Bhagavad Gita adalah sebuah kitab suci universal yang tidak hanya di akui oleh masab-masab Hindu, tetapi juga dijadikan pedoman oleh umat agama lain. Dua orang pastor, satu dari Semarang, Kwee Tek Hoay (1957) dan satu lagi dari Kediri, Tan Khoen Swie (1959) pernah menterjemahkan dan menerbitkan Bhagavad Gita yang tentunya ditafsirkan sesuai dengan agamanya, yaitu Katolik. Penyair Amir Amsah dan Sumantri Mertodipuro juga pernah menterjemahkan Bhagavad Gita kedalam bahasa Indonesia dalam majalah Mimbar Indonesia pada akhir tahun 1950-an.
Akibat terjemahan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak berkompeten dan yang ditunggangi oleh motif-motif tertentu, mengakibatkan muncul sangat banyak versi terjemahan Bhagavad Gita yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Karena itu, untuk mendapatkan Bhagavad Gita yang memang benar-benar otentik haruslah diterima dari parampara / garis perguruan yang dapat dipercaya. Salah satunya adalah “Bhagavad Gita As It Is” atau yang sudah di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi “Bhagavad Gita menurut aslinya”, karya Srila Prabhupada, seorang Acharya agung yang menyebarkan Hindu ke Amerika dan seluruh dunia pada tahun 1970-an. Bahkan beliau sempat datang ke Indonesia.
Sama seperti artikel sebelumnya yang memberikan petunjuk instalasi program Veda Base, dalam artikel ini saya akan memberikan tuntunan dalam melakukan instalasi Progam Bhagavad Gita Interactive yang diterbitkan oleh BBT (Bhaktivedanta Book Trust).
Program Bhagavad Gita Interactive ini sangat menarik. Disamping berisi teks Bhagavad Gita original, terjemahan dan audio pelafalan Bhagavad Gita, juga terdapat beberapa kitab-kitab suci penting lainnya seperti Gitopanisad, Gita Mahatmia dan sebagainya. Dalam program ini juga dijelaskan bagaimana kisah Mahabharata, pewahyuan Bhagavad Gita, bukti arkeologi dan kutipan-kutipan para sarjana mengenai hal ini dengan animasi yang sangat menggoda.
Jadi saya sangat menganjurkan pembaca untuk melihat dan mempelajari Bhagavad Gita Interactive ini, karena sangat memudahkan kita untuk mengerti Bhagavad Gita , Veda dan sejarah Veda pada umumnya.
Untuk mendapatkan program ini secara legal, silahkan membeli langsung di store.krishna.com atau Amazone.com .
Anda akan berhadapan dengan intro sebagai berikut;
Setelah intro selesai atau dengan cara menekan sembarang tombol, anda akan berhadapan dengan main menu;
Selamat mencoba dan semoga Umat Hindu dapat menenteng kitab sucinya dalam laptopnya setiap hari!
this is what i really expect from this site. thank you very much.
KLO ADA YANG PAKE SUBTITLENYA !
Hendaknya weda di jelaskan dg itihasa dan purana . Itihasa & purana yg memiliki arti ‘ceritra ‘. Jadi weda di jelaskan melalui ceritra ramayana dan mahabarata . Rama di dlm ramayana dan krisna di dlm mahabarata hanya sbg subyek penokohan , tokoh utama hanya di dlm ceritra yg berperan sbg tuhan/dewa dan pd akhir ceritra rama dan krisna tdk lagi memiliki kekuatan tuhannya , tdk lagi memiliki kesaktian spt kesaktian yg dimiliki di dlm ceritra tersebut dan akhirnya rama & krisna pun meninggal spt meninggalnya manusia pd umumnya . Itu artinya sifat baik & jahat bisa di jelaskan melalui dunia perfileman dan atau melalui sinetron. Mis. Film nenek lampir , adakah nenek lampir di indonesia yg memiliki kesaktian luar biasa?. Tentunya tdk ada , itu hanya tokoh utamanya utk nenek lampir. Jadi rama dan krisna bukanlah tuhan/dewa , betare , narayana dan juga bukan leluhur hindu nusantara , bali dan hindu dunia. Sarwah khaluidam brahma , tajjalaniti santa upasita : semuanya berasal dr brahman , dr beliaulah( brahman) alam semesta ini tercipta. Aham brahma asmi : aku adalah brahman. Ekam eva adityam brahman ; hanya ada satu tuhan yaitu brahman , tuhan yg maha esa. Atman brahman aikyam. Jadi semuanya berasal dr brahman , bukan dr wisnu dan krisna. Krisna adalah toko oleh oleh khas bali. Dan isi weda dan bagawad gita tdk merujuk pd krisna.
@Ngarayana:
Saya punya bhagavad gita itu, dan menurut saya itu banyak sekali tidak sesuai aslinya.
Kita harus bicara jujur disini. kenapa bhagavad gita gubahan pendeta2 dan muslim itu tidak kredibel? karena seperti kata bli sendiri, ditunggangi motif2 tertentu. penafsiran berdasarkan agama/golongannya. Nah apa motif Srila Prabhupada?
untuk alasan ketidak asliannya yang bisa saya katakan cuma beberapa. contohnya: sebenarnya BERAPA BANYAKKAH Sri Krishna mengucapkan kata “kesadaran Krishna”? karena kata itu menghiasi sebagian besar terjemahan sloka(disini saya tidak bicara bagian ‘penjelasannya’ tapi ‘terjemahannya’. kalau bagian penjelasan berbeda2 penafsirannya itu wajar, tetapi kalau terjemahannya diganti2, berarti ada upaya pemaksaan makna)
apakah hal itu masih bisa dikatakan sesuai aslinya bli? mungkin sah2 saja bagi golongan anda, karena anda dan kawan2 saling mendukung. tapi bagaimana dengan umat Hindu yang lain? Bhagavad Gita, bahkan Krishna sendiri bukan hanya milik HK.
untuk sloka2 yang lain jika bli masih menuntut sebuah bukti yang lebih dari ini(ini saja sebenarnya sudah sangat membuktikkan Bli!) tunggu, saya gga bawa BG. di blog ni ada, tapi kan gga ada bahasa aslinya/kosakatanya.
jujur memang susah menemukan kesalahan2 penerjemahan di buku rekomendasi bli itu. Kenapa?
Karena:
1. menemukan salah terjemah artinya kita harus paham kedua bahasa(bahasa asal&bahasa terjemahan)
2. membutuhkan waktu lama untuk meneliti satu-persatu. kadang kita terlalu hanyut membaca, hingga lupa meneliti kata-katanya.
3. Dibutuhkan MINIMAL 3 kitab BG dari penerjemah berbeda sebagai perbandingan. 2 masih tidak cukup karena tidak kelihatan mana yang benar/salah.
4. Sedangkan seperti keadaan di tempat tinggal saya paling banyak ditemukan 2 terbitan berbeda BG. kelihatannya memang banyak, tetapi ternyata cuma beda cover aja.
Harap saudara memahami dengan baik permasalahan ini, karena ini demi kebaikan anda juga
yah walaupun niat Srila Prabupada itu baik, tetapi dengan cara2 ‘rekayasa” seperti itu, justru mencoreng nama Krishna itu sendiri. Kalau seorang bhakta HK berpikir seperti ini:
“Kesadaran Krishna tidak ada dalam BG, itu cuma dimasuk2kan oleh Srila Prabupada. jangan2 semua ajarannya juga begitu, tidak sesuai dengan ajaran Krishna” bagaimana jadinya bli?
Dengan cara rekayasa sekecil apapun, ajaran yang paling benar sekalipun, seketika akan di cap jelek oleh masyarakat.
agama(kepercayaan) anda menjadi tidak ada bedanya dengan agama2 yang selama ini anda anggap menggunakan cara2 curang dalam meraih jumlah umat.
@Sutha
Memang benar sekali. Di dunia ini ada sangat banyak terjemahan Bhagavad Gita dan sangat banyak diterjemahkan secara keliru. Maka dari itu dalam mempelajari Bhagavad Gita dan Veda-Veda yang lain, ada baiknya kita mengetahui sloka aslinya juga dan mengerti bahasa Sansekerta sehingga pemahaman yang kita peroleh lebih akurat.
Saya menggunakan Bhagavad Gita terjemahan ke bahasa Inggris dari Srila Prabhupada, bukan dari Bhagavad Gita yang lain yang beredar di Indonesia saat ini bukan tanpa alasan. Berikut saya coba kutipkan pernyataan orang-orang penting di dunia tentang kevalidan terjemahan Srila Prabhupada:
“Dalam terjemahan yang indah ini, Srila Prabhupada menangkap semangat bhakti yang dalam dari Bhagavad-gita dan memberikan ulasan panjang lebar tentang teks menurut tradisi yang sungguh-sungguh dapat dipercaya dari Caitanya, salah satu di antara tokoh-tokoh kerohanian yang paling penting dan berpengaruh.”
Dr. J. Stillson Judah (almarhum)
Emeritus Professor of the History of Religions
and Director of the Library
Graduate Theological Union
Berkeley. A.S.
“Saya sangat terkesan dengan edisi Bhagavad-gita hasil karya A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada . Edisi ini sesuai dengan taraf kesarjanaan dan dapat dipercaya. Buku ini adalah buku yang sangat berharga baik bagi sarjana maupun orang awam dan sangat berguna sebagai buku pelajaran serta bahan mata kuliah. Saya segera dapat menganjurkan supaya edisi ini dimiliki oleh murid-murid saya. Isi dan perwajahan buku ini indah sekali.”
Dr. Samuel D. Atkins
Professor of Sanskrit
Princeton University, A.S.
“Bhagavad-gita Menurut Aslinya hasil karya A.C. Bhaktivedanta Swami, adalah buku yang sangat bermanfaat bagi mereka yang mempelajari bahasa Sansekerta; teks berisi huruf Devanagari dan huruf Latin yang jelas dan tepat, dan terjemahan kata demi kata sangat berguna bagi Siswa yang baru mulai belajar. Dari segi pandangan pengajar, terjemahan dan penjelasan mendekati teks dari sudut Caitanya bhakti. Sebagaimana disebut di dalam sambutan dari Profesor Dimock, buku ini memberikan pengertian tentang golongan Gaudya Vaisnava.”
“Penilaian tersebut saya berikan sebagai sarjana. Sebagai manusia, tiada pilihan lain bagi saya selain bertepuk tangan setelah melihat karya yang sangat baik yang diciptakan oleh Swami Bhaktivedanta.”
Profesor A.L. Basham (almarhum)
Kepala Dep. Peradaban Asia
Australian National University
Canberra, Australia
“Semua tulisan A.C. Bhaktivedanta Swami menggabungkan keahlian bahasa Sansekerta serta kekuasaan penjelasan seorang guru kerohanian dengan gaya yang mudah dibaca.”
Dr. Roy C. Amore
Professor of Religion
University of Windsor, Ontario, Canada.
“Buku-buku Srila Prabhupada harus sangat dihargai. Pembaca dari agama maupun pendapat filsafat mana pun yang membaca buku ini dengan hati terbuka pasti akan sangat terkesan.”
Dr. Garry Gelade
Dept. of Psychology
Oxford University, England
“Buku-buku ini akan memberi semangat kepada masyarakat kita yang sedang kebingungan agar merenungkan masa depan manusia, dan menghindari bahaya yang sedang kita dekati secara tidak sadar. Bhaktivedanta Swami mempersembahkan kepada kita kesempatan yang sangat berharga dan jarang diperoleh untuk menemukan hakekat hidup serta pengarahan yang praktis agar kita dapat hidup dengan kesadaran sepenuhnya tentang tanggung jawab manusia tertinggi dari karya sastera yang sangat mulia ini.”
Carlo Cassola
penulis terkenal dari Italia
“Di dunia barat, tidak ada sastera Timur yang lebih sering dikutip daripada Bhagvad-gita , sebab Bhagavad-gita -lah yang paling dicintai. Menterjemahkan karya seperti ini tidak hanya memerlukan keahlian dalam bahasa Sansekerta. tetapi juga keserasian batin tentang tema dan seni sastera. Sebab sanjak Bhagavad-gita adalah simponi. Dalam simponi itu Tuhan Yang Maha Esa dilihat dalam segala sesuatu.” A.C. Bhaktivedanta Swami tentu saja mempunyai rasa simpati yang mendalam dengan tema Bhagavad-gita . Di samping itu, Beliau membawa pengertian yang istimewa, suatu penyampaian yang perkasa dan meyakinkan menurut tradisi bhakti . . . Swami Bhaktivedanta sungguh-sungguh berjasa kepada para siswa dengan memberi arti yang segar pada epos yang tercinta ini. Walau bagaimanapun pandangan kita, hendaknya kita semua bersyukur atas bhakti yang telah mewujudkan karya ini yang penuh cahaya.”
Dr. Geddes MacGregor
Emeritus Distinguished Professor of Philosophy
University of Southern California, A.S.
“Edisi Srila Prabhupada mengisi kekurangan yang sangat peka di Perancis, sebab di Perancis banyak orang bercita-cita menguasai pemikiran tradisional Timur, di luar kesimpang siuran Timur-Barat komersil yang timbul semenjak orang Eropa masuk Asia untuk pertama kalinya.” Bhagavad-gita Menurut Aslinya merupakan ilham yang sangat menyenangkan hati. . . . Buku ini indah sekali, dan menggabungkan kesarjanaan yang tinggi dengan perasaan halus.”
Dr. William F. Shipley
Professor, Faculty of Languages
University of California
Santa Cruz, A.S.
“Baik bagi pembaca yang ahli di bidang kerohanian maupun pembaca awam, membaca Bhagavad-gita Menurut Aslinya akan membawa manfaat yang sangat besar.”
Francois Chenique
Director of Religious Sciences
Institute of Political Studies, Paris, Perancis
“Bhaktivedanta Book Trust harus diberi penghargaan. . . . Edisi ini sangat berharga. Diterbitkan dengan perwajahan yang indah dan gambar-gambar yang bagus sekali. Saat ini, tidak ada edisi lain yang dapat menandinginya sebagai sumber pengertian.”
Dr. Eric J. Sharpe
Professor and Head, Dept. of Religious Studies
University of Sydney, Australia
“Buku-buku Srila Prabhupada merupakan kesempatan yang bagus sekali bagi filosof-filosof, sarjana-sarjana dan rakyat umum untuk meminum air dari air mancur rohani filsafat dan kebijaksanaan rohani Timur dari jaman purbakala.”
Dr. L.S. Varshneya
Dean, Faculty of Arts
Allahabad University, lndia
“Kalau memang kebenaranlah yang berhasil, seperti yang ditegaskan oleh Pierce dan para pengikut filsafat pragmatisme, maka pasti ada kebenaran dalam Bhagavad-gita Menurut Aslinya, sebab para pengikut ajarannya memperlihatkan ketenangan dan kenangan yang jarang ditemukan dalam kehidupan rakyat dewasa ini yang pada umumnya hambar dan keras.”
Dr. Elwin H. Powell
Professor of Sociology
State University of New York, A.S.
“Kemuliaan dan kebesaran karya ini hampir tidak dapat diuraikan dengan kata-kata. . . . Bagi para sarjana dan cendekiawan, karya ini yang disusun dengan teliti sekali merupakan teladan kesarjanaan dan penyampaian filsafat. Bagi pembaca awam yang tertarik pada hal-hal kerohanian yang masih hidup, edisi ini mengungkapkan pemandangan luas tradisi Timur, serta seluruh keadaan manusia secara mendalam.”
Carlos Albeno da Fronseca
Professor of Sanskrit Language and Literature
University of Sao Paulo, Brazil
“Saya sempat meneliti beberapa jilid terbitan Bhaktivedanta Book Trust dan saya menemukan bahwa mutunya sangat tinggi dan sangat berharga untuk digunakan dalam kuliah tentang kerohanian dan peradaban Timur. Bhagavadgita Menurut Aslinya terbitan BBT terutama penting sekali dalam hal ini.”
Dr. Frederick B. Underwood
Professor of Religion, Columbia University, A.S.
“Saya dapat mengatakan bahwa dalam Bhagavad-gita Menurut Aslinya saya sudah menemukan ulasan dan jawaban atas pertanyaan yang sudah lama saya ajukan mengenai penjelasan karya yang suci ini. Saya sangat mengagumi disiplin rohani Bhagavad-gita . Kalau pertapaan ideal para guru kerohanian yang merupakan amanat Bhagavad-gita Menurut Aslinya lebih disebarluaskan dan lebih dihormati, maka dunia kita akan berubah menjadi tempat yang lebih baik dan lebih penuh rasa persaudaraan.
