Kenapa ada orang-orang yang tidak pernah berbuat curang, dusta, korup, amoral atau jahat selama hidupnya, ternyata mengalami nasib sial, hidup sengsara dan ditimpa bermacam-macam  kesusahan, sedangkan banyak orang yang nyanyata-nyata hidup berdosa  malahan hidup makmur, enak, nyaman dan senang?

Inilah yang sering disebut problem of evil. Ada 2 (dua) teori yang dikemukakan untuk menjawab fakta paradok atau problem of evil ini yaitu:

1. Teori dosa turunan

(a)    Manusia menderita karena mewarisi dosa dari leluhur pertama.

(b)   Hidup susah atau senang karena kebijakan Tuhan yang punya wewenang mutlak dalam mengatur segala kehidupan di dunia fana.

2. Teori ujian Tuhan

(a)    Manusia lahir tanpa dosa, jadi baik atau jahat karena lingkungan.

(b)   Dualitas kehidupan (sehat-sakit, senang-susah, pujian-hinaan, dsb) adalah ujian/cobaan yang diberikan oleh Tuhan.

(c)    Hidup susah atau senang karena kebijakan Tuhan yang punya wewenang mutlak dalam mengatur segala kehidupan di dunia fana.

Kedua teori tersebut tidak mampu menjelaskan kenapa ada problem of evil di masyarakat manusia. Sebab keduanya tidak mampu menjawab pertanyaan berikut.

(a)    Bila setiap orang mewarisi dosa leluhurnya dalam porsi yang sa-ma, mengapa nasib sang manusia amat berbeda satu dengan yang lainnya? Bila seseorang miskin karena me-warisi dosa leluhur lebih banyak dari si kaya, lalu apa alasan Tuhan menetapkan si miskin harus me-nanggung dosa leluhur lebih banyak dari pada si kaya?

(b)   Apa alasan Tuhan menguji seseorang dengan membuat dia lahir dalam keluarga miskin dan melarat seumur hidupnya, sedangkan orang lain di-uji dengan lahir dalam keluarga kaya dan senang se-umur hidupnya?

(c)    Mengapa tiga orang bersaudara yang lahir dalam keluarga sama, besar dalam lingkungan sama, di-didik dengan cara yang sama dan diberi makan sama, harus bernasib berlain-lainan?

(d)   Jikalau setiap bayi lahir suci tanpa dosa, mengapa banyak bayi lahir dengan pisik cacat, berpenyakitan atau abnormal yang menjadi pangkal derita kehidupannya di dunia fana?

Jawaban para penganut Teori dosa turunan, “Hanya Tuhan yang tahu”, tidak memuaskan siapapun yang berpikir kritis. Sedangkan  jawaban  para penganut Teori ujian/cobaan Tuhan, “Itu adalah rahasia Tuhan, hanya Tuhan yang tahu”, pun tidak memuaskan mereka yang berpikir kritis.

TEORI TIDAK LOGIS DAN TIDAK RASIONAL

Teori dosa turunan tidak rasional, sebab kalau ayah saya yang melakukan kejahatan, lalu mengapa saya yang tidak ikut berbuat jahat dan tidak tahu permasalahannya, harus kena hukumqan dan menderita?

Teori bahwa hidup di dunia fana adalah ujian/cobaan Tuhan dan bahwa setiap orang lahir suci tanpa dosa, tidak mencerminkan aturan dan tindakan Tuhan yang maha arif, maha bijaksana, maha benar dan maha adil. Sebab, bagaimanapun juga Tuhan yang maha bijak, maha benar dan maha adil, tidak mungkin membuat hidup seseorang sengsara tanpa sebab dan alasan jelas masuk akal.

Dalam kehidupan sehari-hari  secara  material atau pisik nampak jelas bahwa orang di-hukum dan menderita karena ada sebab dan alasannya. Begitu pula, secara spiritual atau metapisik, seseorang lahir cacat/abnormal, hidup dalam kemiskinan dan menderita, pasti ada sebab-musababnya dan tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Dan Tuhan tidak mungkin menetapkan kehidupan seseorang sengsara atau bahagia secara sewenang-wenang tanpa sebab dan alasan  yang  pasti dan benar.

TAKDIR, NASIB DAN IKHTIAR

Oleh karena ilmu pengetahuan material (maya-tattva) dan ajaran-ajaran rohani mutakhir yang muncul pada masa Kali-Yuga tidak mampu menjelaskan secara logis, rasional dan pilosofis tentang nasib buruk atau derita yang menimpa begitu banyak manusia dalam keadaan yang berbeda-benda, maka banyak sekali orang jadi bingung dan tidak mengerti apa itu takdir, nasib dan ikhtiar.

Oleh karena tidak bisa mengerti takdir, nasib dan ikhtiar secara benar, maka orang-orang berkesadaran materialistik menimpakan kesalahan kepada Tuhan atas takdir, nasib buruk dan kegagalan hidupnya, seraya menyatakan bahwa Tuhan tidak maha kuasa karena tidak mampu meniadakan derita yang menimpa begitu banyak makhluk manusia

Selama sang manusia meng-anggap bahwa kehidupannya di dunia fana ini hanya sekali ini saja, dan bahwa sebelum kehidupan material sekarang tidak ada  kehidupan material yang telah pernah di jalani, dan setelah  kehidupan material sekarang berakhir tidak akan ada lagi kehidupan material yang  harus dijalani, maka sang manusia tidak akan pernah bisa mengerti dengan benar tentang takdir, nasib dan ikhtiar gagal dalam kehidupan yang sedang dijalaninya.

