[anti-both]

Tanya     : Jika para penganut ajaran Veda percaya bahwa Veda adalah kebenaran, seharusnya mereka berkata bahwa apapun yang diuraikan oleh Vedasmrti adalah benar, itu fakta yang sungguh terjadi dan itu adalah sejarah, bukan cerita yang dibuat-buat. Tetapi, sebagaimana telah anda jelaskan sebelumnya mengapa mereka mau mengikuti pola pikir sarjana duniawi dan orang-orang mayavadi yang mengatakan bahwa Vedasmrti adalah kumpulan cerita fiktif atau kiasan dan tidak benar-benar pernah terjadi.

Jawab    : Kenyataan yang patut disayangkan ini semata-mata terjadi karena pengaruh buruk zaman Kali. Dikatakan, “sa kaler tamasa smrtah, ketika sifat alam tamas amat tebal menutupi kesadaran penduduk dunia, maka masa itu disebut Kali-yuga.” (SB 12.3.30) Ciri utama sifat alam tamas adalah adharmam dharmam iti yah, yang salah dikatakan benar dan yang benar dikatakan salah. Dan, sarvarthan viparitams ca, kegiatan manusia selalu mengarah ke jalur sesat. (Bg. 18.32) Begitulah, pendapat salah para sarjana duniawi dan pendapat keliru orang-orang mayavadi bahwa Vedasmrti adalah kumpulan dongeng atau mitos, dianggap kebenaran oleh mayoritas penganut ajaran Veda. Mereka sendiri tidak sadar dirinya dibimbing ke jalur pemahaman yang sesat. Dan mereka juga tidak sadar bahwa dengan menganggap Vedasmrti adalah dongeng sradha nya pada kebenaran ajaran Veda menjadi hancur berkeping-keping. Tidak ada lagi sradha dalam hatinya. Akibatnya mereka menjadi manusia munafik. Di mulut saja mereka berkata Veda adalah kebenaran, tetapi di dalam hati mereka berkeyakinan bahwa semua cerita Vedasmrti tidak pernah benar-benar terjadi.

Tanya     : Bagaimanakah kelak nasib para penganut ajaran Veda yang praktis tidak punya sradha dan berpikir munafik ini?

Jawab    : Nasib mereka setelah ajal sungguh malang. Mereka tidak mencapai Tuhan di Dunia Rohani dan jatuh lagi ke dalam samsara Dunia Fana. Dalam hubungan ini Sri Krishna berkata, “Asraddadhanah purusa dharmasyasya parantapa aprapya mam, orang yang tidak mempercayai ajaran dharma (Veda) ini, tidak akan mencapai Diri-Ku, tetapi nivartante mrtyu samsara vartmani, ia akan kembali lagi ke jalur kelahiran dan kematian Dunia Fana.” (Bg. 9.3)

Tanya     : Dapatkah saya katakan bahwa para sarjana duniawi tidak mempercayai Veda dan menganggapnya mitos atau dongeng adalah karena dikhayalkan oleh maya dengan sifat alam tamas nya?

Jawab    : Ya, tepat sekali. Oleh karena dikhayalkan oleh maya dengan sifat alam tamas nya, maka para sarjana duniawi yang berwatak materialistic dan atheistic selalu berpendapat berlawanan dari apapun yang dikatakan oleh Veda. Begitulah, Veda menyatakan diri berasal dari sumber rohani yaitu Tuhan. Tapi para sarjana duniawi itu berkata bahwa Veda tidak memiliki asal-usul jelas. Veda menyatakan bahwa ia adalah pengetahuan spiritual yang tidak bisa dipelajari dan dimengerti secara material atau empiris. Tetapi mereka bersikeras mengerti dan mempelajari Veda secara empiris. Veda mengatakan bahwa ia hanya bisa dipahami di bawah bimbingan guru kerohanian dengan menuruti pola hidup spiritual. Tetapi mereka berkata bahwa Veda bisa dipahami dari orang-orang akademik tanpa perlu menuruti pola hidup spiritual. Veda bertujuan menuntun manusia mencapai mukti, pelepasan dari derita kehidupan material dalam Dunia Fana. Tetapi mereka berkata bahwa belajar Veda dengan tujuan demikian tidaklah ilmiah. Dan Veda mengatakan bahwa kitab-kitab smrti (itihasa dan purana) adalah sejarah tentang lila atau kegiatan rohani Tuhan bersama para penyembahnya dalam menciptakan, memelihara, dan melebur alam material. Tetapi mereka berkata bahwa Vedasmrti bukan sejarah tetapi kumpulan cerita tidak ilmiah yang penuh dengan kejadian-kejadian tidak masuk akal alias mitos atau dongeng. Oleh karena berpendapat berlawanan dari Veda, maka Veda menyebut mereka mayayapahyta-jnana, kaum intelektual yang pengetahuannya telah dicuri oleh maya. (Bg. 7.15)

