Sisya: “Berbuatan bajik selalu agar cepat kelak masuk surga, dan janganlah berbuat jahat agar kelak tidak masuk ke neraka”, begitulah perintah ajaran-ajaran rohani yang muncul dalam masa kaliyuga. Tetapi Veda berkata,  “lepaskan diri anda dari reaksi perbuatan baik ataupun buruk agar bisa kembali ke dunia rohani”. Apa latar belakang dari perintah yang berbeda-beda ini?

Guru: Latar belakangnya adalah ajaran-ajaran rohani yang muncul dalam masa kaliyuga menganggap surga sebagai alam kebahagiaan kekal abadi alam surgawi ini kata mereka hanya bisa dicapai oleh mereka yang saleh. Sedangkan neraka,  menurut mereka disediakan oleh Tuhan untuk orang-orang jahat yang harus selamanya menderita disana. Tetapi Veda menyarankan bahwa alam surgawi  adalah salah satu dari empatbelas susunan planet di alam semesta material ini. Disana seseorang hidup enak dan nyaman dalam kenikmatan material beranekaragam yang jauh lebih super daripada yang tersedia di bumi.  Oleh karena berhakikat material,  maka surga bukan tempat kekal, tetapi sementara sebab surga akan lebur pada saat pralaya/kiamat. Sedangkan neraka menurut Veda adalah tempat semacam “Pelatihan untuk menghuni badan jasmani yang lebih jelek”. Mereka yang tergolong penjahat dan harus merosot dalam kehidupan berikutnya dengan lahir sebagai hewan,  terlebih dahulu dilatih secara kejam di neraka, agar terbiasa dengan kehidupan hewan yang kotor, kejam biadab dan menjijikan. Jadi Veda mengatakan dengan berbuat bajik seseorang mencapai alam surgawi dan menikmati kehidupan dewani yang semu dan temporer. Dengan berbuat jahat seseorang harus merosot memperoleh badan jasmani yang lebih rendah. Tetapi dengan bebas dari reaksi perbuatan bajik ataupun perbuatan buruk dengan melakukan pelayanan bhakti kepada Tuhan Sri Krisna, seseorang mencapai dunia rohani tempat tinggal beliau yang kekal dan membahagiakan.

Sisya: Veda menyatakan bila seseorang banyak sekali melakukan asubha karma, perbuatan jahat/berdosa maka dalam kehidupan berikutnya dia  merosot dengan menjelma sebagai binatang. Kemudian setelah mengalami proses evolusi spiritual yang lama dia kembali memperoleh badan jasmani manusia untuk berbhakti kepada Tuhan. Apakah perbedaan pokok antara teori evolusi Veda dengan teori evolusi Darwin?

Guru: Menurut Veda evolusi berarti sang mahkluk hidup berpindah dari badan jasmani yang lebih rendah ketingkat badan jasmani yang lebih tinggi sampai akhirnya mencapai badan jasmani manusia atau Humanoit lainnya. Veda menjelaskan bahwa brahma sang pencipta dunia kana, menyediakan delapan juta empat ratus ribu jenis badan jasmani bagi mahkluk hidup yang ingin menikmati alam material dengan berbagai pola dan cara. Karena itu,  badan jasmani adalah ibarat sarana kendaraan bagi para jiwa untuk menikmati kesenangan material dunia fana. Seperti hal nya kendaraan tidak pernah berubah bentuk sejak diciptakan begitu pula badan jasmani yang beranekaragam ini tidak pernah berubah bentuk sejak diciptakan oleh brahma. Dan semuanya akan tetap berbentuk seperti itu dimasa-masa mendatang. Tetapi tidak semua badan jasmani ini ada dan hidup disetiap planet. Itu tergantung kondisi planet masing-masing. Misalnya hewan-hewan raksasa seperti dinasaurus, brontosaurus dan sebagainya tidak lagi hidup di bumi pada zaman Kali sekarang. Sebab alam dipermukaan bumi tidak lagi memungkinkan mahkluk-mahkluk raksasa itu hidup. Namun itu tidak berarti bahwa hewan-hewan super besar ini tidak ada lagi di alam semesta material. Di planet-planet lain yang kondisinya mendukung,  jenis kehidupan hewan-hewan raksasa ini pasti ada. Akan tetapi menurut Darwin, evolusi berarti badan jasmani berangsur-angsur berubah bentuk dan wujud sesuai dengan kondisi alam sekitar. Hanya badan jasmani yang paling kuat yaitu yang paling mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, bisa hidup terus dan berkembang sampai keadaanya sempurna, seperti sekarang. Ini diistilahkan dengan sebutan survival of the fittest. Demikianlah kemudian disimpulkan bahwa monyet berevolusi selama berjuta-juta tahun sehingga akhirnya menjadi manusia modern, mahkluk paling beradab masa kini. Sesungguhnya,  analisis yang dibuat oleh Darwin hanya didasarkan pada kemiripan belaka diantara beranekaragam bentuk kehidupan yang dilihat dan ditemuinya. Kerena itu, teori evolusi material ini hanyalah angan-angan pikiran belaka. Sebabnya adalah, pertama sampai saat ini tidak ditemukan fosil apapun yang disebut missinglink, yaitu mahkluk-mahkluk peralihan dan monyet ke manusia yang membuktikan bahwa evolusi jasmani yang diteorikan benar-benar terjadi. Kedua, semua fosil yang ditemukan menunjukkan bahwa monyet-monyet yang hidup sekarang telah ada selama jutaan tahun yang lalu di berbagai tempat di bumi. Dan ketiga, sisa-sisa peninggalan sejarah menunjukkan bahwa manusia beradab telah hidup di bumi berjuta-juta tahun yang silam. Darwin yang namanya sangat terkenal dilingkungan akademik,  sesungguhnya adalah ma yay a pa hrta jnana, orang intelektual yang pengetahuan telah dicuri oleh maya, tenaga material Tuhan Sri Krisna. (perhatikan B.g. 7. 15). Oleh karena pengetahuan yang telah dicuri oleh maya, maka dalam otaknya hanya tinggal khayalan. Berdasarkan khayalan inilah Darwin menyusun teori evolusinya “ The origin of species” yang menyebabkan masyarakat manusia menjadi buta dan tuli secara rohani.

