[anti-both]

Tanya     : Siva, Brahma, dan Visnu adalah Guna-Avatara. Ini berarti mereka adalah tiga inkarnasi Tuhan pengendali tri-guna. Pemahaman saya adalah ketiga Guna-Avatara ini adalah Tuhan dalam wujud berbeda. Lalu mengapa Veda menyatakan (sebagaimana anda kutip pada dialog no. 49) bahwa Tuhan hanya bisa dimengerti dengan membaca/ mempelajari purana-purana yang tergolong Sattvika-Purana?

Jawab    : Sloka tentang Guna-Avatara (SB. 1.2.23) yang telah saya kutip, lengkapnya adalah sebagai berikut, “Sattvam rajah tamah iti prakrter gunas tair yuktah parah purusa eka ihasya dhatte sthity-adhaye hari virinci hareti samjnah sreyamsi tatra khalu sattva-tanor nram syuh, Tuhan (Krishna) yang spiritual tidak langsung berhubungan dengan ketiga sifat alam material sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan) dan tamas (kegelapan). Untuk keperluan proses penciptaan, pemeliharaan, dan peleburan alam material. Beliau mengambil perwujudan ketiga sifat alam tersebut sebagai Visnu, Brahma, dan Siva. Dari ketiga inkarnasi Tuhan ini, sang manusia hanya bisa memperoleh manfaat tertinggi dari memuja Visnu. Apakah manfaat tertinggi itu? Mukti atau moksa, kelepasan dari kehidupan material dunia fana yang selalu menyengsarakan, dan kembali pulang ke Dunia Rohani nan kekal dan membahagiakan. Karena itu, nama lain Visnu adalah Mukunda, Sang Pemberi Mukti. Visnu adalah nama lain Tuhan Krishna. Dan semua Visnu-Avatara adalah perbanyakan pribadi (svamsa)Nya. Mereka disebut para Visnu-tattva. Sementara itu Brahma yang berkuasa sekarang tergolong Jiva-Tattva, makhluk hidup atau jiva yang diberikan kekuatan atau sakti oleh Tuhan Krishna sebagai perwujudan dan pengendali sifat alam rajas (kenafsuan) untuk menciptakan alam material beserta segala makhluk penghuninya (Brahma-Samhita 5.53 dan 5.49). Sedangkan Siva atau Rudra adalah perbanyakan pribadi Tuhan Krishna yang merelakan dirinya diliputi sifat-sifat alam material khususnya sifat alam Tamas dan sekaligus menjadi pengendalinya (Brahma-samhita 5.45) untuk melakukan fungsi alam material. Yang kedua, oleh karena memelihara alam material adalah tugas yang paling berat, maka pemeliharaan alam material ditangani oleh Tuhan sendiri yaitu Sri Visnu yang juga disebut Krishna atau Narayana. Dengan bertindak sebagai pengendali sifat alam sattvam, ini berarti orang bisa bebas (mukti) dari kehidupan material dunia fana yang menyengsarakan hanya atas karunia Sri Visnu. Karena itu dikatakan bahwa Tuhan bisa dimengerti dengan membaca atau mempelajari purana-purana yang tergolong Sattvika-Purana.

Tanya     : Jadi singkatnya, dengan mengembangkan sifat-sifat alam sattvam, orang bisa tertuntun ke tingkat spiritual Visuddha-Sattvam agar bisa mengerti Tuhan Krishna. Mengapa orang-orang yang dibelenggu oleh sifat alam tamas dan rajas dikatakan tidak bisa mengerti Tuhan?