Tanya     : Mereka selalu berargumen bahwa dirinya berpegang teguh pada cara-cara ilmiah dalam mencari dan mengungkapkan kebenaran. Dan, katanya mereka bekerja secara ilmiah untuk kebenaran itu sendiri. Oleh karena uraian Veda tentang berbagai hal tidak ilmiah, maka menurut mereka kitab-kitab smrti bukanlah pengetahuan tetapi kumpulan mitos atau dongeng. Bagaimana komentar anda?

Jawab    : Sesungguhnya apa yang mereka sebut ilmiah adalah berpikir seperti kodok. Sang kodok mengerti segala sesuatunya berdasarkan kondisi dirinya sendiri dan sumur sempit tempat tinggalnya. Ketika sahabatnya bercerita kepadanya bahwa ada samudra pasifik yang sangat luas dengan makhluk-makhluk aquatisnya yang berukuran super besar, si kodok tidak percaya dan berkata, “Apa yang kamu ceritakan adalah dongeng belaka.” Begitu pula para sarjana duniawi mengerti dan mengukur kondisi kehidupan di planet-planet lain di alam semesta material ini berdasarkan kondisi dirinya sendiri dan suasana bumi tempat tinggalnya. Sehingga ketika membaca uraian Veda tentang makhluk-makhluk humanoid seperti aditya, daitya, denawa, kalakeya, gandharva, siddha, dsb. yang secara material jauh lebih super daripada manusia bumi dan tinggal di berbagai planet di alam semesta material yang kondisinya jauh lebih indah dan lebih mewah dan lebih menyenangkan serta dimensi kehidupannya lebih tinggi daripada kehidupan di Bumi, para sarjana duniawi itu tidak percaya dan berkata, “Apa yang diceritakan oleh Vedasmrti adalah dongeng belaka.”

Tanya     : Anda berkata bahwa orang tidak mempercayai kebenaran Vedasmrti karena ia berpikir seperti kodok. Lalu, supaya bisa memahami kebenaran uraian Vedasmrti, seseorang harus berpikir seperti apa?

Jawab    : Seseorang harus berpikir seperti manusia waras, dan manusia waras adalah dia yang mengakui pernyataan Veda bahwa setiap manusia dinodai oleh empat cacat permanen yaitu: indria-indria jasmani nya tidak sempurna, cenderung berbuat salah, cenderung berkhayal, dan cenderung menipu. (CC Adi-lila 7.107) Karena fakta-fakta ini, maka orang waras sadar bahwa dirinya tidak mungkin mengetahui segala hal dengan usahanya sendiri. Karena itu, dia percaya bahwa pengetahuan Veda yang disabdakan oleh Sri Krishna kepada Dewa Brahma di masa silam adalah sumber segala pengetahuan. Dengan menerima pengetahuan Veda sebagai kebenaran berdasarkan sraddha, seseorang menjadi berpengetahuan. Hal ini telah kita bicarakan sebelumnya.

Tanya     : Tetapi manusia telah mampu menciptakan berbagai peralatan berteknologi canggih, sehingga ia mampu melihat lebih jelas, lebih jauh, lebih mendalam, dan lebih rinci. Maka manusia mampu melihat dengan sebenarnya. Atau, dengan peralatan berteknologi lebih canggih seperti itu manusia mampu melihat kebenaran, bagaimanakah pendapat anda?

Jawab    : Canggih menurut versi orang-orang berwatak materialistik. Secanggih apapun peralatan yang mereka ciptakan, ia tetap alat material yang tidak memungkinkan manusia mampu melihat dan mengetahui hakikat asli suatu obyek yang terletak amat jauh dari tempatnya berdiri. Karena itu, Veda menyatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh dari pengamatan langsung (pratyaksa) dengan bantuan peralatan material seperti itu adalah tidak sempurna. Sebab ia tidak memungkinkan manusia mampu melihat dengan sebenarnya. Misalnya, dari jarak 1000 km orang melihat gunung seperti gambar halus berdiri tegak di ujung langit, dan dari jarak 10.000 km seseorang tidak bisa melihat bahwa nun jauh di sana di hadapannya ada gunung berdiri tegak.

