SI KOBAR: Wa menyuruh agar saya dermawan. Bagaimana caranya sebab saya masih serba kekurangan? Memenuhi kebutuhan pribadi saja belum sanggup, apa lagi memberi orang lain.

PAN LAGAS: Caranya mudah. Diawalai dengan mengubah pola pikir dari berpikir kekurangan ganti dengan berpikir lebih atau berpikir kaya. Apa yang anda pikirkan begitulah jadinya anda. Kalau anda berpikir kaya maka lama kelamaan anda akan menjadi orang kaya.

SI KOBAR: Apa betul segampang itu Wa?

PAN LAGAS: Ya…. Memang gampang menjadi orang dermawan kalau ada pengertian dan kepercayaan terhadap teori ini. Wa dulu amat pelit/kikir. Jika ada teman mau minta apapun yang Wa miliki, maka Wa sembunyikan. Tetapi jika Wa diberi sesuatu oleh teman, maka Wa senang sekali menerimanya. Selama Wa berperilaku kikir seperti itu, selama itu pula nasib Wane murat-marit serba kekurangan. Setelah Wa membaca Upanisad maka Wa ketemukan ketentuan nasib orang kikir sebagai berikut:

  1. Orang kikir tidak punya teman dan tidak pernah menemukan orang yang memiliki belas kasihan (Reg Veda X.17.1)
  2. Orang kikir tidak mendapat kepercayaan (Atharwa Veda V.11.6)
  3. Orang kikir mengalami penderitaan dari semua arah (Reg Veda I.125.7)

Setelah Wa renungkan ketentuan Veda itu barulah Wa sadar bahwa yang menyebabkan kehidupan Wane murat marit selama 30 tahun adalah karena Wa kikir dan selalu merasa kekurangan. Setelah itu mulai mikir-mikir untuk belajar menjadi orang dermawan. Lalu ketemu ayat-ayat Veda yang memaparkan keuntungannya menjadi orang dermawan sebagai berikut:

  1. Tuhan Yang Maha Esa menganugrahkan Bumi ini kepada orang-orang yang mulia atau dermawan (Reg Veda IV.26.2)
  2. Orang yang dermawan dengan berbicara manis menerima berkah (Yajur Veda XIX.29)
  3. Orang pemurah mencapai panjang umur dan keabadian (Reg Veda X.125.6)
  4. Orang dermawan mencapai tingkat tinggi di alam Sorga (Reg Veda X.107.2)

Setelah Wa membaca dan merenungkan ke 4 ayat-ayat Veda ini, maka pola pikir Wa berubah 180 derajat, menggebu-gebu ingin menjadi orang dermawan. Karena Wa amat miskin, tidak punya apa-apa untuk didermakan, maka Wa mengawalinya dengan mendermakan pikiran kepada teman-teman. Disusul dengan mendermakan nasehat, kemudian tenaga untuk membantu orang bekerja di sawah/tegal atau membangun rumah. Dari kedermawanan seperti itu maka banyak orang bersimpati kepada Wa. Dari simpati itu mendatangkan apa saja yang Wa perlukan apakah pekerjaan, makanan, uang, pakaian, bahan bangunan untuk membuat rumah dan sebagainya. Setelah Wa mendapatkan uang, material dan sebagainya, maka sebagian Wa sisihkan untuk menolong orang lain. Wa mendahulukan menolong orang tua jompo, orang kelaparan, orang sakit, yang kesedihan, yang sebatang kara, yang kena bencana/kecelakaan, anak terlantar, anak putus sekolah dan anak yatim piatu. Selanjutnya membuat sumur bor untuk umum, kamar mandi/WC di jaba Pura, nyumbang material untuk pembanguan Bale masyarakat dan sebagainya. Semakin bersemangat Wa ingin meningkatkan kedermawanan, semakin melimpah karunia Tuhan yang Wa terima. Ini berarti bahwa Tuhan memerlukan tangan manusia untuk dipakai alat penyalur agar karunia beliau bisa sampai dengan lancar kepada siapa saja yang patut menerima karunia Tuhan. Sungguh bahagia di dunia ini jika melaksanakan kedermawanan yang dilandasi dengan perasaan murah hati.