Jawab    : Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Ciri utama sifat alam tamas adalah adharmam dharmam iti yah, menganggap yang salah adalah benar dan yang benar adalah salah (Bg. 18.32). Dengan kata lain orang yang didominasi sifat alam tamas menganggap Tuhan adalah bukan Tuhan, dan yang bukan Tuhan adalah Tuhan. Sedangkan ciri utama sifat alam rajas adalah yaya dharmam adharmam ca ayatavat prajanati, tidak bisa membedakan secara betul antara kebenaran dan kepalsuan (Bg. 18.31). Dengan kata lain, mereka yang didominasi oleh sifat alam rajas tidak bisa mengerti antara yang Tuhan dan bukan Tuhan. Begitulah, mereka yang tergolong orang-orang rajasik dan tamasik menganggap Sri Bhagavan Krishna bukan Tuhan, sebab Beliau berwujud dan melakukan kegiatan seperti manusia biasa. Dan malahan mereka menghina Beliau (Bg. 9.11). Karena kegiatan-kegiatan Nya nampaknya secara material tidak etis dan tidak bermoral.

Tanya     : Orang-orang rajasik dan tamasik tidak bisa mengerti Tuhan Sri Krishna, dan malahan mereka menghina Beliau ketika turun ke dunia fana dalam wujud manusia atau makhluk lain (Bg. 9.11). Lalu, apa yang Tuhan Krishna lakukan agar mereka tidak merosot jatuh dalam penjelmaan berikutnya sebagai akibat dari kesalahannya tidak mengakui Beliau sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan malahan menghina Nya?

Jawab: Beliau memperbanyak diri dan mengambil wujud sebagai Brahma dan Siva. Brahma adalah pengendali sifat alam rajas (dengan fungsi mencipta dunia fana) dan Siva adalah pengendali sifat alam tamas (dengan fungsi melebur dunia fana). Hal ini telah saya jelaskan sebelumnya dengan mengutip Bhagavata-Purana 1.2.3. Di mata orang-orang rajasik yang haus kenikmatan dan kekuasaan duniawi (perhatikan Bg. 14.7), Brahma yang menciptakan dunia fana beserta segala kemewahan dan kenikmatan materialnya adalah personalitas paling utama dan paling hebat alias Tuhan. Dan di mata orang-orang tamasik yang hampa pengetahuan spiritual, diliputi khayalan dan berpikir tidak waras (perhatikan Bg. 14.8-9). Siva yang disebut juga Rudra berpenampilan nyentrik dan fantastik, adalah personalitas paling utama dan paling hebat alias Tuhan. Begitulah dengan memuja Brahma dan Siva, orang-orang rajasik dan tamasik ini diharapkan bisa terhindar dari kesalahan menghina Tuhan Krishna dan secara berangsur-angsur bisa meningkatkan kesadarannya dengan mengembangkan sifat alam sattvam dan selanjutnya tertuntun ke tingkat spiritual Visuddha-sattvam untuk bisa mengerti Tuhan.

Tanya     : Kembali kepada isi Veda dan jalan kerohanian (yoga). Anda telah menjelaskan bahwa isi ajaran Veda (Karma Kanda, Jnana Kanda, dan Upasana Kanda), jalan kerohania yoga (Karma, Jnana, Dhyana, dan Bhakti) dalam kitab-kitab purana disusun berdasarkan acuan tri-guna. Apakah dapat saya simpulkan bahwa seluruh isi pustaka suci Veda disusun mengacu pada tri-guna?

Jawab    : Ya, seluruh isi pustaka suci Veda disusun berdasarkan acuan tri-guna. Dalam hubungan ini, Tuhan Krishna berkata, “traigunya visesa veda, kitab suci Veda pada hakekatnya menguraikan berbagai kegiatan yang terkai tri-guna (Bg. 2.45). Secara umum dapat dikatakan bahwa ajaran Karma-kanda Veda dengan pelaksanaan karma yoga diperuntukkan bagi mereka yang dibelenggu oleh sifat alam tamas. Ajaran Jnana Kanda dengan praktiknya Jnana yoga dan Dhyana yoga diperuntukkan bagi mereka yang dibelenggu oleh sifat alam rajas. Dan ajaran Upasana kanda dengan praktiknya bhakti-yoga diperuntukkan bagi mereka yang dibelenggu sifat alam sattvam. Tetapi Tuhan Krishna meminta kita agar nistraigunyo bhava, mengatasi ketiga guna atau tri-guna tersebut (Bg. 2.45) dengan menyibukkan diri dalam pelayanan cinta kasih bhakti kepada Nya untuk mencapai tingkatan spiritual Visuddha-sattvam atau brahma-bhuta (Bg. 14.26)

