Dikutip dari catatan Suryanto, M.Pd, M.Pdh

Bhakti RagBhakti Raghava Swami, Lulusan Seminari yang Kini Jadi ‘Pastor’ Hindu

Sekilas mendengar namanya, orang pasti akan mengira bahwa dia beragama Katolik atau Kristen. Apalagi, dia adalah seorang bule, yang mayoritas memang menganut agama Kristiani. Melihat penampilan pakaiannya yang berwarna oranye dan kepalanya yang gundul, sering orang menduga, dia pasti seorang bhiku atau pendeta Buddha. Kesan seperti itu pula yang saya dapatkan saat pertama kali berjumpa dengan beliau di Palangkara Raya, tahun 1997 lalu. Saat itu, karena sempitnya wawasan saya, saya tidak tahu kalau ada orang bule yang beragama Hindu, apalagi sampai menjadi sannyasin atau bhiksu Hindu, seperti sosok yang luar biasa itu.
Dialah Bhakti Raghava Swami, seorang sannyasin atau bhiksuka Hindu yang lahir di Provinsi Ontario, Canada, 21 Mei 1946. Nama aslinya adalah Real Lionel Joseph Gagnon, sebuah nama yang sangat kental dengan nuansa Katolik. Dan memang, Mr. Gagnon – begitu ia biasa dipanggil, lahir dalam keluarga penganut Katolik yang taat, berdarah campuran Perancis dan Canada. Semasa muda, Mr. Gagnon pernah menempuh pendidikan sebagai calon pastor di sebuah seminari Katolik di Ottawa, selama tujuh tahun. Namun rupanya, garis hidupnya berbicara lain. Karma hidupnya membawanya tidak menjadi seorang pastor Katolik, seperti yang dicita-citakannya sejak kecil, kini ia justru menjadi seorang bhiksuka Hindu.
Kisah perjalanan Mr. Gagnon menjadi seorang Hindu memang patut untuk disimak dan dijadikan inspirasi. Seiring dengan mulai menyebar dan berkembangnya ajaran Hindu di dunia Barat pada awal tahun 1960-an, setelah mendapat gelar Bachelor of Art (Sarjana Muda) dari University of Ottawa, Mr. Gagnon mulai berkenalan dengan ajaran Hindu. Pendalamannya terhadap ajaran Sri Krishna dalam kitab Bhagavad-gita, membawanya pada keputusan untuk meninggalkan Katolik dan memilih ajaran Hindu sebagai penuntun hidupnya. Pada tahun 1974, ia memutuskan pergi ke India untuk lebih mendalami dan mengabdikan diri pada kegiatan penyebaran ajaran Hindu di sana, dibawah bimbingan guru spiritual India yang terkenal di dunia Barat, yaitu A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada.
Pada tahun 1984, saat mengabdikan diri di sebuah kuil Krishna di Mayapur, Benggala Barat, India, insiden perampokan terjadi terhadap kuil yang menjadi tempat pengabdiannya sejak tahun 1976 itu. Saat itu, Mr. Gagnon berusaha menyelamatkan arca Krishna yang dipuja dikuil tersebut, yang hendak dirampas oleh para perampok, karena dikira terbuat dari emas. Namun malang, lemparan granat oleh perampok mengenai dirinya, dan menyebabkan sekujur kaki kanannya hancur. Untuk menyelamatkan jiwanya, dokter terpaksa mengamputasi kaki kanan tersebut. Pengorbanan Mr. Gagnon yang luar biasa tersebut menjadi inspirasi yang sangat hebat bagi masyarakat Hindu India saat itu. Betapa tidak, diantara orang Amerika dan Eropa, yang selama ini selalu mengejek Hindu dan berusaha mengalihkan orang India agar memeluk Kristen, ada orang-orang seperti Mr. Gagnon yang rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan kuil Hindu.
Meski hanya tinggal memiliki kaki kiri dan dibantu tongkat untuk bisa berjalan, semangat hidup dan semangatnya menyebarluaskan ajaran Hindu tidak pernah surut dari benak Mr. Gagnon. Keseriusan, ketulusan hati, dan penguasaannya yang mendalam terhadap ajaran Weda, membuatnya ditasbihkan sebagai seorang sannyasin atau bhiksuka, yaitu tingkatan hidup dalam pelepasan ikatan terhadap keduniawian menurut Hindu. Ia mendapat gelar atau nama diksa (semacam baptis dalam Kristiani atau baiat dalam Islam ) Bhakti Raghava Swami. Keterbatasan fisik yang diderita, tidak mampu menghalangi Bhakti Raghava Swami untuk berkeliling dunia menyebarkan amanat rohani Hindu, kepada orang-orang Barat, dan juga kepada orang India sendiri.