Dr. Paul Lesquard, Pengarang
Professor Honoraire
Catholic University of Paris, Perancis
“Bhagavad-gita Menurut Aslinya, hasil karya A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada , adalah edisi yang patut kita sambut dari banyak segi pandang. Buku ini dapat digunakan sebagai buku teks oleh mahasiswa. Buku ini memungkinkan kita mendengar seorang guru yang ahli menjelaskan teks yang mengandung arti kerohanian yang dalam. Saya pikir mutu kesarjanaan Swami Bhaktivedanta di bidang bahasa Sansekerta tidak akan dapat diragukan. Akhirnya, bagi pembaca umum, ada bahasa yang mudah dibaca serta sikap bhakti yang pasti memberikan kesan kepada pembaca yang mempunyai perasaan halus.” “Para pembaca yang tertarik kepada filsafat Timur dari jaman purbakala sudah banyak dibantu oleh Swami Bhaktivedanta. Beliau membawa penjelasan teks baru dan hidup yang sudah terkenal, beliau sudah meningkatkan pengetahuan kita berlipat ganda.”
Dr. Edward C. Dimock, Jr.
Department of South Asian Languages and
Civilization
University of Chicago, A.S.
“Tidak dapat diragu-ragukan bahwa edisi ini adalah salah satu di antara bukubuku terbaik tentang Bhagavad-gita dan bhakti. Terjemahan Prabhupada adalah persenyawaan ideal antara bahasa yang tepat dan pengertian rohani yang mendalam.”
Dr. Thomas J. Hopkins
Chairman, Dept. of Religious Studies
Franklin and Marshall College, A.S.
“A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada adalah ahli waris dalam garis perguruan langsung dari Caitanya. Beliaulah yang menyusun Bhagavad-gita Menurut Aslinya. Kami sangat tertarik pada ulasan Bhagavad-gita hasil karya Beliau, sebab dalam penjelasan buku ini kita dapat mempelajari ulasan yang dibenarkan menurut prinsip-prinsip tradisi Caitanya.”
Olivier Lacombe
Professor of Sanskrit and Indology
Sorbonne University, Paris, Perancis
“Bhagavad-gita adalah dasar sastera utama untuk peradaban kerohanian Asia, kebudayaan tertua di dunia. . . . Terjemahan dan ulasan ini adalah manifestasi lain lagi yang membuktikan bahwa Bhagavad-gita masih hidup dan masih penting. Swami Bhaktivedanta memberi peringatan kepada dunia Barat bahwa kebudayaan kita yang sangat giat dan berat sebelah sedang menghadapi krisis yang mungkin akan mengakibatkan kehancuran, sebab kebudayaan kita kekurangan kesadaran rohani yang dapat dipercaya secara mendalam. Tanpa kesadaran yang dalam seperti itu, pengaduan-pengaduan kita tentang soal-soal moral dan politik hanya merupakan omong kosong saja.”
Thomas Merton,
Ahli teologi, rohaniwan dan pengarang, A.S.
“Bhagavad-gita Menurut Aslinya adalah karya yang dirasakan secara mendalam, disusun secara perkasa dan dijelaskan secara indah. . . . Saya belum pernah melihat buku lain lagi tentang Bhagavad-gita dengan suara dan gaya yang begitu penting. Kebenaran karya ini tidak dapat diragu-ragukan. . . . Bhagavad-gita Menurut Aslinya akan menduduki tempat yang bermakna dalam hidup intelek dan etika manusia modern selama bertahun-tahun yang akan datang.”
Dr. S. Shukla
Assistant Professor of Linguistics
Georgetown University, A.S.
“Saya belum pernah menemukan edisi Bhagavad-gita yang lebih lengkap, lebih jelas, atau lebih murni daripada hasil karya ini.”
Dr. I.C. Sharma
Professor, Faculty of Philosophy
Old Dominion University, A.S.
“Bhagavad-gita, salah satu di antara teks-teks kerohanian yang paling mulia, belum umum dikenal dalam kebudayaan kita. Ini bukan karena Bhagavadgita bersifat asing sama sekali, melainkan kita kekurangan penjelasan yang dekat pada arti yang asli seperti yang diberikan oleh Swami Bhaktivedanta di sini, yaitu penjelasan yang disusun bukan dari segi pandangan seorang sarjana, tetapi dari segi pandangan orang yang mempraktekkan isinya, seorang penyembah yang sudah menyerahkan diri pada isinya seumur hidup.”
Denise Levertov, Penyair, A.S.
“Saya senang sekali melihat terbitnya Bhagavad-gita Menurut Aslinya hasil karya Srila Prabhupada. Bhagavad-gita Menurut Aslinya akan membantu untuk menghentikan penipuan guru-guru dan yogin-yogin yang palsu dan tidak dibenarkan. Bhagavad-gita Menurut Aslinya akan memberi kesempatan kepada semua orang untuk mengerti arti sejati kebudayaan Timur.”
Dr. Kailash Vajpeye
Director of Indian Studies
Centre For Oriental Studies
The University of Mexico
“Jasa A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada sangat berharga sekali, dan buku-buku hasil karya beliau merupakan sumbangan yang bermakna dalam usaha menyelamatkan manusia.”
Sri Lal Bahadur Shastri
Bekas Perdana Menteri India
Mengenai kata “Kesadaran Krishna” memang benar dalam penjelasan-penjelasan Srila Prabhupada kita akan banyak menemukan kata itu. Tapi setelah saya search dan teliti dengan seksama, dalam terjemahan slokanya yang dicetak bold setelah Sloka asli dan terjemahan perkatanya, saya tidak menemukan kata “Kesadaran Krishna”, kecuali pada Sloka 2.65, 2.66, 3.7, 3.26, dan 3.43, Itupun dalam tanda kurung [ dalam kesadaran Krishna].
Sloka terjemahan Srila Prabhupada yang secara langsung ditulis dengan kata “kesadaran Krishna” ada pada sloka 4.24 yang menyatakan:
brahmārpaṇaḿ brahma havir
brahmāgnau brahmaṇā hutam
brahmaiva tena gantavyaḿ
brahma-karma-samādhinā
Artinya:
“Orang yang tekun sepenuhnya dalam kesadaran Krsna pasti akan mencapai kerajaan rohani karena dia sudah menyumbang sepenuhnya kepada kegiatan rohani. Dalam kegiatan rohani tersebut penyempurnaan bersifat mutlak dan apa yang dipersembahkan juga mempunyai sifat rohani yang sama.”
Penulisan “kesadaran pada Krishna” ini diterjemahkan dari kata “brahma-karma-samādhinā” yang arti lainnya adalah “Tekun sepenuhnya dalam kegiatan kepada Yang Maha Kuasa”. Kata ini oleh Prabhupada dijadikan “Orang yang tekun sepenuhnya dalam kesadaran Krishna’. Kenapa Krishna disamakan dengan Yang Maha Kuasa? Apakah Krishna adalah Tuhan? Kalau anda mengakui bahwa Krishna adalah Tuhan, maka seharusnya tidaklah masalah dengan terjemahan ini. Lain kalau anda tidak mengakui Krishna sebagai Tuhan. Mungkin anda bisa mengganti semua kata-kata Krishna dengan kata Tuhan, Hyang Widhi, God, Betara atau apapun yang menurut anda tepat sebagai terjemahan Yang Maha Kuasa. Namun dari saya sendiri, sangatlah aneh jika anda membaca Bhagavad Gita tetapi anda tidak mengerti bahwa yang bersabda dalam Bhagavad Gita itu adalah Tuhan Sendiri. Dalam Bab 7 Sri Krishna dengan tegas menyatakan bahwa diri-Nya adalah segala sesuatu dan merupakan yang paling agung dari pada yang teragung. Siapa yang bisa mengatakan dirinya paling hebat kecuali Tuhan sendri? Dalam sloka 15.15 disebutkan:
sarvasya cāhaḿ hṛdi sanniviṣṭo
mattaḥ smṛtir jñānam apohanaḿ ca
vedaiś ca sarvair aham eva vedyo
vedānta-kṛd veda-vid eva cāham
Artinya:
Aku bersemayam di dalam hati setiap makhluk. Ingatan, pengetahuan dan pelupaan berasal dari-Ku. Akulah yang harus diketahui dari segala Veda; memang Akulah yang menyusun Vedanta, dan Akulah yang mengetahui Veda.
Jadi dengan membaca sloka ini, tetapi anda belum mengerti bahwa Krishna adalah Tuhan, itu artinya anda belum mengerti akan esensi dari Bhagavad Gita itu sendiri.
Demikian kurang lebihnya, mohon koreksinya bli Sutha.. pertanyaan anda sangat baik dan semoga kita juga bisa mendiskusikannya dengan baik juga.
Salam,-
@Ngarayana
lama tidur saya tidak nyenyak karena memikirkan sesuatu. entah apa, tetapi sepertinya ada sesuatu yang saya lupakan di blog ini. bolak balik blog ini saya geledah tetapi masih lupa… Eh akhirnya inget deh, saya pernah menulis komen disini belum di cek.
He,he, cerita diatas cuma kiasan saja kok.
Trims atas tanggapannya(maaf telat), tetapi kalau boleh saya ingin melakukan perbandingan.
Mohon maaf sebelumnya
brahmārpaṇaḿ brahma havir
brahmāgnau brahmaṇā hutam
brahmaiva tena gantavyaḿ
brahma-karma-samādhinā
Versi Prabhupada:
“Orang yang tekun sepenuhnya dalam kesadaran Krsna pasti akan mencapai kerajaan rohani karena dia sudah menyumbang sepenuhnya kepada kegiatan rohani. Dalam kegiatan rohani tersebut penyempurnaan bersifat mutlak dan apa yang dipersembahkan juga mempunyai sifat rohani yang sama.”
Versi lain(yang tidak saya bawa bukunya):
Brahma adalah persembahan Brahma adalah minyak
Brahma adalah Api Suci Brahma adalah persembahan ke api suci
Tidak ada persembahan yang tidak menuju Brahma
Brahma adalah Karma Brahma adalah Samadhi
Kira2 mana yang lebih “menurut aslinya?”. Maaf sebelum anda berpendapat, ini adalah dalam mencari “Bhagavad Gita Menurut Aslinya” dengan berlandaskan kita sama2 tidak sempurna dalam mengartikan makna dari Bhagavad Gita yang penuh pengetahuan itu.
Bukan siapa pengarangnya, atau berapa banyak pujiannya.
Seperti film “King Arthur”
Film itu sangat bagus, artistik, sarat makna sosial, suri teladan(rajanya), penceritaan dan dialognya terutama, banyak dipuji kritikus yang katanya romantis dan menyentuh. tetapi film itu tentu tidak layak menjadi acuan sejarah sebenarnya, karena banyak fakta yang tidak sesuai dengan kejadian aslinya, alias 75% fiktif(walaupun King arthur dan perangnya benar ada dalam sejarah)
Saya bilang begini bukan magsud membandingkan Bhagavad Gita anda dengan film ini ya, ini cuma contoh saya, apakah yang indah itu lebih baik?
Suksma
@ Sutha
Maaf, sambil nunggu komentar Prb. Ngarayana saya ingin menanggapi.
Saya juga pernah menanyakan hal yang mirip dengan apa yang Anda tanyakan ke Brahmacari senior. Jawabannya adalah dalam bahasa sanskerta juga banyak terdapat kata yang sama tulisannya tetapi artinya berbeda. Seperti di Bahasa yang lain juga ada homonim (sama tulisan, sama bunyi tapi berbeda arti), homograf (sama tulisan, beda bunyi, dan beda juga artinya, homofon (beda tulisan, sama bunyi, dan beda arti), dan polisemi (satu kata banyak arti). Nah, untuk bisa memberi makna pada kata-kata dalam veda, tentu harus diturunkan secara tidak terputus melalui parampara.
Di sinilah saya ingin mengulang komentar saya beberapa waktu yg lalu yang mengatakan kalau hanya yang berkualifikasi alias sudah memahami kesimpulan Veda baru bisa memberi arti dan penjelasan pada sloka2 seperti itu.
Dandavat
Coba simak kembali sloka yang saya magsud.
saya rasa agak jauh perubahannya. bila perlu mari dibahas perbendaharaan katanya.
benar hanya yang berkualifikasi yang tinggi saja yang lebih baik. tetapi seperti saya tuliskan:
“Maaf sebelum anda berpendapat, ini adalah dalam mencari “Bhagavad Gita Menurut Aslinya” dengan berlandaskan kita sama2 tidak sempurna dalam mengartikan makna dari Bhagavad Gita yang penuh pengetahuan itu.”
untuk menemukan/menentukan kualifikasi itu sangat sulit, bahkan berkualifikasi pun belum tentu pasti benar. maka dari kasus itu yang terbaik adalah yang menerjemahkan “sesuai aslinya”, memberikan apa adanya seperti yang Krishna sabdakan(atau Rsi Vyasa tuliskan) dan biarkan umat yang menemukan maknanya. Kalaupun ada yang ingin menambahkan penjelasan2 tertentu, kan setiap Bhagavad Gita ada bagian “penjelasan” di bagian bawah tiap sloka. di bagian itu, penulis menuliskan apapun tidak masalah, karena tidak merubah isi sloka.
Andaikan saja:
Krishna berkata “ambilkan buah apel” lalu ketika anda dalam perjalanan mengambil apel anda bertemu arjuna. Arjuna berkata “yang dimagsud apel oleh Krishna adalah buah semangka” lalu anda akan mengambil apa? mana kata2 yang akan anda pegang? Sekalipun Arjuna adalah teman terdekat Krishna, tetapi jelas2 Krishna menyuruh anda mengambil apel. Kalau anda berinisiatif mendengarkan Arjuna, kalau ternyata benar, its oke. tetapi bagaimana kalau salah? bagaimana kalau Krishna benar2 menginginkan anda mengambil apel? Sudah dikasi tau bener2 masih salah..
Nah itu kan contoh, cuma sebuah apel. Saya yakin Krishna tidak akan marah karena kesalahan membawakan buah itu. Tetapi bagaimana kalau yang salah disampaikan adalah ajarannya??
No offense tetapi pandanglah ini sebagai pertanyaan dari diri anda sendiri, bukan pertanyaan saya/oranglain(yang pasti tidak akan digubris).
mari cari jawabannya. Setiap kebenaran ada jawaban.
Sudah cukup dulu saya berdialog seperti ini, karena saya juga berpikir: mungkin saya akan dikira benci aliran Krishna.
NO NO NO!!
Sia2 saya belajar ketuhanan kalau saya membenci salah satu aliran ciptaan tuhan. Kapan2 anda boleh giliran bertanya pada saya apa saja, mengkritik, menberi kata2 tajam, silahkan, pasti menyenangkan. dan saya berharap anda benar2 melakukannya(bertanya, bukan berkata2 tajam) sebagai timbal balik kebaikan anda dan teman2 karena selama ini terus meladeni saya. Hehe.
Bli Ngara kemana?? sekarang jawab sekarang tidak!
@ Sutha
Ilustrasi itu agak ngawur. Tapi tidak apalah. Pesan atau nilai yang terkandung dalam cerita “Krishna dan Sebuah Apel” adalah jangan melakukan sesuatu yang kita belum mengerti. Supaya mengerti maka harus bertanya. Nah tempat bertanya ada pada 3 tempat: Sadhu, Sastra dan Guru. Karena itulah Tuhan menciptakan empat garis perguruan yang diakui. Lewat garis perguruanlah suksesi penurunan pengetahuan rohani tersebut dilakukan. Seorang guru menerima pengetahuan dari gurunya, lalu mengajarkan dengan sama persis kepada muridnya2nya. Beberapa muridnya yang berkualifikasi kemudian menjadi guru. Guru ini mengambil murid begitu seterusnya…
Jangan mengambil apel sebelum mengetahui apel itu seperti apa.
JANGAN MEMBERI ARTI ATAU ULASAN KITAB SUCI SEBELUM MAMPU MENYIMPULKAN KITAB SUCI ITU SECARA SEMPURNA SEPERTI MAUNYA ATAU MAKSUDNYA KRISHNA…
Terlepas dari itu, khusus untuk penyembah murniNya, apapun yang dikatakan oleh penyembah murni akan diiyakan oleh Krishna. Jadi penyembah murni tidak pernah berbohong.
sekian
Awalnya saya membicarakan dengan Bli Ngarayana mengenai “Menurut aslinya” seasli apa kata2 itu diterjemahkan. Karena beliau menjelaskan mengenai beberapa oknum yang melakukan terjemahan dengan merubah beberapa artinya. Mengungkap hal itu adalah tujuan baik, tetapi melindungi hal yang sama yang dilakukan kelompok memudarkan tujuan baik itu. Apalagi yang membawa kontroversi disini adalah judul yang mencantumkan “As it Is” but i think it isnt.