Sisya: Banyak penganut ajaran Veda berkata bahwa, pelayanan bhakti kepada dewa tertentu adalah sama saja dengan pelayanan bhakti kepada Sri Krisna, yaitu sama-sama berhakekat naiskarmya, meniadakan reaksi perbuatan baik maupun buruk. Betulkan demikian adanya?

Guru: Itu tidak betul. Mereka berkata demikian karena mereka menganut filsafat monistik mayavada yang juga disebut advaita vada. Filsafat ini menyatakan bahwa segala mahkluk pada hakikatnya satu dan sama sebagai brahman atau Tuhan. Menurut mereka Sri Krisna, Dewa Indra, Varuna, Agni dan Dewa-dewa lainnya dan juga dirinya sendiri pada hakikatnya adalah brahman, Tuhan. Tetapi mereka tidak peduli bahwa dirinya sendiri adalah brahman mengapa mereka sibuk memuja dan melayani dewa tertentu? Veda menyatakan bahwa siapapun yang berpendapat bahwa kedudukan Sri Visnu atau Sri Krisna setara dengan kedudukan para dewa pengendali urusan material dunia fana seperti Indra, Surya, Chandra, Agni dan sebagainya maka Ia adalah pasandi, orang berwatak atheistik. Demikian dinyatakan dalam patma purana. Krisna adalah Sri Begawan kepribadian Tuhan yang Maha Esa, pengendali para dewa yang tergolong jiva tattva, mahkluk hidup yang tunduk terhadap hukum-hukum material dunia fana. Artinya, sang mahkluk hidup diangkat menjadi dewa pengendali seperti itu oleh Sri Visnu karena banyak melakukan subha karma dalam masa penjelmaan-penjelmaan sebelumnya. Karena itu,  para dewa ini tidak memiliki kemampuan untuk meniadakan pahala perbuatan buruk seseorang. Para dewa pengendali ini hanya mampu menganugerahkan berkah material temporer sesuai dengan keinginan para penyembahnya atas perbuatan saleh yang telah mereka lakukan (perhatikan B.g. 7. 23). Sehingga pelayanan bakti kepada para dewa tersebut tidak berhakikat naiskarmya. Hanya Tuhan Krisna yang mampu menganugerahkan pembebasan dari hutang karma yang mengikat, pada siapun yang melakukan pelayanan bhakti kepadanya. Karena itu nama lin beliau adalah mukunda, si pemberi mukti. Dengan demikian hanya bhakti kepada-Nya berhakikat naiskarmya.

Sisya: Sejak manusia menyebut diri modern dan paling beradab karena mampu menciptkan teknologi canggih, alam dipermukaan bumi justru semakin rusak. Sehingga terjadilah bermacam-macam bencana alam yang menyengsarakan kehidupan manusia itu sendiri. Tetapi para penganut ajaran rohani paling mutakhir berkata bahwa bencana-bencana alam seperti itu bukan merupakan pahala atau akibat dari perbuatan merusak (ugra karma) sang manusia, tapi merupakan peringatan Tuhan. Bagaimana pendapat anda?

