Secara harfiah Veda berarti pengetahuan. Veda berasal dari dan disabdakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sendiri. Sebagaimana disampaikan dalam Brhad-Aranyaka Upanisad 2.4.10; “ Rg. Yajur, Sama dan Atharva Veda dan Itihasa semuanya keluar dari nafas kebenaran mutlak, Tuhan Yang Maha Esa”. Hal serupa juga disampaikan dalam Bhagavad Gita 3.15; “Brahmaksara-samudbhavam, pengetahuan Veda langsung diwejangkan oleh Tuhan Yang Maha Esa”. Karena itu, Veda bersifat mutlak (absolut), benar dengan sendirinya (selfauthoritative), apauruseya (bukan buatan manusia) dan berhakekat mengatasi hal-hal duniawi (transendental). Veda disabdakan oleh Tuhan, Sri Krishna kepada Brahma sebelum alam mateterial tercipta (Yo brahmanam vidadhati purvam yo vai vedam ca gapayati sma krsnah – Atharva-veda. Tene brahma hrdaya adi kavayeBhagavata Purana 1.1.1). Kemudian Brahma mengajarkan Veda tersebut kepada putra-putranya yakni para Rishi. Selanjutnya melalui proses menurun (deduktip) yang disebut parampara dalam garis perguruan (sampradaya) resmi, para Rsi itu mengajarkan Veda kepada murid-muridnya (perhatikan Bhagavad Gita 4.2). Demikianlah melalui proses deduktip (parampara) pengetahuan Veda akhirnya menyebar di masyarakat manusia.

Tujuan pustaka suci Veda adalah membimbing umat manusia menuju kehidupan damai dan sejahtera di dunia fana (jagadhita) dan mencapai mukti, kelepasan dari derita kehidupan material dunia fana yang selalu menyengsarakan. Untuk mencapai tujuan ini, Veda menyajikan pengetahuan spiritual supaya setiap orang insyaf diri dan mengerti “kebenaran” bahwa hidup di dunia fana adalah samsara, penderitaan.

Ada empat derita utama di dunia fana yaitu: Kelahiran (janma), usia tua (jara), penyakit (vyadhi) dan kematian (mrtyu) – (Bhagavad Gita 13.9). Disamping itu, dalam kehidupan sehari-hari setiap orang  selalu didera oleh tiga macam derita rutin yaitu:

  1. Adhyatma-klesa, derita yang imbul dari badan dan pikiran.
  2. Adhiba-utika-klesa, derita yang disebabkan oleh makhluk lain, dan
  3. Adhidaivika-klesa, derita akibat bencana alam.

Karena itu Sri Krishna berulang-kali menyatakan, “Duhkhalayam asas-vatam, alam fana adalah tempat sementara penuh duka (Bhagavad Gita 8.15). Anityam asukam lokan, alam fana adalah tempat tidak kekal dan menyengsarakan (Bhagavad Gita 9.33). Abrahma bhuvanal lokah punar …, dari planet tertinggi Brahmaloka sampai planet terbawah (Patala-loka) di alam material adalah tempat menyengsarakan (Bhagavad Gita 8.16)”. Jadi masalah kehidupan manusia adalah janma (kelahiran), klesa (berbagai derita rutin), jara (usia-tua), vyadhi (penyakit) dan kematian (mrtyu). Semua masalah ini tidak bisa diatasi dengan cara-cara material apapun kecuali dengan hidup sesuai petunjuk Veda.