SI KOBAR: Baru saya tahu bahwa menjadi orang dermawan tidak perlu menunggu agar menjadi kaya lebih dahulu. Apa pun yang kita miliki saat ini, walaupun hanya berupa pemikiran, kata-kata dan tenaga, ternyata sudah bisa menjadi orang dermawan.

PAN LAGAS: Betul kobar, Wa sarankan agar kamu mulai sekarang menjadi dermawan dimulai dari cita-cita dulu, kemudian susul dengan berbicara manis yang mengandung kebenaran kepada siapa saja. Setelah itu dengan tenaga. Harus ringan tangan membantu orang lain. Tidak ada ruginya berperilaku seperti itu. Anda akan beruntung dan bertumbuh terus, baik dibidang ekonomi maupun di bidang apa saja. Anda akan disayangi dan dihormati oleh masyarakat manapun oleh Tuhan. Kalau masyarakat dan Tuhan sayang kepadamu, maka yang rasanya tidak mungkin akan menjadi mungkin. Kobar yang berstatus pengungsi saat ini, sepertinya sulit atau tidak mungkin bisa kuliah di Perguruan Tinggi karena biayanya mahal. Sepertinya tidak mungkin akan memiliki rumah yang bagus karena tidak punya uang untuk dipakai membeli tanah. Tetapi jika Tuhan menghendakinya maka semuanya akan menjadi mungkin bagi kobar.

Wa dulu pada waktu hidup dibawah garis kemiskinan (miskin struktural). Wa membaca buku Sarasamuscaya. Diantaranya ada sloka yang mengajurkan agar kita menjadi orang dermawan. Jika mau menjadi dermawan maka dijanjikan akan mendapat “bala” (tenaga kerja), “kosa” (harta benda), “wahana” (kendaraan), “stri rahayu” (istri cantik yang budiman) dan “prasada presta” (gedung bertingkat seperti istana). Pada waktu itu Wa membantah di dalam hati. Wa menganggap sastra itu terlalu muluk-muluk. Tetapi setelah Wa terus belajar menjadi orang dermawan. Ya ternyata satu persatu janji sastra itu terbukti benar. Perekonomian Wane terus bertumbuh secara bertahap. Tahun 1975 bisa membeli tanah 5 are di Kesiman dan malah pernah gonta ganti memakai mobil baru dengan gratis karena anak Wa jual beli mobil. Yang terakhir betul Wa diberi hadiah “Prasada Presta” (Gedung bertingkat yang bagus) oleh Tuhan. Jangan kobar menuduh Wa sombong! Wa mengatakan seperti ini kepada kobar bukan untuk menyombongkan diri, tetapi untuk menjujung tinggi “kebenaran sastra”. Apa pun yang dijanjikan oleh “sastra agama Hindu” adalah benar dan terbukti jika dilaksanakan dengan tekun terus menerus.

Ada satu lagi janji sastra yang amat membesarkan hati kita yaitu “Pemberian ajaran Veda mengatasi semua pemberian yang lainnya. Menyebarkan ajaran Veda akan membuat semakin dekat dengan Tuhan” (M.D.IV.232,233). Berdasarkan petunjuk sastra inilah Wa “pongah” (tidak malu) menyumbangkan ayat-ayat suci Veda kepada teman-teman yang belum sempat membaca Veda. Mudah-mudahan sumbangan ini dapat diterima oleh teman-teman. Kamu sebagai generasi muda juga harus menyebarkan ajaran Veda. Jangan lancang mengatakan bahwa Hindu bukan agama misi. Veda sebagai kitab suci Hindu jelas mengatakan bahwa ajarannya harus disebarluaskan.

