[anti-both]

Tanya     : Mayoritas penganut ajaran Veda di masyarakat kita berkata bahwa (yajna) ritual yang mereka warisi dari leluhur dan dilaksanakan secara periodik dengan biaya besar dan sesajen rumit adalah untuk memuja Tuhan berdasarkan rasa bhakti. Apakah ritual ini memang satu bentuk dan praktek jalan kerohanian bhakti?

Jawab    : Tidak. Ritual (yajna) demikian tergolong karma-yoga. Sebab, pertama, ritual demikian dilaksanakan secara pamerih yakni untuk mendapatkan berkah material berupa rejeki lebih banyak, keselamatan, kesejahteraan atau kemakmuran dan sebagainya. Kedua, mereka tidak sadar dirinya dijangkiti filsafat mayavada sehingga menganggap deva atau makhluk halus tertentu yang dipuja dan dimintai berkah adalah Tuhan. Ketiga, nama deva yang mereka puja kerapkali tidak ada disebutkan dalam Veda. Keempat, sudah umum bahwa ritual yang dilaksanakan itu mengandung himsa-karma, penyembelihan hewan yang telah dilarang oleh Veda untuk dilaksanakan pada zaman Kali sekarang (Brahma-vaivarta Purana Krsna-kanda 115.112-113). Karena ketiga alasan terakhir, maka yajna (ritual) demikian tergolong karma-yoga yang sudah terdistorsi.

Tanya     : Sementara itu, hampir di setiap kota besar ada “Yoga Center” yang mempromosikan bahwa dengan mempraktekkan yoga, kesehatan dan stamina tubuh bisa ditingkatkan. Tubuh jadi awet muda dan orang bisa lebih menikmati hidup bahagia berkeluarga dalam hubungan suami-istri. Bagaimana pendapat anda terhadap fakta ini?

Jawab    : Semua yang dipromosikan itu bukan tujuan yoga, tetapi manfaat sampingan (by-product) dari yoga. Tujuan sejati yoga dijelaskan oleh Veda sebagai berikut, “Siddhy-asiddhyah samo bhutva samatvam yoga ucyate, praktek yoga dimaksudkan agar manusia tidak digoyahkan oleh kegagalan dan keberhasilan hidup di dunia fana (Bg. 2.48). Yoga karmasu kausalam, praketek yoga adalah seni bekerja agar orang tidak terkena reaksi dosa dari kerja yang dilakukan (Bg. 2.50). Yoga-yukto visuddhatma, praktek yoga dimaksudkan untuk mensucikan diri (jiva) untuk bisa kembali pulang ke dunia rohani (Bg. 5.7) Yogo bhavati duhkha ha, praktek yoga dimaksudkan agar orang lepas dari derita kehidupan material dunia fana (Bg. 6.17). Jika manfaat/ hasil sampingan yoga yang dipromosikan itu dijadikan tujuan hidup, maka anda akan terus terperangkap dalam lingkaran samsara dunia fana yaitu kelahiran (janma), usia tua (jara), penyakit (vyadhi) dan kematian (mrtyu).

Tanya     : Sejauh ini anda hanya menyebutkan 4 (empat) macam jalan kerohanian (yoga) yaitu karma, jnana, dhyana, dan bhakti yoga. Bagaimana dengan Raja-yoga dan Hata-yoga yang dipraktekkan oleh orang-orang tertentu?

Jawab    : Istilah Raja-yoga tercantum dalam Bab IX Bhagavad-gita. Lengkapnya adalah Rajavidya-rajaguhya-yoga yang berarti ilmu pengetahuan paling utama/ paling tinggi dan paling rahasia tentang Tuhan (Bhagavan) dalam hubunganNya dengan makhluk hidup (jiva) dan alam material (prakrti). Dan pengetahuan paling tinggi dan paling rahasia ini adalah pengetahuan tetnang bhakti. Sebab, Tuhan Krishna menyimpulkan Bab IX ini dengan berkata, “Man mana bhava mad-bhaktah, senantiasalah berpikir tentang diriKu dan jadilah bhaktaKu.” (Bg. 9.34). Jadi, praktek Rajavidya-rajaguhya-yoga ini adalah bhakti-yoga. Sedangkan Hata-yoga berupa kegiatan mempraktekkan bermacam-macam posisi tubuh (asana) yang nampak seperti kegiatan senam jasmani untuk mengendalikan indria-indria jasmani agar badan sehat, pikiran tenang dan damai, tergolong karma-yoga.