UNGKAPAN MAHA PENGASIH DAN PENYAYANG YANG MEMBINGUNGKAN

Sifat Tuhan yang “Maha pengasih dan penyayang” paling sering dikumandangkan oleh para penganut ajaran rohani mutakhir. Pernyataan ini seolah berarti bahwa Tuhan tidak memiliki sifat-sifat lain apapun. Dan pernyataan ini sungguh-sungguh membingungkan orang-orang yang tertimpa nasib malang dan hidup menderita.

Jika Tuhan sungguh maha pengasih dan penyayang,

(a)    Mengapa Tuhan membiarkan begitu banyak manusia hidup sengsara karena kelaparan, perang, teror bom bunuh diri, bencana alam, penyakit dan kecelakaan.

(b)   Mengapa  Tuhan membiarkan kejahatan, kemunafikan, tindak-kekerasan dan berbagai macam perbuatan amoral terus merajalela di masyarakat manusia?

(c)    Mengapa Tuhan membiarkan para pembohong, pendusta,  penipu dan koruptor hidup enak dan nyaman dalam kesuka-citaan?  Dan

(d)   Mengapa Tuhan membiarkan orang-orang baik-hati, saleh,  jujur  dan  dermawan ditimpa bermacam-macam kesulitan dan kesusahan hidup di  dunia fana?

HUKUM KARMA-PHALA ADALAH PENGATUR KEHIDUPAN SEGALA MAKHLUK DI ALAM SEMESTA MATERIAL

Sesungguhnya Tuhan telah menetapkan aturan kehidupan universal bagi segala makhluk dan alam dunia. Aturan universal ini adalah hukum karma-phala, sebab-akibat. Karma = perbuatan, dan phala = akibat, buah, hasil atau reaksi.

Karma baik menimbulkan phala baik dan menyenangkan. Sebaliknya, karma buruk menimbulkan phala buruk yang menyengsaakan. Begitulah, karena rajin bekerja, seserang punya penghasilan dan hidup senang. Sebaliknya, jika seseorang malas bekerja, maka dia tidak berpehasilan dan hidup susah. Karena seseorang berwatak congkak, maka banyak orang tidak suka kepadanya.

Hukum Tuhan ini sungguh sederhana, namun ia menjadi begitu komplek karena beraneka-macam perbuatan (karma) yang dilakukan oleh sang manusia dengan beraneka macam akibat (phala) nya.

KARMA-PHALA DARI SEGI WAKTU

Dari segi waktu timbulnya phala (akibat/buah/hasil), ada tiga macam karma (perbuatan/kegiatan) yaitu:

(a)    Prarabdha-karma, perbuatan (karma) yang menimbulkan akibat (phala) seketika. Contoh, bila anda mencaci seseorang tanpa alasan jelas, maka anda di pukul dan sakit.

(b)   Kriyamana-karma, perbuatan (karma) yang akibat (phala) nya baru muncul kemudian setelah beberapa waktu dalam kehidupan seseorang. Contoh, seseorang hidup mewah dari hasil rampokannya, tetapi setahun kemudian ia ditangkap dan masuk penjara berdasarkan penyelidikan polisi.

(c)    Sancita-karma, perbuatan (karma) yang akibat (phala) nya  ditanggung dalam masa penjelmaan berikutnya. Contoh, seorang pembunuh yang berhasil menghindari hukuman mati karena menyuap hakim, akan terbunuh pula secara kejam dalam penjelmaan berikutnya.

ANALISIS SEDERHANA ATAS KEHIDUPAN SESEORANG

Berdasarkan penjelasan ringkas diatas tentang hukum Karma-phala, sekarang kita bisa menganalisis kehidupan orang sengsara seperti Tuan Amri.

(a)    Karena tidak mampu meninggalkan kebiasaan merokoksetiap hari, maka dia menderita sakit paru-paru  = Prarabdha-karma.

(b)   Karena semasih muda dia berjasa kepada negara sebagai pejuang kemerdekaan bangsa, maka kini setelah tua dia mendapat uang pensiun secara rutin per bulan = Kriyamana-karma.

(c)    Karena dalam masa penjelmaan sebelumnya dia (sebagai jiva) pernah memukul anjing hingga si binatang lumpuh di kaki, maka dalam usianya yang semakim tua, Amri menderita lumpuh di kaki sehingga harus berjalan pakai tongkat = Sancita-karma.

Maka secara pisik kehidupannya nampak sebagai berikut.

“Tuan Amri hidup sengsara karena menderita sakit paru-paru dan kedua kakinya lumpuh. Uang pensiunnya tidak cukup untuk merawat dan menghidupi dirinya sendiri. Sungguh kasihan, dia hidup sengsara seperti itu”.

Jadi dengan memahami adanya hukum Tuhan yaitu Karma-phala yang universal ini, maka beraneka-macam dualitas kehidupan (kaya-miskin, senang-susah, sakit-sehat, dsb) dan paradok kehidupan (yaitu orang baik hati ditimpa kemalangan, sedangkan orang jahat hidup enak dan damai) dapat dijelaskan secara logis, rasional dan memuaskan.

JUTAAN KARMA DAN JUTAAN PHALA

Hukum karma-phala tidaklah sesederhana seperti yang didengar. Sebab setiap orang melakukan beraneka-macam perbuatan (karma) setiap hari yang menimbulkan akibat (phala) yang bermacam-macam pula. Dan oleh karena setiap orang melakukan jutaan karma dengan jutaan phala yang berlain-lainan, maka timbullah jutaan kondisi kehidupan yang berbeda-beda di masyarakat manusia.