Guru: Mengapa bersilat lidah? Banjir dan tanah longsor terjadi karena setiap hari ditebang secara sewenang-wenang oleh manusia. Bukankah kedua bencana alam ini terjadi karena perbuatan merusak si manusia itu sendiri? Semua bencana alam ini adalah hukuman yang ditimpahkan oleh Tuhan kepada manusia karena perbuatan yang jahat. Tetapi para penganut ajaran rohani mutakhir berkata bahwa bencana-bencana tersebut adalah peringatan Tuhan. Sebab mereka berfikir begini, “ oleh karena Tuhan maha pengasih dan maha penyayang, tentu Tuhan tidak sampai hati menghukum manusia atas perbuatannya yang jahat ini”. Dan mereka tidak mau tahu bahwa bencana-bencana alam seperti itu terjadi karena berlakunya hukum universal karma pala, hukum sebab akibat. Seseorang ayah bijaksana pasti menghukum anaknya tercinta karena perbuatan jahat dan buruk yang dilakukannya berulang kali. Jika sang ayah hanya memberi peringatan, maka dia bukan ayah bijaksana. Begitu pula, Tuhan yang Maha bijaksana pasti menimpalkan hukuman setimpal kepada manusia yang berulang kali dan terus menerus berbuat jahat. Sebab, dalam setiap kitab suci yang diturunkannya, Tuhan mengingatkan manusia untuk tidak berbuat kerusakan di muka bumi.

Sisya: Para penganut ajaran rohani mutakhir menyatakan bahwa ajaran yang dianutnya adalah yang paling berkenan bagi Tuhan, sebab Ia adalah penyempurna ajaran-ajaran kerohanian yang telah ada sebelumnya. Karena itu, menurut mereka perbuatan bajik yang dilakukan oleh orang-orang yang bukan pemeluk ajaran mutakhir ini, tidak dapat menyelamatkan dirinya dari hukuman di neraka. Bagaimana komentar anda?

Guru: Mereka berkata, begitu karena menganggap ajaran yang dianutnya paling benar dan paling sempurna. Sedangkan ajaran-ajaran kerohanian lainnya bukan wejangan langsung dari Tuhan, sehingga tidak sempurna dan mengandung banyak kekeliruan. Mereka tidak perduli bahwa semua ajaran kerohanian lain ini sebelumnya telah secara detail mengajarkan apapun yang diperintahkan Tuhan dalam ajaran mutakhir anutannya yaitu agar manusia senantiasa berbuat bajik agar tidak jatuh ke neraka nanti setelah ajal. Seorang ayah bijaksan akan menganggap anaknya paling baik dan paling berkenan di hatinya diantara anak-anaknya yang lain, bukan karena si anak paling sering berkata bahwa dirinya hanya mengakui sang ayah sebagai bapak sejati, sangat menyayangi dan mencintainya; tetapi karena perbuatan si anak sehari-hari sesuai dengan perintah dan petunjuknya sehingga si ayah menjadi senang kepadanya. Begitu pula, Tuhan yang maha bijaksana akan menganggap seseorang sebagai hambanya tercinta, karena dia berbuat bajik sesuai dengan perintah dan petunjuknya dalam kehidupan sehari-hari. Lalu, mungkinkah Tuhan menghukum hambanya tercinta di neraka?

Sisya: Apa akibat dan kerugiannya jikalau manusia tidak mengakui hukum universal karma pala dan punar bava dalam kehidupannya di alam material?

Guru: Pertama, manusia tidak bisa menjelaskan secara logis, rasional dan filosofis tentang kehidupan individual kehidupan yang berbeda-beda di masyarakat manusia. Kedua, manusia tidak bisa memahami secara logis rasional dan filosofis tentang hakikat Tuhan yang maha kuasa, maha pengasih, maha adil. Ketiga, paham dokmatik yang melandasi ajaran-ajaran rohani yang muncul pada masa kali yuga, telah menyebabkan banyak manusia tidak puas dan akhirnya mereka mempercayai  paham atheistic, materialistic dan hedonistic dalam menempuh kehidupan dunia fana. Keempat,  oleh karena dibingungkan oleh kondisi kehidupan yang berbeda-beda, ketidakadilan, kepalsuan, kejahatan, perbuatan amoral dan tindak kekerasan yang semakin meluas di masyarakat manusia, beberapa tokoh agamais malahan berteori bahwasanya Tuhan tidak maha kuasa, tidak maha pengasih, tidak maha adil dan tidak maha bijaksana. Sebab  mereka mengatakan bahwa Tuhan tidak mampu meniadakan hal-hal buruk seperti itu di masyarakat manusia. Kelima, oleh karena manusia banyak beralih kepaham materialistic akibat tidak puas dengan penjelasan dokmatik ajaran rohani yang diwarisinya, maka sifat-sifat asurik tumbuh subur menutupi hatinya. Akibatnya,  bermacam-macam perbuatan jahat dan amoral seperti perjudian, pelacuran, penculikan, perampokan, penyiksaan, pencurian, korupsi, mabuk-mabukan, perang, terror, bom bunuh diri, bisnis narkoba dan berbagaimacam tindak kejahatan lainnya tiada henti menyengsarakan kehidupan masyarakat manusia. Dan keenam,  oleh karena tidak mau berfikir logis rasional dan filosofis dengan berpegang teguh pada pernyataan-pernyataan dogmatic ajaran rohani yang dianutnya banyak orang menjadi berwatak keras. Mereka berpendapat bahwa beraneka macam perbuatan amoral dan jahat di masyarakat harus dibasmi dengan cara-cara kekerasan. Itulah akibat dan kerugian yang timbul jika manusia tidak mengetahui hukum karma pala dan punarbhava dalam kehidupannya di dunia fana.