Tanya     : Ada lagi jalan kerohanian yang disebut Astanga-yoga. Dapatkah anda sedikit menjelaskannya?

Jawab    : Astangan-yoga berarti jalan kerohanian yang memiliki 6 (enam) tahapan praktek yaitu: asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi. Secara umum prakteknya berupa pengaturan posisi tubuh dan pernapasan sehingga pikiran terkendali dan terpusat kepada Tuhan yang bersemayam di dalam hati yaitu Paramatma. Karena itu, astanga-yoga adalah istilah lain dari dhyana-yoga adalah istilah lain dari dhyana-yoga. Sebab dikatakan, “Dhyana vasthita tad gatena manasa sada pasyanti yam yoginah, dengan memusatkan pikiran sang yogi (rohaniwan) senantiasa melihat Tuhan bersemayam di dalam hatinya.” (SB. 12.3.1)

Tanya     : Saya bingung mendengar bermacam-macam istilah dan nama yoga. Sekarang saya tanya, apakah anda punya kriteria untuk menentukan bahwa praktek yoga tertentu yang dilakukan oleh seseorang tergolong karma, jnana, dhyana, ataukah bhakti-yoga?

Jawab    : Ya, kriterianya adalah sebagai berikut. A. Jika kegiatan (badan, pikiran, dan kata-kata) itu semata-mata dimaksudkan untuk meningkatkan standar kehidupan material supaya lebih baik dan lebih menyenangkan dengan lahir di alam Surgawi (Svarga-loka) sesuai petunjuk Veda, maka kegiatan keagamaan demikian disebut karma-yoga. B. Jika kegiatan (badan, pikiran, dan kata-kata) dilandasi oleh pengetahuan Veda dengan tujuan agar bebas dari akibat (pahala) kerja (karma) yang mengikat di dunia fana, maka kegiatan keagamaan demikian disebut jnana-yoga. C. Jika kegiatan (badan, pikiran dan kata-kata) dilandasi oleh keinginan meningkatkan kemampuan indria-indria dan pikiran agar bisa mengatasi derita dunia fana dan menikmati secara lebih super di mana saja di alam material melalui pemilikan berbagai macam kekuatan mistik alamiah (siddhi) dengan memusatkan pikiran kepada Tuhan (dalam aspekNya sebagai Paramatma) sesuai aturan Veda, maka kegiatan keagamaan demikian disebut dhyana-yoga. D. Jika kegiatan (badan, pikiran dan kata-kata) semata-mata dilandasi oleh keinginan menyenangkan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (Bhagavan) dengan menyibukkan seluruh indria badan jasmani dalam pelayanan berdasarkan cinta kasih kepada-Nya sesuai petunjuk Veda, maka kegiatan keagamaan demikian menjadi spiritual dan disebut bhakti-yoga. Keempat kriteria ini bersifat sangat umum.

Tanya     : Kembali pada asal-usul Veda. Anda berkata (pada dialog no. 3) bahwa Veda pertama kali diwejangkan oleh Tuhan Narayana (Krishna) kepada Deva Brahma. Kapankah itu terjadi?

