[anti-both]

Para Penipu dan Yang Ditipu

 

SRILA PRABHUPADA: Fenomena alam seperti halnya hukum gravitasi atau keadaan tanpa bobot adalah acintya-sakti, energi-energi yang tidak dapat dipahami, dan sains yang sebenarnya berarti mengerti acintya-sakti ini. Mengamati serangkaian peristiwa hanya dari satu titik waktu tertentu tidaklah ilmiah dan hanya memberi Anda pengetahuan yang belum lengkap. Kita harus mengetahui dari mana segala hal ini bermula. Jika kita melakukan riset yang cukup jauh, maka kita akan mengetahui bahwa asal-usul alam ini adalah acintya-sakti. Sebagai contoh, dengan menggunakan kecerdasan, kuas, dan cat kita bisa menggambar bunga. Namun kita tidak sanggup memahami bagaimana tumbuh-tumbuhan di seluruh permukaan bumi ini tumbuh secara otomatis dan menjadi subur. Kita bisa menjelaskan mengenai bunga yang dilukis ini, namun sulit bagi kita untuk menjelaskan bunga yang nyata tersebut. Para ilmuwan tidak dapat menerangkan pertumbuhan biologis dengan sebenarnya. Mereka hanya bermain kata-kata seperti molekul dan kromosom, namun mereka tidak dapat benar-benar menjelaskan fenomena tersebut.

Kesalahan mendasar dari yang disebut para ilmuwan itu adalah bahwa mereka telah menempuh cara induktif untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan mereka. Sebagai contoh, jika seorang ilmuwan ingin menentukan secara induktif apakah manusia bisa mati atau tidak, maka dia harus melakukan survei kepada setiap orang untuk mengetahui apakah beberapa atau salah seorang dari mereka mungkin tidak mati. Para ilmuwan berkata, “Saya tidak dapat menerima adanya dalil yang mengatakan bahwa semua manusia yang ada akan mati. Mungkin saja ada beberapa atau salah satu dari mereka yang tidak mati. Saya belum melihat seluruhnya. Karena itu bagaimana mungkin saya dapat menerima bahwa manusia tidak bisa hidup kekal?” Inilah yang disebut cara induktif. Dan cara deduktif adalah bahwa ayah Anda, pengajar atau guru Anda mengatakan bahwa hidup manusia tidak kekal, dan Anda menerimanya saja.

DR. SINGH: Jadi, ada satu cara yakni melalui pendakian dalam mencapai pengetahuan dan ada cara lain melalui proses menerima?

SRILA PRABHUPADA: Ya. Cara pendakian tidak akan pernah berhasil, karena cara tersebut bergantung pada keterangan yang dikumpulkan melalui indera-indera, dan indera-indera tidaklah sempurna. Jadi, kita memakai cara menerima.

Tuhan tidak dapat diketahui dengan cara induktif. Oleh karena itu Tuhan disebut adhoksaja, yang berarti “tidak dapat dikenal melalui penglihatan langsung.” Para ilmuwan mengatakan bahwa Tuhan tidak ada karena mereka mengesampingkan metode untuk mengenal Tuhan. Untuk mengerti sains spiritual, orang harus mendekatkan diri kepada seorang guru spiritual yang bonafide, mendengar dari beliau dengan sungguh-sungguh dan melakukan pelayanan kepada beliau. Sri Krishna menerangkan hal ini di dalam Bhagavad-gita [4.34]: tad viddhi praŠipatena paripranena sevaya.

Guru Maharaj saya (Srila Bhaktisidhanta Sarasvati Takura) pernah berkata, “Dunia modern adalah sebuah masyarakat yang terdiri dari para penipu dan yang ditipu.” Malangnya, orang-orang yang tertipu memuji-muji para penipu, dan para penipu kecil memuji penipu-penipu besar. Jika ada sekawanan keledai datang dan memuji-muji saya, dengan berkata, “Oh, engkaulah Jagad-Guru.” Apalah arti pujian mereka itu? Namun jika seorang manusia yang baik atau orang yang berpendidikan tinggi yang memuji, maka kata-katanya berbobot. Akan tetapi, biasanya orang yang memuji dan orang yang dipuji sama-sama bodoh. Seperti yang dikemukakan dalam kitab-kitab Veda, samstutaƒ purusaƒ pasuƒ: “Binatang besar disanjung oleh binatang kecil.”