Sisya: Tetapi tidakkah di antara penganut ajaran Veda itu sendiri banyak yang berwatak materialistic yakni lebih mempercayai teori-teori sarjana duniawi daripada teori karma dan reinkarnasi pustaka suci Veda?

Guru. Betul sungguh banyak manusia yang mengaku penganut ajaran Veda tidak pernah membaca Veda itu sendiri apalagi mempelajari dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengapa demikian? Sebab Veda mengatakan bahwa sifat alam rajas dan tamas begitu tebal menyelimuti dirinya sehingga mereka lebih tertarik mempelajari teori-teori indriya badan jasmani yang ditulis oleh para sarjana duniawi berkesadaran materialistic, dalam usahanya mencapai hidup bahagia di dunia fana yang sementara ( anityam) dan menyengsarakan ( asukham). Dan sedikitpun mereka tidak tertarik untuk menjadikan teori karma dan punarbhava sebagai pedoman hidup.

Sisya: Kembali kepada soal himsa karma. Anda mengatakan bahwa kegiatan himsa karma menyembelih hewan setiap hari yang kini merajarela di masyarakat manusia adalah penyebab terjadinya beraneka macam kekerasan yang menyengsarakan manusia itu sendiri. Dapatkah anda menjelaskan dengan satu analogi tentang akibat himsa karma ini terhadap kehidupan manusia?

Guru: Cobalah renungkan fakta ini. Dua batang pohon bambu kering bergesekan dan menimbulkan api yang membakar ribuan hektar area hutan. Mengapa terjadi kebakaran hutan? Berdasarkan penglihatan mata, jawabannya pasti karena dua batang pohon bambu kering itu bergesekan dan menimbulkan api. Tetapi ini bukan jawaban yang sebenarnya. Jawaban yang sebenarnya adalah karena angin kencang bertiup sedemikian rupa dan menyebabkan pohon bambu kering itu terus menerus bergesekan sehingga menimbulkan api yang membakar area hutan. Begitu pula, berdasarkan penglihatan mata perang, terror, bom bunuh diri, kerusuhan social dan sebagainya timbul karena adanya dua pihak yang saling bermusuhan tetapi ini bukan penyebab yang sebenarnya, penyebab yang sebenarnya adalah karena reaksi himsa karma bergerak sedemikian rupa sehingga kedua pihak itu berbeda pendapat dan menjadi bermusuhan sehingga terjadilah berbagai macam tindak kekerasan yang mengakibatkan menyengsarakan kehidupan manusia.

Sisya: Jadi menurut karma pala segala macam tindakan kekerasan yang menyengsarakan kehidupan manusia hanya bisa diatasi hanya dengan menghentikan penduduk menyembelih binatang untuk dimakan. Apakah demikian?

Guru: Ya, inilah satu-satunya cara. Pada tahap awal paling tidak rakyat dianjurkan untuk mengurangi untuk dapat makan daging.  Anjuran demikian harus dibarengi dengan sosialisasi tentang “hidup sehat dengan menu vegetarian”. Anda tidak terlalu perlu menempuh jalur diplomasi dengan melakukan negosiasi, summit meeting, konferensi, dan sebagainya sebab semua usaha diplomasi seperti ini sudah terbukti tidak berhasil menegakkan perdamaian permanen di muka bumi.

Sisya: “Berhentilah menyembelih hewan” atau “Berhentilah makan daging” adalah solusi yang amat mudah dilaksanakan untuk mencapai kehidupan damai, aman dan saling mengasihi. Tetapi mengapa dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan sulit sekali meninggalkan kebiasaan makan daging meskipun mereka telah terdidik lebih dari cukup secara material dengan menyandang berbagai gelar akademik?

