanjutnya Beliau menentukan jenis badan jasmani yang sang jiva harus huni dalam penjelmaan berikutnya sesuai dengan karmanya itu (perhatikan Bg. 13. 23. Dan 18. 61).

Murid: Pada penjelasan anda sebelumnya, anda mengatakan bahwa Tuhan (sebagai Paramatma) tinggal bersama sang jiva di dalam hati badan jasmani. Mengapa Tuhan yang maha mengetahui dan maha kuasa membiarkan sang jiva sesat dalam kegiatan-kegiatan tidak bajik alias jahat?

Guru: Sebab Tuhan Krishna senantiasa menghargai kebebasan kecil, sedikit dan terbatas yang dimiliki oleh sang jiva. Jikalau Beliau menghalangi sang jiva melakukan kegiatan jahat, itu berarti Beliau melanggar kebebasan sang jiva. Urusan Beliau sebagai Paramatma hanyalah menyaksikan karma yang dilakukan sang jiva dan memberikan phala setimpal atas karmanya itu. Tetapi melalui kitab sudi Veda yang diwahyukanNya, Tuhan Krishna sudah memberikan petunjuk-petunjuk yang lebih dari cukup kepada para jiva berjasmani manusia supaya mereka menjauhi kegiatan berdosa dan mengembangkan kegiatan bajik.

Murid: Mengapa sampai terjadi para jiva yang amat banyak ini harus menghuni badan jasmani yang berbeda-beda?

Guru: Itu terjadi demikian sesuai dengan phala dari karma mereka masing-masing. Dan jenis karma ini ditentukan oleh unsur-unsur tri-guna yang dominan menyelimuti badan jasmaninya. Dikatakan, “Sattvam sangad rain devan ra jasasura manusam tamasa bhuta-tiyaktvam, jika (pada saat ajal) diliputi sifat sattvam (kebaikan),  sang jiva memperoleh badan rishi dan deva. Jika diliputi sifat rajas (kenafsuan), sang jiva memperoleh badan asura atau manusia. Dan jika diliputi sifat tamas (kegelapan), ia memperoleh badan hantu atau hewan” (Bhag. 11. 22. 52).

Murid: Tetapi bukankah jenis badan jasmani amat banyak? Kenapa ada jiva berjasmani Raja.  Politikus atau pengemis di masyarakat manusia? Kenapa ada jiva berjasmani tampan dan ada pula yang cacat?

Guru: Jawaban sebelumnya adalah penjelasan Sastra yang bersifat sangat umum. Dengan menghuni jasmani asura atau manusia yang didominasi sifat rajas (kenafsuan), sang jiva menjadi amat melekat pada kenikmatan indriyawi. Akibatnya, ia harus lahir lagi di dunia fana. Sesuai dengan kadar phala dari karma baik atau karma buruk yang dilakukannya dalam masa penjelmaan sebelumnya sebagai manusia, maka kini sang jiva lahir sebagai Raja atau pengemis. Jika selama menghuni badan manusia sang jiva mengembangkan sifat alam sattvam dengan melakukan kegiatan spiritual, maka selama hidupnya sebagai manusia sang jiva mengembangkan sifat alam tamas dengan melakukan banyak tindak kekerasan dan kegiatan berdosa, maka ia akan lahir dengan jasmani manusia cacat atau lahir dengan jasmani hewan.

Murid: Jadi selama seseorang sebagai jiva diikat oleh salah satu unsur tri-guna, maka ia akan menjalani punarbhava atau reinkarnasi yakni lahir lagi di alam fana?

Guru: Ya, selama masih ada reaksi (phala) perbuatan baik (subha-karma) ataupun perbuatan buruk (asubha-karma) yang menyelimuti kesadaran (pikiran)nya, sebagai akibat dari pengaruh tri-guna atas dirinya, maka sang jiva pasti akan lahir lagi dengan badan material baru tertentu. Dikatakan,  “Deho’pi daiva vasagah khalu karma yavat, badan material ini bekerja dibawah pengendalian Tuhan, dan badan material ini akan terus ada (diperoleh sang jiva) selama masih ada hutang karma” (Bhag. 11. 13. 37). Hutang karma adalah reaksi (phala) perbuatan (karma) yang harus ditanggung sang jiva.