Oleh karena secara tegas menyatakan bahwa alam material adalah tempat derita dan mewajibkan setiap orang menjauhi kehidupan duniawi  dengan  hidup sebagai sannyasi menjelang usia tua, maka para sarjana dan filsuf materialistik menuduh bahwa Veda mengajarkan paham pesimistik, menganjurkan hidup pasrah yang mencelakakan dan menolak kehidupan material secara bodoh. Veda tidak mengajarkan hal-hal seperti itu, tetapi  mengajarkan agar orang berjuang keras untuk mencapai kehidupan bahagia kekal-abadi di dunia rohani Vaikuntha-loka. Menurut Veda, kehidupan sebagai manusia adalah kesempatan amat baik untuk mengatasi segala macam derita material dan mencapai kemenangan atas kematian dengan memanfaatkan pengetahuan Veda dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya Veda menyatakan bahwa kehidupan sebagai manusia bagaikan perahu yang bagus untuk menyebrangi samudra kehidupan material dimana guru kerohanian (Acarya) dianalogikan sebagai nahkoda handal dan ajaran spiritual Veda diibaratkan sebagai hembusan angin yang baik.

Orang-orang materialistik yang menetapkan tujuan hidupnya pada  3  hal yaitu:

  1. Srih (menumpuk kekayaan material),
  2. Aisvarya (mencapai jabatan/kedudukan tinggi di masyarakat) dan
  3. Prajapsavah (anak cucu yang bisa menambah srih dan meninggikan aisvarya);  sesungguhnya adalah manusia bodoh.

Karena itu, Garga-Upanisad menyatakan, “Mereka adalah makhluk malang karena tidak memecahkan masalah kehidupan sebagai manusia dan akhirnya mati seperti anjing dan kucing  belaka tanpa mengerti pengetahuan tentang keinsyafan diri”.

Menurut Veda, kehidupan sebagai manusia tidak sempurna  karena:

  1. Indriya-indriya jasmani terbatas dan tidak sempurna, dan
  2. Cendrung mengkhayal, menipu dan berbuat salah.

Karena itu mempelajari dan mengerti Veda yang spiritual dan transcendental tidak bisa dilakukan secara pratyaksa (pengamatan dan penglihatan langsung) dan anumana (menyimpulkan berdasar tanda dan bukti-bukti empiris). Veda menetapkan bahwa ia hanya bisa dipelajari dan dimengerti secara sabda-pramana, mendengar dari sumber  yang  benar dan sah yaitu dari para Acarya (guru kerohanian) secara parampara ( proses menurun/deduktip) dalam garis perguruan (sampradaya) sah dan jelas (perhatikan Bhagavad Gita 4.34 dan 4.2). Karena itu, Veda disebut sruti, pengetahuan yang diperoleh dari mendengar; dan smrti, pengetahuan yang diingat dari cara mendengar. Tetapi proses sabda-pramana ini disalah mengerti oleh para sarjana duniawi berwatak materialistik yang berpegang teguh pada proses empiris-induktip. Mereka berkata bahwa proses sabda ini mengharuskan orang percaya secara membuta, patuh dan tunduk pada dogma, berpegang pada keyakinan tanpa dasar atau khayalan. Menurut mereka, proses sabda tidak bisa dipercaya karena tidak ilmiah yaitu tidak didukung bukti-bukti empiris yang dapat dilihat. Sesungguhnya proses sabda ini adalah sederhana yaitu mendengar dari sumber (orang) yang mengetahui seperti sering dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari.  Ini bukan dogma, kepercayaan atau keyakinan buta dan bukan pula khayallan. Contoh, bila seseorang ingin mengetahui secara jelas, mudah dan pasti siapa ayahnya, maka dia harus bertanya kepada si ibu, karena si ibulah yang mengetahui kondisi sebenarnya.

Veda diajarkan dan disebarkan melalui tradisi lisan yaitu proses mendengar (sruti) dan mengingat (smrti)  berdasarkan jalur parampara secara bersamaan dengan terciptanya alam semesta material. Pada permulaan Kali-Yuga sekitar 6000 tahun yang lalu inkarnasi Tuhan, Sri Narayana dibidang sastra yaitu Krishna Dvaipayana Vyasa menyusun Veda secara tertulis agar bisa dipelajari dan dimengerti oleh orang-orang jaman Kali. Mengenai Dvaipayana Vyasa sebagai penyusun Veda tertulis, dijelaskan sebagai berikut (Bhagavata Purana 1.4.17-25).