Jawab    : Menurut Veda, Brahma hidup selama 100 (seratus) tahun. 1 (satu) hari Brahma disebut 1 (satu) kalpa yang lamanya 1.000x Catur-yoga, atau 1.000 x 4.320.000 tahun = 4.320.000.000 tahun bumi. Jadi, 100 tahun Brahma adalah 100 x 4.320.000.000 x 360 x 2 = 311.040.000.000.000 tahun bumi. Dikatakan bahwa 50 tahun pertama usia Brahma sudah lewat. Kini Brahma berada pada hari pertama dari 50 tahun usianya yang kedua dan disebut Varaha-kalpa. Dalam 1 (satu) hari (kalpa) Brahma memerintah 14 (empat belas) Manu secara bergantian. Karena itu, jangka waktu pemerintahan setiap Manu adalah 1.000 Catur-yuga: 14 = 308.571.429 tahun bumi. Menurut Veda, saat ini kita hidup dalam masa pemerintahan Manu ke-7 yaitu Vaivasvata Manu dalam putaran Catur-yuga yang ke-28. Sementara itu, sebelum menciptakan dunia fana ini, Brahma melakukan pertapaan keras selama 1.000 tahun dewa atau 360.000 tahun bumi untuk memperoleh pengetahuan Veda dari Tuhan Narayana (Krishna). Karena itu, Veda diwejangkan oleh Tuhan Krishna kepada Deva Brahma di masa lampau kira-kira (311.040.000.000.000: 2) + (6 x 308.571.429) + (27 x 4.320.000) – 360.000 = 155.521.967.708.574 atau sekitar 155,5 billiun tahun yang lalu.

Tanya     : Kedengarannya amat fantastik. Jadi menurut perhitungan yang anda berikan berdasarkan penjelasan Veda, itu bearti kitab suci Veda sudah ada di alam material ini paling tidak sejak 155, 5 billiun tahun yang lalu. Apakah begitu?

Jawab    : Ya, secara umum dapat dikatakan begitu. Tetapi sesungguhnya Veda sudah ada jauh sebelum alam semesta material ini tercipta yakni Veda ada pada Tuhan Krishna yang juga disebut Sri Visnu atau Narayana; seperti halnya buku pedoman (pengetahuan) tentang TV sudah ada sebelum TV dibuat. Begitulah, dengan memanfaatkan pengetahuan Veda yang diberikan oleh Tuhan Krishna, Deva Brahma kemudian menciptakan alam material atau dunia fana ini beserta segala makhluk penghuninya billiunan tahun yang lalu.

Tanya     : Itu berarti menurut Veda kehidupa beradab sudah ada di alam material ini paling tidak sejak 150 billiun tahun yang lalu. Apakah penjelasan Veda yang anda berikan ini dapat dibuktikan benar secara empiris atau material?

Jawab    : Ya, penjelasan Veda yang saya telah berikan dapat dibuktikan benar secara empiris berdasarkan peninggalan-peninggalan peradaban purba yang ditemukann di berbagai tempat di muka bumi. Misalnya, sebutir paku yang tertancap pada batu padas dan ditemukan di Kingoodie Scotlandia tahun 1844 diperkirakan berusia 360 juta tahun. Vas bunga yang ditemukan di Dochester Massachussett USA tahun 1852 diperkirakan berusia 600 juta tahun. Fosil tapak sepatu yang ditemukan tahun 1968 dilaporkan bola besi beralur ditemukan di Ottosda Afrika Selatan dan diperkirakan berusia 2,8 billiun tahun dan sebagainya. Tentang hal ini, kita akan bicarakan lebih lanjut pada dialog tentang kala (waktu).

Tanya     : Anda berkata (pada dialog no. 10) bahwa pengetahuan Veda disampaikan secara lisan melalui proses mendengar, sehingga Veda disebut Sruti (pengetahuan yang didengar) dan Smrti (pengetahuan yang diingat dari mendengar). Jadi dalam belajar Veda tidak ada catat-mencatat dalam buku. Lalu bagaimana mungkin seseorang bisa ingat begitu banyak hal yang telah didengarnya tanpa melihat buku catatan?

