Jika kita mencoba mencari padanan kata “Aryan” dalam kamus New Oxford Dictionary maka disebutkan bahwa Aryan berarti; “a member of a people speaking an Indo-European language who invaded northern India in the 2nd millennium bc, displacing the Dravidian and other aboriginal peoples”. Sebuah teori umum yang sudah terlanjur dijadikan sebagai kebenaran oleh masyarakat manusia. Implikasinya, kaum akademisi dan masyarakat umum juga memahami ajaran Hindu secara keliru. Mereka beranggapan bahwa bahasa Sansekerta dan kitab-kitab Hindu seperti Rg. Veda tidaklah benar-benar dikodifikasi oleh Maha Rsi Vyasa di wilayah Industan (India) sebagaimana yang tertuang dalam kitab suci Veda itu sendiri. Melainkan mereka berpandangan bahwa kitab suci Hindu, terutama sekali Rg. Veda dibawa dari daerah Jerman ke India oleh bangsa Indojerman (Arya) yang melakukan invasi dan mengalahkan bangsa Dravida. Hampir semua kalangan menganggap teori ini adalah teori yang memiliki kebenaran mutlak. Bagaimana tidak, semua buku-buku sejarah yang diajarkan di bangku-bangku sekolah telah mencekoli semua kalangan dengan teori ini. Rezim Nazi yang didirikan Hittler juga diindikasikan menggunakan semangat dari teori ini untuk melakukan invasi dan pembantaian besar-besaran terhadap orang-orang Yahudi. Mereka juga menggunakan lambang sakral Swastika dalam setiap atribut dan benderanya.

Munculnya teori invasi bangsa Arya atas Dravida ini pada awalnya dicetuskan oleh Max Muller, seorang sarjana Sansekerta kelahiran Jerman yang mengabdikan hidupnya pada Universitas Oxford di Inggris. Bertepatan pada masa kolonialisme Inggris di India, Max Muller dibayar dengan harga tinggi (4 pounsterling per halaman) untuk menterjemahkan kitab-kitab suci Veda kedalam bahasa Inggris oleh pemerintah Inggris. Sebagai seorang penganut Kristen yang taat, tentunya dia melakukan penterjemahan terhadap veda dengan diboncengi motif tersembunyi. Ia juga bergabung dalam perkumpulan para Indologis yang diwadahi oleh organisasi yang disebut Royal Asiatic Society dimana misi dari organisasi ini adalah untuk melakukan Kristenisasi di India.

Max Muller menemukan beberapa sloka-sloka Veda yang mengatakan kata “Arya”. Sayangnya ia memahami kata Arya ini dengan pemahaman yang keliru, yaitu dengan menyebut Arya sebagai sebuah bangsa/suku. Sebagaimana disampaikan oleh Deen, gagasan tentang teori Penyerangan bangsa Arya yang berawal dari pandangan Max Muller ini ternyata bukanlah semata-mata kesalahan hasil penelitian, melainkan kospirasi politik yang sengaja ditiupkan pada masa itu untuk kepentingan kolonial Inggris.

…..the idea of the Aryan invasion was certainly not a matter of misguided research, but was a conspiracy to distribute deliberate misinformation that was formulated on april 10, 1866 in london at a secret meeting held in the Royal Asiatic Society. This was “to induct the theory of aryan invasion of India, so that no Indian may say that English are foriegners…….. India was ruled all along by outsider and so the country must remain a slave under the benigh Cristian rule. “This was a political move and this theory was put to solid use in all school and collage.

jadi pada dasarnya, teori linguistik yang diadopsi oleh penguasa kolonial demi mempertahankan kekuasaan mereka, untuk juga memperlancar konversi orang Hindu menjadi Kristen, sebagaimana yang dituliskan Muller dalam suratnya kepada Istrinya; “Terjemahan edisi ini dan Weda lainnya akan menentukan nasib India kelak dan perkembangan jutaan roh yang lahir di negara ini. Inilah akar kepercayaan mereka, dan aku yakin hanya dengan cara ini akar kepercayaan yang tertanam selama tiga ribu tahun itu dapat dicabut. Kita hanya memerlukan waktu 200 tahun untuk mengkristenisasi Afrika, tetapi meski sudah berlangsung 400 tahun, kita belum berhasil mengubah India. Untuk mewujudkan hal yang serupa, saya mempelajari bahasa Sansekerta.” (The life and Letters of Right Honorable Friedrich Max Muller, Vol.I.p,346).