Sang Rishi mulia yang berpengetahuan penuh, dengan penglihatan rohaninya bisa melihat merosotnya segala sesuatu yang material karena pengaruh buruk Kali-Yuga …… Beliau juga melihat orang-orang yang tidak percaya (pada Veda) jadi pendek usia dan mereka tidak penyabar karena kurang memiliki sifat-sifat bajik …… Untuk menyederhanakan proses (belajar Veda), beliau membagi Veda yang satu (Yajur Veda) itu menjadi 4 bagian untuk diajarkan diantara manusia …. Demikianlah, Rishi Paila menjadi sarjana Rg-Veda, Rishi Jaimini menjadi sarjana Sama-Veda, Rishi Vaisampayana menjadi akhli Yajur-Veda dan Sumantu Muni dipercayakan mengajar Atharva-Veda. Mereka mengajarkan bagian-bagian Veda itu kepada para muridnya masing-masing ….. Kemudian karena kasihan (kepada orang-orang kurang cerdas), Vyasa menyusun Mahabharata agar para wanita, sudra dan dvija-bandhu bisa mencapai tujuan hidup tertinggi”.

Jadi menurut penjelasan Veda itu sendiri, Veda bukanlah hasil karya tulis banyak orang selama beribu-ribu tahun dimasa lalu. Tetapi para sarjana duniawi tidak bisa menerima penjelasan Veda ini karena tidak sesuai dengan pemahaman modern tentang peradaban manusia di masa purba.

Dengan menerapkan pendekatan empiris-induktip dalam mempelajari dan memahami Veda, para sarjana duniawi berwatak materialistik menolak:

  1. Semua penjelasan Veda tentang Veda itu sendiri.
  2. Pendapat para Acarya yang secara tradisional dianggap otoritas (penguasa) sah dalam mempelajari Veda.

Berikut adalah ringkasan penolakan mereka.

Berikut adalah pandangan para Indologist (sarjana barat yang mempelajari Veda) pada abad ke 18 di India.

Catatan:

    1. Veda menceritrakan beraneka-macam peristiwa yang terjadi di berbagai planet di alam semesta material yang kondisinya berbeda dari di Bumi. Ia juga menceritrakan para Deva, Rishi, Asura (Daitya, Danava, Raksasa) yang berusia amat panjang dan mampu melakukan berbagai kegiatan ajaib yang tidak bisa di lakukan manusia. Karena berpikir seperti kodok, maka para sarjana modern menganggap Veda adalah kumpulan mitos (dongeng).
    2. Veda hanya memuat riwayat dan kegiatan rohani (lila) Tuhan dan para Avatatara serta bhakta-Nya dari jaman ke jaman di berbagai tempat di alam semesta, sehingga uraiannya tidak tersusun secara kronologis. Karena berpola pikir akademik, maka mereka menganggap Veda adalah ceritra gado-gado.

Sarana yang dipergunakan oleh para sarjana duniawi dalam mempelajari dan memahami Veda adalah bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan material seperti: Sosiologi, Arkeologi, Antropologi, Pilologi, dll. Tetapi studi mereka terhadap Veda dengan cara-cara empiris seperti itu tidak pernah sampai pada kesimpulan pasti yang memuaskan. Mereka tetap dan terus beda pendapat mengenai asal-usul Veda, sejarah Veda dan hal-hal lain menyangkut Veda.

Dalam Bhavisya-Purana (sebagaimana dikutip oleh Madhvacarya dalam ulasannya atas sloka Vedanta-Sutra 2.1.6) dikatakan: “Rg yajuh samatharvas ca bharatam pancaratrakam mula ramayana caiva veda Iti eva sabditah … Puranani ca yaniha vaisnavani vido viduh (rg, yajur, sama dan atahrva-veda, mahabharata, pancaratra dan ramayana dan juga kitab-kitab purana serta vaisnava tergolong pustaka veda.

Dalam Chandogya-Upanisad (7.1.4) dan Srimad Bhagavatam (1.4.20); “itihasa puranah pancamah vedanam vedah (kitab-kitab itihasa dan purana termasuk veda kelima). Dalam Mahabharata (bagian Moksa-Dharma 3.40.11) dikatakan pula; “itiihasa puranam ca pancamo veda ucyate (kitab-kitab itihasa dan purana disebut veda kelima).