Tanya     : Jadi sesungguhnya kitab suci Veda disusun sedemikian rupa dengan mengacu pada tri-guna dengan tujuan agar setiap orang bisa mengerti ajaran Veda sesuai dengan tingkat kesadarannya yang ditentukan oleh unsur-unsur tri-guna yang dominan menyelimuti dirinya.  Apa konsekuensi yang timbul dari ajaran Veda yang disusun seperti ini?

Jawab    : Bagi orang-orang yang tidak mengerti tujuan Veda, akibatnya adalah aturan dan petunjuk Veda nampak seperti bertentangan antara satu dan yang lain. Praktek ajaran Veda di masyarakat nampak berbeda-beda alias tidak seragam, terjadi beda pendapaat atau salah pengertian tentang ajaran Veda. Tetapi bagi mereka yang mengerti ajaran Veda, melihat ajaran filosofis Veda yang berbeda-beda itu tidak bertentangan antara satu dan yang lain (Bg. 2.46 dan 15.15). Oleh karena secara alamiah tingkat kesadaran spiritual setiap orang berbeda-beda, maka praktik ajaran Veda yang tidak seragam dan beda pendapat tentang filsafat Veda adalah fakta alamiah yang memang harus terjadi demikian. Yang mutlak diperlukan adalah pemimpin umat dan pemuka ajaran Veda haruslah orang-orang yang sungguh-sungguh mengerti pengetahuan Veda secara menyeluruh agar beda pendapat antar mereka yang tidak mengerti ajaran Veda tidak menimbulkan kekerasan dan perkelahian fisik.

Tanya     : Anda berkata bahwa jalan kerohanian karma yoga adalah jalan awal dalam tangga yoga. Dan anda juga telah menjelaskan bahwa praktik karma yoga ini pada umumnya adalah pelaksanaan berbagai ritual untuk memuja dewa-dewa tertentu dengan tujuan memperoleh berkah material berupa keselamatan, kemakmuran, kekayaan, kekuasaan, ketenaran, dan lain sebagainya. Ini berarti karma yoga menuntun sang manusia memuaskan indria jasmani yang jelas berhakekat material. Lalu bagaimana sang karmi, praktisi karma yoga, bisa tertuntun ke tingkat spiritual?

Jawab    : Karma yoga tidak menuntun manusia memuaskan indria jasmani secara bebas, tetapi secara terkendali. Oleh karena merupakan permulaan dalam tangga yoga, maka jalan karma ini masih mengandung usaha memuaskan indria jasmani, tetapi secara terbatas dan terkendali. Sebab, orang yang baru menekuni jalan kerohanian tidak mungkin bisa seketika mengikuti prinsip-prinsip hidup spiritual atau hidup suci. Dalam hubungan ini, Veda berkata, paroksa wado vedo yam bhalanam anusasanam karma moksyaye karmani vidhate hi agadham yata, orang-orang bodoh seperti anak-anak amat melekat pada kegiatan-kegiatan materialistik berpamrih, padahal tujuan hidup sesungguhnya adalah agar manusia membebaskan diri dari kegiatan pamrih demikian. Karena itu Veda secara tidak langsung menuntun mereka ke jalan pembebasan dengan pertama-tama menyuruh mereka melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang bersifat pamrih seperti halnya seorang ayah yang berjanji memberikan gula-gula agar si anak itu mau minum obat (SB. 11.3.44). Begitulah, dengan menjanjikan akan mendapatkan kenikmatan dan kesenangan surgawi melalui pelaksanaan berbagai ritual kepada dewa-dewa tertentu, Veda membuat orang-orang yang berwatak materialistik dan tidak insyaf diri ini menjadi tertarik mengikuti jalan kerohanian karma yang merupakan pijakan awal dalam tangga yoga yang diajarkan oleh Veda. Kemudian dengan secara terkendali memuaskan indria-indria jasmani melalui pelaksanaan berbagai ritual sesuai aturan Veda pelan-pelan tetapi pasti mereka akan berangsur-angsur tertuntun ke tingkat kehidupan spiritual.