Tanya     : Bukankah dengan menganalisis tanda-tanda alamiah manusia bisa mengetahui keberadaan, wujud, dan hakikat suatu obyek yang tidak bisa dilihat dengan pengamatan langsung?

Jawab    : Veda menyebutkan cara memperoleh pengetahuan seperti itu sebagai anumana. Dan dikatakan bahwa cara inipun tidak sempurna. Sebab tanda-tanda alamiah seperti seringkali disalahmengerti. Misalnya, asap kebakaran hutan yang menutupi suatu wilayah dianggap awan hujan. Sebab, dari kejauhan asap dan awan itu terlihat serupa, karena itu kesimpulan di wilayah itu hujan pasti turun adalah keliru.

Tanya     : Jadi menurut Veda pengamatan langsung (pratyaksa) dan analisis tanda-tanda ilmiah (anumana) adalah cara-cara tidak sempurna untuk memperoleh pengetahuan. Karena itu, sebagaimana telah anda jelaskan cara sempurna memperoleh pengetahuan adalah melalui proses sabda-pramana, mendengar uraian Veda dari seorang guru kerohanian. Tetapi pada zaman Kali yang disebut sebagai zaman modern ini, semua lembaga pendidikan formal berbasis Veda tidak menerapkan proses sabda-pramana ini. Para pengajarnya mengerti Veda dengan mengutip pendapat para sarjana duniawi yang menganggap Vedasmrti adalah kumpulan mitos. Apa yang harus kita lakukan agar mereka menyadari kekeliruannya dalam mempelajari dan mengajarkan kita suci Veda?

Jawab    : Kita tidak bisa berbuat banyak untuk menyadarkan mereka sebab sebagaimana telah saya jelaskan karena pengaruh buruk Kali-yuga, para guru dan dosen itu menganggap caranya yang keliru dalam mempelajari dan mengajarkan Veda adalah cara yang benar. Yang bisa kita lakukan adalah kita sendiri secara pribadi harus menuruti proses sabda-pramana secara deduktif dalam garis perguruan yang sah. Dan kita hendaknya berusaha menyebarkan terjemahan kitab-kitab Veda yang berasal dari guru-guru kerohanian dalam garis perguruan Veda yang terpercaya ke masyarakat.

Tanya     : Anda telah menjelaskan bagian-bagian pustaka suci Veda. Sekarang dapatkah anda jelaskan secara ringkas tentang isi Veda?

Jawab    : Secara umum Veda terbagi menjadi dua bagian, yaitu jalan kehidupan material dan jalan kehidupan spiritual. Dikatakan, “Pravrttim ca nivrttim ca dvi vidham karma vaidikam, ada dua jalan kehidupan yaitu pravrtti dan nivrtti yang manusia bisa tempuh di dunia fana.” (SB. 7.15.47) Pravrtti-marga adalah jalan kehidupan material memuaskan indria jasmani secara terkendali sesuai aturan Veda agar hidup bahagia dunia fana. Sedangkan nivrtti-marga adalah jalan kehidupan spiritual pengendalian indria jasmani sesuai aturan Veda untuk kembali pulang ke rumah asal alam rohani kebahagiaan abadi Vaikuntha-loka.

Tanya     : Mengapa isi Veda hanya dibagi menjadi dua bagian utama seperti itu?

Jawab    : Sebab dari segi watak, tabiat, sifat, dan perilaku, semua makhluk hidup yang tergolong humanoid terbagi ke dalam dua golongan yaitu sura yang berwatak bajik (daivi-sampad) dan cenderung pada hal-hal spiritual serta asura yang berwatak tidak bajik alias jahat (asuri-sampad) dan cenderung pada hal-hal material. Ajaran nivrtti-marga diperuntukkan bagi mereka yang tergolong sura. Sedangkan ajaran pravrtti-marga diperuntukkan bagi mereka yang tergolong asura. Nivrtti-marga yang dilakukan secara sempurna menuntun sang jiwa kembali pulang ke Dunia Rohani, Vaikuntha-loka. Sedangkan pravrtti-marga yang dilakukan secara sempurna membuat sang jiwa senang di dunia fana dan berangsur-angsur menuntunnya menuruti jalan kehidupan nivrtti-marga.