Disamping keempat Veda (Rg, Yajur, Sama dan Atharva), kitab-kitab Itihasa (Ramayana dan Mahabharata) dan Purana, Veda memiliki pula Upanisad, kitab yang memuat uraian filosofis tentang Tuhan. Ringkasan seluruh Upanisad adalah Vedanta-Sutra. Jadi bagian-bagian Veda adalah:

  1. Keempat Veda (Rg, Yajur, Sama dan Atharva-Veda),
  2. Itihasa (Ramayana dan Mahabharata),
  3. ke 18 Purana dan
  4. 108 Upanisad beserta ringkasannya yaitu Vedanta-Sutra.

Tetapi para sarjana duniawi berwatak materialistik hanya mengakui keempat Veda (Catur-Veda: Rg, Yajur, Sama dan Atharva-Veda) sebagai pustaka Veda. Mereka menganggap Itihasa dan Purana sebagai kumpulan dongeng belaka dan Upanisad sebagai karya filosofis manusia biasa. Pendapat para sarjana duniawi ini telah menyebabkan para penganut ajaran rohani non Vedik berpikir keliru tentang ajaran Veda itu sendiri.

Ada tiga sumber pengetahuan Veda yang disebut prasthana-traya. Ketiga sumber ini dapat diringkas sebagai berikut.

Hubungan ketiga sumber ini yaitu  Smrti  adalah penjelasan  Sruti  dan Nyaya. Maksudnya, untuk bisa mengerti Sruti dan Nyaya, seseorang harus ingat uraian Smrti.

Dalam Vayu-Purana 1.20 dikatakan, “Itihasa puranabhyam veda samupa-brmhayet bibhetyalpasrutad vedo mamayam prahisyati, Veda hendaklah dipelajari melalui kitab-kitab Itihasa dan Purana. Pustaka Veda takut bila ia dipelajari oleh orang bodoh karena ia merasa sakit seperti dipukul-pukul oleh orang bodoh itu”. Aturan mempelajari Veda-Sruti berdasarkan Veda-Smrti tercantum pula dalam Manu-Smrti, Mahabharata (Adi-Parva 1.267) dan di bagian-bagian lain pustaka Veda.

Untuk mempelajari dan mempraktekkan ajaran Veda dalam kehidupan sehari-hari tersedia Vedanga yang terdiri dari enam cabang pengetahuan Veda yaitu:

  1. Siksa, ilmu mengucapkan mantra-mantra Veda.
  2. Vyakarana, ilmu tata-bahasa (sanskerta).
  3. Nirukti, kamus Veda.
  4. Canda, lagu/irama/tembang membaca sloka-sloka.
  5. Jyotisha, ilmu Astronomi untuk menentukan hari baik melaksanakan ritual (yajna), dan
  6. Kalpa, pengetahuan tentang ritual (yajna) dan aturan hidup sehari-hari.

Pengetahuan tentang Kalpa tercantum dalam kitab Kalpa-Sutra. Ia memuat uraian tentang:

  1. Srouta, yajna kolektip.
  2. Grhya, yajna keluarga atau pribadi.
  3. Dharma, tugas-pekerjaan (dalam hubungannya dengan sistem lembaga Varna- Asrama) dan
  4. Sulva, aturan membuat tempat  persembahyangan, arena yajna, dan sebagainya.

Upa-Veda berarti Veda tambahan atau Veda pelengkap. Yang termasuk Upa-Veda adalah: Ayur-Veda (ilmu medis/kedokteran), Dhanur-Veda (ilmu senjata dan perang), Gandharva-Veda (seni tari dan musik), Manu-Smrti, Brahma Samhita, Niti-Sastra dan berbagai kitab Dharma-Sastra. Menurut Veda, Vedanga dan Upa-Veda adalah bagian utuh dari pustaka Veda itu sendiri.