Tanya     : Mereka yang menekuni jalan karma akan berangsur-angsur tertuntun ke tingkat kehidupan spiritual. Lalu, bagaimana proses sehingga mereka bisa tertuntun ke tingkat kehidupan spiritual?

Jawab    : Dengan secara tekun dan teratur melaksanakan ritual sesuai dengan petunjuk Veda, para karmi secara tidak langsung memuja Krishna yang juga disebut Visnu atau Narayan. Sebab, semua doa-doa pujian ritual kepada para Dewa selalu diakhiri dengan mengucapkan mantra Om Tat Sat. Ketiga suku kata ini menunjuk Sri Visnu, lengkapnya adalah, “Om tat sad iti nirdeso brahmanas tri vidah…tena vedas ca yajnas ca vihitah pura, sejak alam semesta material tercipta tiga suku kata om tat sad sudah dipakai menyapa Tuhan dan diucapkan oleh para Brahmana ketika melaksanakan ritual untuk memuaskan Beliau” (Bg. 17.23). Jadi mantra om tat sad diucapkan pada setiap akhir doa pujian agar ritual berhasil. Sebab, para deva bergantung kepada Tuhan Sri Visnu dalam memenuhi keinginan para pemujanya (perhatikan Bg. 7.21-22) dan mensucikan si pelaksana ritual yaitu sang karmi (perhatikan Bg. 3.9 dan 9.27-28). Demikianlah prosesnya sang karmi secara berangsur-angsur tertuntun ke tingkat spiritual.

Tanya     : Pada tingkat jalan kerohanian (yoga) apa seseorang dikatakan memulai merintis kehidupan spiritualnya?

Jawab    : Pada tingkat jnana yoga. Pada tingkat ini seseorang mulai mempelajari dan mempraktikkan ajaran kitab-kitab Upanisad yang berisi berbagai macam uraian filosofis tentang Tuhan yang berhakikat non-material alias spiritual. Upanisad berarti “duduk dekat guru kerohanian” untuk mendengarkan wejangan spiritual tentang Tuhan. Ini hanya mungkin dilakukan oleh seseorang yang sudah bosan dengan praktik karma-yoga yang memuaskan indria jasmani secara terkendali yang tidak sungguh-sungguh membahagiakan. Pada umumnya kitab-kitab upanisad menjelaskan tentang Tuhan dalam aspek impersonal-Nya sebagai Brahman. Dikatakan Brahman tanpa wujud, sifat, ciri, dan substansi apapun. Bukan ini dan bukan itu pula (neti neti). Tetapi dari ke-108 upanisad yang dikenal, tidak satupun menolak adanya wujud spiritual Tuhan sebagai Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.

Tanya     : Anda berkata (pada dialog no.34) bahwa dhyana-yoga berkedudukan lebih tinggi dalam tangga-yoga dari pada jnana-yoga dari pada jnana-yoga. Apa alasan anda mengatakan begitu?