 

Rasa Belas Kasih

 

SRILA PRABHUPADA: Hukum itu curang, sains kedokteran curang, dan pemerintahan juga curang. Pejabat-pejabat tinggi pemerintahan yang berwenang biasa menerima suap. Jika gubernur menerima suap dan polisi menerima suap, lalu di-mana kita bisa menemukan masyarakat yang baik? Rakyat memilih pemimpin yang menjanjikan berbagai kesenangan untuk mereka. Namun karena kesenangan yang diberikan hanyalah maya [ilusi], maka dia tidak akan pernah bisa memberikan kesenangan, dan akhirnya masyarakat hanya dipenuhi oleh para penipu. Akan tetapi, karena orang kebanyakan benar-benar mengejar kesenangan yang menyesatkan ini, mereka selalu memilih pemimpin-pemimpin yang benar-benar tidak bermoral semacam itu berulang kali.

Kedudukan seorang VaisŠava adalah merasakan belas kasih terhadap orang-orang yang tidak bersalah. VaisŠava-agung Prahlada Maharaja pernah berdoa kepada Tuhan, “Ya Tuhan hamba, tidak ada persoalan sedikit pun menyangkut diri hamba. Kesadaran hamba selalu terikat dalam kegiatan rohani-Mu yang sangat kuat, itu sebabnya segala sesuatu telah jelas bagi hamba. Namun hamba sungguh prihatin terhadap orang-orang malang ini yang sibuk melakukan perbuatan-perbuatan demi kesenangan yang menyesatkan.”

Seorang VaisŠava hanya memikirkan cara untuk bisa membuat orang lain menjadi bahagia. Ia tahu bahwa orang-orang mengejar sesuatu yang tidak akan pernah mereka dapatkan. Selama lima puluh atau enam puluh tahun orang mengejar kesenangan ilusif, namun kemudian mereka harus mati tanpa menyelesaikan pekerjaan tersebut dan tanpa mengetahui apa yang akan terjadi setelah kematian. Tak pelak lagi, kedudukan mereka sama dengan kedudukan binatang, karena binatang juga tidak tahu apa yang akan terjadi terhadap dirinya setelah kematian. Binatang tidak tahu nilai kehidupan, atau tidak pula mengetahui mengapa dirinya berada di sini. Akibat pengaruh maya, ia hanya makan, tidur, kawin, mempertahankan diri lalu mati. Hanya itu. Sepanjang hidupnya, binatang-binatang dungu tersebut—dan manusia-manusia yang bermental binatang—berusaha keras hanya untuk melakukan kelima hal ini saja, yaitu: makan, tidur, kawin, mempertahankan diri dan mati. Oleh karena itu urusan seorang VaisŠava adalah mengajarkan kepada orang-orang bahwa Tuhan itu ada, bahwa kita ini adalah pelayan-pelayan-Nya, dan bahwasanya kita dapat menikmati sebuah kehidupan yang bahagia dan kekal dengan melayani Tuhan dan memperkuat cinta kita kepada-Nya.

 

Di Luar Kurungan

 

DR. SINGH: Namun tidakkah makhluk hidup itu memerlukan zat atau materi selama dia berada di alam material?

SRILA PRABHUPADA: Tidak, entitas hidup bersifat spiritual sepenuhnya; karena itu, dia tidak memerlukan zat atau materi. Akan tetapi, karena pikirannya sedang sakit, maka dia percaya bahwa dirinya memerlukan itu. Entitas hidup yang terikat adalah seperti seorang pemabuk yang tidak memerlukan minuman keras, meski begitu, dia berpikir, “Tanpa minuman keras, aku akan mati.” Inilah yang disebut maya, atau ilusi. Benarkah jika seorang pemabuk tidak mendapatkan minuman keras dia akan mati?

DR. SINGH: Tidak, namun jika seorang manusia tidak makan, maka dia akan mati.