Guru: Sebab mereka sudah ketagihan makan daging. Seperti halnya perokok si perokok tidak mampu melepaskan kebiasaan merokok, sebab dia sudah ketagihan merokok. Begitulah,  orang-orang yang sudah ketagihan ini tidak berdaya dikendalikan oleh indriya pengecap yaitu lidah. Mengendalikan indriya-indriya jasmani khususnya lidah tidaklah mudah. Ini usaha sulit. Dikatakan, “ Balavan indriya gramo vivadsan api karsati”, bahkan orang bijaksana sekalipun harus berjuang keras untuk mengendalikan indriya-indriya jasmani yang amat sulit dikendalikan. (Bhag. 9. 19. 17)

Sisya: Menurut anda, jalan spiritual apa yang memungkinkan orang bisa dengan mudah mengendalikan indriya-indriya jasmani pada jaman Kali?

Guru: Jalan spiritual bhakti, yaitu Kirtanam, memuji dan mengagungkan Tuhan Krishna dengan mengumandangkan nama-nama suci Beliau secara tekun dan teratur. Nama-nama suciNya tersusun berupa maha mantra Kali Santarana Upanisad berikut: Hare Krishna Hare Krishna Krishna Krishna Hare Hare, Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare. Makna mantra ini adalah, “ O Tuhan yang maha menarik hati, O Tuhan yang maha menyenangkan, mohon sibukkan diri hamba dalam pelayanan kepadaMu”. Kirtanam adalah salah satu dari sembilan proses bhakti. Yang kedua, adalah dengan prasadam, makanan suci yang telah dipersembahkan kepada Tuhan Krishna. Demikianlah dengan berjapa mengucapkan nama-nama suci Tuhan dan makan prasadam Beliau, seseorang akan bisa dengan mudah mengendalikan indriya-indriya jasmaninya, khususnya indriya pengecap.

Sisya: Dapatkah anda menjelaskan bahwa dengan mengucapkan nama-nama suci Tuhan secara tekun dan teratur, seseorang bisa dengan mudah mengendalikan indriya-indriya jasmaninya?

Guru: Tuhan Krishna dan nama-nama suciNya tidak berbeda alias sama, sebab Beliau berhakekat absolut. Begitulah dengan secara tekun dan teratur mengucapkan nama-nama suciNya, segala sifat-sifat asurik yang mendorong manusia melaksanakan beranekamacam asubha-karma, berangsur-angsur dikikis dari dalam hati. Dan pada saat bersamaan, sifat-sifat dewani berangsur-angsur berkembang menghias hati. Kemudian, pelan tetapi pasti, seseorang tidak akan mau melakukan himsa karma apapun. Dan dia juga tidak berminat lagi memakan daging, ikan, telor dan makanan tamasik lainnya yang menggelapkan hati serta pikiran pada kebenaran.

Sisya: Hukum karma phala dan punarbhava adalah bagian integral jnana, pengetahuan spiritual Veda. Apakah hukum karma dan reinkarnasi ini juga berlaku bagi mereka yang menganut ajaran rohani non vedic?

Guru: Ya, sebab hukum karma phala dan punarbhava bersifat universal yaitu mengatur kehidupan segala mahluk di alam semesta material. Meskipun penganut ajaran non Vedic tidak mengakui adanya hukum universal ini dengan berbagai alasannya, tetapi dalam kitab suci anutannya dan banyak ayat yang menunjukkan bahwa manusia akan menuai apa yang ditanamnya. Orang yang berbuat banyak kejahatan akan jatuh ke neraka. Mereka yang banyak berbuat baik akan masuk sorga, dan sebagainya. Yang kedua, masyarakat penganut ajaran non Vedic secara material tidak berbeda dari masyarakat penganut ajaran Veda. Di setiap masyarakat ini pasti ada orang kaya dan miskin, orang saleh dan jahat, orang tampan dan cacat, manusia malang dan beruntung, bencana dan musibah, perang dan beraneka-macam tindak kekerasan lainnya. Semua fakta ini membuktikan bahwa hukum karma dan punarbhava berlaku bagi semua orang tanpa memperhatikan agama, kepercayaan, sistem sosial dan pemerintahan yang dianutnya.

Sisya: Para penganut ajaran rohani non Vedic berargumen bahwa pernyataan Veda, “Si pengemis adalah orang jahat dalam penjelmaan sebelumnya”, tidak bisa dibenarkan. Sebab tidak ada saksi-saksi dan bukti-bukti yang membenarkan bahwa si pengemis adalah jahat dalam kehidupan sebelumnya. Bagaimana komentar anda?

Guru: Mengapa mereka katakan tidak ada saksi dan bukti? Veda mengatakan bahwa Tuhan Krishna dalam aspeknya sebagai paramatman bertindak sebagai upadrasta, saksi atas segala perbuatan yang dilakukan oleh para mahluk hidup. Lebih lanjut dikatakan oleh Veda bahwa bulan, matahari, siang dan malam, udara, api dan bintang-bintang pun menjadi saksi atas perbuatan yang dilakukan setiap jiva. Disamping itu, segala hutang karma yang terekam dalam pikirannya adalah bukti-bukti valid bahwa sang jiva berbadan jasmani pengemis itu memang orang jahat dalam penjelmaan sebelumnya. Mereka berargumen seperti itu karena dalam kitab suci yang dianutnya tidak ada penjelasan detail tentang badan jasmani dan sang jiva atau roh.