Phala (akibat) yang ditimbulkan oleh jutaan karma (perbuatan) berbeda-beda yang dilakukan oleh seseorang dan menentukan kondisi kehidupan dirinya (sebagai sang jiva) dalam penjelmaan berikutnya, hanya bisa diputuskan secara benar, adil dan bijaksana oleh Sri Krishna dalamm aspek-Nya sebagai Paramatma (Bhagavad Gita 13.23 dan 18.61).

Dalam hubungannya dengan hukum karma-phala, kondisi kehidupan manusia yang berlain-lainan itu dapat diringkas secara umum sebagai berikut.

HUTANG KARMA

Beraneka macam akibat (phala) perbuatan (karma) yang mengikat dan mengotori kesadaran dan memaksa sang makhluk hidup (jiva) lahir lagi ke dunia fana, disebut hutang karma.

Bilamana hutang karma buruk dan jahat seseorang begitu banyak, maka dalam penjelmaan berikutnya dia (sebagai jiva rohani-abadi) akan merosot dengan memperoleh badan cacing atau ulat. Sebaliknya, bila hutang karma bajik seseorang begitu banyak, maka dalam penjelmaan berikutnya dia akan meningkat dengan memperoleh badan rihsi, deva atau brahmana.

Tetapi jika seseorang bebas dari segala hutang karma baik ataupun buruk, maka dia tidak akan lahir lagi di dunia fana, melainkan kembali kepada  Tuhan dan tinggal bersama-Nya di alam rohani kebahagiaan abadi  Vaikunthaloka.

PUNARBHAVA, KESEMPATAN MELUNASI HUTANG KARMA

Kelahiran kembali ke dunia fana atau alam material akibat hutang karma yang belum lunas, oleh Veda disebut punarbhava (punar = lagi, dan bhava =lahir, menitis atau menjelma).

Secara umum, punarbhava disebut reinkarnasi (reincarnation) yang berarti penjelmaan kembali atau tumimbal lahir. Artinya, sang  makhluk  hidup (jiva) yang di-belenggu oleh hutang  karma dari penjelmaan sebelumnya, harus menjelma (lahir) lagi ke dunia fana dengan badan jasmani baru tertentu (manusia, deva, hewan, reptil atau badan jenis lain) untuk menikmati atau menderita akibat (phala) dari perbuatan (karma) yang telah dilakukannya itu.

Dengan berpunarbhava sebagai manusia, sang makhluk hidup (jiva) dapat kesempatan untuk :

  1. Mengurangi hutang karma buruk (asubha-karma).
  2. Menambah hutang karma bajik (subha-karma), dan
  3. Berangsur- angsur melunasi segala hutang karma bajik dengan tekun melakukan pelayanan bhakti (cinta-kasih) kepada Sri Krishna.

Jika seseorang sudah tidak memiliki (=bebas dari segala ) hutang  karma buruk dan bajik, itu berarti dia telah tersucikan, berada pada tingkat spiritual, dan memenuhi syarat untuk kembali tinggal di alam rohani.

HUTANG HARMA BURUK YANG SEMAKIM MENUMPUK

Pada jaman modern yang materialistik sekarang, kebanyakan  orang  sibuk  dalam beraneka-macam kegiatan pamerih mengejar kesenangan duniawi semu dan sementara (maya-sukha). Begitulah, hidup sesat memuaskan indriya jasmani hanyalah menambah hutang karma buruk (asubha-karma) belaka.

Reaksi (phala) hutang karma buruk yang semakim menumpuk dan meluas di masyarakat ditunjukkan oleh fakta-fakta berikut:

  1. Kehidupan di kota-kota besar semakim tidak tenang, tidak aman, tidak nyaman dan tidak damai.
  2. Perang, teror bom bunuh diri dan beraneka-macam tindak kekerasan lain semakim meluas.
  3. Bencana alam (banjir, gempa, kebakaran hutan, angin topan, tsunami, musim kering panjang, dsb) terjadi silih berganti.
  4. Bermacam-macam penyakit kembali mewabah tanpa bisa dicegah.
  5. Beraneka-macam perbuatan curang, korup, dusta, jahat dan amoral semakim meluas.
  6. Kerusakan alam dan lingkungan hidup semakim parah.

Mereka yang disebut kaum intelektual modern dengan beraneka-macam gelar akademik, tidak perduli  pada  hukum universal Tuhan “KARMA-PHALA dan PUNARBHAVA”ini. Mereka tidak mau mengerti  bahwa kehidupan manusia yang semakim menderita di muka Bumi adalah karena akibat (phala) hutang karma buruk yang semakim menumpuk dan meluas di masyarakat.

Oleh karena buta dan tuli rohani, mereka yang disebut para sarjana duniawi bertabiat materialistik, tidak sadar bahwa teori-teori hidup bahagia  di dunia fana melalui pemuasan indriya badan jasmani yang mereka ciptakan dan di praktekkan oleh rakyat, hanya semakim menambah dan memperbanyak hutang karma buruk di masyarakat manusia modern.

PENGETAHUAN TENTANG HUKUM KARMA-PHALA DAN PUNARBHAVA

Pengetahuan ini adalah bagian dari pengetahuan Veda. Ia mencakup pengetahuan tentang:

  1. Sang makhluk hidup (jiva/roh).
  2. Alam material (dunia fana) dan alam spiritual (dunia rohani).
  3. Tiga sifat alam material (Tri-guna).
  4. Hakekat badan jasmani.
  5. Para deva pengendali urusan material dunia fana.
  6. Watak Sura dan Asura, dan
  7. Prinsip-prinsip dharma dan adharma.

Oleh karena hukum Tuhan yang universal ini adalah bagian dari pengetahuan Veda, maka ia harus dimengerti sesuai petunjuk Veda yaitu mendengar pengetahuan ini dari sang Acarya (guru kerohanian) yang memiliki garis perguruan (sampradaya) sah dan mengajarkan berdasarkan prinsip parampara atau proses deduktip.