Tanya     : Apa prinsip-prinsip dari kedua jalan kehidupan ini?

Jawab    : Prinsip nivrtti-marga adalah pelayanan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna. Bagian isi Veda yang terkait prinsip bhakti ini masuk dalam kelompok kitab-kitab aranyaka. Sedangkan prinsip pravrtti-marga adala tri-varga, atau tri-purusa arta, yaitu dharma, artha, dan kama. (perhatikan Bg. 18.34) Maksudnya harta kekayaan (harta) hendaknya dicari sesuai petunjuk kitab suci (dharma) untuk memuaskan indria jasmani (kama) agar hidup senang di dunia fana. Bagian isi Veda yang terkait prinsip tri-varga ini masuk dalam kelompok kitab-kitab Brahmana.

Tanya     : Tetapi Veda mengajarkan pula bermacam-macam yoga untuk mencapai Tuhan. Apa hubungan yoga dengan kedua jalan kehidupan yang telah anda jelaskan?

Jawab    : Secara umum Veda mengajarkan 4 (empat) macam yoga yaitu: karma, jnana, dhyana, dan bhakti-yogga. Karma, jnana, dan dhyana-yoga diperuntukkan bagi mereka yang menekuni pravrtti-marga. Sedangkan bhakti-yoga diperuntukkan bagi mereka yang menekuni nivrtti-marga.

Tanya     : Mengapa dan apa sebabnya bhakti-yoga diperuntukkan bagi orang yang menekuni nivrtti-marga, sedangkan karma, jnana, dan dhyana-yoga diperuntukkan bagi mereka yang menekuni nivrtti-marga?

Jawab    : Sebab orang-orang yang tergolong Sura (deva) dan menekuni nivrtti-marga berkesadaran spiritual, sehingga hanya mereka yang mampu menuruti kegiatan spiritual bhakti-yoga. Sedangkan mereka yang tergolong sura (demon) dan menekuni pravrtti-marga, pada umumnya berkesadaran material sehingga mereka hanya mampu menuruti kegiatan karma, jnana, dan dhyana-yoga. Kesadaran material orang-orang yang tergolong Asura ada empat tingkat yaitu (dari tingkat terendah ke tingkat tertinggi): a.) sensual, b.) kental, c.) intelektual, d.) egoistik (perhatikan Bg. 3.42). Mereka yang berkesadaran sensual dan mental amat melekat pada kesenangan material dunia fana. Oleh Veda, mereka diberikan karma-yoga. Mereka yang berkesadaran intelektual tidak puas lagi pada kenikmatan material yang telah dicapainya. Mereka ingin lepas dari segala reaksi (phala) kerja/ kegiatan (karma) yang mengikat di dunia fana. Kepada mereka, Veda memberikan jnana-yoga. Sedangkan mereka yang berkesadaran egoistic ingin mengatasi derita dunia fana dengan meningkatkan kemampuan indria-indria jasmaninya melalui pemilikan berbagai macam siddhi (kekuatan mistik alamiah). Kepada mereka, Veda memberikan dhyana-yoga.

Tanya     : Apakah nama bagian-bagian isi Veda yang mengajarkan masing-masing yoga tersebut? Bagaimana praktiknya dan apa obyek pemujaannya?

Jawab    : Bagian isi Veda yang mengajarkan karma-yoga disebut karma-kanda dan tercantum dalam kitab-kitab Catur Veda (Rg, Yajur, Sama, dan Atharva-Veda). Praktiknya berupa pelaksanaan berbagai ritual (yajna) untuk memuja dewa-dewa tertentu dengan tujuan memperoleh berkah material (keselamatan, kemakmuran, kekayaan, kekuasaan, ketenaran, dsb.). Bagian isi Veda yang mengajarkan jnana-yoga disebut jnana-kanda dan tercantum dalam kitab-kitab Upanisad. Praktiknya berupa diskusi filosofis tentang Tuhan dan menginsyafi Beliau dalam aspek impersonal-Nya sebagai Brahman. Bagian isi Veda yang mengajarkan dhyana-yoga disebut jnana-kanda pula dan tercantum dalam kitab-kitab Upanisad. Praktiknya berupa pemusatan pikiran (meditasi) kepada tuhan dalam aspek-Nya sebagai Paramatma yang bersemayam di dalam hati. Sedangkan bagian isi Veda yang mengajarkan bhakti-yoga disebut Upasana-kanda dan tercantum dalam kitab-kitab Vedanta, Itihasa. Purana dan berbagai kitab Dharma-sastra. Praktiknya berupa pemujaan Arca-vigraha Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (Bhagavan).