Sisya: Menurut para penganut ajaran rohani non Vedic, pada saat penghakiman terakhir perbuatan jahat dan bajik setiap orang ditimbang oleh Tuhan. Jika ternyata perbuatan bajiknya lebih banyak maka dia akan masuk sorga, sedangkan jika perbuatan jahatnya lebih banyak maka dia akan masuk neraka. Apakah Veda juga menyatakan demikian?

Guru: Tidak, telah saya jelaskan sebelumnya bahwa jenis badan yang kelak diperoleh sang mahluk hidup dalam penjelmaan berikutnya ditentukan oleh jenis kesadaran pada saat kematian. Sedangkan jenis kesadaran ini ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hutang karmayang terekam dalam pikirannya. Hutang karma ini membentuk mentalitas atau paham kehidupan dalam pikiran. Dan paham kehidupan ini menentukan jenis badan jasmani yang kelak akan dihuni oleh sang jiva. Proses terbentuknya mentalitas atau paham kehidupan berdasarkan hutang karma dalam pikiran diatur oleh Tuhan Krishna dalam aspekNya sebagai Paramatman. Sebab beliau berkata, “Bhramayam sarva bhutani yantrarudhani mayaya, Aku mengarahkan pengembaraan segala mahluk hidup dalam beraneka-macam badan jasmani yang bagaikan kendaraan terbuat dari tenaga material (Bg.18.16). Tetapi secara umum Veda menyimpulkan bahwa jika hutang subha karmanya banyak, maka sang jiva akan memperoleh badan dewata dan tinggal di sorga. Jika hutang asubha karmanya berlimpah, sang jiva harus merosot dengan terlebihdahulu menjalani “latihan kejam” di neraka untuk menghuni badan hewan, cacing atau mahluk rendah lainnya.

Sisya: Apakah jiva yang menghuni jasmani hewan juga terkena hukum karma phala?

Guru: Tidak. Hukum karma phala hanya berlaku bagi sang jiva yang menghuni badan manusia dan humanoid lainnya. Para jiva yang menghuni badan hewan dan mahluk rendah lainnya tidak terkena phala buruk dari perbuatan yang dilakukannya. Dengan kata lain, hewan dan mahluk rendah lainnya tidak terkena hukum karma phala. Sebab, mereka hidup dengan sepenuhnya menuruti aturan Tuhan. Begitulah, sapi hidup dengan memakan rumput, harimau hidup dengan makan daging mahluk lain. Mereka hidup alamiah sederhana mengambil makanan dari alam secukupnya untuk sekedar bisa hidup dan tidak merusak alam. Mereka menikmati hubungan badan pada waktu musim kawin saja. Mereka tidak bisa melakukan kegiatan tipu-menipu yang disebut bisnis supaya menjadi kaya sehingga bisa hidup lebih enak dan senang. Karena itu, pada saat ajal para jiva penghuni jasmani hewan secara otomatis kemudian berevolusi dengan memperoleh badan jasmani manusia yang memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan spiritual berhubungan dengan Tuhan.

Sisya: Anda telah menjelaskan tentang evolusi spiritual yang dijalani oleh sang jiva yang merosot jatuh dalam kehidupan sebagai binatang. Dapatkah anda menjelaskan secara lebih rinci tentang evolusi spiritual ini?

Guru: Menurut Veda, tingkat kehidupan tergantung pada tingkat kesadaran mahluk hidup. Demikianlah, tingkat kehidupan dari tingkat kesadaran yang paling rendah ke tingkat kesdaran yang paling tinggi tersusun sebagai berikut: Akuatik (900.000 jenis), tumbuh-tumbuhan (2.000.000 jenis), serangga (1.100.000 jenis), burung (1.000.000 jenis), binatang dan reptil (3.000.000 jenis), kehidupan humanoid (400.000 jenis). Bila sang jiva berjasmani manusia melakukan begitu banyak asubha karma selama hidupnya, maka dia jatuh dan merosot ke dalam kelahiran berikutnya misalnya memperoleh badan cacing yang hidup di lumpur. Dalam kehidupan akuatik ini, sang jiva harus menjalani punarbhava berkali-kali sebanyak jenis kehidupan yang ada di air. Setelah itu, ia memperoleh badan tumbuh-tumbuhan. Di sini dia juga harus menjalani punarbhava berulang kali sebanyak jenis tanaman yang ada. Kemudian ia memperoleh badan serangga dan juga harus mengalami punarbhava sebanyak jenis kehidupan serangga yang ada. Dan demikian seterusnya ke kehidupan burung, binatang darat dan akhirnya kehidupan humanoid. Jadi untuk kembali bisa lahir sebagai mahluk manusia, sang jiva harus menjalani evolusi yang lama. Karena itu dikatakan; “Durlabham manusam janma, kelahiran sebagai manusia amat sulit diperoleh (Bhag.7.6.1) Nr deham adyam sulabham sudurlabham, kehidupan sebagai manusia yang amat berguna sungguh amat sulit dicapai (Bhag.11.20.17).