@putratridharma
1. Ilustrasi itu adalah ilustrasi termudah yang bisa saya sampaikan.
Magsud saya adalah ketika(anggap saja anda bertemu Krishna dan Prabhupada di sorga) Krishna berkata sesuatu, dan Prabhupada berkata lain, mana yang anda pegang? Kalau anda memegang perkataan Prabhupada sedangkan Krishna sendiri tidak berkata seperti itu, maka selama 5000 tahun ini kehadiran Krishna sama sekali tidak anda butuhkan. Kelahiran Prabhupadalah yuang anda butuhkan sebenarnya.
2. Dan ketika membicarakan sloka2 Bhagavad gita (ini pengalaman di blog ini) entah berapa banyak yang telah menyerang aliran anda dengan menggunakan Bhagavad Gita. Nah dalam hal itu, alih2 menjawab, teman2 anda selalu mengajukan pertanyaan “Bhagavad Gita mana yang kamu jadiin acuan”(menuduh Bhg.Gita orang lain penjelasannya telah terdistorsi) dan “kalau perlu kita bahas artinya kata per kata”. Jadi jelas yang diutamakan adalah terjemahan paling tepat tiap kata2, bukan berupa pengartian ulang.
3. Kalau anda berpikir pengartian ulang itu diperbolehkan(sekali lagi ini bukan bagian “penjelasan” tapi “terjemahan” yang harusnya jauh dari pendapat2 pribadi) entah berapa guru2 suci yang ada sekarang akan menulis Bhagavad Gita dan sloka2 “Rekaan ulang” mereka pasti akan berbeda2 sekali. ketika hal itu terjadi, anda sendiri pun akan memilih kembali pada terjemahan kata2 yg asli!
4. Apakah benar “me-reka ulang” Sabda Krishna diperbolehkan? memaknai ulang sloka2 dalam Bhagavad Gita sama saja dengan menganggap Bhagavad Gita tidak sempurna/tidak universal/rumit(hanya boleh dibaca orang2 yang sudah hebat)/ penuh dengan makana2 kiasan. dan kalau magsud Prabhupada adalah untuk menjelaskan lebih mudah pada kita dari “sabda2 tidak universal” itu apakah yakin kata2nya sudah tepat? Sedangkan hanya orang2 yang sudah hebat saja yang bias mengerti. Seandainya saya saya bias memberikan saran saat penulisannya, saya sarankan “Sebaiknya terjemahkan sesuai kata2 aslinya saja Prabhuji. Nanti penjelasan ini cocok dengan beberapa orang, tidak cocok dengan orang2 lain” itu kalau benar Bhagavad Gita adalah kitab yang rumit dan tidak universal.
5. kalau pertanyaan no4 anda berkata “memang begitu”(sloka2 Bhagavad Gita itu tidak universal, penuh makna2 tersembunyi, belum tentu sesuai dengan apa yang tersurat) berarti kita harus meninjau ulang semua sloka2 yang kita gunakan berdebat di blog ini! artinya sloka2 yang jadi senjata utama anda dan ngarayana dlm berdebat maknanya tidak sama dengan terjemahannya sebenarnya. mungkin kata “AKU” itu Maknanya “DIA” semua menjadi mungkin kan? begitulah kalau kita mengumandangkan “Harus sesuai kata2 asli” pada orang lain namun kita merasa boleh “mereka ulang sloka”
6. Terlepas dari rasa hormat saya pada beliau, anda terus berkomentar: “Hanya guru yang berkualifikasi blh menerjemahkan” tetapi anda sendiri tidak berani menyebutkan Prabupada. Apakah anda juga menyadari kalau Prabhupada “bukan Krishna” dan kata2 anda:
“JANGAN MEMBERI ARTI ATAU ULASAN KITAB SUCI SEBELUM MAMPU MENYIMPULKAN KITAB SUCI ITU SECARA SEMPURNA SEPERTI MAUNYA ATAU MAKSUDNYA KRISHNA…”
juga berlaku untuk beliau?(seharusnya kata2 UPPERCASE anda itu tidak ditujukan kepada saya, tapi anda(kelompok anda). karena saya tidak pernah menerjemahkan kitab apapun. hehe)
Adalah tidak mengenakkan mempertanyakan kesucian beliau, tapi apakah tabu kalau kita menganggap beliau bukan manusia paling sempurna, dan beliau masih mampu berbuat salah? Mempertanyakan apakah ada hak istimewa dari Krishna kpd beliau sehingga hanya beliau memiliki pendapat plng benar mengenai Bhagavad Gita? Kenapa Krishna berkata: “Brahmapaman Brahma Havir,” kalau magsudnya “Orang yang tekun sepenuhnya dalam kesadaran Krsna pasti akan mencapai kerajaan rohani”(yang tentu kalau dibhsa sanskrit-kan pasti kata2 beda jauh) Apakah Krishna sengaja menyembunyikan semua magsud2nya hingga menunggu seorang prabhupada lahir untuk menurunkan semua makna aslinya? bagaimana dgn banyak Bhagavad Gita dicetak sebelum Prabhupada, apakah semua itu tak lebih dari sampah kertas?
(disini saya mohon anda membaca kembali sloka yang saya bahas. ini bukan masalah perbedaan kata2 bantu/istilah. tetapi pada sloka tersebut terjadi perubahan total!silahkan baca kembali di atas.apakah itu termasuk “terjemahan”?)
Diatas adalah point penting yang menjawab dan mempertanyakan, silahkan ditanggapi
sederhananya adalah bagaimana para ahli dari perguruan tinggi kelas dunia saja sudah mengakui otoritas terjemahan dan penjelasan BG Srila Prabhupad adalah sangat hebat, sesuai spirit bhakti yg sesungguhnya, jadi apalah artinya pendapat seorang yg awam bhs sanskerta dan mendasarkan mental sspekulatif, mau mendikte dan menghakimi keilmuan para ahli dibidangnya, bukanlah sikap seorang yg waras
Suatu kitab bahasa sanskrit, walaupun belum tentu satu orang pun memahami betul isinya, tetapi paling tidak bisa diterjemahkan berdasarkan kata-katanya. sesuai aslinya tidak masalah kan? tanpa harus dijelaskan makna mendalam/sejenisnya. bahkan itu yang terbaik, jadi setiap orang tau kata2 sebenarnya.
misal: “Brahmagnau” apa arti kata itu?
berasal dari dua kata: “Brahma” dan “Agni”(api)
jadi artinya: “Brahma adalah api” darimana kata ini bisa diartikan “Kesadaran Krishna”?
Apakah ini terjemahan bahasa Sanskrit paling kuno yang hanya bisa diketahui oleh Sria Prabhupada?
begitu juga dengan kata inggris “Up” Bhs inggris itu juga serumit bhs sanskrit(plng tdk mendekati). tetapi tidak dibuthkan seorang yang ahli sekali untuk sekedar menerjemahkan kata itu menjadi “Atas”. Mungkin untuk keperluan tertentu kata “up” menjelaskan makna yang lebih khusus (misal: Wake up, warm up, Cheer up) tetapi maknanya tetap tidak terlalu jauh. kalau “Up” sampai diterjemahkan sebagai “sepeda” kan tidak cocok.
Nah dari penjelasan saya panjang lebar di atas, masihkah anda akan berkata hal yang sama? sejauh saya menangkap komentar2 anda, nampaknya anda tidak terlalu peduli pada inti permasalahan yang saya tanyakan pada Bli Ngara. Anda lebih memilih membela tokoh anda.(saya menangkap anda ingin mengatakan Prabhupada selalu benar, bahkan berhak memberikan penjelasan berbeda dari Krishna sendiri) Bukan fantisme anda yang saya ingin lihat. Saya tau anda pasti sangat taat dan tekun memuja Krishna. Tapi pernahkah anda melihat salah satu umat agama(yang tentunya non agama anda) yang ngototnya setengah mati pada ajarannya, sampai bagian dari ajaran2 yg menurut anda sudah jelas2 jelek2/salah2 masih dibelanya. Nabi/Tokoh agamanya yang menurut anda jelas2 bersifat buruk masih dianggap selalu benar. Walaupun belum tentu baik dia/pun anda yang benar, tetapi apa yang bisa anda sarankan kepada orang itu?
tentu dengan bertanya ke dalam agamanya kembali, tanpa fanatisme/selalu percaya hanya karena kita merasakan kehadiran tuhan dalam agama kita, itu tidak menjamin ajaran kita paling benar. Jika anda meminta, atau orang lain meminta saya selalu siap untuk melakukan hal serupa. Karena saya tidak suka melihat orang2(termasuk Hindu) yang bersikap sangat kritis thd agama lain, apa2 selalu dikritik. tetapi pada kepercayaannya sendiri ia melakukan teknik “percaya MODE always ON”.
Kalau kepercayaan Ngarayana tidak seperti itu, beliau, yang telah menyinggung banyak kepercayaan di tulisan ini(ditulisan lain tentu lebih banyak) tentu tidak keberatan melihat kedalam, dan membandingkan. Diluar rsa bhakti dan penyerahan diri anda, apakah benar2 tidak ada kesalah pada sloka tsb?(bukankah Ngarayana selalu menegaskan pentingnya debat, analisa, mencari sumber2 yang sebenar2nya,”yang tidak terdistorsi”, dan tidak mudah termakan oleh dogma kelompok/tokoh tertentu. Namapaknya ini tidak berlaku untuk kelompok intern anda?)
Kalau anda/Ngarayana masih memberikan penjelasan seperti tadi: mengandalkan puji2an atau seketika menganjurkan dogma(entah berapa banyak anda menulis/berkomentar menentang dogma2,tokoh2 suci, lontar2, kitab2, yang semua tentunya datang dari kelompok lain) Saya takut buku yang akan segera terbit (merekonstroksi Hindu) akan kehilangan esensi baiknya karena nampaknya suatu ketimpangan dalam cara berpikir (atau pepatahnya: semut di seberang laut nampak, gajah dipelupuk mata tak nampak)
Sebelum akhir dari rentetan komentar saya ini adalah ingin menjelaskan magsud saya ini, biar tidak terlanjur salah paham, saya terus bertanya dan mendesak, merangsek, memojokkan adalah agar anda terbuka pada diri sendiri untuk bertanya. Karena walau kita berbicara tentang dogma dibanyak kesempatan. Kita tak mungkin terlepas dari dogma 100%. Tidak ada yang salah dengan kepercayaan anda, tetapi ketika ada yang kurang jelas dan kita tidak berinisiatif untuk bertanya/mencari jawaban itu sma saja dengan dogma. Seperti berbagai upakara2 di bali, kenapa Cuma dianggap dogma? Karena tidak ada yang bias menjelaskan. Coba semua itu bias dijelaskan, maka bukan dogma lagi(artinya belum tentu semua itu salah, cuma belum ada penjelasannya saja)
Semua pertanyaan itu adalah bentuk cinta dan bakti saya, cinta pada Hindu, Krishna, pada anda, pada Prabhupada juga. Saya punya Guru spiritual, dan saya hanya bisa terus bertanya, bertanya, dan bertanya, persis seperti yang saya lakukan kepada saudara2. Itu wujud cinta saya walau kesannya ngajak debat, saya hanya melakukan ini pada sesama Hindu, tidak pernah debat dengan umat lain. Saya tidak terlalu suka debat dan termasuk yang percaya “debat tidak menghasilkan apa2”. Sedikit beda dengan kawan2.
Dan sebelum Ngarayana menganggap komen saya muter2 atau debat kusir, saya jelaskan isi PIKIRAN saya:
Tujuan saya berdialog/debat/apalah anda sebut adalah pertama berguru kepada teman2, kedua adalah mengasah pengetahuan saya dan mengetes seberapa saya bisa berdakwah, apa tanggapan orang2 ketika saya beri komentar ini/itu. Kalau lawan bicara langsung paham(tidak harus mendukung, bisa menentang yang penting nyambung) berarti saya berhasil, kalau masih muter2 berarti saya gagal.
Dan kalau saya bertanya sesuatu tetapi dijawab dengan jawaban yang arahnya tidak tepat/yang dijawab adalah pertanyaan tidak pentingnya, sedangkan topik utamanya tidak bersedia dijawab, maka saya akan berusaha menjelaskan lebih panjang lagi agar sesuai dengan tujuan saya diatas: “mengetes kemampuan saya berdialog dengan orang agar orang itu paham magsud saya” tentu saja ini terlihat lebih mirip debat kusir. Bli ngara pasti sudah lelah melihat komen saya yang semakin lama semakin panjang dlm dialog di “Hindu Bali Menganut[..]” dan “Tuhan setaraf Dewa”.Tetapi yang membuat debat kusir menyebalkan adalah cara berpikir. Ingin selalu menang/benar. Semampu saya saya menjauhkan diri dari pikiran itu.
Komentar lumayan panjang, tetapi tidak sepanjang yang saya kira. Kebetulan sabtu ini saya banyak waktu.
terakhir dah nih saudara Putratridharma, jika anda tidak berniat menanggapi semua komen di atas,
konklusi sederhananya seperti ini:
brahmārpaṇaḿ brahma havir
brahmāgnau brahmaṇā hutam
brahmaiva tena gantavyaḿ
brahma-karma-samādhinā
A. Versi Prabhupada:
“Orang yang tekun sepenuhnya dalam kesadaran Krsna pasti akan mencapai kerajaan rohani karena dia sudah menyumbang sepenuhnya kepada kegiatan rohani. Dalam kegiatan rohani tersebut penyempurnaan bersifat mutlak dan apa yang dipersembahkan juga mempunyai sifat rohani yang sama.”
B. Versi lain(yang tidak saya bawa bukunya):
Brahma adalah persembahan Brahma adalah minyak
Brahma adalah Api Suci Brahma adalah persembahan ke api suci
Tidak ada persembahan yang tidak menuju Brahma
Brahma adalah Karma Brahma adalah Samadhi
Silahkan baca Kamus Sansekerta mana saja.
mana terjemahan yang menurut anda layak disebut “sesuai aslinya”? terlepas dari tanggapan2 anda tentang hanya Guru yang hebat yang tau makna sebenarnya. sekali lagi kita tak bicara makna/penjelasan/kiasan. itu berbeda2 tiap orang, dan belum tentu ini/itu paling benar. tetapi secara profesional, mana yang lebih mirip aslinya(AS IT IS)?
anda boleh mengelakkan dengan mengulang pendapat anda di atas, bahwa saya cuma orang sok tau yang sok menterjemahkan Bhg.Gita. Tetapi saya juga bisa mengatakan anda dogmatis…
Dan saya juga tidak pernah menerjemahkan apa2.
Suksme
@ Sutha
Saya yakin kalau Anda adalah salah satu cendikiawan Hindu. Semoga Anda bukan Pak Madrasuta. Sebab kalau Anda itu Beliau, saya sungguh tidak tahu diri kalau berani berdebat dengan Anda.
Tanpa mengurangi penghargaan saya terhadap penjelasan Anda yang panjang itu, saya katakan apa yang ditulis oleh Prabhupada itu adalah bukan angan-angan Beliau. Prabhupada menerima itu dari Bhaktisidhanta Sarasvati Thakur, Bhakti Sidanta menerima pengetahuan itu juga dari Gaurakisora Das Babaji, Gaura Kisora Das Babaji menerimanya dari Srila Bhaktivinoda Thakur, Srila Bhaktivinoda Thakur menerima pengetahuan itu dari Jaganath Das Babaji. Begitu seterusnya dan masih banyak di atasnya lagi sampai Iksvaku, Manu, Vivasvan, dan Puncaknya Adalah Krishna.
Jadi itulah garis yang tidak terputus. Selain Krishna (yang di puncak parampara itu), 500 Tahun yang lalu Krishna juga berinkarnasi dengan nama Sri Krishna Chaitanya Mahaprabhu. Beliau menjadi guru dalam garis itu. Jadi, 500 Tahun yang lalu belumlah terlalu panjang waktunya.
Baiklah, kalau anda membuat ilustrasi buah apel, maka buah apel itu juga akan saya gunakan untuk menanggapi kekritisan Anda tentang pokok persoalan yang di bahas.