Sejak tahun 1995, Bhakti Raghava Swami telah puluhan kali datang ke Indonesia, dan mengajarkan Hindu ke berbagai wilayah Indonesia, termasuk Kalimantan Tengah, dan bahkan daerah Papua. Pada tahun 2001 s/d 2004, Bhakti Raghava Swami menempuh pendidikan S2 pada Program Magister Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Universitas Negeri Yogyakarta, dan lulus dengan predikat Cum laude.
Dalam penelitian tesisnya, Bhakti Raghava Swami melakukan kajian perbandingan antara pendidikan pesantren Islam di Indonesia, dengan sistem pendidikan tradisional Hindu yang bernama gurukula di India. Penelitian itu berhasil membuktikan, bahwa sistem pendidikan pesantren Islam di Indonesia sesungguhnya adalah adaptasi dari model pendidikan Hindu sejenis gurukula pada masa kerajaan Majapahit dan sebelumnya. Dengan runtuhnya kerajaan Hindu, sistem pendidikan Hindu itu diislamkan.
Karakteristik dan pola pendidikannya dipertahankan, namun sumber kajiannya yang semula adalah kitab Weda diganti dengan Al Qur’an. Fakta bahwa pondok pesantren ini awalnya adalah sistem pendidikan Hindu, diakui oleh para cendikiawan Muslim diantaranya adalah mantan presiden Abdul Rahman Wahid (Gusdur ). Hal ini diperkuat dengan tidak adanya sistem pendidikan pesantren di Arab Saudi, tempat kelahiran Islam. Yang ada adalah sistem pendidikan model madrasah, yang mirip dengan model sekolah modern. Sedangkan dalam pendidikan pesantren, para santri tinggal di pondok. Fungsi pondok ini semula sama dengan fungsi ashram dalam pendidikan tradisional Hindu. Kata ashram inilah yang selanjutnya diserap menjadi kata asrama dalam bahasa Indonesia.
Selama menempuh pendidikan di Yogyakarta itulah, saya berkesempatan untuk mendampingi Bhakti Raghava Swami dengan cara mengambil kuliah pada jurusan yang sama, sambil melakukan pelayanan sebagai seorang sisya atau murid. Pengalaman tinggal dan bergaul selama 5 tahun dengan Bhakti Raghava Swami yang memiliki keterbatasan fisik namun bersemangat luar biasa dalam mengajarkan agama Hindu tersebut, membuka mata saya, betapa sesungguhnya ajaran Hindu patut dibanggakan. Hindu yang dalam beberapa abad terakhir ini dilecehkan dan dicap sebagai agama yang mengajarkan pemujaan berhala oleh penganut Kristen dan Islam, kini justru mulai dipeluk oleh anak cucu orang-orang Amerika dan Eropa yang dulu getol mengejek Hindu.
Kini di seluruh belahan dunia, dari hari ke hari, kita akan menjumpai semakin banyak pemeluk Hindu, yang menjadi penganut Hindu bukan karena iming-iming harta benda, karena dijanjikan pekerjaan atau karena status perkawinan. Sebuah kondisi yang terbalik atau bertolak belakang dengan alasan pindahnya saudara-saudara kita di Indonesia yang meninggalkan Hindu. Hanya saja, semua fenomena itu selama tidak pernah diberitakan oleh media massa kita di Indonesia. Mengapa? Ya…sederhana saja…karena media massa itu bukan kepunyaan orang Hindu! Ngapain mereka memberitakan beralihnya orang-orang ke Hindu? Yang ada justru gembar-gembor bahwa yoga Hindu itu haram! Bukankah demikian?
Seandainya fenomena itu sering diberitakan media massa Indonesia, pastilah apa yang saya dan teman-teman lain alami selama ini, tidak akan terjadi. Selama ini, setiap saya katakan bahwa saya, yang asli Jawa ini beragama Hindu, 9 di antara 10 orang yang mendengarnya terperangah keheranan.
“Oh…ada juga orang Jawa yang Hindu ya? Saya kira yang beragama Hindu itu hanya orang India, orang Bali dan sebagian orang Dayak yang masih Hindu Kaharingan…” begitu ungkapan jujur seorang kepala sekolah pada salah satu sekolah swasta di Palangka Raya, saat saya mengantar mahasiswa STAHN TP praktek mengajar di sekolahnya baru-baru ini.

Nah, kalau mendengar saya yang orang Jawa beragama Hindu saja orang seperti kepala sekolah yang saya temui itu kaget, mungkin dia akan lebih kaget lagi bila mendengar, bahwa ada sosok seperti Bhakti Raghava Swami, seorang yang dulu sekolah di seminari Katolik, kini menjadi seorang ‘pastor’ Hindu! Karenanya, mari, sedari sekarang, kita buat lebih banyak lagi orang yang terkaget-kaget dengan hal-hal yang membanggakan dari ajaran Hindu. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Banggalah menjadi Hindu!!!

Translate »