Sisya: Setelah memperoleh kehidupan sebagai manusia, apakah mungkin sang mahluk hidup jatuh lagi dan memperoleh badan binatang?

Guru: Kemungkinan jatuh selalu ada. Karena itu, supaya tidak jatuh lagi, Veda menasehati, “Kaumara acaret prajna dharma bhagavataniha, sejak masa kanak-kanak dalam kehidupannya, seseorang hendaknya dididik untuk mengabdikan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa” (Bhag.7.6.1).

Sisya: Apa yang dimaksud dengan “Mengabdikan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa”?

Guru: Melakukan pelayanan bhakti kepadaNya. Saya telah jelaskan bahwa pelayanan bhakti kepada Tuhan Krishna meniadakan segala akibat baik ataupun buruk yang timbul dari kegiatan kerja yang dilakukan. Dengan kata lain, kerja itu menjadi tersucikan sehingga tidak menimbulkan akibat apapun bagi si pelaku kerja. Dengan bebas dari segala phala subha karma dan asubha karma, seseorang menjadi berkualifikasi untuk pulang ke rumah asal, asli dan sejati di alam rohani kebahagiaan abadi Vaikuntha loka.

Sisya: Saya baca bahwa kebanyakan orang-orang yang disebut rohaniawan mulia hidup sangat melarat dengan beranekaragam kesusahan dan kesulitan dalam menyebarkan amanat-amanat spiritual tentang pengabdian kepada Tuhan. Apakah kesengsaraan mereka adalah pahala dari asubha karma yang dilakukan dalam penjelmaan sebelumnya?

Guru: Kita harus mengerti bawa menyebarkan amanat spiritual tentang bhakti kepada Tuhan adalah pekerjaan yang sangat luhur dan mulia. Karena itu, tidak mungkin kesengsaraan mereka adalah pahala dari asubha karma yang dilakukan dalam penjelmaan sebelumnya. Kehidupan melarat seperti itu adalah pertapaan yang memang sengaja dijalani oleh beliau-beliau yang telah insyaf diri. Sebab, mereka secara spiritual telah sangat maju sehingga tidak tertarik lagi pada kenikmatan material apapun (perhatikan Bg. 5.22). Tetapi kebanyakan orang salah mengerti dan berpikir bahwa pertapaan demikian adalah kesengsaraan. Kesusahan dan kesulitan yang mereka hadapi adalah susunan yang dibuat Tuhan supaya mereka menjadi semakin dekat dengan Beliau dan segera pulang ke alam rohani tempat tinggalNya (perhatikan sloka Bhag. 10.8.88).

Sisya: Dapatkah anda menjelaskan dengan suat analogi tentang badan jasmani yang dihuni oleh sang makhluk hidup dalam hubungannya dengan karma phala?

Guru: Veda mengibaratkan badan jasmani sebagai pohon kehidupan material. Dan pohon kehidupan material ini dijelaskan dalam Bhagavata Purana 11.12.22-23 sebagai berikut:

  • Benihnya adalah subha karma dan asubha karma.
  • Akar-akarnya yang banyak adalah beraneka macam keinginan material sang jiva.
  • Tiga batangnya bagian bawah adalah tri guna, tiga sifat alam material: satvam, rajas dan tamas.
  • Lima batangnya bagian atas adalah lima unsur material kasar (akasa, udara, api, air dan tanah).
  • Lima macam bunganya adalah lima objek indriya (aroma, sentuhan, rasa, wujud dan suara).
  • Sebelas cabangnya adalah lima indriya pekerja (tangan, kaki, mulut, anus, dan kemaluan), lima indriya persepsi (telinga, mata, hidung, lidah dan kulit) dan pikiran (manah).
  • Dua ekor burung yang hinggap padanya adalah sang makhluk hidup (atman) dan Tuhan (Paramatman).
  • Tiga macam kulit kayunya adalah tridatu (udara, lendir dan empedu), dan
  • Dua macam buahnya adalah kebahagiaan dan kesengsaraan.

Adapun makna pohon kehidupan material ini adalah jika sang makhluk hidup berjasmani manusia hidup berdasarkan prinsip-prinsip dharma, itu berarti dia menanam benih subha-karma. Dan buah (phala) yang kelak dipetik dari pohon kehidupan ini adalah kebahagiaan. Sebaliknya, jika sang jiva berjasmani manusia hidup berdasarkan prinsip-prinsip adharma, itu berarti dia menanam benih asubha karma. Dan buah yang kelak dipetiknya dari pohon kehidupan ini adalah kesengsaraan.