Ada 1000 orang yang berjejer dari sebatang pohon apel. Pemilik pohon apel itu kemudian memetik sebuah apel lalu memberikan kepada orang pertama, orang pertama memberikan ke orang kedua dengan sangat hati2, orang kedua memberikan ke orang ketiga, juga dengan sangat hati2, begitu seterusnya sampai orang ke seribu dan buah apel itu masih utuh seperti yang dipegang pertama kali. Orang-orang perantara ini tidak akan berani menggigit apel itu. Demikianlah pengetahuan Veda itu diturunkan. Guru kerohanian yang murni dalam garis perguruan ini tidak akan salah dalam “MENGULANGI” apa yang sudah diterimanya dari gurunya.
Anda meragukan kebenaran arti yang ditulis Beliau dalam sloka sloka itu? Adalah tidak mungkin Beliau tidak tahu arti seperti yang anda maksud dengan Brahma dan Agni. Ini tidak mungkin! Beliau sangat ahli sanskerta. Sangat-sangat ahli…
Mengenai persoalan makna, apa yang anda kemukakan di atas itu benar. Tapi, sekarang saya bertanya: Dalam bahasa Indonesia saja.
1. Tolong ambil bukunya!
2. Bisanya cuma sedikit.
Bagaimana kita memaknai kalimat-kalimat di atas? Apa yang dimaksud “buku” dan apa yang dimaksud “bisa”? Buku bisa berarti ruas-ruas pada bambu atau tebu dan bisa juga sebuah kitab. Begitu juga dengan bisa yang artinya dapat, dan juga racun hewan. Untuk memahaami kalimat2 itu hanya orang yang mengerti latar belakang komunikasi yang bisa memaknainya.
Begitu juga untuk memahami, menulis, dan mengulas arti sloka, hanya orang yang menguasai kesimpulan veda yang bisa melakukannya. Bagi kami, guru kerohanian itu adalah wakil Tuhan. Terserah kalau Anda mengatakan saya ini terdogma atau apa. Apapun yang dikatakan penyembah murni Tuhan, akan diiyakan oleh Tuhan. Itu keyakinan saya. Akal kita seberapa hebat sih?
Demikian yang dapat saya sampaikan.
Dandavat…
@Putratridharma
Ini sebenarnya saya katakan dari tadi. Anda tidak menuju kepada pertanyaan saya. Topik kita(paling tidak dr pertanyaan2 saya) adalah Bhagavad Gita As It Is(menurut aslinya). Dari satu kasus sloka ini, saya ingin mengajak anda dan teman2 anda untuk membandingkan. Karena kita ketahui sendiri kita jarang berani membandingkan ajaran yang kita anut.
Secara mudah anda (terutama juga Ngarayana) bisa menjawab komen dgn nomer 4. Sedangkan penjelasan2 anda ini, bisa berbalik melemahkan argumen anda.(saya jelaskan di bagian akhir komen ini)
Apa tujuan saya? mencari kesalahan2 orang? sok tau? tidak(semoga tidak). Bacalah tulisan di atas. Baca juga tulisan2 Bli Ngara ttg ‘merekonstruksi’ dan ‘distorsi’. Seperti penjelasan anda tentang distribusi apel itu, tentukan coba, dari titik mana apel itu mulai disalurkan? Dari Krishna/dari Sri Caitanya?
kalau dari Krishna, jelas telah terjadi distorsi(apel itu ditukar dengan Pir ditengah jalan) karena Krishna tidak berkata seperti itu. sedangkan kalau dari Sri Caitanya, maka apakah benar Sri Caitanya juga menerjemahkan ayat itu seperti Prabhupada terjemahkan? Disini tidak dibutuhkan bukti2 historis karena kita sudah punya “Pohon apelnya”. Kitab Bhagavad Gita itu sendiri. Dan kenapa Prabhupada berani mengubah sabda2 Krishna? apakah Prabhupada diajarkan seperti itu dalam paramparanya? Anda berusaha menjelaskan bahwa “memang berbeda dari aslinya, tetapi penjelasan dari Prabhupada ini lebih bagus”(kira2 begitu kan)
pertama: anda mengakui bahwa terjadi distorsi dalam Bhagavad Gita diatas, hal ini akan menjadi gunjingan umat lain, karena seperti kita liat, Ngarayana sangat aktif memerangi kitab2 yang terdistorsi, lontar2, kata2 pendakwah2.
kedua: Kini orang harus memilih antara mencintai Krishna atau Prabhupada karena keduanya membuat Bhagavad Gita yang berbeda. walaupun anda berpikir magsud mereka sama, tetapi darimanapun anda mencari, atau sejauh apapun anda melacak paramparanya, tidak ada yang mengatakan Brahmapanam itu Kesadaran krishna.
Ketiga: Ucapan anda(karena anda seolah2 memihak Prabhupada) akan memberi kesan Krishna menurunkan Bhagavad Gita tidak sempurna(sudah saya bahas di komen diatas, ttg kemungkinan ktidak sempurnaan, dan ktidak universalan, tetapi seperti saya duga, tidak anda gubris, sehingga ini akan agak bolak-balik lagi)sehingga harus disempurnakan oleh Prabhupada.
Dari point pemahaman saya diatas, terlihat anda sudah mengakui ketidak “as It is”an Bhagavad Gita diatas. Satu2nya yang membedakan saya dan anda adalah anda percaya pada Prabhupada sepenuhnya. Anda percaya bahwa Prabhupada mengubah makna sloka itu sesuai dengan keinginan Krishna. Coba bayangkan kalau yang melakukan itu buka Prabhupada, tetapi Kwee Tek Hoay, Tan Khoen Swie, atau amir amsah,(siapa mereka?, baca lagi di atas) atau yang paling dekat saja: Guru2 besar Hindu lain.(anggaplah Sai Baba atau Ramdas, atau sekalian Pedanda Made Gunung) bagaimana tindakan anda?
Tentang apa yang ingin anda sampaikan, saya sudah SANGAT paham magsud anda ini dari komen pertama, tentang parampara khan? sebenarnya anda tidak perlu mengulang2nya lagi. Bahkan saya sendiri menjalankannya sekarang. Yang harus saya lakukan adalah menjaga parampara itu dengan seasli2nya. walaupun kita merasa tau ‘oh magsudnya begini’ tetapi dengan kesadaran penuh bahwa sehebat/setinggi apapu iman saya, saya belum tentu selalu benar dan parampara yang saya jalani sudah sangat sempurna, jauh lebih sempurna dari spekulasi buatan saya, sehingga tidak butuh ditambah2 apalagi dikurangi dan diganti. karena itu akan malah mengurangi kesempurnaan parampara itu. Seperti kata anda: Akal kita seberapa hebat sih?
Jadi tanggapan anda tidak seharusnya ditujukan ke saya. Salahkah orang yang menginginkan keaslian? mencari yang paling asli? bukankah itu yang paling dicari?
justru karena anda bertugas untuk menjaga parampara Krishna(sebut saja begitu), maka andalah yang seharusnya peduli dengan keaslian Bhagavad Gita itu dari Krishna (guru pertama) hingga generasi anda. Tidak masalah bagi saya, saya bisa cari Bhg.Gita lain.
Tetapi karena kita masih Hindu, saya masih berani mengingatkan(maaf kalau agak kasar caranya, kalau tidak nanti tidak ada yang menaggapi serius) Kaerna bagaimana anda(dan yg lain) mempertanyakan kepercayaan orang lain, seperti itu juga mereka akan bertanya pada anda.
Maaf saya tidak ada banyak waktu lagi, saya yakin masih banyak menyisakan pertanyaan. Sampai bertemu nanti / besok.
Dan saya mengharapkan sekali Ngarayana turut memberikan kontribusi
@ Sutha
1. Kerena arti kata2 dalam sloka itu tidak sesuai dengan kamus yg anda pegang dan tidak sesuai dengan pikiran Anda terus Anda katakan Prabhupada sudah mengubah Bhagavad Gita. Vaishnava sejati tidak mungkin menyimpangkan sabda Tuhan. Saya sudah berikan contoh tentang dua kalimat Bahasa Indonesia itu, tapi Anda tidak mau menyinggungnya. Saya katakan sekali lagi, hanya yang sudah mampu menyimpulkan isi Veda yang bisa memberi ulasan dengan tepat.
2. Apa Anda berpikir kalau SUKSESI penurunan pengetahuan rohani melalui garis parampara tidak diawasi oleh pemiliknya? Seperti sebuah apel yang dipindahtangankan, setiap perpindahannya tentu diawasi oleh yang punya.
3. Karena Bhg. Gita itu adalah Sabda Krishna, maka yang berkualifikasi untuk memberi penjelasan tentu penyembah murninya yang dekat dengan Krishna. Bukan hanya Prabhupada, tetapi juga acarya2 agung yang lain dalam empat sampradaya yang menganjurkan pemujaan kepada Krishna.
4. Mengerti veda tidak hanya tahu arti perkata. Kita membutuhkan penjelasan dari otoritas. Tanpa itu kita hanya mendapat artinya belaka. Artinya inipun belum tentu tepat sesuai kesimpulan Veda.
5. Saya tidak membela Prabhupada karena Beliau yang sangat berkarunia tidak membutuhkan pembelaan dari roh jatuh seperti saya. Beliau sudah sempurna dan rohani sepenuhnya.
5. Anda berpikir supaya apel itu asli tidak ditukar dengan buah pir dalam suksesi parampara itu, maka Anda katakan kenapa tidak langsung ke pohonnya dan petik langsung? Saya katakan: POHONNYA DI SINI ADALAH KRISHNA. Memangnya Anda bisa menghadap Krishna? Hanya Vivasvanlah yang berkualifikasi memetiknya.
6. Anda membenarkan kalimat: Akal kita seberapa hebat sih? Tapi Anda masih begitu mengagungkan dan terpesona dengan kemampuan akal Anda yang tdk sempurna ini.
7. Maaf saya bukan penjaga parampara. Krishnalah yang menjaga parampara, sebagaiman Krishna juga menjaga Veda.
Demikian yang dapat saya katakan. Semoga yang lain ada yang menanggapi. Prb. Laksmi Narayana dasa…. mohon pencerahannya.
Dandavat
@ Sutha
Maaf anda mengatakan juga mengikuti parampara. Parampara yang mana? Mohon beritahu saya.
Makasih
Salam Putratridharma
apakah anda bosan menanggapi saya pada tulisan ini? Semoga tidak, tetapi kalau anda keberatan, boleh anda tidak menjawab lagi. tetapi saya terpaksa terus bertanya, tujuannya? agar saudara yang lain(terutama Ngarayana) ikut menjawab.
nah agar netral(kalau2 anda tidak ingin lagi menjawab) saya tujukan ini kepada @All, anyone who mind to andswer.
Walau begitu saya akan membahas jawaban anda.
1. Lalu kamus prabhupada yang mana?(sudah saya tanyakan sebelumnya) Saya tidak mempermasalahkan siapa. Banyak BG yang lebih tidak kompeten dibuat oleh tokoh lokal(tidak semua). Namun tidak ada yang mencantumkan “sesuai asli”. Namun demikian, terjemahannya rata2 mirip. Tidak ada yang menerjemahkan BRAHMAGNAU dengan Kesadaran Krishna/Sepeda Gayung. Kalau kita mencari di seluruh kamus sanskrit yang ada apakah anda yakin dapat menemukan terjemahan versi Prabhupada? Saya yakin tidak(pastilah tidak) lalu apa yang digunakan Prabhupada untuk menerjemahkan? dan apakah gunanya “terjemahan” kalau disana tidak menuliskan terjemahan, tetapi sebuah pendapat(katakanlah itu adalah pendapat vaisnava paling benar sekalipun)? Disini masalahnya Bli….
Anda selalu mengarahkan saya agar saya nampak sok pintar dan anti aliran anda. Biar bagaimanapun prinsip saya tidak berubah, dan “Saya” versi anda itu hanya ada di pikiran anda sendiri. Sekali lagi ini bukan masalah kepercayaan. Kalau kepercayaan, tinggal ikuti kata2 teman muslim: bagiku agamaku bagimu agamamu.
Oya, tentang perumpamaan bhs indonesia anda itu, bagus. Tapi tidak nyambung! Bisa itu adalah “can” ataupun “poison”. “Brahmagnau” artinya “Brahma’s Fire” “Brahma is Fire”, “The Fire Is Brahma” Coba carikan saya kamus yang menerjemahkan “Brahmagnau” dengan “Kesadaran Krishna”. Barulah perumpamaan anda itu sesuai. Selama ini, saya anggap tidak. Tapi saya menghargai usaha anda.
2. Anda percaya Krishna terus mengawasi umatnya? saya percaya. begitu juga oknum2 yang menyelewengkan ajaran2 hindu, begitu juga dengan oknum2 HK sendiri yang (ini kata Ngarayana sendiri ya) mengira dirinya berada di jalan Krishna. begitu juga dengan para misionaris dan pengkonversi, Begitu juga dengan oknum2 pendeta bali yang mendistorsi ajaran Hindu,mereka berpikir “saya melakukan ini dan tuhan tidak menghentikan saya, jadi ini adalah benar!” Bagaimanapun parampara harus dijaga sebersih mungkin, tanpa ada campur tangan, penambahan/pengurangan/penggantian. Kalau terjadi? boleh, tetapi tidak parampara yang dulu lagi, tetapi sudah jadi parampara baru.
Oya, anda mengatakan bahwa Tuhan bisa “mengiyakan” kata2 penyembahnya. Lho, berati untuk apa Ngarayana menulis ttg Balinisasi(dan untuk apa anda berkomentar disana)? Kenapa tuhan tidak mengiyakan juga kata2 lontar, pendeta, dan banten2 berjibun itu? Apakah Tuhan hanya mengiyakan kata2 kelompok anda(maaf saya agak menusuk lagi). Atau anda2lah yang menganggap Tuhan tidak akan mengiyakan suatu perubahan/inisiatif yang baru kecuali dari kelompok anda?
Saya rasa anda menganti2 pertanyaan tergantung sudut mana anda di serang. Disini anda berkata demikian, di lain tempat anda mengulang2 kata BACK TO VEDA. Mungkin sebelum ini anda tidak menyadari betapa subyektifnya anda.
3. Belum tentu, buktinya Ngarayana lebih tau tentang Islam daripada temen2 komentator islam. Lebih tau Sai Baba daripada Bhaktanya sendiri. Anda pun Lebih tau Siva daripada saya/yg lain. sebenarnya saya sudah berpikir suatu saat salah satu antara anda/ ngarayana(atau anda sendiri adalah Ngarayana?) akan berkata begini. logikanya sekarang pilihan anda ada dua: 1. Mengakui ketidak konsistenan anda / 2. membela diri anda dan Ngarayana(membuahkan citra yang semakin subyektif)Kenapa topik agak sedikit melenceng? karena bagi saya susah berbicara ketika kita terlalu berpihak / melindungi diri. Dari hal itulah muncul debat kusir. Mari sedikit berpandangan netral.
4. Pertama: Jangan lupa anda mengakui Prabhupada pasti tau terjemahan aslinya!(belakangan lagi anda tidak mengakui, anda membela bahwa di suatu kamus / dengan cara2 melihat tertentu sloka diatas diterjemahkan menjadi spt dlm B.G. Prabhupada) lalu kenapa dirubah lagi? apakah menurutnya sabda2 krishna itu kurang jelas?(mengingat anda tidak konsisten antara mengakui dan tidak mengakui terjadinya distorsi terjemahan, maka topik pertama ini bisa tidak berarti)
Kedua: Kita untuk sementara tidak membicarakan veda atau yg lain, karena ada veda yg bukan untuk umum, sedangkan Bhagavad Gita “setau saya” untuk umum, dan merupakan pengantar veda/ ulasan veda untuk dipelajari masyarakat umum, makanya disebut Pacamo Veda. Nah, dengan begitu Bhagavad Gita sendiri sudah sempurna dengan kata2 aslinya. Kalau sabda itu sampai diartikan ulang, wah belum tentu sesuai. Seorang suci(asli lupa) pernah berkata: Ketika kita memberikan penjelasan kita pada Veda, mungkin cocok untuk kita saat ini, tapi akan tidak cocok untuk dibelahan dunia lain dan untuk masa mendatang.
Hal itu masuk akal karena ketika kita “memperjelas makna” sloka untuk kepentingan sekarang, sama saja dengan mempersempit keluasan makna Sloka itu(saya yakin satu sabda Krishna itu bermakna sangat luas dan dapat dijadikan pedoman berbagai situasi, menurut anda sendiri yang pemuja setianya bagaimana?)
Sedangkan apakah Sloka pengganti dari Prabhupada dapat menyaingi kesempurnaan dari sabda krishna itu? atau dapatkah penjelasan pengganti dari prabhupada itu mencakup seluruh makna yang terkandung dari sloka aslinya?