Jawab    : Belajar dan mengajar Veda melalui proses mendengar dan mengingat terlaksana pada masa Satya, Treta dan Dvapara-yuga ketika lembaga Varna-Asrama-Dharma masih tegak dan utuh di masyarakat manusia. Artinya, pada masa ketiga yuga tersebut banyak hidup rohaniwan (brahmana, rishi, kavi, pandita, tapasvi, sadhu, yogi, dan sebagainya) berhati suci, sehingga dengan mendengar ajaran Veda sekali saja dari guru kerohanian (acarya), mereka mampu mengingatnya secara utuh, lengkap dan sempurna dan kemudian mengajarkannya kepada orang lain. Begitulah, tradisi belajar Veda berlangsung secara turun-temurun (parampara) dalam berbagai garis perguruan spiritual (sampradaya). Tetapi begitu Kali-yuga (yang disebut zaman modern sekarang) mulai, kalena balino nanksyati ayuh balam smrtih, usia, kekuatan fisik dan ingatan manusia menjadi amat merosot (SB. 12.2.2.1). Karena itu, menjelang Kali-Yuga mulai inkarnasi Tuhan Narayana di bidang sastra yaitu Rsi Dvaipayana Vyasa menyusun dan menyajikan Veda secara tertulis dengan maksud agar orang-orang Kali-yuga bisa mempelajari Veda dan mengerti tujuan hidupnya sejati sebagai makhluk manusia.

Tanya     : Salah satu alasan para sarjana duniawi mengatakan bahwa Veda Smrti (Itihasa dan Purana) adalah mitos alias dongeng adalah karena uraiannya tidak sistematik dan tidak kronologis. Apakah betul begitu?

Jawab    : Dari segi akademik memang tidak sistematik dan tidak kronologis. Sebab, tujuan Veda bukan untuk menguraikan sejarah alam semesta material secara rinci dan kronologis. Tetapi tujuan Veda adalah agar umat manusia mengetahui dan mengerti Tuhan (perhatikan Bg. 15.15) dan kembali membina hubungan cinta kasih (bhakti) yang telah terputus denganNya (lihat Bg. 9.34 dan 18.65). Karena itu, Veda hanya menguraikan lila (kegiatan rohani) Tuhan secara ringkas bersama para bhakta-Nya dalam Yuga dan Manvantara yang berbeda-beda dan pada loka (planet) yang berlain-lainan. (perhatikan SB. 2.10.5).

Tanya     : Anda telah menjelaskan (pada dialog no. 31 dan 35) bahwa sesuai dengan tingkat kesadaran sang manusia yang ditentaukan oleh kadar unsur-unsur tri-guna yang menyelimuti dirinya, maka ada tiga bagian isi Veda (karma-kanda, jnana-kanda, dan upasana-kanda) dan ada empat jalan kerohanian atau yoga (karma-yoga, jnana-yoga, dhyana-yoga, dan bhakti-yoga). Apakah kitab-kitab Purana juga dikelompokkan berdasarkan unsur-unsur tri-guna?

Jawab    : Ya. Menurut Brahma-Vaivarta-Purana, kedelapan belas Purana utama dikelompokkan menjadi: A. Sattvika-Purana (Bhagavata Purana), Visnu Purana, Naradiya-Purana, Padma-Purana, Garuda-Purana dan Varaha Purana). B. Rajasika-Purana (Brahmananda-Purana, Brahma-Vaivarta-Purana, Markandeya-Purana, Vamana-Purana, Brahma-Purana, dan Bhavisva-Purana). Dan C. Tamasika-Purana (Siva-Purana, Linga- Purana, Matsya- Purana, Kurma- Purana, Skanda- Purana, dan Agni- Purana). Pada umumnya Sattvika-Purana mengagungkan Sri Krishna yang juga disebut Visnu atau Narayana. Rajasika-Purana mengagungkan Deva Brahma. Sedangkan Tamasika-Purana mengagungkan Siva yang juga disebut Rudra atau Mahadeva. Dan topik yang dibicarakan dalam setiap purana pada umumnya menyangkut hal-hal berikut: A. Penciptaan awal (sarga), B. Penciptaan kedua (visarga), C. Sejarah para Rsi dan leluhur yang menurunkan penduduk (vamsa), D. Pemerintahan para Manu (Manvantara), dan E. Para penguasa negara (raja) yang akan memerintah di masa depan (vamsanucarita).

