Dalam artikel-artikel sebelumnya saya sudah memaparkan sloka-sloka Veda yang menganjurkan untuk menjalani kehidupan Vegetarian. Saya juga sudah memaparkan ayat-ayat dalam kitab suci Kristen, Buddha, Islam dan beberapa bukti ilmiah yang membenarkan pola hidup vegetarian.

Dalam artikel ini anda dapat menyimak beberapa bukti ilmiah dari hasil risert terbaru yang memberikan bukti bahwa hidup vegetarian adalah kehidupan yang sehat dan dengan bervegetarian berarti kita sudah membantu menyelamatkan bumi dari kehancuran.

Dalam hal kesehatan,  Jurnal of the American Society Nephrology (JASN) edisi minggu ke-3 bulan agustus 2009 mengungkapkan bahwa cara terefektif untuk mencegah batu ginjal adalah melalui diet DASH-style (Dietary Approaches to Stop Hypertention) atau memperbanyak konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian dan produk susu. Batasi konsumsi sodium dan gula serta hindari mengkonsumsi daging.

Hasil penelitian ini diperoleh oleh Eric Taylor, MD dari Maine Medical Center dan koleganya di Brigham and Women’s Hospital dengan mengumpulkan informasi dari profesional kesehatan laki-laki berusia 18 tahun keatas sejumlah 45.821 orang, perawat wanita berumur 18 tahun keatas sejumlah 94.108 orang dan perawat wanita muda berumur 14 tahun sejumlah 101.893 orang. Tim Dr. Taylor menguji dengan menggunakan skor pada setiap partisipan berdasarkan komponen diet DASH-style.

Sedangkan isu lingkungan yang berkaitan dengan vegetarian adalah dari laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 menyatakan bahwa 20% dari total emisi karbon di dunia berasal dari industri peternakan. Jumlah ini jauh melampau seluruh emisi kendaraan bermotor di seluruh dunia. Sedangkan lamporan harian tempo, 23 Agustus 2009 menyebutkan bahwa peningkatan usaha pemeliharaan ternak yang menghasilkan gas metana telah mencapai 1,4 biliun.  Gas metana menghasilkan gas rumah kaca 20 kali lebih besar dan nitro oksida 296 kali lebih jauh banyak di atas karbon dioksida. Hal ini menyebabkan percepatan kerusakan hutan tropis, peningkatan konsentrasi karbon dioksida dan mempercepat punahnya spesies. Konversi lahan untuk pengembangan ternak telah menyebabkan erosi lahan 15 kali lebih cepat dari laju secara alamiahnya. Sesungguhnya dengan laju seperti ini, erosi lahan secara anthropogenik bisa menimbulkan Gran Canyon dalam waktu 50 tahun.

Disamping mencairkan lapisan es di kutub bumi yang mengakibatkan naiknya permukaan air laut, pengaruh pemanasan global terhadap temperatur air laut telah menyebabkan terjadinya “Zona Mati” di lautan. Area air yang sangat luas ini tidak memiliki kehidupan karena hilangnya oksigen dan dilepaskannya gas hidrogen sulfida (H2S). Menurut laporan dari PBB, saat ini sudah ada lebih dari 200 zona mati. Dinginnya suhu dasar lautan telah menjaga gas metana tetap padat dalam bentuk hidrat. Beberapa ilmuwan percaya bahwa peningkatan suhu laut dapat menyebakan pelepasan gas metana dari dasar lautan, yang artinya akan terjadi efek pemanasan global yang simultan terhadap bumi.