Sisya: Tetapi anda sudah berulang kali mengatakan bahwa Veda minta agar sang makhluk hidup melepaskan diri dari akibat subha karma ataupun asubha karma. Sebab phala yang baik atau pun buruk sama-sama menjerat sang jiva di dunia fana. Analogi pohon kehidupan yang anda jelaskan seperti menganjurkan agar orang banyak berbuat bajik supaya hidup bahagia. Apakah demikian?

Guru: Tidak. Kehidupan bahagia ataupun kehidupan sengsara di alam material keduanya menjerat sang makhluk hidup dalam lingkaran samsara di dunia fana yaitu kelahiran (janma), usia tua (jara), penyakit (vyadhi) dan Kematian (mrtyu). Karena kenyataan ini, maka pohon kehidupan material ini disebut pohon samsara. Veda meminta kita menebang pohon samsara ini untuk mengakhiri kehidupan material kita di dunia fana. Bagaimana caranya menebang pohon samsara ini? Veda berkata, “Asanga sastrena drdhena chittva, tebanglah pohon kehidupan material ini dengan senjata ketidakmelekatan pada kesenangan material dunia fana (Bg. 15.3)”. Terus, bagaimana caranya memotong kemelekatan pada kesenangan material dunia fana? Veda juga berkata, “Asa jjitatma hari sevaya sitam jnanasim taranti param, potonglah kemelekatan pada objek-objek indriya (yang memberikan kesenangan material) dengan pedang pengetahuan spiritual yang telah diasah dengan Bhakti kepada Tuhan Hari (Bhag.7.5.31). Hari adalah Sri Krishna sendiri.

Sisya: Kalau boleh saya menyimpulkan bahwa untuk mengakhiri kehidupan material di dunia fana dan kembali pulang ke dunia rohani Vaikuntha-loka, sang jiva harus bebas dari segala hutang karma baik ataupun buruk. Ini hanya bisa dilaksanakan dengan melakukan pelayanan Bhakti kepada Tuhan Krishna. Sebab, hanya kegiatan Bhakti yang naiskarmya, meniadakan segala akibat baik maupun buruk yang timbul dari kerja yang dilakukan. Apakah demikian?

Guru: Benar sekali. Di dunia fana ini kita dijerat oleh asat-trsna, kecintaan pada hal-hal yang semu dan sementara berupa; hubungan keluarga, jabatan duniawi, kekayaan material, kenikmatan indriyawi. Asat-trsna ini, kata Veda hanya bisa dihancurkan dengan pedang pengetahuan spiritual yang telah diasah dengan pelayanan Bhakti kepada Tuhan Krishna.

Sisya: Jadi tujuan utama pustaka suci Veda adalah agar para jiva berbadan jasmani manusia melaksanakan pelayanan Bhakti kepada Tuhan Krishna untuk mengakhiri kehidupan materialnya yang menyengsarakan di dunia fana. Cuman itu! Bagaimana pendapat anda?

Guru: Saya sangat sependapat dengan anda. Sebab Tuhan Krishna berkata, “Vedais ca sarvair aham eva vedyah, tujuan seluruh pustaka suci Veda adalah agar semua orang mengenal diriku (sebagai Sri Bhagavan, Keperibadian Tuhan Yang Maha Esa)” (Bg.15.15). Mengenal untuk tam eva saranam gaccha, berserah diri kepadaNya (Bg.18.62). Berserah diri adalah bukti kecintaan seseorang kepada Beliau. Oleh karena sangat mencintai Tuhan Krishna, maka sang Bhakta senantiasa ingat kepadaNya. Pada saat ajal dia hanya ingat Beliau dan pada akhirnya kembali pulang ke dunia rohani Vaikuntha loka. Sebab Tuhan Krishna berkata, “Anta kale ca mam eva sinaran muktva kalevaram yah prayati sa mad bhavam yati Nast atra samsayah, siapapun yang pada saat ajal meninggalkan badan jasmaninya dengan hanya ingat kepadaku saja, seketika mencapai alam rohani tempat tinggalku. Tidak ada keraguan tentang hal ini” (Bg.8.5). Perhatikan pula Bg. 4.9, 8.6, 8.8, 8.10, 8.13-14, 9.34, 18.58 dan 18.65.

Sisya: Terimakasih atas semua penjelasan anda tentang karma, perbuatan yang dilakukan oleh para makhluk hidup di dunia fana ini Guru…

Guru: Semoga jawaban-jawaban dalam diskusi kita bermanfaat. Haribolo…

[anti-both]

Oleh Ngurah Heka Wikana (Dengan sedikit perubahan)

Translate »