Tanya     : Apakah dengan membaca/ mempelajar salah satu dari semua Purana tersebut saya bisa tertuntun ke tingkat spiritual dan mengerti Tuhan?

Jawab    : Belum tentu. Saya telah kutip (pada dialog no. 8) pernyataan Veda, “Sattvam yad brahma darsanam, kitab suci Veda hanya bisa dimengerti dengan mengembangkan sifat alam sattvam, kebaikan (SB. 1.2.24). Selanjutkan Veda memerintahkan kita, “Nistraigunya bhava, atasi ketiga sifat alam material (tri-guna) ini agar tertuntun ke tingkat spiritual” (Bg. 2.45). Ini berarti anda hanya bisa tertuntun ke tingkat spiritual jika membaca/ mempelajari Purana-Purana yang tergolong Sattvika-Purana. Sebab, sifat alam sattvam (kebaikan) adalah batu loncatan terakhir untuk mencapai visuddha-sattvam, tingkat spiritual untuk bisa mengerti Tuhan (perhatikan Bg. 14.19). Karena itu, setelah membaca Purana-purana tamasik, anda harus meningkatkan diri dengan membaca purana-purana rajasik. Selanjutnya, anda harus membaca purana-purana sattvik agar bisa tertuntun ke tingkat spiritual. Dan dari keenam Sattvika-Purana, Bhagavata- Purana yang lebih dikenal dengan nama Srimad-Bhagavatam adalah satu-satunya Purana yang berada pada tingkat spiritual visuddha-sattvam. Begitulah, dengan mempelajari Srimad-Bhagavatam di bawah bimbingan guru kerohanian (acarya) sesuai aturan Veda, anda baru bisa mengerti Tuhan.

Tanya     : Dapatkah anda menjelaskan mengapa semua Purana Tamasik mengagungkan Siva, Purana Rajasik mengagungkan Brahma dan Purana Sattvik mengagungkan Visnu?

Jawab    : Sebab personifikasi ketiga sifat alam tersebut yaitu tamas (kegelapan), rajas (kenafsuan) dan sattyam (kebaikan) adalah Siva, Brahma, dan Visnu. Artinya, Siva adalah pengendali tamas, Brahma adalah pengendali rajas, dan Visnu adalah pengendali sattvam, dan ketiganya disebut Guna-Avatara (Sb. 1.2.23). Lebih lanjut, Veda (Bg. 17.4) menyatakan, “Pretan bhuta-ganams canye yajante tamasa janah, orang-orang yang dominan diliputi sifat alam tamas (kegelapan) memuja hantu dan makhluk halus. Pemimpin/ penguasa segala hantu dan makhluk halus adalah Siva sehingga nama lain beliau adalah Bhutanatha atau Bhutapati. Karena itu, bagi mereka yang berwatak tamasik disediakan purana-purana tamasik untuk mengagungkan Siva yang juga disebut Rudra atau Mahadeva. Terus, yaksa-raksamsi rajasah, mereka yang dominan diliputi sifat alam rajas (kenafsuan) memuja para Asura (demon) yang berkeinginan menjadi penguasa/ pemimpin di dunia fana. Dan di dunia fana, Brahma dianggap sebagai penguasa/ pemimpin tertinggi, sebab beliau adalah pencipta seluruh alam material beserta segala makhluk penghuninya. Karena itu, bagi mereka yang bertabiat rajasik disediakan purana-purana rajasik untuk mengagungkan Brahma yang juga disebut Virinci. Dan, yajante sattvika devam, mereka yang dominan diliputi sifat alam sattvam (kebaikan), memuja para dewa (sura). Dikatakan, “Visnu bhakta smrta daiva, para dewa itu adalah bhakta (pesuruh/ pelayan) Sri Visnu” (Padma-Purana, dikutip dalam CC Adi-Lila 3.91). Karena itu, bagi mereka yang berwatak sattvik, disediakan purana-purana sattvik untuk mengagungkan junjungan para dewa yaitu Sri Visnu yang juga disebut Krishna atau Narayana.

Oleh Ngurah Heka Wikana (Dengan sedikit perubahan)

Translate »