Pada 28 Februari 2008, lapisan es di semenanjung Wilkins di Antartika, yang selama ini menjadi lapisan es abadi sudah mulai runtuh dengan kecepatan yang mengejutkan. Gambar-gambar satelit Formosat 2 yang dioperasikan oleh Formosa (Taiwan) dengan resolusi tinggi telah menunjukkan proses runtuhnya es. Berkenaan dengan ini, Dr. Cheng-Chien Liu mengatakan:Setiap orang tahu bahwa suhu udara meningkat, suhu dunia memanas. Tapi mungkin tidak banyak yang tahu bahwa peningkatan rata-rata suhu tertinggi terjadi di Kutub Selatan, khususnya bagian Barat semenanjung Kutub Selatan. Lapisan Es Wilkins telah mengalami peningkatan rata-rata suhu tertinggi sekitar 0,5 derajat setiap 10 tahun. Dalam 50 tahun terakhir ini berarti suhunya telah meningkat sebesar 2,5 derajat. Itulah mengapa lapisan es di daerah ini terus pecah satu per satu. Kami sudah menyaksikan banyak  lapisan es yang pecah dalam beberapa tahun terakhir ini. Jadi bisa saya katakan bahwa peningkatan suhu dan pemanasan global menjadi penyebab utama dari kejadian semacam ini. The Antartic Survey di Inggris yang mengamati lapisan es Kutub Selatan mengatakan bahwa Lapisan es  Wilkins adalah lapisan yang terbesar dibandingkan dengan 6 lapisan es lainnya yang telah runtuh dalam beberapa dekade terakhir. Saya kira hancurnya Lapisan Es Wilkins ini memberi kita satu pelajaran yang bagus. Ini bukan sekedar fiksi ilmiah atau teori dari para ilmuwan. Ini adalah sesuatu yang benar-benar terjadi saat ini. Jika kita tidak melakukan sesuatu sekarang juga, maka keadaannya mungkin dapat semakin buruk. Kita bisa bekerja sama untuk menyelamatkan Bumi ini, Bumi yang hanya satu-satunya”.

Dr. Gregory Flato dari Universitas Victoria di British Columbia, Kanada menjelaskan beberapa petunjuk perubahan iklim di Kutub Utara: “Karena iklim menghangat dan kita mengeluarkan banyak gas rumah kaca ke dalam atmosfer, maka permukaan atmosfer menjadi memanas, tetapi penghangatannya tidak merata di seluruh dunia. Ia lebih hangat di daerah lintang tinggi seperti Kutub Utara, daripada di lintang bawah. Inilah alasannya mengapa es lautan dan salju di lintang atas memantulkan cahaya. Mereka memantulkan cahaya dan berfungsi mendinginkan iklim, karena permukaan di lintang bawah lebih gelap. Lalu permukaan gelap itu akan menyerap lebih banyak radiasi sinar matahari, sehingga pemanasan iklim akan mencairkan lebih banyak es lagi”. Dr Flato memperkirakan berdasar ukuran minimum dari musim panas, area pelapis es di Kutub Utara telah berkurang hingga 8% selama 30 tahun. Tetapi selama lima tahun lalu, tingkat ini telah meningkat dengan dramatis. Area permukaan berkurang hingga 40% hanya dalam satu periode, musim panas tahun 2007 lalu.

Stasiun King Sejong yang merupakan tempat pengamatan iklim di Kutub Selatan bagian barat selama dua dekade telah memantau perubahan pola lingkungan hidup di Kutub Selatan. Dengan 11 fasilitas dan 2 observatoriumnya yang berlokasi di Pulau King George di Semenanjung Barton di Kutub Selatan bagian barat, Korea mendatangkan puluhan ilmuwan setiap tahunnya. Dengan datangnya musim panas dalam waktu dekat, mereka, seperti kebanyakan stasiun riset lainnya di daerah tersebut, terus memberikan informasi yang paling terkini. Mereka mengatakan bahwa dinding es Teluk kecil Marian yang dekat dengan stasiun kami telah mundur lebih dari 1 km selama 50 tahun terakhir. Para peneliti telah berada di sana selama 3 bulan melihat sendiri bahwa selama masa itu, dinding es mundur selama beberapa meter. Sehingga kita dapat merasakan bahwa perubahan iklim sangat serius dibandingkan dengan sebelumnya. Untuk menunda laju pemanasan global sebanyak mungkin, industri perlu menjauhkan diri dari pemakaian bahan bakar fosil dan berbagai pola gaya hidup harus dirubah. Semenanjung Barton yang relatif sejuk, dimana Stasiun King Sejong berlokasi, biasanya menarik sejumlah spesies, dan oleh karena itu ada banyak ahli biologi yang datang mempelajarinya. Akan tetapi tahun ini ilmuwan digusarkan akan populasi satwa di sana yang menurun drastis. Selain itu, jumlah plankton telah merosot dengan tajam.