Murid: Lalu apa yang harus dilakukan oleh sang jiva agar tidak mengalami punarbhava atau reinkarnasi di alam material yang menyengsarakan ini?

Guru: Tentu saja sang jiva harus melepaskan diri dari ikatan tri-guna. Atau,  ia harus menjauhkan diri dari pengaruh tri-guna. Sebab dikatakan, “ Karanam guna sango’sya sad-asad yoni janmasu, karena diikat oleh tri-guna, maka sang makhluk hidup (jiva) harus merasakan kesenangan dan kesusahan dalam berbagai jenis badan jasmani” (Bg. 13. 22).

Murid: Bagaimana caranya sang jiva melepaskan diri dari ikatan tri-guna?

Guru: Caranya adalah dengan berserah diri kepada Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krisna. Sebab Beliau berkata; “ Daivi hy esa guna mayi mama maya duratyaya mam eva ye prapadyante mayam etam ri tri-guna, sungguh sulit diatasi. Tetapi siapapun yang berserah diri kepadaKu, dengan mudah mengatasinya” (Bg. 7. 14).

Murid: Anda telah menjelaskan bahwa maya mengikat sang jiva di dunia fana dengan ketiga tali halusnya yang disebut tri-guna. Dapatkan saya katakan bahwa perjuangan sang jiva yang sesungguhnya adalah melepaskan diri dari cengkraman maya supaya bisa keluar dari lingkaran samsara, kelahiran dan kematian berulang-kali di dunia fana?

Guru: Tepat sekali, dan para acarya (guru kerohanian) pada umumnya selalu berkata bahwa siapapun yang bersungguh-sungguh ingin mengakhiri derita kehidupan materialnya di dunia fana, harus berjuang keras melawan maya dengan berserah diri kepada Tuhan Krishna.

Murid: Berserah diri kepada Tuhan Krishna adalah solusi untuk mengatasi dan mengalahkan maya. Apa yang harus saya lakukan agar bisa berserah diri kepada Beliau?

Guru: Sibukkan dirimu dalam kegiatan spiritual bhakti-yoga. Sebab Sri Krishna berkata, “ Mam ca yo’vyabhicarena bhakti-yogena sevate sa gunan samatityaitan brahma bhuyaya kalpate, orang yang menyibukkan diri dalam pelayanan bhakti kepadaKu dan tidak pernah gagal dalam jalan spiritual ini,  seketika mengatasi (ikatan maya yaitu) tri-guna dan mencapai tingkat spiritual yang disebut brahma-bhuta” (Bg. 14. 26).

Murid: Saya belum bisa memahami maksud sloka yang anda kutip ini Guru, dapatkah anda menjelaskannya?

Guru: Bhakti secara literal berarti cinta-kasih. Secara praktis bhakti berarti menyibukkan seluruh indriya jasmani untuk melayani penguasa segala indriya yaitu Hrsikesa atau Krishna (Narada-panca-ratra). Dengan kata lain, bekerjalah sesuai dengan petunjuk kitab suci (Veda) dan persembahkan hasil kerja anda kepadaNya. Dengan cara ini, anda akan subhasibha phalair evam moksyase karma-bandha-naih. Tidak terkena reaksi (phala) perbuatan (karma) baik ataupun buruk (Bg. 9. 28). Dengan cara ini, anda mengatasi jerat maya nan halus yaitu tri-guna. Dan pada saat yang sama cinta-kasih (bhakti) kepada Tuhan Krishna berangsur-angsur bangkit di dalam hati anda. Bilamana cinta-kasih (bhakti) ini kepada Tuhan Krishna sudah begitu matang, maka anda otomatis berserah diri kepadaNya.

Murid: Dalam sloka yang anda kutip ini disebutkan bahwa setelah mengalahkan maya beserta jerat halus trigunanya, seseorang mencapai tingkat spiritual brahma-bhuta. Bagaimana kehidupan seseorang pada tingkat spiritual ini?