Saya harap anda sejenak tidak kembali pada “Vaisnava paling Pintar”. Bukannya saya sok pintar/berakal mulia, tetapi seharusnya seorang penerus parampara itu semakin ia mengenal Gurunya, semakin ia teguh menjaga kata2 gurunya, semakin ai merasa tidak cukup pintar untuk menggantikan sabda gurunya dengan pendapatnya sendiri, walaupun bagi orang ia adalah yang paling paham dgn sloka tsb. (kalau di bagian “penjelasan” kita menjelaskan pemahaman kita panjang lebar kan bisa)
Boleh saya membuat satu perumpamaan lagi?
Dlm kisah Red Ridding Hood dipetik hikmah:
waspada di jalan
Hati2 pada orang asing
Mencari jalan pintas apalagi lewat hutan itu berbahaya
Hati2 bertemu dengan serigala
Kenali baik2 nenekmu, jangan2 itu serigala sedang nyamar
Tetapi anda tidak menulis semua itu malah menuliskan sendiri:
Yang jahat pasti kalah
Yang benar pasti menang
Salah? tidak. kata2 anda benar. tetapi sia2 pengarang kisah itu membuat cerita, begitu juga dengan pengarang Cinderlela.
Seperti perumpamaan itulah yang saya lihat terjadi. Prabhupada “pasti” benar, tetapi sabda krishna lebih luas dan menyentuh berbagai sisi(tidak hanya tentang “kesadaran” Krishna).
5A.(anda menulis dua angka 5) -pass-
5B. Bhagavad Gita yang terjemahannya sesuai aslinya kan ada(walau tidak berlabel begitu) Ingat anda mengakui Prabhupada mengganti terjemahan sloka sebenarnya. Ini hanya masalah “sesuai aslinya” saja. Bukan masalah krishna bilang apa, lha wong krishna sudah jelas2 dalam sabdanya. Apa yang terjadi selanjutnya? akankah ada lebih banyak pengartian2 baru? akan lebih banyak yang cukup dengan mengaku “Vaisnava Berkompeten” dan menerjemahkan berbeda2(kalau tidak meu dibilang sesuai kehendaknya).
Atau dengan banyaknya pembela2 maka Sabda asli(bhs sanskrit)lah yang diubah untuk menyamai kata2 dalam terjemahan Prabhupada? inginkah anda itu terjadi?
6. ini bukan permainan akal lagi. tapi ini menjadi sebuah pilihan. Kita berdua sama2 tak punya akal, maka kita hanya bisa memilih. Anda pilih Bhg. menurut Prabhupada, saya memilih yang lain. Setuju? namun dalam hal ini, istilah mana yang paling benar/mana yang lebih baik, mana yang paling asli, tidak bisa dibandingkan. karena seperti kata saya, kita sebenarnya tidak tau, dan kita hanya memilih saja. Jadi kita sama2 subyektif, tidak obyektif. Ini sih tidak apa2, bukankah seluruh agama kalau dilihat secara netral adalah subyektif(hanya penganutnya pasti menganggap agamanya paling benar). Tetapi satu perbedaan dari bhagavad gita anda: mencantumkan As It Is. inilah yang kontroversi. Sebenarnya kita bisa saja bilang: “saya baca Gita saya, kalau kamu tidak suka, kamu baca Gita lain”. Tetapi hanya Bhagavad Gita Prabhupada-lah yang berisi tambahan As It Is(sesuai aslinya). Apakah benar sesuai aslinya?(karena semua pasti mencari yang paling asli). Bagi anda iya, tapi bagaimana kalau anggaplah Bhagavad Gita favorit saya yang dibuat oleh tokoh idola saya, bertuliskan:
(mohon disimak baik2)
brahmārpaṇaḿ brahma havir
brahmāgnau brahmaṇā hutam
brahmaiva tena gantavyaḿ
brahma-karma-samādhinā
Artinya:
“Jangan sembah Aku, sembahlah Brahma karena ia adalah sumber persembahan. dan yang menuhankan Avatar sebenarnya melakukan itu dengan cara yang salah”(hanya contoh, ngga ada magsud)
LALU BHAGAVAD GITA VERSI TOKOH SAYA INI DIBERI JUDUL: “B.G. SESUAI ASLINYA”
Anda yakin anda tidak akan protes? Karena sudah terlanjur saya yang duluan menyerang, mungkin anda berkata tidak. tetapi mungkin iya, apalagi teman2 anda sangat suka mengkritik kitab2 buatan orang lain(please read again this article). Lalu persiapkan semua hujatan2 anda. Saya tinggal menjawab dengan semua komentar2 anda.(berbalik)
Anda bisa bilang B.G. saya tidak sesuai asli, saya bilang tokoh(pengarang) saya adalah orang yang lebih kompeten daripada pengarang BG lain. Sehingga lebih berhak menyandang titel “Sesuai Aslinya”. Apakah anda menginginkan seperti itu?(bayangkan sendiri, seperti itulah yang terjadi pada anda)
Saya melihat anda masih subyektif sekali dan tidak ada inisiatif untuk menanyakan sendiri(Dari awal saya tidak tau, anda lebih tidak tau. Bedanya saya mempertanyakan, anda tidak ingin mempertanyakan. anda lebih suka “percaya ini yang paling pintar”)
Sekali lagi tidak masalah kalau anda memang percaya yang itu dan yang lain percaya yang lain, tetapi dengan itu harusnya tidak ada yang terbaik/paling sesuai kehendak krishna.
7. -pass-
(Mohon maaf sedalam2nya bli, tetapi dalam beberapa hal saya lihat patokan anda masih sangat subyektif, tentu tidak akan melihat pertanyaan saya sebenarnya, dan hanya berusaha menanggapi kebencian saya(yang sebenarnya tidak ada). Hal ini sangat bertentangan dengan “anda yang lain” ketika gilirannya anda mengkritik/menentang suatu keyakinan di luar keyakinan anda. itulah sumber subyektifitas. Pada komentar berikutnya coba anggap pertanyaan saya ini saran, bukan kritikan. Bayangkan kalau umat lain yang berkata seperti saya? bukankah anda tambah gusar? Ah jangankan umat lain, anggap saja seorang Brahmakumaris yang menyinggung ini, bakal lebih panjang lagi. “Orang jelas2 menunjukkan kemahakuasaan Brahma kok diganti pake promosi “kesadaran krishna” buatannya?” bisa begitu katanya…
Harap bagi anda/ siapapun yang membaca komen saya ini jangan membaca setengah2 atau menjawab setengah2 karena saya takut yang dijawab bukan pertanyaan saya sebenarnya. Hal itu hanya akan membuat saya menjawab lagi dan lebih panjang, semakin panjang, tak slesai2.(maklum masih belajar, mungkin magsud saya susah ditangkap)
Yth. Sutha
apakah anda bosan menanggapi saya pada tulisan ini? Semoga tidak, tetapi kalau anda keberatan, boleh anda tidak menjawab lagi. tetapi saya terpaksa terus bertanya, tujuannya? agar saudara yang lain(terutama Ngarayana) ikut menjawab.
nah agar netral(kalau2 anda tidak ingin lagi menjawab) saya tujukan ini kepada @All, anyone who mind to andswer.
KOMENTAR SAYA: Silakan yg lain menanggapi. Semakin banyak semakin bagus, walau kebenaran tidak bisa ditentukan dengan teknik voting.
1. Lalu kamus prabhupada yang mana?(sudah saya tanyakan sebelumnya) Saya tidak mempermasalahkan siapa. Banyak BG yang lebih tidak kompeten dibuat oleh tokoh lokal(tidak semua). Namun tidak ada yang mencantumkan “sesuai asli”. Namun demikian, terjemahannya rata2 mirip. Tidak ada yang menerjemahkan BRAHMAGNAU dengan Kesadaran Krishna/Sepeda Gayung. Kalau kita mencari di seluruh kamus sanskrit yang ada apakah anda yakin dapat menemukan terjemahan versi Prabhupada? Saya yakin tidak(pastilah tidak) lalu apa yang digunakan Prabhupada untuk menerjemahkan? dan apakah gunanya “terjemahan” kalau disana tidak menuliskan terjemahan, tetapi sebuah pendapat(katakanlah itu adalah pendapat vaisnava paling benar sekalipun)? Disini masalahnya Bli…. Anda selalu mengarahkan saya agar saya nampak sok pintar dan anti aliran anda. Biar bagaimanapun prinsip saya tidak berubah, dan “Saya” versi anda itu hanya ada di pikiran anda sendiri. Sekali lagi ini bukan masalah kepercayaan. Kalau kepercayaan, tinggal ikuti kata2 teman muslim: bagiku agamaku bagimu agamamu.
Oya, tentang perumpamaan bhs indonesia anda itu, bagus. Tapi tidak nyambung! Bisa itu adalah “can” ataupun “poison”. “Brahmagnau” artinya “Brahma’s Fire” “Brahma is Fire”, “The Fire Is Brahma” Coba carikan saya kamus yang menerjemahkan “Brahmagnau” dengan “Kesadaran Krishna”. Barulah perumpamaan anda itu sesuai. Selama ini, saya anggap tidak. Tapi saya menghargai usaha anda.
KOMENTAR SAYA: kamus apa? Prabhupada sendiri adalah Kamus Kesadaran Krishna! Kalau beliau sangat ahli apa beliau perlu kamus? Hanya orang-orang yang baru belajar dan masih bodoh dalam bahasa yang perlu kamus Bro. Saya mengemukakan 2 contoh kalimat itu untuk membuka pemikiran anda tentang makna yang bukan hanya satu atau dua. Saya ilustrasikan (hanya sekedar ilustrasi). Dalam ilmu bahasa ada makna leksikal (sesuai kamus, yang seperti anda contohkan) dan ada makna gramatikal (makna setelah kata-kata ditata menjadi unit bahas yg lebih tinggi), ada makna semantik (dimaknai dari dalam bahasa itu sendiri) dan ada makna pragmatik (maknanya hanya bisa tepat jika dihubungkan dengan konteks/di luar bahasa itu sendiri). Itu kalau dalam ilmu bahasa. Bagaimana kata Brahmagnau bisa bermakna = kesadaran Krishna? Itulah bedanya Anda dengan Prabhupada yang sudah memahami konteks kerohanian. Beliau sudah memahami kesimpulan Bhagavad Gita sehingga tahu makna yang berdasarkan konteks. Konteksnya apa di sini? Kesadaran Krishna! Saya ingin Anda mengerti kalau ini bukan ilmu Bahasa (linguistik) tetapi Ilmu Rohani. Jawaban ini murni iliustrasi saya alias belum otoritatif. Kalau Anda menganggap ini sangat serius, silakan Anda diskusikan ke para penyembah senior secara langsung. Saya bukan siapa-siapa bro, kalau dibuat levelnya, saya masih berada di level paling bawah.
2. Anda percaya Krishna terus mengawasi umatnya? saya percaya. begitu juga oknum2 yang menyelewengkan ajaran2 hindu, begitu juga dengan oknum2 HK sendiri yang (ini kata Ngarayana sendiri ya) mengira dirinya berada di jalan Krishna. begitu juga dengan para misionaris dan pengkonversi, Begitu juga dengan oknum2 pendeta bali yang mendistorsi ajaran Hindu, mereka berpikir “saya melakukan ini dan tuhan tidak menghentikan saya, jadi ini adalah benar!” Bagaimanapun parampara harus dijaga sebersih mungkin, tanpa ada campur tangan, penambahan/pengurangan/penggantian. Kalau terjadi? boleh, tetapi tidak parampara yang dulu lagi, tetapi sudah jadi parampara baru.
KOMENTAR SAYA: Mungkin dalam Hare Krishna ada murid yang melanggar perintah guru (di manapun pasti ada yg begitu). Dia menyimpangkan ajaran gurunya. Tapi murid yang begitu sudah pasti jatuh. Krishna tdk akan melindungi murid yang tidak patuh pada guru seperti itu. TAPI seorang guru yang bonafide tdk mungkin menyimpangkan perintah guru atau paramagurunya. Anda bisa mengerti apa yang saya maksud kan?
3. Oya, anda mengatakan bahwa Tuhan bisa “mengiyakan” kata2 penyembahnya. Lho, berati untuk apa Ngarayana menulis ttg Balinisasi(dan untuk apa anda berkomentar disana)? Kenapa tuhan tidak mengiyakan juga kata2 lontar, pendeta, dan banten2 berjibun itu? Apakah Tuhan hanya mengiyakan kata2 kelompok anda(maaf saya agak menusuk lagi). Atau anda2lah yang menganggap Tuhan tidak akan mengiyakan suatu perubahan/inisiatif yang baru kecuali dari kelompok anda? Saya rasa anda menganti2 pertanyaan tergantung sudut mana anda di serang. Disini anda berkata demikian, di lain tempat anda mengulang2 kata BACK TO VEDA. Mungkin sebelum ini anda tidak menyadari betapa subyektifnya anda.
KOMENTAR SAYA: Anda kurang jeli mengutip komentar saya. Yang akan diiyakan oleh Krishna adalah kata-kata penyembah murninya. Siapa penyembah murninya? Beliau-beliau yang hidupnya hanya untuk Krishna saja, dalam sehari, 24 jam memikirkan dan mencintai Krishna. Dalam hal ini Siva adalah pemimpinnya. Di Vaishnava, banyak kisah yang menceritakan lila Krishna atau Sri Vishnu yang “mengalah” demi penyembah murninya. Prabhupada adalah penyembah murni Krishna.
3. Belum tentu, buktinya Ngarayana lebih tau tentang Islam daripada temen2 komentator islam. Lebih tau Sai Baba daripada Bhaktanya sendiri. Anda pun Lebih tau Siva daripada saya/yg lain. sebenarnya saya sudah berpikir suatu saat salah satu antara anda/ ngarayana (atau anda sendiri adalah Ngarayana?) akan berkata begini. logikanya sekarang pilihan anda ada dua: 1. Mengakui ketidak konsistenan anda / 2. membela diri anda dan Ngarayana(membuahkan citra yang semakin subyektif)Kenapa topik agak sedikit melenceng? karena bagi saya susah berbicara ketika kita terlalu berpihak / melindungi diri. Dari hal itulah muncul debat kusir. Mari sedikit berpandangan netral.
KOMENTAR SAYA: Terimakasih atas ajakan Anda untuk netral. Tapi jujur, saya melihat Anda seperti orang yang bingung. Saya tidak heran. Beginilah kalau kita mengukur hal-hal yang rohani dengan kacamata material. Ya pasti tidak mengerti. Saya sarankan anda membuang embelembel kesarjanaan material anda untuk memperdebatkan kebenaran rohani. Di Vaishnava mungkin kecerdasan material tidak terlalu menjadi tolok ukur. Walau para acaryanya juga banyak yg jadi ilmuwan. Banyak yg bergelar doktor berkaliber dunia. Kami diajari utk tunduk hati, dengarkan kata-kata sadhu, sastra, dan guru.
4. Pertama: Jangan lupa anda mengakui Prabhupada pasti tau terjemahan aslinya!(belakangan lagi anda tidak mengakui, anda membela bahwa di suatu kamus / dengan cara2 melihat tertentu sloka diatas diterjemahkan menjadi spt dlm B.G. Prabhupada) lalu kenapa dirubah lagi? apakah menurutnya sabda2 krishna itu kurang jelas?(mengingat anda tidak konsisten antara mengakui dan tidak mengakui terjadinya distorsi terjemahan, maka topik pertama ini bisa tidak berarti)
KOMENTAR SAYA: Iya kalau hanya arti leksikal yg seperti Anda contohkan itu mana mungkin Prabhupada tidak tahu. Lalu kenapa artinya kemudian bukan arti leksikal? Saya sudah katakan Beliau sangat memahami kontek kerohanian dalam Bhg. Gita tersebut. Beliau sudah memahami kesimpulan Bhg. Gita. Justru kalau diartikan secara leksikal maka artinya dan maksudnya akan salah.
Kedua: Kita untuk sementara tidak membicarakan veda atau yg lain, karena ada veda yg bukan untuk umum, sedangkan Bhagavad Gita “setau saya” untuk umum, dan merupakan pengantar veda/ ulasan veda untuk dipelajari masyarakat umum, makanya disebut Pacamo Veda. Nah, dengan begitu Bhagavad Gita sendiri sudah sempurna dengan kata2 aslinya. Kalau sabda itu sampai diartikan ulang, wah belum tentu sesuai. Seorang suci (asli lupa) pernah berkata: Ketika kita memberikan penjelasan kita pada Veda, mungkin cocok untuk kita saat ini, tapi akan tidak cocok untuk dibelahan dunia lain dan untuk masa mendatang. Hal itu masuk akal karena ketika kita “memperjelas makna” sloka untuk kepentingan sekarang, sama saja dengan mempersempit keluasan makna Sloka itu (saya yakin satu sabda Krishna itu bermakna sangat luas dan dapat dijadikan pedoman berbagai situasi, menurut anda sendiri yang pemuja setianya bagaimana?)
