Nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau menghilangkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. Nasionalisme merupakan salah satu faktor terbesar yang memang andil dalam pencapaian cita-cita suatu bangsa. Nasionalisme bagaikan pondasi yang akan menentukan kuat lemahnya bangunan suatu tatanan berbangsa dan bernegara. Tanpa pondasi nasionalisme yang kuat, maka ancaman keruntuhan juga akan menghantui Negara tersebut.

Hanya saja sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, tingkat nasionalisme bangsa Indonesia masih sangat rendah, berada di peringkat ke-95 dari 106 negara di dunia yang disurvey. Rendahnya sikap nasionalisme Indonesia dapat dilihat pada berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam bidang olahraga misalnya, masyarakat Indonesia lebih memuja para club dan pemain sepakbola luar negeri dari pada kecintaannya pada club dalam negeri. Dalam bidang perdagangan, masyakarat Indonesia juga lebih bangga bias menggunakan produk luar negeri dari pada produk dalam negeri. Sedangkan dalam bidang kebudayaan dan keagamaan, dapat kita lihat dari aksi-aksi masa yang biasanya selalu riuh untuk menggalang dana, memberikan dukungan dan sejenisnya kepada kelompok masyarakat di Negara lain yang mereka anggap sebagai saudara seukuwah dari pada memberikan bantuan pada saudara sebangsa dan setanahairnya yang meskipun berbeda suku, aliran dan agama.

Menyadari pentingnya nasionalisme bagi keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kementrian Pertahanan sudah mulai aktif memberikan masukan pada penerapan kurikulum pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai pada perguruan tinggi. Kementrian Pertahanan juga berusaha memasukkan semangat nasionalisme ke pesantren-pesantren yang dipandang fundamentalis. Dengan usaha-usaha tersebut diharapkan dalam beberapa dekade kedepan peringkat nasionalisme bangsa Indonesia akan terkatrol pada posisi yang lebih baik.

Tanah Suci

Dimanakah lokasi tanah yang paling suci di dunia ini? Di Mekkah? Madinah? Jerusalem? Gangga, Yamuna, Vrindavan atau tempat lain? Sebagian besar umat Islam tentu mengatakan bahwa Mekkah adalah tanah suci bagi mereka. Dengan alasan itu juga mereka akan rela menyisihkan sebagain penghasilannya demi melaksanakan ibadah Haji. Sebagian umat Kristen dan Yahudi termasuk juga Islam menganggap Yerusalem adalah tanah yang sangat suci. Karena alasan itu juga terjadi tumpah darah yang tidak pernah berkesudahan di daerah tersebut. Sebagian umat Hindu juga memuja Gangga, Yamuna, Vrindavan dan beberapa lokasi lainnya sebagai tempat suci. Kesemua tempat tersebut dianggap suci karena berkaitan dengan keyakinan bahwa ditempat itulah Tuhan atau setidaknya “wakil Tuhan” pernah hadir dan melakukan kegiatannya.

Pertanyaan selanjutnya, manakah yang lebih suci, wilayah-wilayah yang disebutkan dalam kitab suci agama ataukah tanah air kita sendiri? Jawaban dari pertanyaan ini akan berkorelasi pada masalah nasionalisme dan cinta tanah air. Bayangkan jika terjadi peperangan antara negara kita dengan negara dimana tempat suci agama yang dianut terjadi, maka mana yang akan kita bela? Apakah kita harus mempertahankan tanah air kita, atau berbondong-bondong hijrah ke tanah suci dan membela negara lawan? Saya tidak tahu bagaimana pandangan agama Islam, Kristen dan sejenisnya terhadap permasalah ini, namun saya akan menyajikan pandangan bela negara dalam ajaran Veda.

Tanah Air Adalah Tanah Suci Bagi Sri Rama

Dalam Ayodyakanda dalam kitab Ramayana dikisahkan bahwa Dasarata yang sudah tua ingin mengangkat Rama sebagai raja. Dengan segera ia melakukan persiapan untuk upacara penobatan Rama, sementara Bharata menginap di rumah pamannya yang jauh dari Ayodhya. Mendengar Rama akan dinobatkan sebagai raja, Mantara menghasut Kekayi agar menobatkan Bharata sebagai raja. Kekayi yang semula hanya diam, tiba-tiba menjadi ambisius untuk mengangkat anaknya sebagai raja. Kemudian ia meminta agar Dasarata menobatkan Bharata sebagai raja. Ia juga meminta agar Rama dibuang ke tengah hutan selama 14 tahun. Dasarata pun terkejut dan menjadi sedih, namun ia tidak bisa menolak karena terikat dengan janji Kekayi. Dengan berat hati, Dasarata menobatkan Bharata sebagai raja dan menyuruh Rama agar meninggalkan Ayodhya. Sita dan Laksmana yang setia turut mendampingi Rama. Tak berapa lama kemudian, Dasarata wafat dalam kesedihan.