Tanya     : Anda menyebutkan (pada dialog no.30) tentang orang-orang yang tergolong Sura berkesadaran spiritual dan mereka yang tergolong asura berkesadaran material. Dapatkan dijelaskan secara singkat tentang kesadaran spiritual dan kesadaran material ini?

Jawab    : Seseorang dikatakan berkesadaran spiritual dan berada pada tingkat spiritual jika dia telah bebas dari jerat maya (tenaga material Tuhan Krishna) nan halus yaitu tri-guna, tiga sifat menyibukkan diri secara khusuk dalam kegiatan pelayanan bhakti kepada Tuhan Krishna (lihat Bg. 14.26). Dan dalam kehidupan sehari-hari, dia berpegang teguh pada prinsip-prinsip dharma (SB. 1.17.24) yaitu: a.) saucam (kesucian diri), b.) satyam (kejujuran), c.) daya (cinta kasih kepada semua makhluk), dan d.) tapasya (hidup sederhana). Orang yang sudah berada pada tingkat spiritual di katakana berada pada tingkat visuddha-sattvam dan disebut brahma-bhuta (perhatikan Bg. 18.54). Sedangkan seseorang dikatakan berkesadaran material jika dia masih diikat oleh jerat maya nan halus yaitu tri-guna. Sebab, dia masih sibuk dalam beraneka-macam kegiatan pamrih memuaskan indria-indria jasmani dalam ikhtiarnya agar hidup bahagia di dunia fana. Dan dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya dia terlibat dalam kegiatan adharma (SB. 1.17.38) yaitu: a.) berjudi dengan beragam cara (dyutam), b.) berzinah (striyah), c.) melakukan tindak kekerasan (sunah), dan d.) mabuk-mabukan (panam). Dia dikatakan berada pada tingkat material dan disebut jiva-bhuta (lihat Bg. 7.5).

Tanya     : Kembali pada soal yoga. Anda telah menjelaskan (pada dialog no.31) tentang keempat yoga (karma, jnana, dhyana, dan bhakti) beserta sumber ajarannya yang tercantum dalam Veda. Dapatkan dijelaskan nama praktisi (pelaku)nya, tujuan yang dicapai dan nasib para praktisinya setelah tujuan dicapai?

Jawab    : Praktisi karma-yoga disebut karmi. Setelah ajal sang karmi mencapai alam surgawi. Tetapi setelah hasil (phala) kegiatan bajik (subha-karma) nya habis dinikmati di Svarga-loka, dia (sebagai jiwa rohani abadi) kembali lahir ke Bumi (perhatikan Bg. 9.21). Praktisi jnana-yoga disebut jnani. Setelah ajal, sang jnani bersatu dengan aspek impersonal Tuhan yaitu Brahman. Tetapi setelah tinggal dalama Brahman (yang tidak lain adalah cahaya diri pribadi Tuhan) bebebarapa lama, sang jnani (sebagai jiwa rohani abadi) jatuh lagi ke dunia fana karena keinsyafannya yang tidak lengkap tentang Tuhan (perhatikan SB 10.2.32). Praktisi dhyana-yoga disebut yogi. Dengan bermeditasi pada aspek setempat Tuhan sebagai Paramatma, sang yogi memiliki berbagai siddhi (kekuatan mistik alamiah) yang memungkinkan dirinya mampu meningkatkan kemampuan indria-indria jasmaninya secara ajaib sehingga mampu menikmati secara lebih super di dunia fana. Tetapi setelah ajal, sang yogi tidak bisa mencapai dunia rohani. Sebab pemilikan berbagai macam siddhi seperti itu tidak membuat dirinya berkualifikasi masuk dunia rohani. Praktisi bhakti-yoga disebut bhakta. Setelah ajal sang bhakta kembali pulang ke Dunia Rohani dan terus tinggal di sana selamanya dalam hubungan cinta kasih (bhakti) timbale-balik dengan Tuhan Krishna. Sebab, pada saat ajal, karena kecintannya kepada Tuhan Krishna, dia hanya ingat Beliau sehingga berkualifikasi mencapai Dunia Rohani ( perhatikan Bg. 8.5 dan lihat pula Bg. 7.1, 8.7-8, 8.10, 8.13-14, 9.22, 9.34, 12.8, dan 14, dan 18.65).