Retakan besar beting Es Ward Hunt memberi sinyal kematian. Sebagai salah satu dari lima beting es yang masih ada di Kanada, Beting Es Ward Hunt yang berumur 3.000 tahun dan setebal 40 meter di wilayah seluas 443 km² sedang menyusut dengan cepat. Awal tahun ini, Derek Mueller dari Universitas Trent dan Doug Stern, Penjelajah Taman Kanada, melakukan survei wilayah dan menemukan bahwa ada banyak retakan di beting es tersebut dan satu retakan berukuran 10 kilometer kali 40 meter. Menurut Mueller, beting es tidak diisi lagi oleh glasir dan retakan tersebut adalah permanen. Dia menambahkan bahwa temuan tersebut menyarankan perubahan iklim telah melewati ambang batas tertentu.

Penelitian terakhir oleh Greenpeace menyimpulkan bahwa naiknya permukaan air laut, berkurangnya pasokan air, dan berubahnya musim hujan karena perubahan iklim dapat menyebabkan 125 juta penduduk Asia Tenggara kehilangan rumah dalam waktu dekat. Sebagai tambahan, Program Pembangunan PBB mencatat bahwa perubahan iklim akan sangat berpengaruh kepada negara-negara berkembang dan menyebabkan migrasi penduduk secara besar-besaran maupun meningkatnya wabah penyakit, hama yang tidak terkendali, curah hujan yang tidak menentu yang pada akhirnya mengakibatkan kegagalan panen yang serius.

Asia Selatan merasakan pengaruh yang kuat atas kenaikan temperatur. Kenaikan temperatur sebesar 2 sampai 5 derajat Celsius telah menyebabkan kegagalan panen yang besar di Asia Selatan. Hal ini juga menyebabkan kekeringan yang parah pada musim kemarau dan hujan badai dasyat yang akhirnya menggenangi rumah dari lima juta orang di seluruh Asia Selatan.

Orang Kanada di barat daya Kolombia bersiaga terhadap kenaikan permukaan laut. Laporan baru dari pemerintah federal Kanada mengatakan bahwa kenaikan permukaan laut satu meter dapat memberi dampak kepada 220.000 orang yang hidup di area pantai Vancouver. Permukaan air laut telah naik 4 sampai 5 mm setiap tahunnya. Laporan juga menyatakan bahwa jika air laut terus naik, maka 4600 hektar lahan pertanian dan 15.000 hektar area pemukiman di Kolumbia akan terkena banjir. Lois Jackson, walikota dari Delta, Kolombia, berkata: “Fenomena ini sekarang telah terjadi, dan bukan teori lagi.”

Ada banyak negara yang terletak di daerah selatan Sahara Afrika, khususnya Gambia yang merasakan dampak pemanasan global terutama dalam hal produksi pangan. Mr. Pa Ousman Jarju selaku Direktur Sumber Air Gambia serta wakil Gambia untuk Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penerapan Kerangka Kerja Konvensi  mengenai Perubahan Iklim, selama konferensi internasional perubahan iklim di Bangkok tahun 2008 mengatakan: “Ibu kota negara yang ketinggiannya hampir sekitar satu meter di atas permukaan air laut sangat rentan terhadap naiknya air laut. Kami juga merasakan dampaknya karena jika Anda melihat sejarah curah hujan selama 3 dekade terakhir, curah hujan telah menurun, temperatur telah naik 0,4 derajat tiap dekadenya dan kami mengalami musim hujan yang lebih pendek serta musim kering yang meningkat dari tahun ke tahun. Jadi, kami merasakan dampaknya dan ini juga menimbulkan ketidakamanan pangan.” Desember lalu pemerintah Gambia menyajikan rencana tindakan nasional pada PBB yang menguraikan cara-cara yang akan diambil untuk mengantisipasi perubahan iklim. Mr. Pa Ousman Jarju juga berkata: “Kita benar-benar perlu
mengubah gaya hidup kita, karena ini sungguh memberi sumbangan terhadap pengurangan emisi yang lebih tinggi dan perubahan iklim. Sistem pola makan kita juga perlu berubah. Bila kita menerapkan jenis diet vegetarian maka itu akan menyumbang sangat besar. Kita siap menyelamatkan planet ini
”.