AWAL DARI ASUBHA-KARMA

Keinginan (iccha) untuk menikmati secara terpisah dari Sri Krishna dan keengganan (dvesa) untuk melayani Beliau di dunia rohani adalah awal dari asubha-karma (perbuatan buruk) sang makhluk hidup (jiva). Sri Krishna berkata, “Iccha dvesa samutthena dvandva mohena bharata sarge yanti parantapa, O keturunan Bharata, dibuai oleh keinginan menikmati secara terpisah dariKu dan keengganan melayaniKu, wahai Penakluk musuh, maka  ia  (sang jiva) jatuh ke alam material” (Bhagavad Gita 7.27).

Dengan kata lain, sang makhluk hidup (jiva) menyalahgunakan kebebasan/kemerdekaan sedikit yang dimilikinya dengan menyimpang dari kedudukan dasarnya sebagai abdi/pelayan kekal Tuhan di dunia rohani.

Karena itu, Sukadeva Gosvami memberitahu  Raja  Pariksit, “Oleh karena na bhajante, tidak mau meng-abdi kepada Tuhan Krishna dan avajananti, tidak senang kepada Beliau, maka sthanad brastah patanti adhah, jatuhlah sang jiva ke alam material” (Bhagavata Purana 11.5.3).

Sri Krishna maha pemurah, sehingga atas karunianya, sang jiva diberi kesempatan dan tempat untuk merealisir keinginan (iccha) dan keengganan (dvesa) nya itu  dengan tinggal di dunia fana atau alam material. Tidak disadari oleh sang jiva bahwa iccha dan dvesa demikian adalah kesesatan yang menyebabkan dirinya jatuh dan hanyut dalam samudra derita kehidupan material dunia fana.

JENIS KARMA DITENTUKAN OLEH UNSUR-UNSUR TRIGUNA

Veda  menyatakan, “Guna bhavyena karmanah, kegiatan timbul karena terjadi interaksi tiga sifat alam material dalam badan jasmani (Bhagavata Purana 11.11.10). Gunaih karmani sarvasah, segala macam kegiatan timbul karena interaksi sifat-sifat alam material (Bhagavad Gita 3.27).

Hubungan antara Tri-Guna (tiga sifat alam material yaitu: sattvam, rajas dan tamas) dengan perbuatan/kegiatan (karma), dharma dan adharma, watak Sura (daivi sampad) dan Asura (asuri-sampad) dan tujuan yang dicapai, secara umum dapat diringkas sebagai berikut.

PIKIRAN ADALAH PUSAT SEMUA INDRIYA JASMANI

Pikiran dikatakan pusat semua indriya jasmani, sebab pikiranlah yang mengendalikan semua indriya dan tanpa ada kontak ke pikiran, setiap indriya tidak bisa melakukan fungsinya masing-masing. Misal,  sang bhakta yang sedang asyik ber-japa sambil mengingat lila Sri Krishna, tidak melihat ataupun mendengar apapun yang terjadi disekeliling dirinya.

Karena itu, orang sungguh mendengar atau melihat jika informasi tentang obyek yang di dengar telinga atau dilihat mata, diterima (=masuk kedalam) pikiran. Dengan kata lain, orang benar-benar mendengar atau melihat jika ada perhatian dari pikiran terhadap obyek yang didengar atau di lihat.

Selama belum ada keputusan dari pikiran, maka selama itu indriya-indriya jasmani (telinga, mata, hidung, lidah, kulit, tangan, kaki. mulut, anus  dan kemaluan) tidak akan  melakukan kegiatan apapun.

PROSES TERJADINYA KARMA

Badan jasmani sang makhluk hidup (jiva) terdiri dari:

  1. Badan jasmani halus (subtle material body) yang tersusun dari: pikiran, ego dan kecerdasan.
  2. Badan jasmani kasar (gross material body) yang tersusun dari : akasa, udara, api, air dan tanah.

(Perhatikan Bhagavad Gita  7.4).

Selanjutnya dikatakan bahwa indriya-indriya jasmani lebih halus dari pada obyek-obyeknya. Pikiran lebih halus dari pada indriya-indriya. Kecerdasan lebih halus dari pada pikiran. Dan sang makhluk hidup (=jiva yang diselimuti ego) lebih halus dari pada kecerdasan (perhatikan Bhagavad Gita 3.42).

Berdasarkan sloka-sloka Veda tersebut diatas, proses terjadinya karma dapat dijelaskan sebagai berikut.

PROSES TERJADINYA PHALA

Proses terjadinya phala dapat dijelaskan sebagai berikut.

PROSES TERJADINYA PUNARBHAVA

Segala karma (perbuatan/kegiatan) yang dilakukan oleh indriya-indriya badan jasmani terrekam di dalam pikiran, sehingga setiap orang bisa ingat karma yang dilakukan beberapa hari, sebulan atau pun  setahun yang lalu.

Daya tampung pikiran dalam merekam data-data kegiatan yang di-lakukan oleh badan jasmani kasar sang makhluk hidup (jiva) tak dapat ditandingi oleh daya tampung hard disk komputer bikinan sang manusia yang teramat canggih.

Hubungan antara pikiran dengan hukum karma-phala dapat dijelaskan secara analogis sebagai berikut.

Oleh karena ada benih yang ditaburkan di lahan itu, maka ia (benih itu) tumbuh, lalu berbuah dan kemudian di panen oleh si penabur benih. Begitu pula, oleh karena ada karma (perbuatan) yang dilakukan, maka ada phala (akibat) yang timbul dan harus ditanggung oleh si pelaku yaitu sang jiva berjasmani manusia.