Ironisnya, kenapa sebagian besar buku-buku pelajaran Hindu terutama sekali di Indonesia juga menuliskan teori ini sebagai sebuah kebenaran? Mereka lebih mempercayai uaraian Veda yang disampaikan oleh orang-orang Barat yang berlindung dibalik kata “ilmiah” dari pada mempercayai sejarah Veda menurut Veda itu sendiri.

Sebagian masyarakat Hindu tidak bisa menerima pernyataan Veda yang menyatakan dirinya diajarkan dan disebarkan melalui tradisi lisan yaitu proses mendengar (sruti) dan mengingat (smrti) berdasarkan jalur parampara secara bersamaan dengan terciptanya alam semesta material. Veda sudah dengan sangat jelas menyatakan bahwa ia dikodifikasi pada permulaan Kali-Yuga sekitar 6000 tahun yang lalu inkarnasi Tuhan, Sri Narayana dibidang sastra yaitu Krishna Dvaipayana Vyasa agar bisa dipelajari dan dimengerti oleh orang-orang jaman Kali. Namun kenapa orang-orang yang katanya saja penganut Veda begitu dungu sehingga mengingkari pernyataan Veda ini? Bhagavata Purana 1.4.17-25 dengan jelas sudah menyatakan hal ini dengan menyebutkan;

Sang Rishi mulia yang berpengetahuan penuh, dengan penglihatan rohaninya bisa melihat merosotnya segala sesuatu yang material karena pengaruh buruk Kali-Yuga …… Beliau juga melihat orang-orang yang tidak percaya (pada Veda) jadi pendek usia dan mereka tidak penyabar karena kurang memiliki sifat-sifat bajik …… Untuk menyederhanakan proses (belajar Veda), beliau membagi Veda yang satu (Yajur Veda) itu menjadi 4 bagian untuk diajarkan diantara manusia …. Demikianlah, Rishi Paila menjadi sarjana Rg-Veda, Rishi Jaimini menjadi sarjana Sama-Veda, Rishi Vaisampayana menjadi akhli Yajur-Veda dan Sumantu Muni dipercayakan mengajar Atharva-Veda. Mereka mengajarkan bagian-bagian Veda itu kepada para muridnya masing-masing ….. Kemudian karena kasihan (kepada orang-orang kurang cerdas), Vyasa menyusun Mahabharata agar para wanita, sudra dan dvija-bandhu bisa mencapai tujuan hidup tertinggi”.

Lebih ironisnya lagi, malahan ada anggapan bahwa Max Muller yang menterjemahkan Veda dan menyebarkan teori palsu malah diagung-agungkan sebagai salah satu Sad Guru yang dihormati yang dianggap berjasa sebagai pembaharu Hindu.

Jika kita mengacu pada kosa kata bahasa Sansekerta yang benar, kata “arya” berarti orang yang terpelajar atau terhormat. Sama sekali tidak ada indikasi yang menyatakan bahwa istilah arya mengacu kepada suatu ras atau bangsa tertentu. Dalam Catur Veda sendiri istilah Arya hanya disebutkan sebanyak 60 kali dan kesemuanya mengacu pada istilah orang yang terpelajar dan terhormat. Veda sendiri menyatakan dengan jelas bahwa Veda dikodifikasikan di daerah Aryavarta atau Bharatavarsha yang dikatakan daerah yang memiliki 7 aliran sungai. Veda tidak pernah menyinggung bahwa dia dikodifikasikan di daerah lain. Colin Renfrew, seorang arkeolog Inggris sendiri dengan tegas mengatakan; “Sejauh yang telah aku lihat, tidak satupun mantra Rg. Veda yang menggambarkan bahwa Veda membicarakan suatu penyerangan suatu bangsa ke daerah tertentu… Tidak satupun hal yang menguatkan bahwa Arya adalah pendatang”.