Setelah kobar mendengar cerita ini mudah-mudahan bangkit semangatmu untuk menjadi orang dermawan. Tidak ada orang dermawan yang bangkrut. Kobar boleh selidiki di lapangan. Jika anda cermat menyelidikinya maka anda akan melihat bahwa orang-orang yang dermawan pada umumnya perekonomiannya terus bertumbuh, jarang sakit, panjang umur, dicintai dan dihormati oleh masyarakat. Sungguh bahagia menjadi orang dermawan.

SI KOBAR: Saya akan berusaha Wa, karena Wa telah membuktikan pahalanya memang nyata dapat dinikmati. Bagaimana tentang welas asih?

PAN LAGAS: Para Rsi mengatakan bahwa welas asih adalah Tuhan, Tuhan adalah welas asih. Jika kita melaksanakan welas asih kepada siapa saja termasuk kepada binatang dan tumbuh-tumbuhan, itu artinya kita cinta bakti kepada Tuhan sebagai Paramatman karena Tuhan ada pada mereka yang kita cintai. Seandainya anda terus berusaha meningkatkan rasa welas asih di hatimu, maka anda akan luput dari pengaruh karma buruk alias anda akan hidup aman dan nyaman. Kasih sayang itu adalah perasaan yang paling manis. Kalau di hatimu dipenuhi dengan perasaan kasih sayang maka diri anda ibarat madu sorgawi, pasti akan disenangi oleh semua mahluk hidup, oleh semua orang, oleh semut, oleh lebah dan sebagainya. Diri anda akan disenangi dan disayangi oleh para leluhur, oleh para dewa dan oleh Tuhan. Para Guru Suci mengatakan bahwa bila anda meningkatkan kasih, maka Tuhan akan menyerahkan diri kepadamu, Beliau akan selalu melindungimu dan menganugerahkan kesenangan serta kebahagiaan kepadamu. Ketentuan ini sungguh amat istimewa untuk direnungkan dengan hati tenang. Setelah itu praktekkanlah jika kamu ingin mendapat segala-galanya dari Tuhan. Tidak ada ruginya dan tidak ada bahayanya melaksanakan welas asih. Dijamin pasti penuh keberuntungan lahir bathin.

SI KOBAR: Sungguh luar biasa Wa… pikiran saya semakin cerah sekarang. Nah mengenai kebenaran dan kebajikan?

PAN LAGAS: Kebenaran dan kebajikan juga merupakan perwujudan Tuhan. Di bali ada nyanyian: “dharma patute gugunin” artinya hendaklah menaruh keyakinan yang kuat pada “kebenaran dan kebajikan”. Kalau anda selalu mempergunakan “trikaya” (pikiran, kata-kata dan tindakan) berdasarkan kebenaran dan kebajikan, maka apa pun yang anda cita-citakan akan berhasil dengan baik. Tentu harus didukung dengan bekerja keras.

Veda mengatakan “sathyam vada dharma cara”, artinya ucapkan kebenaran dan lakukan kebajikan. Jangan sekali-kali berbohong dan berbuat buruk jika ingin disayangi oleh masyarakat dan oleh Tuhan.

SI KOBAR: Sulit rasanya mempraktekkan kedua disiplin ini.

PAN LAGAS: Sebelum kamu mencoba memang sepertinya sulit. Tetapi kalau dicoba, maka lama kelamaan akan bisa dilakukannya. Agar kamu bersemangat melatih diri melaksanakan kebenaran dan kebajikan, maka bayangkan hasilnya yang luar biasa. Seperti petani yang dengan tekun bekerja keras di sawah, kepanasan, kehujanan, kena Lumpur dan sebagainya. Walaupun begitu tetapi mereka tidak pernah mengeluh. Mengapa tidak mengeluh? Karena yang dibayangkannya adalah hasil panen raya yang berlimpah. Begitu pula kobar, jika anda membayangkan hasil panen raya dari melaksanakan kebenaran dan kebajikan, maka anda akan senang melakukannya. Kapan anda terampil mempraktekkan kebenaran dan kebajikan ini, maka anda akan memiliki keajaiban untuk mencapai hasil mustahil. Mengapa begitu? Karena usaha anda untuk mencapai cita-cita mendapat dukungan sepenuhnya dari masyarakat dan dari Tuhan.

