[singlepic id=129 w=320 h=240 mode=watermark float=left]
Kepercayaan/keyakinan merupakan suatu konsep penggambaran/imajinasi yang didasarkan pada suatu kondisi tertentu. Kepercayaan dapat tumbuh dalam diri seseorang melalui kebiasaan yang diwariskan dari generasi ke generasi yang umumnya tidak dapat divalidasi kebenarannya. Kepercayaan juga dapat muncul akibat pengalaman metafisik pribadi sehingga memunculkan imajinasi dalam bentuk-bentuk tertentu atau karena ketidak mampuan akal pikiran menjawab fenomena-fenomena alam sehingga muncullah penggambaran-penggambaran yang berada di luar rasionalitas alam pikiran.
Kepercayaan mungkin sudah ada sejak awal sejarah manusia. Setiap kepercayaan memiliki karakteristik masing-masing sesuai dengan kondisi humaniora dan geografisnya. Masing-masing kepercayaan umumnya memiliki landasar dan budaya tersendiri dan tidak jarang saling bertentangan dengan kepercayaan yang lainnya.
Di dunia saat ini ada ratusan bahkan mungkin ribuan agama dan kepercayaan. Beberapa agama-agama dengan populasi pengikut yang besar antara lain Islam, Kristen, Hindu, dan Budha. Disamping itu juga terdapat banyak agama-agama dengan pengikut relatif kecil ataupun agama-agama suku seperti agama Yahudi, Sinto, Sikh, Jaina, Kejawen dan sebagainya. Dari sekian banyak agama tersebut ternyata juga dapat dikelompokkan lagi. Meskipun mereka memiliki dasar ajaran dan sejarah yang sama, tetapi ternyata “keyakinan” yang muncul dalam diri pemeluknya dapat berbeda-beda sehingga memunculkan banyak aliran-aliran yang bertentangan secara fundamental, meskipun masih dalam satu agama.
Suatu permasalahan yang menarik dan rumit bilamana kebenaran kepercayaan-kepercayaan ini dibandingkan dan divonis benar salahnya. Meski kebenaran adalah relatif, bisakah kita mengklaim kebenaran suatu ajaran? Cukupkah kita percaya dan meyakini kebenaran itu berdasarkan dalil-dalil dari dalam kitab suci agama/kepercayaan bersangkutan?
Dewasa ini muncul banyak kepercayaan-kepercayaan baru di masyarakat, baik yang berupa aliran dari suatu ajaran agama, sinkritisme/penggabungan beberapa agama ataupun ajaran “baru” atas klaim pemimpin agamanya yang menyatakan diri sebagai penerima wahyu.
Dengan adanya fenomena ini, dapatkan kita mengklaim ajaran-ajaran yang muncul tersebut adalah ajaran sesat yang harus dimusnahkan? Apakah hanya dengan dalil Al-Quran yang menyatakan Islam adalah agama terakhir dan Nabi Muhammad adalah nabi terakhir kita bisa memvonis setiap ajaran baru yang muncul di masyarakat adalah sesat?
Jika anda adalah seorang Muslim, tentu anda akan mengklaim seperti itu karena anda “percaya” pada Al-Quran. Tapi yang akan kita ungkap saat ini adalah bagaimana mengvalidasi kebenaran rasa “percaya” tersebut? Jika “percaya” ini divalidasi dengan sikap “kepercayaan” juga, apakah akan menghasilkan hasil yang logis?
Agama memang terdiri dari ajaran-ajaran yang di luar nalar manusia, tetapi tentunya dalam setiap ajaran agama juga menguraikan hal-hal yang bisa diekspoitasi oleh pikiran manusia. Bukankah semua agama mengajarkan tentang bagaimana alam semesta, bumi, manusia dan seluruh mahluk hidup diciptakan? Bukankah hampir dalam semua ajaran agama terdapat hal-hal ilmiah yang disinggung? Nah, dengan demikian jika benar agama tersebut bersumber dari Tuhan yang maha mutlak, tentunya ajaran-ajaran yang bersifat “ilmiah” ini bisa kita validasi dengan ilmu pengetahuan modern saat ini yang memang sudah proven dan terbukti kebenarannya. Penemuan-penemuan arkeologi yang dapat mengungkap secara ilmiah sumber, penyebaran dan berkembangnya suatu ajaran agama juga bisa kita jadikan patokan penilaian.