Penggalian arkelogi yang sistematis dilakukan pertama kali pada tahun 1921 untuk menggali peninggalan kota Harappa di sekitar sungai Ravi (Daya Ram Sahni, Rakhaldas Banerjee). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebudayaan yang berkembang di sana paling tidak sudah berlangsung sejak 4-2500 SM. Hasil penggalian ini juga menunjukkan bahwa sama sekali tidak ada bukti jejak peninggalan bangsa Dravida dalam kebudayaan Harappa, yang artinya sama sekali tidak ada bukti bahwa bangsa Arya datang menyerang kota Harappa dan mengusi bangsa Dravida dari sana.

Peninggalan arkeologi yang jauh lebih tua dan paling sering disebutkan dalam literatur Veda akhirnya ditemukan di sepanjang aliran sungai Sarasvati yang saat ini sudah mengering dan hanya dapat diamati dari luar angkasa melalui satelit. Sebab dari mengeringnya sungai Sarasvati adalah karena habisnya gletser yang menjadi pasokan utama aliran sungai Sarasvati yang terletak di pegunungan Himalaya. Bukti-bukti arkeologi memperhitungkan bahwa sungai Sarasvati sudah mengering sekitar 2.200-10.000 tahun SM akibat terjadinya perubahan iklim yang mengarah pada pemanasan permukaan Bumi. Beberapa mantram-mantram Rg. Veda yang mengagung-angungkan keberadaan sungai Sarasvati ini adalah antara lain pada mantram VI.61.13, VI.61.8 dan VII.95.1. Setidaknya dari keterkaitan dengan keberadaan sungai Sarasvati dan pujian-pujian mantra-mantra Rg. Veda ini sudah merupakan bukti yang sangat kuat yang membantahkan anggapan yang menyatakan Rg. Veda dibawa dari daerah Eropa oleh bangsa nomaden Indojerman yang disebut-sebut sebagai bangsa Arya. Ditambah lagi dengan adanya sloka Mahabharata yang menyatakan bahwa sungai Sarasvati menghilang di suatu gurun, sehingga logikanya jaman kodifikasi Veda juga berlangsung pada tahun-tahun mengeringnya sungai Sarasvati ini.

Kekeliruan teori invasi hasil konspirasi ini sudah diakui dan dipublikasikan oleh BBC London yang dimuat 30 September 2005. Mereka dengan jelas menyatakan bahwa teori kontroversial yang hanya berdasarkan pada pembenaran linguistik dan adanya dua jenis warna kulit bangsa India yang sudah terlanjur dianggap benar hasil ciptaan F. Max Muller pada tahun 1848 yang telah mendistorsikan sejarah Hindu akhirnya mendapat sanggahan dan tumbang setelah 120 tahun.

Kenoyer, seorang sejarawan juga menguatkan pernyataan bahwa Rg. Veda benar-benar ditulis di sekitar sungai Sarasvati di wilayah India dengan mengatakan; “Di timur, sungai Sarasvati purba mengalir secara paralel ke sungai Indus. Saat berakhirnya peradaban lembah sungai Indus, sungai Sarasvati sudah kering secara total. Banyak kisah Rg. Veda mengambil tempat di daerah sungai suci Sarasvati ini”.

Lebih lanjut tentang bukti-bukti arkeologi yang membantahkan teori penyerangan bangsa Arya ini dapat dilihat di link ini.

Sumber:

  1. Varun M Deshpande, Invation that never was (an article)
  2. Stephen Knapp, Death of the Aryan Invasion Theory (an article)
  3. http://petualanganduniamaya.blogspot.com/
Translate »