KOMENTAR SAYA: Guru sucinya mungkin ada di angan-angan atau hayalan Anda he he he he memangnya pengetahuan rohani seperti? Misalnya: Penjelasan tentang apa itu Roh, di manapun dan kapanpun ya sama. Penjelasan tentang siapa itu Krishna, kapan pun dan du manapun ya sama..
Sedangkan apakah Sloka pengganti dari Prabhupada dapat menyaingi kesempurnaan dari sabda krishna itu? atau dapatkah penjelasan pengganti dari prabhupada itu mencakup seluruh makna yang terkandung dari sloka aslinya? Saya harap anda sejenak tidak kembali pada “Vaisnava paling Pintar”. Bukannya saya sok pintar/berakal mulia, tetapi seharusnya seorang penerus parampara itu semakin ia mengenal Gurunya, semakin ia teguh menjaga kata2 gurunya, semakin ai merasa tidak cukup pintar untuk menggantikan sabda gurunya dengan pendapatnya sendiri, walaupun bagi orang ia adalah yang paling paham dgn sloka tsb. (kalau di bagian “penjelasan” kita menjelaskan pemahaman kita panjang lebar kan bisa)
KOMENTAR SAYA: Apa? Prabhupada mengganti slokanya Krishna? Sloka yang mana digantinya? Anda jangan membuat opini publik seperti ini. Bro, ini bukan panggung politik. Anda sangat bernafsu untuk menundukkan argumen saya. Tapi anda akan kecewa karena saya ini dalam Vaishnava itu seperti debu di telapak kaki mereka.
Boleh saya membuat satu perumpamaan lagi?
Dlm kisah Red Ridding Hood dipetik hikmah:
waspada di jalan
Hati2 pada orang asing
Mencari jalan pintas apalagi lewat hutan itu berbahaya
Hati2 bertemu dengan serigala
Kenali baik2 nenekmu, jangan2 itu serigala sedang nyamar
Tetapi anda tidak menulis semua itu malah menuliskan sendiri:
Yang jahat pasti kalah
Yang benar pasti menang
Salah? tidak. kata2 anda benar. tetapi sia2 pengarang kisah itu membuat cerita, begitu juga dengan pengarang Cinderlela. Seperti perumpamaan itulah yang saya lihat terjadi. Prabhupada “pasti” benar, tetapi sabda krishna lebih luas dan menyentuh berbagai sisi (tidak hanya tentang “kesadaran” Krishna).
KOMENTAR SAYA: Anda seperti wakil atau teman dekatnya Krishna saja. Sudah bisa mengukur seberapa luas sabda Krishna. Anda merasa lebih tahu dari Prabhupada. Apa anda penyembah murniNya Krishna? Pertapaan apa yang anda sudah jalankan sehingga merasa berkualifikasi dan menuduh (menghina secara halus) salah satu otoritas utama Kesadaran Krishna di Dunia? Prabhupada itu inkarnasi salah satu penyembah murniNya saat berlila di Vrndavan. Beliau itu Gopi. Tapi, bagi anda, keyakinan kami ini tentu dianggap dogma, bodoh, dan konyol. Itulah bedanya anda dengan kami.
5B. Bhagavad Gita yang terjemahannya sesuai aslinya kan ada (walau tidak berlabel begitu) Ingat anda mengakui Prabhupada mengganti terjemahan sloka sebenarnya. Ini hanya masalah “sesuai aslinya” saja. Bukan masalah krishna bilang apa, lha wong Krishna sudah jelas2 dalam sabdanya. Apa yang terjadi selanjutnya? akankah ada lebih banyak pengartian2 baru? akan lebih banyak yang cukup dengan mengaku “Vaisnava Berkompeten” dan menerjemahkan berbeda2(kalau tidak meu dibilang sesuai kehendaknya). Atau dengan banyaknya pembela2 maka Sabda asli (bhs sanskrit)lah yang diubah untuk menyamai kata2 dalam terjemahan Prabhupada? Inginkah anda itu terjadi?
KOMENTAR SAYA: Ini sudah berulang, tapi kalau anda benar2 cerdas maka Anda akan bisa mengerti. Hanya Bhg. Gita yang diberi arti dan penjelasan oleh penyembah murninya Krishna yang layak untuk dijadikan acuan. Kenapa begitu? Karena yang bersabda di Bhg. Adalah Krishna, bukan yang lain. Kalau seorang pembaca Bhg. Gita belum menyadari dan mengakui Sri Krihna itu adalah personalitas Tuhan Yang Maha Esa, maka dia belum memahami Bhg. Gita. Sekali lagi, hanya penyembah murninya….
6. ini bukan permainan akal lagi. tapi ini menjadi sebuah pilihan. Kita berdua sama2 tak punya akal, maka kita hanya bisa memilih. Anda pilih Bhg. menurut Prabhupada, saya memilih yang lain. Setuju? namun dalam hal ini, istilah mana yang paling benar/mana yang lebih baik, mana yang paling asli, tidak bisa dibandingkan. karena seperti kata saya, kita sebenarnya tidak tau, dan kita hanya memilih saja. Jadi kita sama2 subyektif, tidak obyektif. Ini sih tidak apa2, bukankah seluruh agama kalau dilihat secara netral adalah subyektif (hanya penganutnya pasti menganggap agamanya paling benar). Tetapi satu perbedaan dari bhagavad gita anda: mencantumkan As It Is. inilah yang kontroversi. Sebenarnya kita bisa saja bilang: “saya baca Gita saya, kalau kamu tidak suka, kamu baca Gita lain”. Tetapi hanya Bhagavad Gita Prabhupada-lah yang berisi tambahan As It Is (sesuai aslinya). Apakah benar sesuai aslinya?(karena semua pasti mencari yang paling asli). Bagi anda iya, tapi bagaimana kalau anggaplah Bhagavad Gita favorit saya yang dibuat oleh tokoh idola saya, bertuliskan:
(mohon disimak baik2)
brahmārpaṇaḿ brahma havir
brahmāgnau brahmaṇā hutam
brahmaiva tena gantavyaḿ
brahma-karma-samādhinā
Artinya:
“Jangan sembah Aku, sembahlah Brahma karena ia adalah sumber persembahan. dan yang menuhankan Avatar sebenarnya melakukan itu dengan cara yang salah”(hanya contoh, ngga ada magsud) LALU BHAGAVAD GITA VERSI TOKOH SAYA INI DIBERI JUDUL: “B.G. SESUAI ASLINYA”
Anda yakin anda tidak akan protes? Karena sudah terlanjur saya yang duluan menyerang, mungkin anda berkata tidak. tetapi mungkin iya, apalagi teman2 anda sangat suka mengkritik kitab2 buatan orang lain(please read again this article). Lalu persiapkan semua hujatan2 anda. Saya tinggal menjawab dengan semua komentar2 anda.(berbalik)
Anda bisa bilang B.G. saya tidak sesuai asli, saya bilang tokoh(pengarang) saya adalah orang yang lebih kompeten daripada pengarang BG lain. Sehingga lebih berhak menyandang titel “Sesuai Aslinya”. Apakah anda menginginkan seperti itu?(bayangkan sendiri, seperti itulah yang terjadi pada anda). Saya melihat anda masih subyektif sekali dan tidak ada inisiatif untuk menanyakan sendiri (Dari awal saya tidak tau, anda lebih tidak tau. Bedanya saya mempertanyakan, anda tidak ingin mempertanyakan. anda lebih suka “percaya ini yang paling pintar”). Sekali lagi tidak masalah kalau anda memang percaya yang itu dan yang lain percaya yang lain, tetapi dengan itu harusnya tidak ada yang terbaik/paling sesuai kehendak krishna.
KOMENTAR SAYA: Iya anda dengan kami berbeda. Bedanya adalah Anda sudah merasa tahu kesimpulan Veda sehingga bisa menentukan arti sloka “hanya” dengan kamus, sedangkan kami hanya menerima kesimpulan para Acarya melalui parampara yang kami yakini karena beliau adalah penyembah murni Krishna. Inilah bedanya. Silakan Anda memilih yang mana yang paling baik menurut Anda, kami tidak akan memaksa Anda untuk mengakui penjelasan Srila Prabhupada. Silakan promosikan kehebatan bahasa sanskerta anda, atau mungkin teman anda, kami tidak akan terpengaruh. Di Indonesia pun saya tahu ada beberapa doktor lulusan India yg katanya ahli bahasa sanskerta, apabila belum menjadi penyembah Krishna yang murni, maka kami tdk mengakuinya sebagai otoritas.
(Mohon maaf sedalam2nya bli, tetapi dalam beberapa hal saya lihat patokan anda masih sangat subyektif, tentu tidak akan melihat pertanyaan saya sebenarnya, dan hanya berusaha menanggapi kebencian saya (yang sebenarnya tidak ada). Hal ini sangat bertentangan dengan “anda yang lain” ketika gilirannya anda mengkritik/menentang suatu keyakinan di luar keyakinan anda. itulah sumber subyektifitas. Pada komentar berikutnya coba anggap pertanyaan saya ini saran, bukan kritikan. Bayangkan kalau umat lain yang berkata seperti saya? bukankah anda tambah gusar? Ah jangankan umat lain, anggap saja seorang Brahmakumaris yang menyinggung ini, bakal lebih panjang lagi. “Orang jelas2 menunjukkan kemahakuasaan Brahma kok diganti pake promosi “kesadaran krishna” buatannya?” bisa begitu katanya…
Harap bagi anda/ siapapun yang membaca komen saya ini jangan membaca setengah2 atau menjawab setengah2 karena saya takut yang dijawab bukan pertanyaan saya sebenarnya. Hal itu hanya akan membuat saya menjawab lagi dan lebih panjang, semakin panjang, tak slesai2.(maklum masih belajar, mungkin magsud saya susah ditangkap).
KOMENTAR SAYA: Mungkin Anda berpikir kami akan mengubah makna sloka itu? Oh… tidak mungkin. Cara pandang anda dengan kami berbeda tentang sadhu, sastra, dan guru. Di Vaishnava pun banyak para penyembah yang sukses di bidang akademik, tetapi semakin sujud dan tunduk hati di hadapan para penyembah maju. Saya pikir penjelasan saya yang tidak seberapa ini bisa anda pahami maksudnya.
Karena anda mengaku dari parampara, maka saya bertanya untuk yang kedua kalinya. Anda dari parampara mana? Anda belum menjawabnya. Apa anda merasa malu atau apa?
MAAF YG DI ATAS MUNGKIN MENYULITKAN UTK DIBACA KARENA TDK ADA NOMORNYA. BACA YANG INI AJA.
Yth. Sutha
1. apakah anda bosan menanggapi saya pada tulisan ini? Semoga tidak, tetapi kalau anda keberatan, boleh anda tidak menjawab lagi. tetapi saya terpaksa terus bertanya, tujuannya? agar saudara yang lain(terutama Ngarayana) ikut menjawab.
nah agar netral(kalau2 anda tidak ingin lagi menjawab) saya tujukan ini kepada @All, anyone who mind to andswer.
KOMENTAR SAYA: Silakan yg lain menanggapi. Semakin banyak semakin bagus, walau kebenaran tidak bisa ditentukan dengan teknik voting.
2. Lalu kamus prabhupada yang mana?(sudah saya tanyakan
sebelumnya) Saya tidak mempermasalahkan siapa. Banyak BG yang lebih tidak kompeten dibuat oleh tokoh lokal(tidak semua). Namun tidak ada yang mencantumkan “sesuai asli”. Namun demikian, terjemahannya rata2 mirip. Tidak ada yang menerjemahkan BRAHMAGNAU dengan Kesadaran Krishna/Sepeda Gayung. Kalau kita mencari di seluruh kamus sanskrit yang ada apakah anda yakin dapat menemukan terjemahan versi Prabhupada? Saya yakin tidak(pastilah tidak) lalu apa yang digunakan Prabhupada untuk menerjemahkan? dan apakah gunanya “terjemahan” kalau disana tidak menuliskan terjemahan, tetapi sebuah pendapat(katakanlah itu adalah pendapat vaisnava paling benar sekalipun)? Disini masalahnya Bli…. Anda selalu mengarahkan saya agar saya nampak sok pintar dan anti aliran anda. Biar bagaimanapun prinsip saya tidak berubah, dan “Saya” versi anda itu hanya ada di pikiran anda sendiri. Sekali lagi ini bukan masalah kepercayaan. Kalau kepercayaan, tinggal ikuti kata2 teman muslim: bagiku agamaku bagimu agamamu.
Oya, tentang perumpamaan bhs indonesia anda itu, bagus. Tapi tidak nyambung! Bisa itu adalah “can” ataupun “poison”. “Brahmagnau” artinya “Brahma’s Fire” “Brahma is Fire”, “The Fire Is Brahma” Coba carikan saya kamus yang menerjemahkan “Brahmagnau” dengan “Kesadaran Krishna”. Barulah perumpamaan anda itu sesuai. Selama ini, saya anggap tidak. Tapi saya menghargai usaha anda.
KOMENTAR SAYA: kamus apa? Prabhupada sendiri adalah Kamus Kesadaran Krishna! Kalau beliau sangat ahli apa beliau perlu kamus? Hanya orang-orang yang baru belajar dan masih bodoh dalam bahasa yang perlu kamus Bro. Saya mengemukakan 2 contoh kalimat itu untuk membuka pemikiran anda tentang makna yang bukan hanya satu atau dua. Saya ilustrasikan (hanya sekedar ilustrasi). Dalam ilmu bahasa ada makna leksikal (sesuai kamus, yang seperti anda contohkan) dan ada makna gramatikal (makna setelah kata-kata ditata menjadi unit bahas yg lebih tinggi), ada makna semantik (dimaknai dari dalam bahasa itu sendiri) dan ada makna pragmatik (maknanya hanya bisa tepat jika dihubungkan dengan konteks/di luar bahasa itu sendiri). Itu kalau dalam ilmu bahasa. Bagaimana kata Brahmagnau bisa bermakna = kesadaran Krishna? Itulah bedanya Anda dengan Prabhupada yang sudah memahami konteks kerohanian. Beliau sudah memahami kesimpulan Bhagavad Gita sehingga tahu makna yang berdasarkan konteks. Konteksnya apa di sini? Kesadaran Krishna! Saya ingin Anda mengerti kalau ini bukan ilmu Bahasa (linguistik) tetapi Ilmu Rohani. Jawaban ini murni iliustrasi saya alias belum otoritatif. Kalau Anda menganggap ini sangat serius, silakan Anda diskusikan ke para penyembah senior secara langsung. Saya bukan siapa-siapa bro, kalau dibuat levelnya, saya masih berada di level paling bawah.
3. Anda percaya Krishna terus mengawasi umatnya? saya percaya. begitu juga oknum2 yang menyelewengkan ajaran2 hindu, begitu juga dengan oknum2 HK sendiri yang (ini kata Ngarayana sendiri ya) mengira dirinya berada di jalan Krishna. begitu juga dengan para misionaris dan pengkonversi, Begitu juga dengan oknum2 pendeta bali yang mendistorsi ajaran Hindu, mereka berpikir “saya melakukan ini dan tuhan tidak menghentikan saya, jadi ini adalah benar!” Bagaimanapun parampara harus dijaga sebersih mungkin, tanpa ada campur tangan, penambahan/pengurangan/penggantian. Kalau terjadi? boleh, tetapi tidak parampara yang dulu lagi, tetapi sudah jadi parampara baru.
KOMENTAR SAYA: Mungkin dalam Hare Krishna ada murid yang melanggar perintah guru (di manapun pasti ada yg begitu). Dia menyimpangkan ajaran gurunya. Tapi murid yang begitu sudah pasti jatuh. Krishna tdk akan melindungi murid yang tidak patuh pada guru seperti itu. TAPI seorang guru yang bonafide tdk mungkin menyimpangkan perintah guru atau paramagurunya. Anda bisa mengerti apa yang saya maksud kan?