Buku Life after life [kehidupan setelah kehidupan], karya Raymond Moody, MD., yang menuliskan hasil interviewnya terhadap orang-orang yang berasal dari berbagai agama yang secara kedokteran telah dinyatakan wafat dan bangun kembali, mengalami pengalaman memasuki dunia lain dan balik kembali yang secara statistik hasilnya adalah konsisten merupakan sebuah kajian ilmiah yang membenarkan adanya kehidupan diluar badan ini.
Jadi, kebenaran suatu ajaran agama/kepercayaan dapat dinilai secara lebih mudah melalui dua cara, yaitu:
1.Validasi ajaran-ajaran kitab suci dengan teori-teori ilmu pengetahuan modern saat ini; dan
2.Menelusuri kebenaran sejarah sesuai dengan yang diungkapkan oleh kitab suci dan membandingkannya dengan penemuan-penemuan arkeologi.
Pada bagian-bagian selanjutnya saya akan mencoba mengulas kebenaran kitab suci suatu agama dengan membeberkan ajaran-ajaran dan ayat-ayat dari kitab sucinya dan membandingkannya dengan bukti-bukti ilmiah yang ada.
Haii!!
haloapa kabar??
Bli…melihat 2 artikelnya bli…terlihat ada hal yg bertolak belakang. Dimana artikel satunya, tersirat bhw keilmiahan dikatakan bersifat temporary, shg agama harus dipercayai tanpa melewati keilmiahan…atau kasaran nya dorgma.
Sedangkan disini, tersirat bhw agama harus diuji dengan keilmiahan.
Nah, dari sini apa yg dpt kita simpulkan. Bahwa Jgn2 semua kitab itu adl pemikiran2 org bijak semata. Ya kan? Spt analoginya 5 org buta di artikel sebelumnya. Bagaimana cara seorg buta tsb percaya akan kata2 pawang tersebut? Kasarannya…klo Pawang itu juga buta, Bgm…..hayo????
Klo saya pribadi, lebih condong agama harus diuji dengan keilmiahan. walaupun keilmiahan tsb masih bersifat temporary. Dan…kita harus juga melihat kapan ajaran itu ada (tentu lewat penemuan2 antropologi dan archeologi)? Dari situ saja… kita bisa melihat kefleksiblean/ketangguhan suatu ajaran shg dia mampu bertahan ada.
Jadi Veda harus siap diuji… Dan saya rasa itu sdh terbukti kok, Walaupun blm semuanya diuji. Ttg Hal2 veda yg dianggap salah oleh keilmiahan, maka blm tentu salah. Karena byk faktor yg menyebabkan hal itu terjadi.
@ Adi Wira Kusuma
Seperti artikel saya yang terakhir, ada ranah dimana agama tidak bisa disentuh oleh sains, yaitu hal rohani seperti Tuhan, Jiva dan alam rohani. Namun di sisi lain ada sisi sains yang tidak pernah disinggung oleh agama. Namun ada irisan dan titik temu sains dan agama dimana pada ranah itu baik agama dan sains juga memberikan penjelasan. nah… pada ranah inilah kedua bidang yang berbeda pangkal ini bisa saling menguji…
Sains bisa menguji kebenaran agama dengan mencoba melakukan analisis pada suatu hal yang benar-benar bisa diamati secara mutlak. Contohlah tentang bumi itu datar atau tidak. Sains dengan nyata bisa mengamatinya, dan jika ada sloka kitab suci menyatakan bumi itu datar, maka kitab suci itu yang salah dan demikian juga sebaliknya… tapi kalau dari ranah yang merupakan irisan ini sains bisa membuktikan bahwa agama itu benar, maka sudah pasti dapat dikatakan bahwa agama tersebut emmang wahyu dan layak untuk dipercaya secara parampara tanpa pengejawantahan apapun..
mungkin demikian pendapat saya bli.. monggo masukannya lagi..
Salam,-
Wah kayaknya penulis artikel ini tidak mengerti definisi kata percaya dan yakin yaa?
per.ca.ya
[v] (1) mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata: — kpd ceritanya; — akan kabar itu; (2) menganggap atau yakin bahwa sesuatu itu benar-benar ada: — kpd barang gaib; (3) menganggap atau yakin bahwa seseorang itu jujur (tidak jahat dsb): beliau tidak — lagi kpd Amir; (4) yakin benar atau memastikan akan kemampuan atau kelebihan seseorang atau sesuatu (bahwa akan dapat memenuhi harapannya dsb): — kpd diri sendiri
ya.kin
[a] (1) percaya (tahu, mengerti) sungguh-sungguh; (merasa) pasti (tentu, tidak salah lagi): hakim — akan kesalahan terdakwa itu; ia berkata dng — nya, berkata dng pasti
KBBI online