Guru: Tuhan Krishna berkata, “Brhama-bhutah prasannatma na socati na kanksati samah sarvesu bhutesu mad-bhaktim labhate param, orang yang telah berkedudukan spiritual demikian, senantiasa riang hati. Dia tidak pernah sedih ataupun menginginkan sesuatu yang material dan bertindak sama kepada semua makhluk hidup. Dan pada tingkat spiritual ini dia mencapai bhakti (cinta-kasih) murni kepadaKu” (Bg. 18. 54).

Murid: Status orang yang telah mencapai tingkat spiritual pelayanan bhakti murni kepada Tuhan Krishna disebut brahma-bhuta. Lalu,  apa namayang dicengkram kuat oleh maya di dunia fana?

Guru: Namanya jiva-bhuta. Dikatakan bahwa sang jiva-bhuta sibuk ya-yedam dharayate jagat, mengeksploitasi alam material dalam usahanya hidup bahagia di dunia fana (Bg. 7. 5). Dikatakan pula, “Jiva-bhutah sanatanah manah sasthanindriyani prakrti-sthani karsati. Para jiva-bhuta yang berhakekat kekal ini bekerja amat keras di alam fana dengan memanfaatkan keenam indriya termasuk pikirannya (Bg. 15.7). Kerja amat keras berarti menderita.

Murid: Jadi hanya setelah berstatus sebagai brahma-bhuta sang jiva berjasmani manusia benar-benar hidup bahagia?

Guru: Ya! Dikatakan pula. “Gunan etan atitya-trin vimukto’  mrtam asnute, bila sang makhluk hidup (jiva) telah mampu mengatasi (jerat maya nan halus yaitu) tri-guna, maka ia seketika hidup bahagia bahkan dalam kehidupannya di dunia fana ini” (Bg. 14. 20).

Murid: Tetapi saya lihat di masyarakat banyak orang nampak hidup bahagia dalam kesenangan material meskipun tidak tahu hal-hal spiritual apapun. Bagaimana komentar anda mengenai hal ini Guru?

Guru: Ya mereka hidup bahagia dalam maya-sukha, kesenangan material semu dan sementara. Sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh bahagia, sebab kesenangan material seperti ini harus dicapai dengan kerja amat keras. Sepintas mereka nampak hidup bahagia. Tetapi jika diperhatikan lebih seksama, mereka tidak bahagia. Sastra mengatakan, “ Maya-sukhaya bharam udvahato vimudha, orang-orang bodoh bekerja amat keras untuk menikmati kesenangan material semu dan sementara (Bhag. 7. 9. 43). Kurvan duhkha pratikaram sukhavan manya-te grhi, keberhasilan sementara mengatasi satu masalah kehidupan dirasakan sebagai kebahagiaan oleh orang yang amat melekat pada kehidupan berkeluarga (Bhag. 3. 30. 9)”.

Murid: Kalau begitu, menurut Veda, orang hidup bahagia bukan dengan memiliki banyak kekayaan material tetapi dengan lepas dari jerat maya nan halus yaitu tri-guna. Atau, orang hidup sungguh bahagia jika dia mampu secara praktis merobah status dirinya dari jiva-bhuta menjadi brahma-bhuta. Benarkah kesimpulannya demikian Guru?

Guru: Benar sekali! Tetapi, oleh karena dikhayalkan oleh maya dengan tirai tri-gunanya, orang-orang materialistik tidak bisa mengerti petunjuk kitab suci Veda tentang bagaimana caranya agar hidup sungguh bahagia. Dan oleh karena terserap pada paham badaniah. “ Aku adalah badan jasmani ini dengan nama si Anu dan urusanku adalah mengejar kesenangan material agar hidup bahagia di dunia fana ini”,  maka praktis kegiatan pemuasan indriya jasmani dijadikan landasan hidup bahagia.

Bersambung…………

Oleh: Ngurah Heka Wikana

Translate »