Sedangkan jenis karma dalam hubungannya dengan phala (akibat) nya  dapat dijelaskan sebagai berikut.

Sancita-karma membentuk hutang-hutang karma yang menumpuk mengotori pikiran. Hutang-hutang karma ini adalah rekaman beraneka-macam kegiatan pamerih memuaskan indriya jasmani dan membuai sang jiva dengan beraneka-ragam niat, minat, kehendak, dambaan dan keinginan untuk menikmati kesenangan material dunia fana.

Dengan kata lain, hutang karma yang mengotori pikiran, mengikat sang jiva dengan cita-cita untuk terus tinggal dan hidup di alam material dan menikmati kesenangan  material  dengan berbagai cara.

Pada saat kematian, badan jasmani kasar (gross material body) sang  jiva segera membusuk dan hancur. Tetapi ia (sang jiva), dengan berkendaraan badan jasmani halus (subtle material body) yang tersusun dari ego, kecerdasan dan pikiran (yang dimuati bermacam-macam hutang karma), berpindak ke badan jasmani kasar baru tertentu sesuai dengan macam kesadarannya pada saat ajal.

Sri Krishna berkata, “Yam yam vapi smaran bhavam tyajaty ante kalevaram tam tam evaiti kaunteya sada tad bhava bhavitah, keadaan apapun yang seseorang ingat pada saat ajal, pasti keadaan itu yang akan dia  peroleh” (Bhagavad Gita 8.6).

Begitulah pada saat ajal, seseorang pasti hanya ingat karma (perbuatan) yang paling sering dilakukan dan paling disukainya atau menjadi hobi. Dan ingatannya itu menentukan macam kesadarannya pada saat kematian mengakhiri hidupnya.

Proses terjadinya punarbhava dapat diringkas sebagai berikut.

PROSES PERPINDAHAN AMAT HALUS

Veda menyatakan bahwa proses perpindahan sang makhluk hidup (jiva) dari badan jasmani kasar lama yang telah usang dan rusak ke badan jasmani kasar baru dengan berkendaraan badan halus, adalah proses amat halus dan berada diluar pengamatan indriya-indriya jasmani kasar.

Perpindahan tersebut, kata Veda, adalah bagaikan perpindahan si ulat dari satu lembar daun ke lembar daun lainnya. Sebelum melepaskan daun yang ditempatinya, si ulat sudah berpegangan pada daun lain yang hendak di tempati.

Begitu pula, sebelum meninggalkan badan jasmani kasar lama, sang jiva sudah masuk (=berpegangan) ke badan jasmani halus tertentu yaitu pikiran (manah) yang telah dimuati mentalitas tertentu sesuai dengan karma (kegiatan) yang paling disenangi dan paling sering dilakukan dengan badan jasmaninya sekarang.

Keadaan mentalitas pikiran atau macam kesadaran pada saat ajal menentukan jenis badan jasmani kasar berikutnya yang akan dihuni oleh sang jiva.

Pikiran yang dimuati mentalitas tertentu di-sebut paham hidup. Dan paham hidup ini adalah kumpulan keingingan, minat, dambaan, kemauan, kehendak,kesukaan, tabiat, prilaku, watak, sifat, perangai, pola dan cara menikmati. Semua ini  terbentuk dalam pikiran.

Veda menyatakan, “Srotam caksuh sparsanam ca rasanam ghranam eva ca adhisthaya manas cayam visayan upasevate, sang makhluk hidup mengembangkan jenis indriya pendengar,  penglihat,  pengecap, pencium dan perasa tertentu yang semuanya ter-kumpul  dalam  pikiran.Begitulah kemudian ia memperoleh badan jasmani kasar baru tertentu untuk menikmati obyek-obyek indriya tertentu pula”(Bhagavad Gita 15.9).

Selanjutnya Veda menyatakan,“Manah karma mayam nrnam, kondisi pikiran sang manusia ditentukan oleh akibat (phala) perbuatan (karma) yang dilakukannya. Indriyaih pancabhir yatam lokal lokam prayatyanya  atma tad anuvartate, bersamaan dengan ke-lima indriya  persepsi, pikirannya berpindah dari satu badan jasmani kasar ke badan jasmani kasar lain, dan sang jiva ikut pula ber-pindah bersama nya” (Bhagavata Purana 11.22.37).

Dan Sri  Krishna sendiri berkata, “Sang makhluk hidup  (jiva) yang jatuh ke dunia fana, membawa serta bermacam – macam paham hidup bersama dirinya dari satu badan jasmani kasar ke badan jasmani kasar lain, vayur gandhan  iva sayat, bagaikan angin membawa aroma” (Bhagavad Gita 15.8).

EVOLUSI SPIRITUAL

Veda menyatakan bahwa sesuai dengan macam dan intensitas  asubha-karma (perbuatan berdosa) yang dilakukannya, sang jiva berjasmani manusia bisa merosot dengan lahir sebagai anjing, kadal, tikus atau makhluk rendah lain.

Setelah  menjelma sebagai  ikan, maka sang jiva harus lahir berulang-kali dalam berbagai jenis kehidupan yang lebih tinggi sebelum pada  akhirnya kembali memperoleh badan manusia. Ini disebut evolusi spiritual yaitu sang jiva berangsur-angsur (pelan-pelan) merobah kesadarannya dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi dengan berganti-ganti badan jasmani mulai dari berbagai badan jasmani akuatik, tanaman/pohon, serangga, burung, binatang dan akhirnya badan jasmani manusia.

Jadi menurut teori evolusi spiritual Veda, sang jiva yang rohani-abadi tidak pernah berubah meskipun berganti-ganti badan jasmani. Dan beraneka-macam badan jasmani yang telah pernah di huninya, sudah ada sejak terciptanya alam semesta material ini dan wujud serta bentuknya pun tetap sama, tidak pernah berobah.