Jawab    : Praktik jnana-yoga lebih banyak berupa diskusi filosofis tentang Tuhan dalam aspek impersonal-Nya sebagai Brahman. Menurut Veda (SB. 1.2.11), pengetahuan tentang Brahman impersonal adalah pengetahuan awal tentang Tuhan. Ia diibaratkan seperti pengetahuan tentang cahaya matahari. Sedangkan praktik dhyana-yoga adalah pemusatan pikiran (meditasi) pada aspek setempat Tuhan sebagai Paramatma, dan dianggap lebih maju daripada diskusi filosofis tentang Brahman. Pengetahuan tentang Paramatma diibaratkan seperti pengetahuan tentang bola (planet) matahari. Dengan mengetahui planet matahari, otomatis cahaya matahari diketahui. Begitu pula, keinsyafan pada Paramatma lebih sempurna dari pada keinsyafan Brahman. Karena itu, praktek dhyana-yoga berkedudukan lebih tinggi dari pada praktik jnana-yoga.

Tanya     : Dan pada dialog yang sama (yaitu dialog no.34) anda berkata lebih lanjut bahwa bhakti adalah pijakan terakhir dalam tangga (sistem) yoga. Atau, bhakti adalah tingkatan yoga terakhir/ tertinggi. Dapatkah anda menjelaskan kenapa dikatakan begitu?

Jawab    : Sebab dengan bhakti (cinta-kasih) kepada Tuhan seseorang bisa mengerti dan mencapai Beliau dalam wujud spiritual-Nya sebagai Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Bhagavan adalah aspek Tuhan tertinggi. Menurut Veda (SB. 1.2.11) pengetahuan tentang Bhagavan adalah ibarat pengetahuan tentang dewa Matahari (Surya) yang menghuni matahari. Jika seseorang sudah berhubungan dengan dewa Matahari, otomatis dia tahu hakikat planet matahari (yang diibaratkan sebagai pengetahuan tentang Paramatma) dan cahaya matahari (diiibaratkan sebagai pengetahuan tentang Brahman). Dengan kata lain, dengan mengerti dan mengetahui hakikat Bhagavan, maka otomatis hakikat Paramatma dan Brahma diketahui pula. Itulah sebabnya dikatakan bahwa hanya dengan bhakti orang bisa mengerti dan mencapai Tuhan.

Tanya     : Sekarang saya ingin tahu tentang jumlah sloka (ayat) yang terkandung dalam setiap bagian pustaka Veda yaitu Catur-Veda, Itihasa, Purana, Upanisad, dan berbagai kitab Dharma-sastra. Dapatkah anda menyebutkan jumlah slokanya?

Jawab    : Terus terang saja saya tidak punya data lengkap tentang jumlah sloka (ayat) yang terkandung dalam setiap bagian pustaka Veda. Data yang dapat saya berikan adalah sebagai berikut: a. Catur Veda (Rg Veda 10.552 sloka, Yajur Veda 1.975 sloka, Sama Veda 1.875 sloka dan Atharva Veda 5.987 sloka) b. Itihasa (Ramayana 24.000 sloka dan Mahabharata 100.000 sloka) c. Purana (Bhagavata-purana 18.000 sloka, Visnu-purana 23.000 sloka, Naradiya-purana 25.000 sloka, Padma-purana 55.000 sloka, Garuda-purana 19.000 dan Varaha-purana 24.000 sloka. Terus, Brahmananda-purana 12.000 sloka, Brahma Vaivarta-purana 18.000 sloka, Markadeya-purana 9.000 sloka, Vamana-purana 10.000 sloka, Brahma-purana 10.000 sloka, dan Bhavisya-purana 14.500 sloka. Selanjutnya, Matsya-purana 14.000 sloka, Kurma-purana 17.000 sloka, Linga-purana 10.000 sloka, Siva-purana 24.000 sloka, Skanda-purana 81.000 sloka, dan Agni-purana 15.400 sloka. Saya tidak punya data tentang jumlah sloka yang terkandung dalam ke-108 Upanisad dan berbagai kitab Dharma-Sastra (Manu-Smrti, Parasara-Smrti, Yajnavalkya-Smrti, Brahma-Samhita, dsb.) serta kitab-kitab Vedanga (Siksa, Vyakarana, Nirukti, Canda, Jyotisha, dan Kalpa) dan Upa-Veda (Ayur Veda, Dhanur Veda, Ghandarva Veda, Artha-Sastra, dsb.)