SI KOBAR: Tolong ceritakan tentang “atma tattwa”.

PAN LAGAS: Para resi menjelaskan bahwa “Atma” yang ada pada mahluk hidup adalah percikan-percikan kecil dari “Parama-atma” (Sang Hyang Widhi Wasa). Atma yang ada pada badan manusia disebut “jiwatman” yang menyebabkan badan manusia hidup. Jiwatman ibarat kusir dan badan ibarat keretanya. Badan dan semua peralatannya bisa berfungsi adalah karena adanya jiwatman yang meresapinya. Kapan jiwatman itu meninggalkan badan maka pada saat itu badan ini mati.  Bhagavad Gita 2.24-25 menjelaskan sifat-sifat atma sebagai berikut: Nitya (abadi), sarvagatah (ada di mana-mana), sthanu (tidak berpindah-pindah), acala (tidak bergerak), sanatana (selalu bersama), achintya (tidak terpikirkan), avikara (tak berubah, sempurna, tidak berjenis kelamin), avyakta (tidak dilahirkan), achodya (tidak terlukai oleh senjata), adahya (tak terbakar oleh api), akledya (tak dikeringkan oleh angina), acesyah (tak terbasahkan oleh air), atma itu sangat rahasia, ”acintya” (tak terpikirkan) sulit dibicarakan karena akal kita tidak mampu menjangkaunya. Tetapi setelah kita membaca sifat-sifat “atma” tersebut di atas maka ada sedikit gambaran untuk memahami keberadaan atma yang sangat rahasia itu.

Upanisad menyatakan bahwa atma yang sangat rahasia itu memperlihatkan dirinya melalui “nafas, api dan matahari”. Nafas adalah atma di dalam dan matahari adalah atma di luar. Itulah makanya orang yang masih hidup badannya hangat dan bernafas. Kapan atma itu meninggalkan badan, pada saat itulah nafas putus dan badannya menjadi dingin (U.U.U.II.421). Itulah makanya Yama Purana Tattwa menyuruh membakar mayat agar atma itu diterbangkan oleh Agni (api). Matahari dikatakan sebagai pintu gerbangnya alam semesta. Jika mayat itu dikubur atma yang baru lepas dari badan masih berada disekitar mayat, akan luntang lantung di alam bawah. Atmannya baru akan bisa legawa meninggalkan badan kasarnya setelah badan kasarnya hancur. Itulah makanya upanisad menyatakan bahwa pembakaran mayat adalah merupakan disiplin tertinggi. Semakin cepat melakukan pembakaran mayat semakin baik bagi atma itu.

Para Rsi dan kitab suci mengatakan bahwa dari semua ilmu pengetahuan yang ada maka ilmu tentang “atma” (atma jnana) adalah tertinggi. Ilmu pengetahuan duniawi memungkinkan mengantarkan anda menjadi terkenal dan makmur, tetapi tidak bisa mengantarkan anda untuk mencapai kebahagiaan yang abadi. Seperti telah Wa katakan pada awal pembicaraan kita bahwa secara ringkasnya diri kita terdiri dari dua bagian yaitu diri yang sejati (atma) yang kekal abadi dan badan yang tidak kekal (mudah busuk). Untuk memenuhi kebutuhan keduanya, kita memerlukan dua ilmu yaitu ilmu keduniawian dan ilmu atma (Atma jnana). Untuk mendapatkan ilmu keduniawian, anda harus belajar di sekolah dan di masyarakat. Sedangkan untuk mendapatkan “atma jnana” maka anda harus berguru kepada Guru Sejati atau Sat Guru.

Dikutip dari tulisan dan kisah pribadi Jro Mangku Wayan Swena.

Translate »