Ilmu pengetahuan modern saat ini menyatakan bahwa makhluk manusia berasal dari “primordial soup” (senyawa kimiawi awal) yang terbentuk di planet Bumi setelah  terjadi ledakan dahsyat (Big Bang) semesta. Dari senyawa kimiawi awal ini lalu muncul banyak organisme sederhana bersel satu. Selanjutnya makhluk-makhluk bersel satu itu berevolusi selama jutaan tahun menjadi beraneka-macam makhluk dan binatang. Diantaranya adalah monyet  yang, katanya, berevolusi lebih lanjut menjadi makhluk manusia.

Dengan demikian menurut teori ini, manusia adalah kombinasi unsur-unsur kimiawi materi alam fana pada tingkatan evolusi paling tinggi, paling maju dan paling beradab. Dengan kata lain, manusia adalah perwujudan makhluk paling maju dan  paling beradab yang muncul secara kebetulan melalui  proses  evolusi dari kombinasi unsur-unsur kimiawi materi alam fana.

Hanya saja, sampai saat ini proses evolusi makhluk dari organisme sederhana berselsatu sampai menjadi makhluk manusia, tidak bisa dibuktikan secara empiris pernah terjadi. Disamping itu, banyak sifat dan prilalaku manusia tidak bisa dijelaskan berdasarkan teori evolusi.

Meski demikian, para sarjana duniawi yang berwatak materialistik berkata bahwa mereka akan mampu mengungkapkan kebenaran teori nya dengan melaksanakan riset lebih intensip di masa datang. Mereka tidak perduli bahwa riset nya yang telah berlangsung lebih dari 200 tahun hanya menimbulkan perdebatan belaka dikalangannya sendiri. Sementara itu, bukti-bukti fisika dan metafisika yang menolak teori mereka semakim banyak bermunculan dari tahun ke tahun.

Menurut Veda, makhluk manusia adalah salah satu dari 8.400.000 jenis kehidupan yang ada di alam semesta material. Manusia adalah kombinasi dari unsur spiritual yang merupakan sumber hidup dan kekal, Atman /Jiva/Roh dan unsur-unsur material yang tidak hidup (Bhagavad Gita. 7.4 dan 12.37).

Jiva adalah diri sejati sang manusia. Ia (jiva) adalah tenaga marginal (paraprakrti) Sri Krishna (Bhagavad Gita 7.5) dan merupakan bagian kecil yang kekal yang terpisah dari Beliau (Bhagavad Gita 15.7). Dengan kata lain, sang jiva adalah  individu spiritual kekal-abadi dan merupakan bagian kecil-terpisah dari Tuhan.

Dalam Visnu-Purana 6.5.47 disebutkan bahwa Tuhan YME memiliki enam kehebatan utama yaitu:

  1. Paling kaya
  2. Paling tampan/menarik hati
  3. Paling berpengetahuan/maha mengetahui
  4. Paling kuat/perkasa
  5. Paling tidak terikat/bebas/merdeka, dan
  6. Paling masyur/terkenal

Oleh karena merupakan bagian kecil dari Beliau, maka sang jiva pun  memiliki semua kehebatan itu, tetapi dalam kuantitas amat sedikit.

Akibat salah menggunakan kebebasan/kemerdekaan yang sedikit itu dengan berkeinginan (iccha) menikmati secara terpisah dari Tuhan dan enggan (dvesa) melayani Beliau di dunia rohani, maka sang jiva jatuh ke dunia fana dan mendapat badan jasmani untuk menikmati kesenangan material (Bhagavad Gita 7.27: Iccha dvesa samutthena dvandva mohena bharata … sarge yanti parantapa).

Begitulah asal-usul kejatuhan sang jiva ke dunia fana atau alam material. Jatuhnya sang jiva dari dunia rohani ke dunia fana disebut devolusi.

Begitu masuk ke alam fana, sang jiva dapat terlahir dengan badan jasmani  dewa di susunan planet bagian atas alam semesta material dan  menikmati kesenangan material.

Oleh karena semakim keras dicengram maya dengan sifat-sifat alam yang lebih rendah yaitu rajas (kenafsuan) dan tamas (kegelapan), maka  dalam setiap kelahiran berikutnya sang jiva semakim merosot dengan memperoleh badan jasmani yang lebih rendah dan hidup disusunan planet yang lebih rendah pula. Merosotnya sang jiva kedalam jenis kehidupan yang lebih rendah di alam material disebut devolusi.