SRILA PRABHUPADA: Itu juga bukanlah sebuah kebenaran. Tadi malam kita membicarakan tentang Raghunatha dasa Gosvami. Di penghujung hidupnya, beliau hampir tidak makan dan tidak tidur sama sekali. Beliau hanya minum sedikit susu yang tertinggal setelah membuat mentega, setiap tiga atau empat hari, dan beliau bekerja dua puluh dua jam sehari, dan tidur dua atau tiga jam sehari. Dan selama beberapa hari beliau tidak tidur sama sekali. Sehingga mungkin ada yang bertanya, “Bagaimana mungkin beliau bisa bertahan hidup?” Beliau benar-benar hidup selama seratus tahun. Makan, tidur, hubungan seks dan mempertahankan diri bukanlah suatu masalah penting bagi Raghunatha dasa Gosvami, namun beliau tetap hidup nyaman. Karena beliau adalah seorang pecinta Krishna yang suci murni, beliau sepenuhnya sadar bahwa roh itu kekal dan tidak terikat, walau ia telah ditaruh di dalam kurungan jasmaniah, yang sebenarnya tidak ia butuhkan. Misalkan seekor burung dalam sangkar. Apakah burung itu hidup hanya karena dia berada di dalam sangkar? Tanpa sangkar, burung itu terbang bebas. Orang-orang mengira bahwa dengan terkurung di dalam badan, mereka menjadi bahagia. Itu tidak masuk akal. Kenyataannya, keadaan terkurungnya kita di dalam badan ini membuat kita merasa cemas. Akan tetapi, begitu kita menyucikan kehidupan kita—kita bahkan tidak harus keluar dari badan—kita akan segera abhaya, tak kenal rasa takut.

brahma-bhutaù prasannatma

na socati na kankñati

samaù sarveñu bhuteñu

mad-bhaktim labhate param

Kita dapat segera bangkit pada eksistensi spiritual kita yang asli yang mana tidak ada lagi kecemasan, tidak ada lagi keluhan, dan tidak ada lagi keinginan material.

DR. SINGH: Namun ilmuwan masih akan menginginkan beberapa keterangan lagi seperti bagaimana entitas hidup dapat tidak tergantung  pada zat atau materi.

SRILA PRABHUPADA: Selama Anda masih terikat, Anda bergantung pada materi. Sebagai contoh, seorang pria Afrika merasa tidak nyaman karena dia terikat yaitu tidak bisa mentolerir cuaca dingin ini. Itu sebabnya ia merasa tidak nyaman. Namun ada banyak orang di sini [menunjuk ke arah anak-anak yang sedang bermain di pantai] yang tak terpengaruh oleh dingin. Kemampuan mentolerir hanyalah sebuah persoalan pembiasaan saja.

Apabila Anda dalam kondisi terikat, maka Anda berpikir dalam hal-hal mengenai dualitas seperti panas dan dingin, sakit dan senang. Namun apabila Anda dalam kondisi bebas, maka Anda tidak memiliki sedikit pun pemikiran-pemikiran terikat semacam itu. Kehidupan spiritual berarti menjadi tidak terikat pada keadaan—mencapai tingkat brahma-bhuta. Itulah kesempurnaan hidup. Hidup terikat berarti bahwa walaupun entitas hidup itu kekal, karena pembiasaan dirinya dengan keadaan maka ia berpikir bahwa dia dilahirkan, dia sedang menunggu kematian, dia sedang sakit dan dia tua. Namun seseorang yang tidak terikat oleh keadaan bahkan menjadi tuapun tak pernah dirasakannya. Krishna dijelaskan di dalam Brahma-samhita sebagai advaitam acyutam anadim ananta-rupam adyam puraŠa-purusam nava-yauvanam ca. Ini berarti  bahwa Krishna adalah insan yang paling tua, personalitas pertama, namun Krishna tidak pernah dihinggapi penuaan. Krishna selalu tampak seperti seorang pemuda usia dua puluh tahun sebab Krishna bersifat spiritual sepenuhnya.

Dikutip dari buku: “Life come from life”

Translate »