Tanya     : Tetapi pemahaman umum di masyarakat penganut ajaran Veda tentang keempat yoga ini tidak seperti yang anda jelaskan. Mayoritas penganut ajaran Veda berkata bahwa setiap system yoga menuntun sang praktisi mencapai Tuhan. Bagaimana tanggapan anda?

Jawab    : Pemahaman umum seperti itu adalah kekeliruan. Yoga adalah suatu system jalan kerohanian bertahap/ bertingkat. Sehingga system yoga ini sering disebut tangga-yoga yang memiliki empat pijakan yaitu (dari bawah ke atas): karma, jnana, dhyana, dan bhakti. Dikatakan, “Aruruksor muner yogam karma karanam ucyate, bagi orang yang baru mulai menuruti jalan rohani (yoga) ini, karma dikatakan sebagai caranya. Yogaruddhasya tasyaiva samah karanam ucyate, bagi orang yang telah mencapai puncak yoga, menghentikan kegiatan materialistic pamrih (yaitu dengan pelayanan bhakti kepada Tuhan) dikatakan sebagai caranya.” (Bg. 6.3) Bhakti adalah pijakan terakhir/ tertinggi tangga yoga. Sebab, hanya dengan bhakti seseorang bisa mengerti dan mencapai Tuhan Sri Krishna. Hal ini dikatakan berulang kali oleh Beliau, “Bhaktya tu ananyaya sakya aham eva vidho’rjuna, wahai Arjuna, Aku hanya bisa dimengerti/ dicapai dengan cinta-kasih (bhakti) nan tulus (Bg. 11.54). Bhaktya mam abhijanati yavan yas casmitattvatah tato mam tattvato jnatva visate tad-anantaram, seseorang bisa mengerti Aku sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan cinta kasih (bhakti) kepada-Ku. Dan bila dia telah menginsyafi hakikat diri-Ku demikian dengan bhakti, dia akan mencapai Dunia Rohani tempat tinggal-Ku (Bg. 18.55)” Perhatikan pula Bg. 4.3, 8.22, 9.34, 13.19, 18.65, 18.67-68. Lihat pula Bg. 7.17, 8.10, 9.29 dan 12.14-20. Dan Tuhan Krishna menyatakan bahwa diri-Nya tidak bisa dimengerti dan dicapai dengan proses karma, jnana, dan dhyana. Beliau berkata, “Naham vedair na tapasa na danena na cejyaya, wujud-Ku yang spiritual ini tidak bisa dimengerti dengan belajar Veda (jnana), dengan melakukan pertapaan keras (dhyana), dengan banyak bersedekah dan sembahyang (karma).” Bg. 11.53

Tanya     : Jadi yoga adalah jalan kerohanian bertahap/ bertingkat. Mengapa yoga ini dibuat/ diciptakan bertahap/ bertingkat seperti itu?

Jawab    : Sebab kesadaran sang manusia berbeda-beda yakni bertingkat sesuai dengan kadar unsur-unsur tri-guna (tiga sifat alam material) yang dominan menyelimuti dirinya. Begitulah, ada orang yang berkesadaran rendah alias amat tidak insyaf diri karena dirinya begitu tebal diliputi sifat alam tamas (ketidak-tahuan/ kegelapan). Baginya disediakan jalan kerohanian karma atau karma-yoga. Ada orang yang berkesadaran lebih tinggi alias mulai insyaf diri karena dirinya diliputi sifat alam rajas (kenafsuan) dan sedikit sattvam (kebaikan). Baginya disediakan jalan kerohanian jnana atau jnana-yoga. Ada orang yang berkesadaran lebih tinggi lagi alias cukup insyaf diri karena dirinya diliputi sedikit sifat rajas (kenafsuan) dan banyak sifat sattvam (kebaikan). Baginya disediakan jalan kerohanian dhyana atau dhyana-yoga. Dan ada orang yang dirinya dominan diliputi sifat sattvam (kebaikan) sehingga sangat insyaf diri. Baginya disediakan jalan kerohanian bhakti atau bhakti-yoga. Itulah sebabnya yoga dikatakan sebagai satu tangga spiritual yang memiliki empat pijakan untuk mencapai Tuhan (perhatikan Bg. 6.3-4)