Karena itu dikatakan bahwa evolusi spiritual ini adalah rangkaian perpindahan sang jiva dalam jutaan kondisi kehidupan (badan jasmani) berlain-lainan yang menyengsarakan belaka.

Evolusi spiritual ini harus dijalani oleh setiap jiva berjasmani manusia yang salah/keliru menggunakan jasmani manusianya yaitu bukan untuk berbhakti kepada Sri Krishna, tetapi untuk mengejar kesenangan material dunia fana yang semu, khayal dan sementara.

Proses evolusi spiritual Veda tersebut diatas dapat diringkas sebagai berikut.

PHALA TEMPORER DAN PHALA PERMANEN

Kegiatan (karma) materialistik pamerih memuaskan indriya jasmani agar  hidup bahagia di dunia fana yang dilakukan oleh orang-orang yang tergolong Asura, memberikan hasil (phala) temporer. Kesenangan yang timbul dari kontak antara indriya jasmani dengan obyeknya yaitu beraneka macam barang kebutuhan hidup, berlangsung sebentar saja dan tidak sungguh-sungguh memuaskan.

Kegiatan (karma) rohani mengendalikan indriya-indriya badan jasmani dan menyibukkannya dalam pelayanan bhakti kepada Sri Krishna, memberikan hasil (phala) permanen. Dikatakan, “Nehabhikrama-naso’ sti pratyavayo na vidyate, dalam menempuh jalan spiritual ini, tidak ada kerugian atau pengurangan. Svalpam apy asya dharmasya trayate mahato bhayat, kemajuan yang sedikit saja dalam jalan spiritual ini akan menjauhkan orang dari mara-bahaya paling besar”(Bhagavad Gita  2.40).

Phala temporer karma materialistik pamerih menyebabkan si pelaku merosot kedalam kehidupan yang lebih rendah.  Tetapi  phala permanen  karma spiritual menuntun si pelaku menuju kehidupan bahagia nan kekal di alam rohani.

HUBUNGAN ANTARA HUKUM KARMA-PHALA DENGAN TAKDIR, NASIB DAN IKHTIAR

Veda menyatakan bahwa semasih sang makhluk hidup (jiva) berada didalam kandungan si ibu, takdir, nasib dan ikhtiar dalam kehidupan yang dia akan jalani kelak, telah ditetapkan sesuai dengan hutang-hutang karma nya. Dikatakan, “Ayuh karma ca vittam  ca  vidya nidhanam  eva  ca pancaitani hi srjyante garbhathasyeva dehinam, usia (umur), pekerjaan, kekayaan, pengetahuan dan kematian telah ditetapkan semasih se-seorang berada dalam kandungan” (CN.4.1).

Berdasarkan sloka Veda tersebut, maka takdir, nasib dan ikhtiar dapat diringkas sebagai berikut.

Hubungan antara hukum karma-phala dan punarbhava dengan takdir, nasib dan ikhtiar dapat dijelaskan secara analogis sebagai berikut.

Sementara anda harus melunasi hutang-hutang karma dengan kegagalan atau keberhasilan ikhtiar, pada saat yang sama anda punya kebebasan berikhtiar atau ber-karma (berbuat/bertindak) untuk mengejar kesenangan duniawi, atau meniti jalan spiritual keinsyafan diri. Anda punya kebebasan penuh untuk menentukan macam kehidupan yang anda inginkan.

NAISKARMYA, BEKERJA TANPA AKIBAT/REAKSI

Veda menyatakan bahwa untuk sampai pada tingkat spiritual brahma-bhuta atau visuddha-sattvam, berhubungan dengan Tuhan, sang jiva harus bebas dari segala hutang karma buruk ataupun karma bajik. Sebab, phala (akibat) karma buruk menyebabkan sang jiva merosot kedalam kehidupan yang lebih rendah. Dan phala (akibat) karma bajik mengantarkannya ke alam sorgawi. Dengan kata lain, hutang karma buruk maupun bajik mengikat sang jiva di alam material.

Agar bebas dari phala (akibat) karma bajik ataupun buruk atau agar bisa naiskarmya, bebas dari segala hutang karma, seseorang harus bekerja (ber-karma) semata-mata untuk menyenangkan Sri Krishna, dan ini disebut pelayanan bhakti (hrsikena hrsikesa sevanam bhaktir ucyate).

Dalam Bhagavad-Gita, Sri Krishna berulang-ulang minta (lewat Arjuna) agar saya dan anda semua ber-karma (bekerja) untuk kesenanganNya semata. Dengan kata lain, Beliau minta agar kita semua melakukan pelayanan bhakti kepadaNya. Yajnarthat karmano’nyatra loko yam karma bandhanah, laksanakan pekerjaanmu untuk kepuasan Sri Vishnu, jika tidak pekerjaan itu akan mengikat si pelaku di dunia fana (Bhagavad Gita 3.9).   Mayi sarvani karmani, lakukan semua pekerjaanmu untuk-Ku (Bhagavad Gita 3.30). Yad karosi tad kurusva mad arpanam, apapun yang anda perbuat, lakukan itu semua sebagai persembahan kepada-Ku (Bhagavad Gita 9.27). Subhasubha phalair evam moksyase karma bandhanaih, dengan berbuat demikian, maka anda terbebas dari segala akibat (phala) perbuatan (karma) bajik ataupun buruk (Bhagavad Gita 9.28)

Dalam Brahman Samhita 5.54)dinyatakan, “Karmani nidahati kintu ca bhakti bhajan, dengan melaksanakan pelayanan bhakti (kepada Sri Govinda), maka segala akibat (phala) dari perbuatan (karma)  yang dilakukan jadi terhapus”.