Dengan berganti-ganti badan jasmani, sang jiva merasakan suka-duka kehidupan material. Akan tetapi, oleh karena kenikmatan material yang dirasakannya berhakekat khayal (maya-sukha), maka praktis ia hanya menderita belaka dalam samudra kehidupan dunia fana. Ia mengembara di alam material dan terus berjuang keras agar hidup bahagia.

Sementara berjuang keras seperti itu, akhirnya sang jiva merasa bosan. Pelan-pelan ia tertarik pada kegiatan spiritual. Kemudian dari satu kelahiran ke kelahiran berikutnya, sang jiva memperoleh badan jasmani yang tingkatannya lebih tinggi.

Meningkatnya sang jiva dari jenis kehidupan lebih rendah ke jenis kehidupan lebih tinggi disebut evolusi.

Dengan demikian menurut Veda, bila sang jiva jatuh dari dunia rohani ke dunia fana, dikatakan ia ber-devolusi. Begitu pula, bia ia merosot dengan lahir dalam jenis kehidupan lebih rendah selama mengembara di alam material, dikatakan ia ber-devolusi pula. Sedangkan bila kedudukan sang jiva meningkat  dengan lahir dalam jenis kehidupan yang lebih tinggi, di katakan ia ber-evolusi.

Jadi evolusi menurut Veda adalah meningkatnya kesadaran sang makhluk hidup (jiva) dengan menghuni badan jasmani yang tingkatannya lebih tinggi, bukan perobahan fisik (physical mutation). Dan meningkatnya kesadaran  karena karma bajik, bukan karena seleksi alam (natural selection). Ini disebut evolusi spiritual.

Tetapi para ilmuan berwatak materialistik tidak mengakui bahwa makhluk hidup bisa ber-devolusi. Mereka hanya mengakui bahwa segala makhluk yang ada sekarang di Bumi muncul melalui  proses evolusi. Dan, mereka mengerti evolusi sebagai perobahan fisik.  Dari  fisik sederhana menjadi fisik yang lebih komplek dan lebih maju. Dari  fisik tingkat rendah tak beradab menjadi fisik lebih tinggi dan beradab. Menurut mereka, ini semua terjadi secara alamiah atau sesuai seleksi alam.  Ini disebut evolusi material.

Menurut Veda, segala makhluk di alam semesta material muncul dari proses devolusi yaitu jatuh dari dunia rohani karena keinginanya menikmati secara terpisah dari Tuhan. Manusia modern yang kini menghuni planet Bumi pun muncul dai proses devolusi yaitu jatuh dari susunan planet bagian atas atau alam sorgawi, akibat karma buruk yang mereka  kembangkan dalam pengembaraannya di alam material.

Kebenaran pernyataan Veda ini ditunjukkan oleh fakta bahwa semua suku bangsa kuno (Mesir, Persia, Romawi, Yunani, Jepang, China, Indian Aztek, Inca dan Maya, dan sebagainya.) menyatakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari Matahari atau Bulan, bukan berasal dari proses evolusi monyet seperti yang dimengerti oleh para sarjana duniawi pada jaman modern sekarang.

Tetapi teori evolusi sain modern yang tercantum dalam banyak textbooks di berbagai Universitas dan Akademi di seluruh dunia, telah dianggap kebenaran yang tidak bisa diganggu-gugat dilingkungan kaum cendekiawan yang menganggap diri paling maju dan paling beradab.

Jika sang manusia tidak memanfaatkan badan jasmaninya untuk melakukan pelayanan bhakti kepada Tuhan, melainkan hanya sibuk dalam kegiatan memuaskan indriya jasmani di dunia fana, maka ia (sebagai jiva rohani-abadi) bisa ber-devolusi dalam kelahiran berikutnya dengan memperoleh badan jasmani binatang, hewan, burung, serangga, reptil, pohon atau ikan.

Sebaliknya, jika sang manusia dengan baik memanfaatkan badan jasmaninya untuk melakukan pelayanan bhakti kepada Tuhan selama hidupnya di dunia fana (Bumi), maka ia (sebagai jiva abadi-rohani) bisa berevolusi  dalam kelahiran berikutnya dengan memperoleh badan dengan karakter brahmana, rishi, yogi atau pandita untuk menyempurnakan bhakti-nya.