CATUR VEDA

Ajaran Catur-Veda dapat diringkas sebagai berikut.

Menutut Veda, ada 33 juta Dewa yang memiliki wewenang dalam mengatur kehidupan segala makhluk di alam material. Sementara itu, ada beraneka-macam pemujaan kepada para Dewa dengan melaksanakan berbagai-macam ritual (yajna) agar hidup bahagia di dunia fana melalui pemuasan indriya badan jasmani. Contoh: Bila ingin kuat pisik, sembah Prthivi. Banyak rejeki, sembah Durga Devi. Kuat seksual, sembah Indra. Ingin keturunan, sembah Prajapati, dan sebagainya. Secara umum, ajaran memuaskan indriya secara terkendali sebagaimana diatur dalam Catur-Veda, disebut ajaran Karma-Kanda Veda. Tujuan tertinggi yang ditawarkan adalah kebahagiaan sorgawi dengan lahir di planet Svarga-loka. Dalam hubungannya dengan Karma-Kanda Catur Veda ini, Sri Krishna berkata bahwa ajaran ini diperuntukkan bagi mereka yang kurang cerdas dan dicengkram kuat oleh sifat-sifat alam material (Tri-Guna).

Menganggap alam sorgawi sebagai tujuan hidup tertinggi adalah cita-cita mereka yang tergolong veda-vada-ratah, tidak memahami tujuan veda (Bhagavad Gita 2.42-43). Dan mereka tidak tahu bahwa kehidupan dan kebahagiaan sorgawi tidak kekal, berlangsung sebentar saja karena masih berhakekat material (Bhagavad Gita 9.20-21). Memuja para deva untuk memperoleh kesenangan duniawi melalui pelaksanaan ritual adalah kegiatan mereka yang tergolong alpa-medasam, tidak cerdas (Bhagavad Gita 7.23), hrta-jnanah, berpikir tidak waras (Bhagavad Gita 7.20) dan dicengkram kuat oleh tri-guna, tiga sifat sifat alam material (Bhagavad Gita 2.45).

Meskipun Catur-Veda mengajarkan pemujaan kepada para Deva, namun semua doa-doa pujian ritual selalu di akhiri dengan Om Tat Sat. Ketiga suku kata ini menunjuk Sri Krishna yang juga disebut Visnu  atau  Narayana. Lengkapnya adalah sebagai berikut , “Om tad visnoh paramam padam sada pasyanti surayah, para Deva selalu menengadah kearah tempat tinggal Visnu yang maha utama” (Rg. Veda 1.2.22.20). Dikatakan pula, “Om tat sad iti nerdeso brahmanas tri vidah ….. tena vedas ca yajnas ca vihitah pura, sejak alam semesta material tercipta, tiga suku kata Om Tat Sad sudah dipakai menyapa Tuhan dan diucapkan oleh para brahmana ketika melaksanakan ritual untuk memuaskan Beliau” (Bhagavad Gita 17.23). Jadi mantra Om Tat Sat diucapkan pada setiap akhir doa-doa pujian supaya ritual berhasil, sebab para Deva selalu bergantung kepada Sri Krishna dalam melaksanakan tugasnya mengatur urusan-urusan material dunia fana termasuk menyediakan kebutuhan hidup segala makhluk. (Dalam hubungan ini perhatikan Bhagavad Gita 7.21-22).

UPANISAD

Upanisad berarti “Duduk dekat (Guru kerohanian untuk mendengarkan ajaran rohani). Ini berarti Upanisad  menandai mulainya kehidupan spiritual, sebab  ia  (Upanisad) tidak lagi membahas kegiatan pemuasan indriya dengan memuja para Deva melalui pelaksanaan ritual (yajna). Melainkan, Upanisad penuh dengan diskusi filosofis tentang Tuhan. Ajaran tentang ketuhanan yang tercantum dalam Upanisad disebut jnana-kanda.  Ia (jnana-kanda) dimaksudkan untuk menuntun sang manusia melepaskan diri dari kelahiran dan kematian (samsara) di dunia fana dengan khusuk berpikir tentang Tuhan.