4. Oya, anda mengatakan bahwa Tuhan bisa “mengiyakan” kata2 penyembahnya. Lho, berati untuk apa Ngarayana menulis ttg Balinisasi(dan untuk apa anda berkomentar disana)? Kenapa tuhan tidak mengiyakan juga kata2 lontar, pendeta, dan banten2 berjibun itu? Apakah Tuhan hanya mengiyakan kata2 kelompok anda(maaf saya agak menusuk lagi). Atau anda2lah yang menganggap Tuhan tidak akan mengiyakan suatu perubahan/inisiatif yang baru kecuali dari kelompok anda? Saya rasa anda menganti2 pertanyaan tergantung sudut mana anda di serang. Disini anda berkata demikian, di lain tempat anda mengulang2 kata BACK TO VEDA. Mungkin sebelum ini anda tidak menyadari betapa subyektifnya anda.
KOMENTAR SAYA: Anda kurang jeli mengutip komentar saya. Yang akan diiyakan oleh Krishna adalah kata-kata penyembah murninya. Siapa penyembah murninya? Beliau-beliau yang hidupnya hanya untuk Krishna saja, dalam sehari, 24 jam memikirkan dan mencintai Krishna. Di Vaishnava, banyak kisah yang menceritakan lila Krishna atau Sri Vishnu yang “mengalah” demi penyembah murninya. Prabhupada adalah penyembah murni Krishna.
5. Belum tentu, buktinya Ngarayana lebih tau tentang Islam daripada temen2 komentator islam. Lebih tau Sai Baba daripada Bhaktanya sendiri. Anda pun Lebih tau Siva daripada saya/yg lain. sebenarnya saya sudah berpikir suatu saat salah satu antara anda/ ngarayana (atau anda sendiri adalah Ngarayana?) akan berkata begini. logikanya sekarang pilihan anda ada dua: 1. Mengakui ketidak konsistenan anda / 2. membela diri anda dan Ngarayana(membuahkan citra yang semakin subyektif)Kenapa topik agak sedikit melenceng? karena bagi saya susah berbicara ketika kita terlalu berpihak / melindungi diri. Dari hal itulah muncul debat kusir. Mari sedikit berpandangan netral.
KOMENTAR SAYA: Terimakasih atas ajakan Anda untuk netral. Tapi jujur, saya melihat Anda seperti orang yang bingung. Saya tidak heran. Beginilah kalau kita mengukur hal-hal yang rohani dengan kacamata material. Ya pasti tidak mengerti. Saya sarankan anda membuang embelembel kesarjanaan material anda untuk memperdebatkan kebenaran rohani. Di Vaishnava mungkin kecerdasan material tidak terlalu menjadi tolok ukur. Walau para acaryanya juga banyak yg jadi ilmuwan. Banyak yg bergelar doktor berkaliber dunia. Kami diajari utk tunduk hati, dengarkan kata-kata sadhu, sastra, dan guru.
6. Pertama: Jangan lupa anda mengakui Prabhupada pasti tau terjemahan aslinya!(belakangan lagi anda tidak mengakui, anda membela bahwa di suatu kamus / dengan cara2 melihat tertentu sloka diatas diterjemahkan menjadi spt dlm B.G. Prabhupada) lalu kenapa dirubah lagi? apakah menurutnya sabda2 krishna itu kurang jelas?(mengingat anda tidak konsisten antara mengakui dan tidak mengakui terjadinya distorsi terjemahan, maka topik pertama ini bisa tidak berarti)
KOMENTAR SAYA: Iya kalau hanya arti leksikal yg seperti Anda contohkan itu mana mungkin Prabhupada tidak tahu. Lalu kenapa artinya kemudian bukan arti leksikal? Saya sudah katakan Beliau sangat memahami kontek kerohanian dalam Bhg. Gita tersebut. Beliau sudah memahami kesimpulan Bhg. Gita. Justru kalau diartikan secara leksikal maka artinya dan maksudnya akan salah.
7. Kedua: Kita untuk sementara tidak membicarakan veda atau yg lain, karena ada veda yg bukan untuk umum, sedangkan Bhagavad Gita “setau saya” untuk umum, dan merupakan pengantar veda/ ulasan veda untuk dipelajari masyarakat umum, makanya disebut Pacamo Veda. Nah, dengan begitu Bhagavad Gita sendiri sudah sempurna dengan kata2 aslinya. Kalau sabda itu sampai diartikan ulang, wah belum tentu sesuai. Seorang suci (asli lupa) pernah berkata: Ketika kita memberikan penjelasan kita pada Veda, mungkin cocok untuk kita saat ini, tapi akan tidak cocok untuk dibelahan dunia lain dan untuk masa mendatang. Hal itu masuk akal karena ketika kita “memperjelas makna” sloka untuk kepentingan sekarang, sama saja dengan mempersempit keluasan makna Sloka itu (saya yakin satu sabda Krishna itu bermakna sangat luas dan dapat dijadikan pedoman berbagai situasi, menurut anda sendiri yang pemuja setianya bagaimana?)
KOMENTAR SAYA: Guru sucinya mungkin ada di angan-angan atau hayalan Anda he he he he memangnya pengetahuan rohani seperti? Misalnya: Penjelasan tentang apa itu Roh, di manapun dan kapanpun ya sama. Penjelasan tentang siapa itu Krishna, kapan pun dan du manapun ya sama..
8.Sedangkan apakah Sloka pengganti dari Prabhupada dapat menyaingi kesempurnaan dari sabda krishna itu? atau dapatkah penjelasan pengganti dari prabhupada itu mencakup seluruh makna yang terkandung dari sloka aslinya? Saya harap anda sejenak tidak kembali pada “Vaisnava paling Pintar”. Bukannya saya sok pintar/berakal mulia, tetapi seharusnya seorang penerus parampara itu semakin ia mengenal Gurunya, semakin ia teguh menjaga kata2 gurunya, semakin ai merasa tidak cukup pintar untuk menggantikan sabda gurunya dengan pendapatnya sendiri, walaupun bagi orang ia adalah yang paling paham dgn sloka tsb. (kalau di bagian “penjelasan” kita menjelaskan pemahaman kita panjang lebar kan bisa)
KOMENTAR SAYA: Apa? Prabhupada mengganti slokanya Krishna? Sloka yang mana digantinya? Anda jangan membuat opini publik seperti ini. Bro, ini bukan panggung politik. Anda sangat bernafsu untuk menundukkan argumen saya. Tapi anda akan kecewa karena saya ini dalam Vaishnava itu seperti debu di telapak kaki mereka.
9. Boleh saya membuat satu perumpamaan lagi?
Dlm kisah Red Ridding Hood dipetik hikmah:
waspada di jalan
Hati2 pada orang asing
Mencari jalan pintas apalagi lewat hutan itu berbahaya
Hati2 bertemu dengan serigala
Kenali baik2 nenekmu, jangan2 itu serigala sedang nyamar
Tetapi anda tidak menulis semua itu malah menuliskan sendiri:
Yang jahat pasti kalah
Yang benar pasti menang
Salah? tidak. kata2 anda benar. tetapi sia2 pengarang kisah itu membuat cerita, begitu juga dengan pengarang Cinderlela. Seperti perumpamaan itulah yang saya lihat terjadi. Prabhupada “pasti” benar, tetapi sabda krishna lebih luas dan menyentuh berbagai sisi (tidak hanya tentang “kesadaran” Krishna).
KOMENTAR SAYA: Anda seperti wakil atau teman dekatnya Krishna saja. Sudah bisa mengukur seberapa luas sabda Krishna. Anda merasa lebih tahu dari Prabhupada. Apa anda penyembah murniNya Krishna? Pertapaan apa yang anda sudah jalankan sehingga merasa berkualifikasi dan menuduh (menghina secara halus) salah satu otoritas utama Kesadaran Krishna di Dunia? Prabhupada itu inkarnasi salah satu penyembah murniNya saat berlila di Vrndavan. Beliau itu Gopi. Tapi, bagi anda, keyakinan kami ini tentu dianggap dogma, bodoh, dan konyol. Itulah bedanya anda dengan kami.
10. Bhagavad Gita yang terjemahannya sesuai aslinya kan ada (walau tidak berlabel begitu) Ingat anda mengakui Prabhupada mengganti terjemahan sloka sebenarnya. Ini hanya masalah “sesuai aslinya” saja. Bukan masalah krishna bilang apa, lha wong Krishna sudah jelas2 dalam sabdanya. Apa yang terjadi selanjutnya? akankah ada lebih banyak pengartian2 baru? akan lebih banyak yang cukup dengan mengaku “Vaisnava Berkompeten” dan menerjemahkan berbeda2(kalau tidak meu dibilang sesuai kehendaknya). Atau dengan banyaknya pembela2 maka Sabda asli (bhs sanskrit)lah yang diubah untuk menyamai kata2 dalam terjemahan Prabhupada? Inginkah anda itu terjadi?
KOMENTAR SAYA: Ini sudah berulang, tapi kalau anda benar2 cerdas maka Anda akan bisa mengerti. Hanya Bhg. Gita yang diberi arti dan penjelasan oleh penyembah murninya Krishna yang layak untuk dijadikan acuan. Kenapa begitu? Karena yang bersabda di Bhg. Adalah Krishna, bukan yang lain. Kalau seorang pembaca Bhg. Gita belum menyadari dan mengakui Sri Krihna itu adalah personalitas Tuhan Yang Maha Esa, maka dia belum memahami Bhg. Gita. Sekali lagi, hanya penyembah murninya….
11. ini bukan permainan akal lagi. tapi ini menjadi sebuah pilihan. Kita berdua sama2 tak punya akal, maka kita hanya bisa memilih. Anda pilih Bhg. menurut Prabhupada, saya memilih yang lain. Setuju? namun dalam hal ini, istilah mana yang paling benar/mana yang lebih baik, mana yang paling asli, tidak bisa dibandingkan. karena seperti kata saya, kita sebenarnya tidak tau, dan kita hanya memilih saja. Jadi kita sama2 subyektif, tidak obyektif. Ini sih tidak apa2, bukankah seluruh agama kalau dilihat secara netral adalah subyektif (hanya penganutnya pasti menganggap agamanya paling benar). Tetapi satu perbedaan dari bhagavad gita anda: mencantumkan As It Is. inilah yang kontroversi. Sebenarnya kita bisa saja bilang: “saya baca Gita saya, kalau kamu tidak suka, kamu baca Gita lain”. Tetapi hanya Bhagavad Gita Prabhupada-lah yang berisi tambahan As It Is (sesuai aslinya). Apakah benar sesuai aslinya?(karena semua pasti mencari yang paling asli). Bagi anda iya, tapi bagaimana kalau anggaplah Bhagavad Gita favorit saya yang dibuat oleh tokoh idola saya, bertuliskan:
(mohon disimak baik2)
brahmārpaṇaḿ brahma havir
brahmāgnau brahmaṇā hutam
brahmaiva tena gantavyaḿ
brahma-karma-samādhinā
Artinya:
“Jangan sembah Aku, sembahlah Brahma karena ia adalah sumber persembahan. dan yang menuhankan Avatar sebenarnya melakukan itu dengan cara yang salah”(hanya contoh, ngga ada magsud) LALU BHAGAVAD GITA VERSI TOKOH SAYA INI DIBERI JUDUL: “B.G. SESUAI ASLINYA”
Anda yakin anda tidak akan protes? Karena sudah terlanjur saya yang duluan menyerang, mungkin anda berkata tidak. tetapi mungkin iya, apalagi teman2 anda sangat suka mengkritik kitab2 buatan orang lain(please read again this article). Lalu persiapkan semua hujatan2 anda. Saya tinggal menjawab dengan semua komentar2 anda.(berbalik)
Anda bisa bilang B.G. saya tidak sesuai asli, saya bilang tokoh(pengarang) saya adalah orang yang lebih kompeten daripada pengarang BG lain. Sehingga lebih berhak menyandang titel “Sesuai Aslinya”. Apakah anda menginginkan seperti itu?(bayangkan sendiri, seperti itulah yang terjadi pada anda). Saya melihat anda masih subyektif sekali dan tidak ada inisiatif untuk menanyakan sendiri (Dari awal saya tidak tau, anda lebih tidak tau. Bedanya saya mempertanyakan, anda tidak ingin mempertanyakan. anda lebih suka “percaya ini yang paling pintar”). Sekali lagi tidak masalah kalau anda memang percaya yang itu dan yang lain percaya yang lain, tetapi dengan itu harusnya tidak ada yang terbaik/paling sesuai kehendak krishna.
KOMENTAR SAYA: Iya anda dengan kami berbeda. Bedanya adalah Anda sudah merasa tahu kesimpulan Veda sehingga bisa menentukan arti sloka “hanya” dengan kamus, sedangkan kami hanya menerima kesimpulan para Acarya melalui parampara yang kami yakini karena beliau adalah penyembah murni Krishna. Inilah bedanya. Silakan Anda memilih yang mana yang paling baik menurut Anda, kami tidak akan memaksa Anda untuk mengakui penjelasan Srila Prabhupada. Silakan promosikan kehebatan bahasa sanskerta anda, atau mungkin teman anda, kami tidak akan terpengaruh. Di Indonesia pun saya tahu ada beberapa doktor lulusan India yg katanya ahli bahasa sanskerta, apabila belum menjadi penyembah Krishna yang murni, maka kami tdk mengakuinya sebagai otoritas.
12. (Mohon maaf sedalam2nya bli, tetapi dalam beberapa hal saya lihat patokan anda masih sangat subyektif, tentu tidak akan melihat pertanyaan saya sebenarnya, dan hanya berusaha menanggapi kebencian saya (yang sebenarnya tidak ada). Hal ini sangat bertentangan dengan “anda yang lain” ketika gilirannya anda mengkritik/menentang suatu keyakinan di luar keyakinan anda. itulah sumber subyektifitas. Pada komentar berikutnya coba anggap pertanyaan saya ini saran, bukan kritikan. Bayangkan kalau umat lain yang berkata seperti saya? bukankah anda tambah gusar? Ah jangankan umat lain, anggap saja seorang Brahmakumaris yang menyinggung ini, bakal lebih panjang lagi. “Orang jelas2 menunjukkan kemahakuasaan Brahma kok diganti pake promosi “kesadaran krishna” buatannya?” bisa begitu katanya…Harap bagi anda/ siapapun yang membaca komen saya ini jangan membaca setengah2 atau menjawab setengah2 karena saya takut yang dijawab bukan pertanyaan saya sebenarnya. Hal itu hanya akan membuat saya menjawab lagi dan lebih panjang, semakin panjang, tak slesai2.(maklum masih belajar, mungkin magsud saya susah ditangkap).
KOMENTAR SAYA: Mungkin Anda berpikir kami akan mengubah makna sloka itu? Oh… tidak mungkin. Cara pandang anda dengan kami berbeda tentang sadhu, sastra, dan guru. Di Vaishnava pun banyak para penyembah yang sukses di bidang akademik, tetapi semakin sujud dan tunduk hati di hadapan para penyembah maju. Saya pikir penjelasan saya yang tidak seberapa ini bisa anda pahami maksudnya.
Karena anda mengaku dari parampara, maka saya bertanya untuk yang kedua kalinya. Anda dari parampara mana? Anda belum menjawabnya. Apa anda merasa malu atau apa?
Intermezzo
@ Sutha
jgn terpancing semua itukan tulisan……
biasanya kamu kokoh, tidak mudah terpancing, adem dan pinter.
sekarang kok beda, tulisanmu ada aliran panasnya (dlm skala kecil)
apa meditasinya bolong-bolong….?
kembalilah ke asalnymu…..
@ All, terutama sekali bli Sutha and bli putratridharma
Hare krishna
Om Swastiastu
Maaf sebelumnya karena tidak bisa memberikan tanggapan dengan cepat. Maklum waktu saya tidak terlalu banyak untuk setiap saat bisa melihat comment-comment yang masuk. Mengenai bahasan ini untungnya pada hari sabtu kemarin saudara putratridharma memberitahu saya kalau ada perdebatan sangat panjang dalam topik Bhagavad Gita Interactive. Hanya saja karena sabtu dan minggu saya libur dan keluyuran kesana-kemari, saya sama sekali tidak bisa internetan dengan leluasa. Kalau Facebook sih tetap jalan karena pake HP gratis… he..he..he..
Senin kemarin meski sudah ngantor dan terkoneksi internet terus, tapi masih ada kesibukan lain dan belum lagi diganggu oleh sapaan beberapa temen di YM, jadinya sama sekali ga sempat comment… Sorry ya bli Sutha and bli putratridharma 🙂
Setelah saya membaca diskusi dan apa yang disampaikan bli Sutha secara panjang lebar di atas, inti permasalahan yang saya tangkap hanya satu, “Apakah terjemahan Bhagavad Gita As It Is otentik dan yang lain salah? Padahal seperti sloka yang dikutip oleh bli Sutha memperlihatkan terjemahan perkata yang sangat jauh berbeda dari terjemahan slokanya.