Cinta Bhakti sempurna kepada Tuhan menyebabkan seseorang berevolusi lebih lanjut untuk kembali memperoleh badan spiritual dan pulang ke dunia rohani Vaikuntha-loka /Moksha.

Proses devolusi dan evolusi menurut Veda dapat digambarkan sebagai berikut;

Teori evolusi sain modern yang dikemukakan oleh para sarjana duniawi berwatak materialistik adalah palsu sebagaimana yang sudah saya tuliskan dalam artikel yang lain dalam website ini, Sebab:

  1. Apa yang disebut proses evolusi makhluk dari organisme bersel tunggal sampai menjadi makhluk manusia yang dikenal sekarang, tidak bisa dibuktikan secara empiris pernah terjadi.
  2. Para sarjana pencetus teori evolusi tidak mampu menciptakan jenis makhluk apapun berdasarkan prinsip-prinsip sain modern melalui persenyawaan kimiawi unsur-unsur materi alam fana.
  3. Teori evolusi ini tidak mampu menjelaskan secara ilmiah bagaimana unsur-unsur kimiawi (atom dan molekul) itu berinteraksi satu dengan yang lain didalam tubuh sehingga manusia memiliki kesadaran, rasa cinta, kasihan, benci, sedih, bahagia, dan sebagainya.
  4. Juga teori evolusi sain modern tidak mampu menjelaskan secara ilmiah beraneka macam penomena paranormal/metapisik, clairvoyance, procognition, hipnotis, OBE (Out of Body Experience), apparition (penampakan makhluk halus/hantu), NDE (Near Death Experience), komunikasi secara telepatik, mediumshippsychic  activities (kesurupan, peramalan, mencari orang hilang, dsb),  ingatan pada penjelmaan sebelumnya (reincarnation memories)  dan  psychic healing (penyembuhan dengan ilmu jiwa).

Konsep devolusi dan evolusi Veda mampu menjelaskan secara logis dan rasional beraneka hal yang menyangkut makhluk manusia. Konsep ini dilandasi oleh 3 (tiga) unsur utama badan jasmani.

Hakekat sang jiva dijelaskan dalam Bhagavad-Gita 2.17-25. Ego/ke-aku-an palsu (ahankara) adalah unsur jasmani halus yang selalu membuai sang jiva dengan identitas palsu, “Aku adalah  badan  jasmani ini dengan nama si A atau si B dan urusanku adalah bekerja  keras agar  hidup bahagia”. Dengan kata lain, ego berfungsi sebagai pengubah kesadaran dari spiritual ke material.

Kecerdasan (buddhi) adalah unsur jasmani halus sebagai sarana bertimbang. Ia berfungsi sebagai penganalisa dalam membedakan dan menentukan salah dan benar, baik dan buruk, bermanfaat dan tidak bermanfaat, dan sebagainya.

Pikiran (manah) adalah pusat semua indriya dan obyek indriya. Dikatakan bahwa seluruh obyek indriya, indriya persepsi dan indriya pekerja adalah unsur-unsur pembantu/pelayan pikiran. Pikiran berfungsi sebagai sarana perekam/penyimpan data/informasi yang berasal dari semua indriya.

Keinginan, rasa marah, senang, susah, dan sebagainya yang timbul dalam pikiran adalah akibat-akibat dari interaksi unsur-unsur jasmani halus (Bhagavad Gita 13.7).

Proses pemanfaatan unsur-unsur jasmani halus dan jasmani kasar oleh sang jiva (makhluk hidup) terlaksana atas pengaturan Tuhan dalam aspekNya sebagai Paramatma (Bhagavad Gita 13.23, upadrastanumanta ca ..paramatmeti capy uktah, Bhagavad Gita 15.15, sarvasya caham hrdi sannivisto mattah smrtir jnanam apohanam ca). Kedudukan Tuhan sebagai Paramatma, sang jiva, badan jasmani halus dan kasar beserta seluruh indriyanya, dapat digambarkan sebagai berikut.