Upanisad menyatakan bahwa Kebenaran Mutlak (Tuhan) berhakekat non material alias spiritual dan disebut Brahman.  Dikatakan, “Brahman tidak terpahami, karena Ia tidak bisa dimengerti” (Br-had-Aranyaka Upanisad 3.9.26). Dikatakan demikian  karena   Ia (Brahman) tidak berwujud, tidak bersifat atau berciri material. Meskipun Upanisad mengajarkan meditasi kepada Brahman  impersonal, ia tidak menolak bahwa Tuhan memiliki wujud pribadi atau kepribadian spiritual. Dengan demikian, pernyataan Upanisad  tidak  berlawanan dari Veda-Siddhanta (kesimpulan Veda) yaitu Bhagavad-Gita bahwa aspek Tuhan tertinggi adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa spiritual dan disebut Sri Bhagavan.

Berikut adalah pernyataan kitab-kitab Upanisad yang secara langsung  dan tidak langsung menunjukkan bahwa Tuhan memiliki wujud, sifat dan ciri spiritual.

  1. Tam isvaranam paramam mahesvaram, Tuhan  adalah  pengendali tertinggi atas semua pengendali (Svetasvatara- Upanisad 6.7). Mungkinkah sang Pengendali tanpa wujud, sifat dan ciri apapun? Tentu saja tidak mungkin!
  2. Nityo nityanam cetanas cetananam eko bahunam yo vidadhaki kaman, Ia (Tuhan) yang maha kekal diantara yang kekal, Ia yang maha sadar diantara yang sadar, Ia yang satu ini memelihara dan memenuhi kebutuhan mereka (para makhluk hidup) yang jumlah nya sangat banyak (Katha-Upanisad 2.2.13).
  3. Sang Pengendali paling utama ini (Tuhan) adalah sumber yang penuh tenaga/energi (sakti) dan penyebab terjadinya seluruh ciptaan material ini (Aitareya-Upanisad 1.1.2 dan Prasna-Upanisad 6.3).
  4. Tuhan adalah adrsta, tidak punya mata, tetapi Ia drsta, bisa melihat. Ia adalah asrutah, tidak bertelinga, tetapi  Beliau srutah, bisa mendengar. Ia adalah amantah, tidak punya pikiran, tetapi Beliau mantah, berpikir. Dan Ia adalah avijnatah, tidak  berpengetahuan, tetapi  Beliau  vijnatah, maha mengetahui  ( Brhad Aranyaka Upanisad 7.2.3).
  5. Apani pado javano grahita, Ia (Tuhan) tidak punya kaki ataupun tangan, namun Beliau bisa bergerak dan menerima persembahan yang dihaturkan kepadaNya (Svetasvatara-Upanisad 3.19).

Dapat disimpulkan bahwa Tuhan berwujud spiritual dengan indriya-indriya spiritual. Demikianlah, dengan menguraikan hakekat Tuhan  sebagai sesuatu yang non material, Upanisad melapangkan jalan menuju pemahaman yang benar tentang Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna  yang penuh dengan segala macam kehebatan spiritual dan menjadi objek cinta-kasih (bhakti) bagi para bhakta.

VEDA SMRTI

Kitab Ramayana (24.000 sloka) disusun oleh Rishi Valmiki dan menguraikan tentang lila (kegiatan rohani) Avatara Sri Rama. Sedangkan kitab Mahabharata (110.000 sloka) disusun oleh Rishi Dvaipayana Vyasa dan menguraikan tentang lila Avatara Sri Krishna. Kitab-kitab Purana utama ada 18 (delapan belas). Menurut Brahma-Vaivarta Purana, ke 18 Purana ini digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok sebagai berikut.

Pada umumnya setiap Purana membahas 5 (lima) macam topik berikut.