Dalam comment saya sebelumnya saya sudah menyinggung dan mencari sloka-sloka Bhagavad Gita terjemahan Prabhupada yang menggunakan kata “Kesadaran Krishna”. Sayangnya dari comment yang panjang lebar tersebut saya malahan terlebih dahulu mengungkapkan pendapat para sarjana-sarjana dan tokoh-tokoh terkenal mengenai pembenaran keotentikan terjemahan Bhagavad Gita Prabhupada sehingga mungkin seolah-olah menyembunyikan tanggapan saya yang inti (kalau tidak membaca sampai habis). Tentunya hal ini saya lakukan bukan tanpa tujuan. Sebagaimana dalam ajaran Nyaya, dikatakan untuk memperoleh kebenaran terdapat beberapa metode, yaitu Pratyaksa pramana (observasi langsung), Anumana pramana (ilmu penyimpulan), Upamana Pramana (ilmu perbandingan) dan Sabda pramana (kesaksian).
Pengutipan pendapat-pendapat para sarjana dan tokoh yang saya lakukan adalah dalam upaya pencari pembenaran dengan menggunakan prinsip “Sabda pramana” atau mendengar kesaksian dari orang yang lebih paham. Saya sendiri bukan seorang sarjana sastra, tetapi saya sarjana teknik dan sekarang terjun di dunia sains dan teknis. Karena itulah tentunya kalau saya langsung melakukan obeservasi terhadap bidang yang saya tidak ketahui secara pas, tentu kurang bijak bukan? namun demikian bukan berarti saya melakukan debat kusir dan menghindari topik utama. Niat saya untuk ikut memperhatikan prinsip-prinsip Pratyaksa pramana (observasi langsung), Anumana pramana (ilmu penyimpulan), Upamana Pramana (ilmu perbandingan) saya tampilkan pada argumen berikutnya, yaitu yang saya kutib lagi sebagai berikut:
Dari jalannya diskusi, yang menjadi perdebatan panjang dan menjadi titik permaslahan yang saya lihat adalah dari sloka Bhagavad Gita 4.24 yang mengatakan:
brahmārpaṇaḿ brahma havir brahmāgnau brahmaṇā hutam brahmaiva tena gantavyaḿ brahma-karma-samādhinā
Dalam Bhagavad Gita As It Is ditulis terjemahan sebagai berikut:
Terjemahan per kata:
brahma = bersifat rohani; arpanam = sumbangan; brahma = Yang Maha- kuasa; havih = mentega; brahma = rohani; agnau = di dalam api penyempurnaan; brahmana = oleh sang roh; hutam = dipersembahkan; brahma = kerajaan rohani; eva = pasti; tena = oleh dia; gantavyam = untuk dicapai; brahma = rohani; karma = dalam kegiatan; samadhina = dengan menjadi tekun sepenuhnya.
Diterjemahkan oleh Srila Prabhupada menjadi:
Orang yang tekun sepenuhnya dalam kesadaran Krishna pasti akan mencapai kerajaan rohani karena dia sudah menyumbang sepenuhnya kepada kegiatan rohani. Dalam kegiatan rohani tersebut penyempurnaan bersifat mutlak dan apa yang dipersembahkan juga mempunyai sifat rohani yang sama.
Sedangkan menurut versi lain yang anda sampaikan adalah:
“Brahma adalah persembahan Brahma adalah minyak Brahma adalah Api Suci Brahma adalah persembahan ke api suci Tidak ada persembahan yang tidak menuju Brahma Brahma adalah Karma Brahma adalah Samadhi”
Dalam hal ini, salah satu yang anda mempermasalahkan adalah pengartian kata “brahmāgnau” yang menurut anda “brahmāgnau” berasal dari urat kata “brahma dan agni” sehingga menurut anda terjemahannya menjadi “brahma adalah api”, sedangkan dalam terjemahan Srila Prabhupada kata “brahmāgnau” dipecah menjadi dua kata, yaitu : brahma = rohani; agnau = di dalam api penyempurnaan. Seperti yang sudah saya jelaskan dalam comment saya sebelumnya, yang oleh prabhupada diartikan sebagai “berkesadaran Krishna” bukanlah kata “brahmagnau”, tetapi kata “brahma-karma-samādhinā” yang arti lainnya menurut arti per kata sesuai yang dipenggal di atas adalah “tekun sepenuhnya dalam kegiatan rohani”. brahmāgnau sebagaimana dalam frase “brahmāgnau brahmaṇā hutam” diterjemahkan sebagai “Dalam kegiatan rohani tersebut penyempurnaan bersifat mutlak”.
Sepengetahuan saya penerjemahan bahasa sansekerta memang tidak seperti bahasa indonesia yang dimulai dari awal kata, tetapi dari akhir kata. Hal ini sama halnya dengan aturan bahasa Inggris seperti contohnya “white snake legend”. Kita tidak bisa menterjemahkannya sebagai “putih ular legenda”, tetapi harus menjadi “legenda ular putih”
Selanjutnya, berkenaan dengan terjemahan “Kesadaran krishna” adalah dari kenyataan bahwasanya jika seseorang tekun sepenuhnya dalam kegiatan rohani, maka itu artinya dia tekun dalam Ketuhanan, sehingga arti lainnya adalah “tekun sepenuhnya dalam ketuhanan” dan oleh Srila prabhupada diterjemahkan menjadi “tekun sepenuhnya dalam kesadaran Krishna”. Kenapa rohani/berketuhanan diterjemahkan sebagai Krishna? Permasalahannya balik lagi ke inti Bhagavad Gita. Jika anda menyadari bahwa pohon Bhagavad Gita adalah Krishna dan Krishna adalah Tuhan, maka apa salahnya menyamakan kata Tuhan dengan Krishna? Disini ada “selera bahasa” yang masuk.. kalau seandainya tidak suka dengan kata “berkesadaran Krishna”, maka tinggal ubah aja dengan kata “berketuhanan” atau “berkerohanian”. ya nggak? 😉
Sebagai ilustrasi tambahan, dalam melakukan translating, para ahli bahasa setuju bahwasanya “jangan pernah melakukan terjemahan kata per kata, tetapi terjemahkanlah maksudnya”. Menterjemahkan maksud, tentunya harus memandang kontek tempat, waktu dan sosial budaya dimana bahasa itu digunakan. Disamping utu kita juga tidak bisa memperhatikan satu kalimat semata. Kadang kala kita perlu membaca satu paragraf penuh untuk bisa mengartikan kata tersebut secara benar. Karena itulah dalam melakukan terjemahan dari satu bahasa ke bahasa yang berbeda jika seseorang menterjemahkannya secara eksak, kadang kala artinya malah menjadi jauh berbeda. Ambillah contoh kata bahasa Inggris yang sederhana; “How do you do?” How = bagaimana, do = melakukan, you = kamu. Nah sekarang bagaimana kita menterjemahkan frase “How do you do?” ini? Apakah tepat kita mengatakan “Bagaimana anda melakukan?” Padahal arti harfiah dalam bahasa Indonesia menjadi “Apa kabarmu?” Begitu juga dengan frase “How are you?”, kenapa diterjemahkan menjadi “Apa kabar?” Kenapa tidak menjadi “Bagaimana kamu?” Padahal kata “kabar” dalam bahasa Inggris adalah “dispatch, message, news, report, tidings”. Jauh sekali bukan? Demikian juga frase “State of the art”, akan anda terjemahkan apa? Apakah anda akan menterjemahkannya “negara seni”? Tentu tidak bukan? Karena state of the art adalah sebuah idiom yang tidak bisa diterjemahkan terpisah seperti itu.
Dengan menggunakan aturan Upamana Pramana (perbandingan) tanpa saya mengerti aturan bahasa sansekerta dengan baik dan saya menyimpulkan bahwa pendapat saya benar, tentu kurang bijak. Karena itu saya mohon bli Sutha segera bisa memberikan tanggapan dengan menyertakan sistem terjemahan per-kata sesuai dengan Bhagavad Gita perbandingan yang anda sampaikan. dan juga aturan gramatikal bahasa sansekerta yang benar.
Disamping itu, mohon sertakan juga terjemahan 4 sloka sebelum sloka ini dan 4 sloka setelah sloka ini. Karena seperti kita ketahui, Bhagavad Gita adalah sebuah percakapan, maka sudah seharusnya sloka sebelumnya dan sloka sesudahnya setidaknya memiliki hubungan dan tidak berdiri sendiri. Sehingga salah satu pembenaran yang bisa kita ambil dari perbandingan ini adalah melihat harmonisasi terjemahan sloka sebelum dan sesudahnya. Kalau harmonis, maka masih mungkin terjemahan itu benar, tetapi kalau tidak harmonis, maka perlu kita pertanyakan konsistensi terjemahannya.
Disamping itu, saya akan mencoba bertanya ke beberapa teman yang sedang dan sudah menyelesaikan pendidikan bahasa sansekerta di beberapa universitas dan guru kula di India. Semoga mereka juga bisa memberikan sedikit gambaran ke kita mengenai tata bahasa yang benar sehingga diskusi kita tidak seperti dua ekor katak yang sama-sama berada dalam sumur yang sempit tetapi bertengkar mengenai masalah samudra yang sama sekali tidak mereka ketahui. Hasilnya sudah pasti hanya berujung pada kenihilan dan spekulasi.
Salam,-
@Putratridharma
@Ngarayana
@Xarel
Beberapa hal yang saya petik dari komentar2 di atas(saya sajikan dengan singkat)
1. Bli putra menekankan tidak pada linguistik. Artinya Bhagavad Gita As It Is adalah Bhagavad Gita As It Means. Begitu kan?
diantara semua statemen balik anda, banyak yang menarik saya lihat, dan mungkin ada juga beberapa poin terlewat karena komen anda lumayan panjang(tp tdk sepenjang saya, he2) dan karena jawaban anda sudah cukup jelas, saya tidak akan bahas yang lain. Tapi ada satu yang menarik menurut saya:
“Justru kalau diartikan secara leksikal maka artinya dan maksudnya akan salah”
Bagaimana dengan sloka yang lain saudara putratridharma? sejauh saya menelaah cuma sloka ini saya temukan janggal. adapun yang lain seperti kata2 bli ngara makna2 tambahan itu disisipkan dalam tanda kurung atau penjelasan tambahan.
Krishna berbicara, bicaranya adalah berupa linguistik(lisan). Bhagavad Gita diterjemahkan, terjemahan itu juga adalah sebuah karya linguistik(tulisan). Sedangkan anda hanya bicara makna. Kenapa Krishna tidak bicara sesuai makna yang ingin IA magsud? Bukankah dengan begitu krishna menipu semua orang sebelum Prabhupada membuat karyanya?
2. Secara halus saya menangkap kesan bhagavad Gita/Krishna hanya menjadi milik anda? Dan Prabhupada utusan untuk mengkoreksi Bhagavad Gita? Biar jelas:
Anda sendiri mengatakan secara linguistik terjemahan itu salah, tetapi secara makna benar. iya kan? Berarti hampir semua orang(sebelum Prabhupada) menerjemahkan seluruh isi B.G. salah, karena mereka menganggap sabda krishna sudah jelas dan benar. Baru setelah Prabhupada mengungkapkanlah ternyata baru diketahui kalau Krishna tidak berkata dengan benar
3. Bhagavad Gita hanya dapat dimengerti oleh Vaisnava sejati. karena yang lain akan tertipu oleh kata2 kiasan(tidak sesuai makna)
Berarti buyar sudah bayangan saya tentang keuniversalan Bhagavad Gita. Einstein saja bca bhagavad gita. Karena bayangan selama ini adalah bhagvad gita adalah penjelasan lebih “membumi” dari Catur Veda yang rumit dan sangat filosofis.
Itu saja yang saya ingin komentari, yang lain tidak karena saya rasa saya sudah menangkap magsud anda. Dan saya tidak memiliki sarjana apa2. terutama bidang pengetahuan umum karena sekolah saya dari SMA sampai kuliah seni melulu. Mungkin itu semakin merendahkan pandangan anda tentang kelayakan saya membahas ini, tetapi dalam berkomentar saya sudah perhatikan baik2(kecuali di komentar yang saya katakan saya lagi buru2,heee) andaikan ini persidangan, maka saya yakin saya tidak dapat dituntut tuduhan apapun, menjelek2kan, memberikan statemen tidak benar, mengubar emosi,dll. satu2nya tuntutan yang dapat dikenakan kepada saya adalah “mempertanyakan keaslian suatu kitab”. Tapi Indonesia bukan NAZI, jadi itu tidak melanggar hukum. Maaf kalau anda tidak suka(tapi suka) melayani saya.
@Ngarayana
Brahmagnau hanya sebagai perumpamaan. Karena saya sendiri tidak tau makna2 kata sesuai terjemahan Srila Prabhupada. Sedangkan pada kosa kata beliau tidak menjelaskan sumber kata2 terjemahan beliau, kosakatanya adalah kosakata terjemahan “linguistik”.
Anda menulis topik ini, dan saya memberi komentar pertama, anda lalu menjelaskan sloka bersangkutan, saya rasa bukan kebetulan bli. karena dari awal magsud saya adalah mempertanyakan sloka ini pada seseorang yang ahli bidang ini.
Anda pasti tau sloka ini bukan sloka biasa? saya lihat banyak aliran2 menggunakan sloka ini sebagai doa, dengan kegunaan berbeda2. ada untuk doa persembahan, doa sehabis mandi, doa ‘dwijati’, dll. Luar biasa sekali satu sloka yang kita bahas ini. wajar kalau sampai panjang lebar begini. Mungin bli tau kenapa sloka ini dijadikan doa khusus?
Entah kenapa saya merasa Bli ngarayana jarang sekali jawab komen saya dan lebih menjawab komen orang lain. jadi selalu merasa senang mendapat komentar anda. Tapi saya yakin itu cuma perasaan.
@Xarel X
Oh, maafkan. mungkin anda agak terkejut, karena dengan anda saya dulu beramah2, tapi di sini keliatan kasar ya?
Sebenarnya saya sih kritis juga, tetapi hanya dengan saudara seiman saja. Karena saudara seiman bagai keluarga sendiri. Saya menghargai umat lain, tetapi saya ingin yang terbaik untuk keluarga saya. Entah itu melibatkan tanya jawab tak berujung pangkal.
Saya agak keberatan kalau anda mengatakan saya beremosi disini, tetapi yah tentu orang lain lebih tau kita gimana, ada benarnya pasti kalau anda sampai menyampaikan itu kepada saya. yang jelas, saya sendiri sudah berusaha membatasi diri saya, misalkan kalau hari itu saya ngga dapet meditasi menyanyikan lagu2 suci untuk menekan keegoan saya, saya ga bales komen apa2. Lebih kurangnya mohon dimaafin. Peace for all
Dan satu lagi, pertanyaan Putratridharma, mengenai parampara saya. Maaf bukan karena takut/malu, tetapi komen2 kemarin saya benar2 fokus pada pertanyaan dan jawaban topik ini, jadi saya melewatkan untuk menjawab pertanyaan2 non linear anda. Parampara saya adalah dari Guru saya secara langsung. Menjalankan bhakti dengan bimbingan Guru secara langsung/ Guru Padesa. Kepercayaannya seperti anda bisa tebak sendiri Sivaism. Tetapi setelah sempat saya konsultasikan ternyata kami bukan berpatokan pada asas2 Siva Siddhanta!(tidak semua sivaism adalah siva siddhanta).
Wah akan panjang sekali penjelasan saya kalau saya bahas ini. seolah tidak akan habis. tetapi saya sudah pernah janji akan menjawab pertanyaan anda ttg saya. Jadi, go ahead. silahkan kalau ada yang anda tanyakan.
@ngarayana
Bli ngara saya punya pertanyaan di “…teori Big Bang” yang belum terjawab.
(kepada saudara putratridharma tolong di sms bli-nya)
@ Sutha
Terimalah salam hormat saya,
Diskusi di antara kita berdua tentang topik ini mari kita tutup. Kalau Anda masih mau melanjutkannya, silakan dengan Prabu Laksmi Narayana ya… atau kalau ingin diskusi secara lisan, tentu lebih baik dan akan lebih komprehensif.
Maafkan kalau saya menyinggung-nyinggung kesarjanaan, saya tidak bermaksud untuk merendahkan Anda. Sungguh…
Dandavat… Sembah sujud saya untuk Anda penyembah Siva