Terdapat sejumlah kecil orang tertentu yang karena karma-nya dari penjelmaan sebelumnya memiliki kemampuan paranormal atau metapisik yaitu memanfaatkan tenaga jasmani halus, padahal dia tidak pernah belajar secara khusus. Dengan kemampuan metapisik ini, seseorang mampu:

  1. Secara halus pergi ke tempat jauh dalam sekejap
  2. Mengetahui jenis benda yang disembunyikan di tempat rahasia
  3. Berkomunikasi jarak jauh secara telepatik (melalui pikiran)
  4. Mengunjungi orang lain secara gaib
  5. Berhubungan dengan makhluk halus dan memanfaatkannya
  6. Memperlihatkan penomena aneh (menggerakkan benda, menciptakan buah, mengeluarkan api dari tangan, dsb)
  7. Mengendalikan gerak-gerik orang lain (hipnotis) dan menyembuhkan secara ajaib.

Oleh karena kemampuan halus (paranormal/metapisik) ini sering digunakan untuk tujuan jahat, maka pada jaman modern, hal ini  disalah pahami dan disebut ilmu hitam (black-magic). Tetapi sebenar nya hanyalah “kemampuan alamiah” dari pikiran (manah).

Veda menyatakan bahwa para rishi, yogi, tapasvi dan rohaniawan lain yang secara spiritual telah amat maju, mampu memanfaatkan pikiran dengan berbagai cara untuk berbagai tujuan. Kemampuan alamian metapisik/paranormal ini disebut siddhi.

Menurut Veda (Bhagavata Purana 11.5.1), siddhi bisa dimiliki dengan cara:

  1. Mengendalikan indriya-indriya jasmani dan pikiran
  2. Mengendalikan nafas, dan
  3. Memusatkan pikiran kepada Tuhan (Paramatma)

Jenis-jenis siddhi ini disebutkan dalam Bhagavad Gita 11.15, yaitu antara lain:

  1. Anurmi-mattvam, kemampuan mengatasi lapar dan haus
  2. Dura-sravana darsanam, mampu melihat dan mendengar dari jauh.
  3. Mano-javah, bepergian ke tempat jauh secepat pikiran
  4. Para-kaya-pravesanam, mampu masuk ke badan orang lain
  5. Advandvam, mengatasi panas, dingin dan dualitas lainnya
  6. Para-cittady-abhijnata, mampu mengetahui isi pikiran orang lain
  7. Tri-kala-jnatvam, mampu mengetahui peristiwa masa lalu, masa sekarang dan masa datang.

Tetapi, kata menurut Bhagavata Purana 11.15.33, pemanfaatan siddhi untuk tujuan-tujuan material seperti itu adalah penghalang besar bhakti dan pencampaian pada Tuhan (Moksha).

Konsep Jiva dan Badan material ini juga dapat menjelaskan fenomena hantu / mahluk halus yang selama ini oleh pemuka agama lain selalu menjadikan “setan” sebagai kambing hitam terhadap fenomena-fenomena itu.

Hantu adalah jiva makhluk hidup yang hanya memiliki jasmani halus (suksma sarira). Karena karma buruk, seperti perbuatan bunuh diri, ia  tidak bisa segera memperoleh jasmani kasar untuk menikmati kehidupan material dunia fana. Akibatnya, sang hantu sengsara ngembara kesana-kemari. Ia selalu mencari kesempatan memperoleh  kenikmatan material dengan memasuki tubuh seseorang untuk dimanfaatkan sesuai kehendaknya.

Keinginan keras untuk bisa menikmati seperti  itu menyebabkan  indriya-indriya halusnya  berinteraksi dengan unsur-unsur materi kasar. Karena itu, si hantu bisa sepintas dilihat orang dalam wujud menakutkan sesuai dengan kondisi deritanya.

Dengan berbadan hantu, sang jiva memiliki siddhi yang disebut para-kaya-pravesanam, kemampuan memasuki tubuh seseorang.

Adapula orang-orang yang telah mati kadang-kadang terlihat dalam wujud halus hilir mudik didalam rumah. Mereka adalah para jiva yang hanya memiliki jasmani halus. Oleh karena amat melekat pada keluarga dan kekayaan material yang dimiliki semasih hidup, maka indriya – indriya jasmani halusnya ber-interaksi dengan unsur-unsur materi kasar. Karena itu, mereka terlihat dalam wujud halus seperti itu dan disebut makhluk halus.

Semua penomena ini terjadi atas pengaturan Tuhan (Paramatma) yang bertindak sebagai penentu hasil (phala) perbuatan (karma) sang jiva (makhluk hidup).

Translate »