Tanya     : Tidaklah mungkin bagi saya mampu membaca seluruh pustaka suci Veda apalagi memahaminya. Sebab, a. Seluruh pustaka Veda tersebut tertulis dalam bahasa Sanskerta dan belum ada terjemahannya yang lengkap baik dalam bahasa Inggris ataupun Indonesia. b. Sebagaimana telah kita bicarakan (pada dialog no.54 dan 55) bahwa seluruh ajaran Veda disusun berdasarkan acuan tri-guna, sehingga uraiannya seperti bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Karena itu, bagi orang awam seperti saya jadi bingung sendiri. Saya tidak bisa membaca seluruh pustaka Veda dan juga tidak mengerti Veda. Lalu, apa yang saya harus lakukan supaya bisa mengerti kesimpulan Veda dan mempraktekkan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari?

Jawab    : Kita semua hidup pada jaman Kali yang disebut jaman modern sekarang. Karena kasihan dengan orang-orang Kali Yuga yang rata-rata memiliki usia pendek (alpa-ayusah), malas di bidang spiritual (manda), salah pimpin (sumauda-matayah), bernasib malang(manda-bhagyah) dan selalu cemas (upadrutah), (SB. 1.1.10) maka menjelang awal Kali Yuga yakni sekitar 5.113 tahun yang lalu, inkarnasi Tuhyan Krishna dibidang sastra, yaitu Maha Rsi Vyasa membagi Veda menjadi beberapa bagian dan menyajikannya secara tertulis agar orang-orang Kali Yuga mudah mempelajari Veda. Terutama sekali, karena amat kasihan pada orang-orang Kali Yuga yang tergolong tidak cerdas yaitu para wanita, sudra dan dvija-bandhu (brahmana palsu), Rishi Vyasa secara khusus menulis Mahabharata (SB. 1.4.25). Dan dalam mahabharata inilah dicantumkan kesimpulan Veda (Veda Siddhanta) yaitu Bhagavad Gita. Jadi supaya tahu kesimpulan Veda dan mempraktekkan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari, kita hendaknya membaca Bhagavad Gita.

Tanya: Bagaimana anda bisa mengatakan bahwa Bhagavad Gita adalah Veda Siddhanta?

Jawab    : Dalam Bhagavad Gita Sri Krishna berkata, “Vedais ca sarvair aham eva vedyo vedanta-krd veda-vid evam caham, Akulah yang harus diketahui dari seluruh pustaka suci Veda. Sesungguhnya Akulah yang menyusun Veda dan mengetahui Veda” (Bg. 15.15). Dengan kata lain, tujuan seluruh pustaka suci Veda adalah agar manusia mengetahui dan mengerti bahwa Sri Krishna adalah Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Disamping itu, berdasarkan pernyataan dalam Bhagavad Gita tersebut, para Acharya mengakui bahwa Bhagavad Gita adalah kesimpulan Veda. Dalam doa pujian kepada Bhagavad Gita yang berjudul Gita-Dhyayam sloka nomor 4, Sankaracharya berkata sebagai berikut, “Seluruh kitab upanisad adalah ibarat sapi. Pemerah susunya adalah Sri Krishna, sedangkan Arjuna adalah ibarat si anak sapi yang minum susu sapi, yaitu Bhagavad Gita”. Demikianlah seluruh kitab Upanisad diperah oleh Sri Krishna sehingga diperoleh kesimpulan berupa kitab Bhagavad Gita.

Tanya     : Setelah seseorang mempercayai bahwa Bhagavad Gita adalah kesimpulan Veda, lalu apa yang harus dilakukan?