Dalam Srimad Bhagavatam, Sri Krishna berkata kepada Uddhava, “Seperti halnya api menyala membakar kayu jadi abu, tatha  mad visaya bhaktir uddhaivanamsa krtsnasah, begitu pula, O Uddhava, pelayanan bhakti kepadaKu membakar segala dosa yang diperbuat oleh penyembahku menjadi abu (Bhagavata Purana 11.14.19). Maya bhaktim param kurvan karmabhir na sa badhyate, dengan menekuni jalan kerohanian bhakti kepada-Ku, seseorang tidak akan terkena akibat (phala) dari kegiatan (karma) yang dilakukannya (Bhagavata Purana 11.29.20)”.

Demikianlah, dengan bekerja (ber-karma) dalam pelayanan bhakti kepada Sri Krishna, seseorang  jadi naiskarmya,  bebas  dari  segala akibat  (phala)  kerja  (karma) yang dilakukannya dan mencapai tingkat spiritual berhubungan dengan Tuhan.

PHALA DARI KARMA SENDIRI DAN PHALA DARI KEHENDAK TUHAN

Sri Krishna yang melihat sang bhakta begitu tulus melakukan pelayanan bhakti kepada diriNya, ingin agar dia segera kembali pulang ke rumah asal alam rohani Vikunthaloka dan terus tinggal disana dalam hubungan bhakti (cinta-kasih) timbal-balik denganNya. Maka  kepada  bhakta murni seperti ini Beliau menganugrahkan karunia Nya yang paling baik. Karunia apa?

Sri Krishna berkata, “Yasyaham  anughrnami  harisye  tad dhanam sanaih, bila Saya hendak memberikan karunia ter-baik kepada seseorang, maka Saya ambil segala harta yang ada padanya, sehingga dia menjadi tidak melekat pada kesenangan material dunia fana” (Bhagavata Purana 10.8.88).

Jadi karunia terbaik Tuhan adalah kemelekatan/keterikatan  kepada diri-Nya, atau cinta-kasih (bhakti) kepada-Nya. Sebab dikatakan,”Tat tu visaya tyagat sangan tyagac ca, cinta-kasih (bhakti kepada Tuhan hanya timbul di hati orang yang telah melepaskan diri dari segala kesenangan duniawi” (Narada Bhakti Sutra sloka 35).

Karena fakta inilah setelah men-capai usia lima-puluhan tahun para Brahmana dan Rajarishi dimasa lampau secara sukarela meninggalkan kesenangan hidup duniawi-berkeluarga, lalu pergi ke hutan melakukan tapa dan vrata guna mengembangkan cinta-kasih (bhakti) kepada Tuhan.

SRI KRISHNA TIDAK TERKENA HUKUM KARMA DAN PUNARBHAVA

Para pemimpin umat dan tokoh ajaran Veda yang tidak sadar dirinya dijangkiti paham materialistik dan pilsafat monistik mayavada, menyatakan bahwa Sri Krishna pun terkena hukum karma-phala dan punarbhava. Dengan berkesimpulan demikian, kata Beliau, mereka tergolong mudha, orang-orang bodoh (Bhagavad Gita 9.11).

Sri Krishna menyatakan diri-Nya sebagai berikut, “Gunasya maya mulatvan na me moksa na bandhanam, istilah terikat atau bebas (dari akibat karma) tidak terkait dengan diri-Ku, sebab Saya adalah Tuhan nan absolut pengendali maya (Bhagavata Purana 11.11.2). Na  mam karmani  limpanti, Saya tidak terkena akibat (phala) apapun dari  kegiatan (karma) yang Ku lakukan (Bhagavad Gita 4.14). Janma karma ca me divyam, kemunculan (kelahiran) dan kegiatan Ku di dunia fana semuanya berhakekat rohani (Bhagavad Gita 4.9). Mat kathah srnvan subhadra loka pavanah, ceritra tentang kegiatan dan sifat-sifat pribadiKu mensucikan seluruh alam semesta (Bhagavata Purana 11.11.23).

Ketika berkunjung ke Dvaraka, para Deva berdoa kepada Sri Krishna, “Tvam mayaya trigunayatmani, tenaga material Anda yang mengkhayalkan (maya) yang tersusun  dari Triguna, berada dalam diriMu sendiri. Nattair bhavan  ajita  karmabhir ajya te vai, O Sri Ajita (Krishna),  Anda  pribadi  tidak pernah terkena reaksi (phala) kegiatan (karma)  material  apapun” (Bhagavata Purana 11.6.8)

Dalam Garuda Purana dinyatakan,”Apavitrah pavitro va sarvavastham gato’ pi va yah smaret pundarikaksam sa bahyabhyantara sucih, apakah seseorang sudah suci atau masih kotor dan tanpa memandang kondisi lahiriahnya, hanya dengan mengingat Sri Krishna yang bermata seindah bunga padma, seseorang menjadi tersucikan lahir-batin”.

Para Rishi berkata, “Paras paranukathanam  pavanam bhagavad yasah, berkumpul bersama sambil memperbincangkan kegiatan mulia Sri Bhgavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna sungguh mensucikan hati” (Bhagavata Purana 11.3.30).