  1. sarga, penciptaan unsur-unsur materi alam fana oleh visnu.
  2. visarga, penciptaan alam semesta material beserta planet-planetnya dan beraneka-macam badan jasmani makhluk hidup oleh brahma.
  3. vamsa, asal-usul para raja dan penguasa yang memerintah diberbagai planet di alam semesta.
  4. manvantara, masa pemerintahan setiap manu dalam setiap hari brahma.
  5. vamsanucarita, keturunan para raja dan penguasa di masa datang.

Kitab-kitab Upaveda memperkaya Veda dengan beraneka-macam pengetahuan yang diperlukan manusia dalam kehidupannya di dunia fana.

VEDANTA-SUTRA

Vedanta berarti akhir (puncak) pengetahuan Veda. Ia merupakan ringkasan seluruh kitab Upanisad. Dua bab pertama menyajikan sambandha-jnana, pengetahuan tentang hubungan makhluk hidup (jiva) dengan Tuhan (Brahman). Bab ke-tiga menyajikan abhideyajnana, pengetahuan tentang cara membina kembali hubungan itu dengan Tuhan.  Dan bab keempat menyajikan prayojana-jnana, pengetahuan tentang phala/hasil dari hubungan itu. Menurut Bhagavata-Purana (Srimad-Bhagavatam) yang merupakan penjelasan/ulasan (bhasya) asli Vedanta-Sutra, hubungan antara sang makhluk hidup (jiva) dengan Tuhan (Brahman berwujud spiritual yaitu Bhagavan) adalah hubungan cinta-kasih (bhakti) timbal-balik yang sungguh-sungguh membahagiakan.

Pengetahuan tentang hubungan cinta-kasih (bhakti) yang terbagi menjadi 3 sub bagian pengetahuan (sambandha, abhideya dan prayojana-jnana) ini, dapat diringkas sebagai berikut.

VEDA-SIDDHANTA: BHAGAVAD-GITA

Veda-siddhanta (kesimpulan Veda) adalah Bhagavad-Gita. Fakta  ini  ditunjukkan oleh pernyataan Sri Krishna, “Vedais ca sarvair aham eva  vedyah, suluruh pustaka Veda dimaksudkan untuk mengenal diri-Ku” (Bhagavad Gita 15.15). Seperti halnya Vedanta-Sutra (dan bhasya nya Srimad Bhagavatam) yang mengajarkan jalan kerohanian bhakti, Bhagavad-Gita adalah kitab penuntun praktis tentang bhakti kepada  Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna. Hal ini di-tunjukkan oleh sloka-sloka Gita berikut.

Jadi sebagai kesimpulan Veda, Bhagavad-Gita mengajarkan umat manusia agar kembali mencintai Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna. Bukti bahwa seseorang sungguh mencintai Beliau ditunjukkan oleh penyerahan diri kepada-Nya (Bhagavad Gita 18.66). Ajaran tentang bhakti yang tercantum dalam Bhagavad-Gita dan Vedanta Sutra (serta bhasya-nya Srimad-Bhagavatam) agar sang manusia lepas dari kelahiran dan kematian (samsara) di  dunia  fana, disebut  Upasana-Kanda.

Ajaran Karma-Kanda yang tercantum dalam kitab-kitab Catur Veda (Rg, Yajur, Sama dan Atharva-Veda) disebut Pravrtti-Marga, jalan kehidupan material. Ajaran Jnana-Kanda yang tercantum dalam kitab-kitab Upanisad dan ajaran Upasana-Kanda yang tercantum dalam Vedanta-Sutra dan Bhagavad-Gita, disebut Nivrtti-Marga, jalan kehidupan spiritual. Menurut jenis, isi dan tujuannya, pustaka suci Veda dapat diringkas sebagai berikut.

Veda disusun sedemikian rupa agar setiap orang mampu secara berangsur-angsur meningkatkan kesadarannya dari material ke spiritual. Kitab-kitab Agama yang muncul kemudian dan bertentangan dari Veda-siddhanta (kesimpulan Veda) dan tidak disebutkan dalam Veda, tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari pustaka Veda.

Special Thanks to Haladara Prabhu that provided materials for this article

Translate »