Sementara Rama pergi, Bharata baru saja pulang dari rumah pamannya dan tiba di Ayodhya. Ia mendapati bahwa ayahnya telah wafat serta Rama tidak ada di istana. Kekayi menjelaskan bahwa Bharata-lah yang kini menjadi raja, sementara Rama mengasingkan diri ke hutan. Bharata menjadi sedih mendengarnya, kemudian menyusul Rama. Harapan Kekayi untuk melihat puteranya senang menjadi raja ternyata sia-sia. Di dalam hutan, Bharata mencari Rama dan memberi berita duka karena Prabu Dasarata telah wafat. Ia membujuk Rama agar kembali ke Ayodhya untuk menjadi raja. Rakyat juga mendesak demikian, namun Rama menolak karena ia terikat oleh perintah ayahnya. Untuk menunjukkan jalan yang benar, Rama menguraikan ajaran-ajaran agama kepada Bharata. Akhirnya Bharata membawa sandal milik Rama dan meletakkannya di singasana. Dengan lambang tersebut, ia memerintah Ayodhya atas nama Rama.

Ada kisah yang sangat menarik pada saat Rama akan meninggalkan kerajaannya. Sri Rama menjumput sebongkah tanah tepat sebelum dia menginjakkan kaki keluar batas kerajaannya dan menyimpannya dalam suatu bungkusan kain. Tanah tersebut beliau bawa dengan hati-hati dan penuh rasa pengabdian. Pada saat beliau mencapai suatu lokasi di dalam hutan dan membangun pondokan, beliau membangun altar khusus tempat dimana beliau menaruh tanah tersebut. Tanah tersebut selanjutnya menjadi objek media pemujaan yang beliau lakukan setiap hari terhadap tanah air dan kerajaannya. Dalam banyak doa, beliau melantunkan pujian yang mendalam akan keagungan tanah airnya yang beliau kenang lewat sebongkah tanah yang beliau bawa tersebut.

Apa yang dilakukan oleh Sri Rama adalah merupakan contoh sikap cinta tanah air luar biasa. Beliau selalu mendoakan yang terbaik bagi kerajaannya meski beliau sendiri terbuang. Tentu saja bongkahan tanah yang beliu bawa hanya tanah biasa, namun tanah tersebut beliau jadikan media untuk memuja ibu pertiwi tempat dimana beliau dilahirkan dan dibesarkan. Bagi Sri Rama, tanah kelahiran dan tempat dibesarkan adalah tanah yang paling suci melebihi daerah lainnya.

Cinta Tanah Air Tertuang Dalam Banyak Sloka Veda

Kitab Suci Veda menuliskan banyak sloka yang mengrahkan para penganutnya untuk cinta tanah air. Mungkin karena alasan tersebut juga lah, sangat jarang pengikut Veda yang memiliki semangat memberontak untuk mendirikan agama sendiri berbasis agamanya, atau berusaha berhianat dari negaranya demi untuk membela negara lain yang dianggapnya lebih suci dan lebih baik.

Dalam kitab undang-undang hukum Dharma disebutkan; “ahavesu mitho ‘nyonyam jighamsamso mahi-ksitah yuddhamanah param saktya svargam yanty aparam-mukhah, di medan perang seorang kesatrya yang bertempur membela tanah airnya memenuhi syarat untuk mencapai planet-planet surga”. Pernyataan yang serupa dengan sloka di atas juga dapat kita temukan dalam banyak sloka-sloka Bhagavad Gita, seperti misalnya pada sloka 2.32 dan 2.37.

Tanah Air adalah ibu pertiwi tempat kita lahir dan tumbuh. Tanah air harus kita bela sampai titik darah penghabisan karena itulah jati diri kita. Itulah dharma seorang Ksatrya. Lalu bagaimana dengan anda?

Translate »