Tim Dr. Lesack dari Kanada mempelajari daerah Fermafrost, sebuah lapisan tanah yang sekarang mencair dan menyebabkan pelepasan gas karbon dioksida serta metana. Pada konferensi perubahan iklim di Vancouver yang  diadakan tahun 2008, Pemimpin Partai Liberal Stéphane Dion mengatakan bahwa metana yang terjadi sebagai hasil gas rumah kaca sebagian besar berasal dari konsumsi daging dan industri peternakan. Hewan yang mereka makan melepaskan banyak sekali gas metana ke atmosfer, dan metana jauh lebih banyak menyebabkan gas rumah kaca dibandingkan dengan CO2. Ada beberapa jalan untuk mengakhiri metana itu, tetapi pada akhirnya kita harus mengganti kebiasaan kita, yaitu memilih pizza vegetarian (vegan). Mr. Dion juga menegaskan pencegahan perubahan iklim harus segera menjadi bagian dari tindakan para pemerintah.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa untuk memproduksi 1 Kg daging, akan melepaskan 36,4 Kg CO2. Disamping itu dengan memberi biji-bijian dalam jumlah banyak untuk makanan ternak merupakan faktor utama penyebab kekurangan pangan. John Powell, Perwakilan Progam Pangan Dunia PBB, Direktur Program Eksternal meminta perhatian bahwa “Panen jagung diberikan untuk makanan hewan ternak dan ini merupakan suatu pemborosan yang besar, sedangkan kita sebenarnya dapat makan langsung jagung itu. Hal ini juga berlaku bagi biji-bijian yang lain seperti beras dan kedelai.”

Andainya untuk membesarkan seekor ternak sampai siap disemblih memerlukan pakan berupa biji-bijian sejumlah 100 kali berat badannya saat disemblih. Itu berarti seekor ternak yang berat badan / dagingnya 100 Kg telah memakan 10.000 Kg biji-bijian. Jika seandainya setiap manusia mengkonsumsi makanan 2 Kg/hari, maka dalam 1 hari tersebut 100 Kg daging sapi hanya bisa mencukupi kebutuhan 50 orang. Padahal jika seandainya biji-bijian yang dimakan oleh ternak tersebut langsung dikonsumsi manusia, maka 10.000 Kg biji-bijian dalam mencukupi kebutuhan 5.000 orang / hari. Dengan demikian, jika manusia tidak serakah mengikuti nafsunya untuk mengkonsumsi daging, maka kelaparan di muka bumi tidak akan pernah terjadi.

Kebun binatang Belanda Blijdorp di Rotterdam mengganti makanan hewan berbahan daging dengan diet vegetarian yang sehat sejak beberapa tahun. Alasan lain untuk transisi ini adalah pengurangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan melalui penerapan diet vegetarian adalah untuk melindungi kelestarian planet dan hutan kita dengan tidak menebang pohon untuk menanam pakan makanan ternak. Mr. Ton Dorresteyn, direktur kebun binatang berkata: “Kebun binatang telah membuat keputusan ini karena telah meneliti efek positif dari diet vegetarian terhadap hewan. Kesehatan hewan-hewan akan dimonitor dari dekat oleh dokter hewan”. Sebuah contoh tentang manfaat dari hidup vegetarian disediakan oleh situs web kebun binatang dengan sebuah kisah tentang Shiva, seekor harimau yang berusia 27 tahun yang telah menjadi vegetarian sejak usia 10 tahun.

Jika seekor harimau yang tercipta sebagai karnivora saja bisa menjalani hidup Vegetarian, lalu kenapa anda yang memiliki struktur pencernaan seperti herbivora tidak mampu menjadi seorang vegetarian?

Dikutip dari berbagai sumber

Translate »