Veda menyatakan, “Yajnarthat karmanah, laksanakan pekerjaan itu untuk memuaskan Sri Vishnu (Krishna). Anyatra loko’ yam karma bandhanah, jika tidak akibat (phala) dari pekerjaan (karma) itu akan mengikat si pelaku di dunia fana” (Bhagavad Gita 3.9)

Karena fakta-fakta tersebut diatas, maka Tuhan diibaratkan seperti matahari yang tidak terpengaruh  oleh keadaan di Bumi. Dan sinar nya meniadakan  segala bau amis dan busuk tempat-tempat kotor. Dan Beliau diibaratkan pula seperti samudra nan luas yang tetap jernih meskipun setiap hari di-kotori oleh banyak  sungai dengan jutaan ton lumpur.

Hakekat Sri Krishna yang spiritual absolut adalah bagaikan bilangan mutlak yang tidak terpengaruh oleh tanda (+) dan (-). Ini berarti bahwa meskipun ber-avatara, turun ke alam fana, Beliau tidak terpengaruh oleh dualitas material dunia fana. Sehingga kegiatan-kegiatan rohani (lila) Nya mensucikan, menyenangkan dan  mem-bahagiakan seluruh dunia beserta penduduknya.

Oleh sebab itu, Sri Krishna tidak pula terkena hukum punarbhava yakni lahir ke dunia fana karena hutang karma. Melainkan, Beliau turun ke alam material semata mata karena karuniaNya yang tidak bersebab demi kesejahteraan dunia beserta segala makhluk penghuninya.

Karena itu Sri Krishna berkata,,“Yada yada hi dharmasya glanir bhavati  bharata  abhyutthanam adharmasya tadatmanam srjamy aham, kapanpun dan di manapun terjadi kemerosotan dharma dan adharma merajalela, maka pada saat itu Saya turun sendiri ke dunia fana untuk paritranaya sadhunam vinasaya ca durkrtam dharma  samsthamanarthaya, melindungi orang-orang saleh dan membasmi mereka yang  jahat  dan menegakkan dharma”(Bhagavad Gita 4.7-8)

Mengerti kegiatan-kegiatan rohani (lila) Sri Krishna  yang  sungguh mensucikan, mensejahterakan dan membahagiakan kehidupan  segala makhluk, tidak mudah. Sebab dikatakan, “Harer martya  vidambhanena drso nrnam calayatah, kegiatan rohani (lila) Sri Hari (Krishna)  tidak dimengerti secara benar oleh orang-orang yangdisebut manusia fana. Lila Beliau hanya membingungkan pikiran mereka” (Bhagavata Purana 3.1.42).

POHON KEHIDUPAN MATERIAL

Badan jasmani yang di huni/dikendarai oleh sang makhluk hidup (jiva) dan terbentuk dari 24 (dua puluh empat) unsur materi alam fana beserta segala macam kegiatan (karma) dan akibat (phala) nya, diibaratkan oleh Veda sebagai pohon kehidupan material. Pohon kehidupan material ini dapat dijelaskan sebagai berikut (Bhagavata Purana 11.12.22-23).

  1. Benih/bibit nya = perbuatan (karma) bajik dan jahat.
  2. Akar-akarnya yang berjumlah ratusan = beraneka-macam ke inginan sang jiva.
  3. Tiga batangnya bagian bawah = triguna, tiga sifat alam material sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan) dan tamas (kegelapan/kebodohan).
  4. Lima batangnya bagian atas = lima unsur materi kasar (panca-maha bhuta) alam fana yaitu akasa, udara, api, air dan  tanah.
  5. Lima jenis bunganya = lima obyek indriya yaitu: aroma, sentuhan, rasa, wujud/rupa dan suara.
  6. Sebelas cabangnya = lima indriya pekerja (tangan, kaki, mulut, anus dan kemaluan) dan lima indriya persepsi (telinga, mata, hidung, lidah dan kulit) dan pikiran (manah).
  7. Dua ekor burung yang hinggap padanya = sang makhluk hidup (jiva atau atma) dan Tuhan (Paramatma).
  8. Tiga macam kulit kayunya = Tridatu (udara, lendir dan empedu), dan
  9. Dua macam buahnya = kesenangan dan kesusahan.

Makna pohon kehidupan material ini adalah: jikalau  sang  jiva berjasmani manusia hidup berdasarkan prinsip-prinsip dharma, itu berarti dia menanam benih perbuatan (karma) bajik. Buah (phala) yang kelak dipetik dari pohon kehidupan yang di tanamnya adalah kesenangan/kebahagiaan. Sebaliknya,  jikalau sang jiva berjasmani manusia hidup berdasarkan prinsip-prinsip adharma, itu  berarti  dia  menanam  benih  perbuatan  (karma) buruk. Buah (phala) yang kelak dipetik dari pohon kekehidupan yang ditanamnya adalah kesusahan/penderitaan.

TEBANGLAH POHON KEHIDUPAN MATERIAL INI

Veda minta agar saya dan anda menebang  pohon  kehidupan material ini. Sebab kedua macam buahnya yaitu kesenangan dan kesusahan material sama-sama mengikat sang jiva di dunia fana dalam lingkaran samsara yaitu: kelahiran (janma), usia-tua  (jara),  penyakit (vyadhi) dan kematian (mrtyu). Karena itu, pohon kehidupan ini disebut pohon samsara.

Bagaimanakah caranya menebang pohon kehidupan atau pohon samsara ini? Veda menjawab, “Asanga sastrena drdhena chittva, tebanglah pohon kehidupan material ini dengan senjata (kampak) ketidak-melekatan pada kesenangan material dunia fana (Bhagavad Gita 15.3). Asajjitatma hari sevaya sitam jnanasinam tarati param, potonglah keterikatan pada obyek-obyek  indriya (yang memberikan kesenangan duniawi semu)  dengan pedang pengetahuan rohani yang telah di-asah dengan pelayanan bhakti kepada Sri Hari (Bhagavata Purana 7.5.31)”.

:-p :-p :-p
Translate »