Tanya     : Anda mengutip sloka-sloka Bhagavad-gita untuk membenarkan penjelasan dan jawaban yang anda berikan. Bukankah dalam Bhagavad-gita (4.11) dikatakan bahwa jalan kerohanian atau yoga apapun yang seseorang tekuni, itu akan menuntunnya mencapai Tuhan?

Jawab    : Sloka Bg. 4.11 ini paling sering dikutip oleh para penganut ajaran Veda untuk membenarkan praktek spiritual (yoga) berbeda-beda yang ditekuninya. Sloka ini diterjemahkan sebagai berikut, “Dengan jalan apapun orang memujaKu, pada jalan yang sama Aku memenuhi keinginannya, O Partha, karena pada semua jalan yang ditempuh mereka, semua adalah jalanKu.” Mereka tidak peduli pada kata “prapadyante, berserah diri” dalam sloka ini. Makna sebenarnya sloka ini adalah sebagai berikut, “Ye yatha mam prapadyante tams tathaiva bhajami aham, sesuai dengan tingkat penyerahan diri setiap orang kepadaKu, Aku berikan balasan sepadan.” Jadi sloka ini sesungguhnya hanya terkait dengan jalan kerohanian bhakti. Sebab, hanya orang yang mencintai Tuhan (yaitu bhaktaNya) bisa dan mau berserah diri kepadaNya. Selanjutnya, “Mamavartmanuvartante manusyah partha sarvasah, semua orang menuruti jalanKu dalam segala hal, wahai putra Prtha.” Maksudnya, jalan kerohanian (yoga) apapun yang telah diberikan oleh Tuhan pasti diikuti oleh semua orang menurut tingkat kesadarannya sesuai dengan kadar unsur-unsur yang dominan menyelimuti dirinya.

Tanya     : Apa yang anda maksud, “Orang mengikuti jalan kerohanian tertentu menurut tingkat kesadarannya sesuai dengan kadar unsur-unsur tri guna yang dominan menyelimuti dirinya?”

Jawab    : Maksudnya begini, orang yang amat melekat pada kesenangan duniawi karena dirinya didominasi sifat alam tamas (kegelapan), pasti mengikuti jalan karma dengan memuja para dewa untuk mendapatkan berkah material. Dia disebut karmi. Orang yang tidak puas pada kenikmatan duniawi karena dirinya didominasi sifat rajas (kenafsuan) dan sedikit sifat sattvam (kebaikan), pasti mengikuti jalan jnana agar bebas dari reaksi (phala) kegiatan (karma) yang mengikat dan menyengsarakan di dunia fana dengan menginsyafi aspek impersonal Tuhan sebagai Brahman. Dia disebut jnani. Orang yang diliputi sedikit sifat rajas (kenafsuan) dan banyak sifat sattvam (kebaikan), ingin mendekatkan diri kepada Tuhan yang bersemayam di hatinya sebagai Paramatma agar bisa mengatasi derita dunia fana dengan memiliki berbagai kekuatan mistik alamiah (siddhi). Maka dia pasti mengikuti jalan dhyana (meditasi) dan disebut yogi. Sedangkan orang yang dominian diliputi sifat sattvam (kebaikan) bosan dengan kerja keras mengejar kesenangan duniawi, perdebatan filosofis tentang Tuhan impersonal (Brahman) dan bosan dengan pemilikan berbagai macam siddhi yang tidak sungguh-sungguh membahagiakan, pasti ingin berhubungan langsung dengan Tuhan dalam pelayanan cinta-kasih kepadaNya. Maka dia pasti mengikuti jalan bhakti dan disebut bhakta. Itulah yang saya maksud dengan, “Orang mengikuti jalan kerohanian (yoga) tertentu menurut tingkat kesadarannya sesuai dengan kadar unsur-unsur triguna yang dominan menyelimuti dirinya.” Dalam hubungan ini, lihat pula dialog no. 30, 31, 33, dan 35.

Oleh Ngurah Heka Wikana (Dengan sedikit perubahan)

Translate »