Jawab    : Mencari seorang guru kerohanian dan memohon bimbingan darinya agar mampu mengamalkan ajaran Bhagavad Gita secara benar dalam kehidupan sehari-hari. Disebutkan, “tad vidhi pranipatena pariprasnena sevaya… jnaninas tattva darsinah, berusahalah mengerti kebenaran dengan mendekati guru kerohanian. Bertanyalah kepadanya dengan tunduk hati dan layani beliau. Guru yang telah insaf diri seperti itu dapat menyeampaikan pengetahuan kepadamu, sebab dia telah memahami kebenaran” (Bg. 4.34).

Tanya     : Apakah proses belajar Bhagavad-gita dari seorang Acarya sama dengan proses belajar di sekolah atau universitas?

Jawab    : Tentu saja tidak sama, sebab pengetahuan yang diajarkan berbeda. Bhagavad-gita adalah pengetahuan spiritual. Sedangkan pengetahuan yang diajarkan di sekolah atau universitas adalah pengetahuan material. Untuk bisa memahami hal-hal spiritual atau metafisik, anda harus menuruti proses deduktif (proses menurun) yang oleh Veda disebut parampara. Dikatakan, “Evam parampara praptam imam rajarsaya viduh, pengetahuan spiritual (Bhagavad-gita) ini diajarkan secara turun-temurun (melalui garis perguruan atau sampradaya) dan para Raja suci di masa lalu mengertinya dengan cara seperti itu” (Bg. 4.2). Hal ini saya telah singgung pada dialog no.4 di muka. Sedangkan pengetahuan material yang diajarkan di sekolah atau universitas diterima melalui proses induktif (menaik) yang bersumber dari pengamatan langsung, penelitian (riset), percobaan di laboratorium dan di lapangan.

Tanya     : Persyaratan-persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh seorang murid (sisya) dan guru (acarya) supaya pengetahuan spiritual ini dapat dimengerti dengan benar?

Jawab    : Pertama, seorang sisya (murid) harus berpola hidup suci mengendalikan indriya-indriya jasmani dengan hidup sederhana (tapasa) dan menuruti berbagai pantangan (vrata). Kedua, sang murid harus bersikap tunduk hati kepada guru kerohanian dan melayaninya dengan tulus hati. Ketiga, sang murid harus selalu berbuat untuk kesenangan guru kerohanian (perhatikan Bg. 4.34 dan SB. 7.12.1). Sedangkan persyaratan seorang guru kerohanian adalah pertama, dia harus mengajarkan pengetahuan spiritual kepada si murid berdasarkan perilaku tauladan dirinya sesuai aturan Veda dan petunjuk para sadhu (orang suci) yang hidup sebelumnya. Oleh karena mengajarkan berdasarkan tingkah-laku tauladan, maka guru kerohanian disebut Acarya. Dan si murid harus menuruti perintah dan petunjuknya dengan sepenuh hati. Kedua, guru kerohanian harus memiliki sampradaya (garis perguruan) yang jelas dan sah. Dan ketiga, guru kerohanian harus sungguh-sungguh berpengetahuan Veda.

Tanya     : Ada banyak buku terjemahan Bhagavad-gita dan saya telah mencoba membanding-bandingkan antara satu dengan yang lain. Tetapi kebanyakan dari terjemahan itu menyatakan Sri Krishna bukan Tuhan. Tuhan adalah Brahman Impersonal yang bersabda melalui Sri Krishna pribadi. Bagaimanakah saya seharusnya mengerti Bhagavad-gita?

Jawab    : Anda hendaklah mengerti Bhagavad-gita seperti halnya anda mengerti petunjuk pemakaian obat yang tertulis pada kemasan obat tersebut. Misalnya, pada kemasannya tertulis, “Obat ini harus diminum 3x sehari @ 1 sendok makan.” Dengan menuruti petunjuk ini secara langsung seperti itu, si pasien akan sembuh setelah minum obat itu selama beberapa hari. Begitu pula, dalam Bhagavad-gita ketika Sri Krishna berkata kepada Arjuna, Rsi Dvaipayana Vyasa menulis, “Sri Bhagavan uvaca, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda.” Ini berarti Sri Krishna adalah Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Ini adalah fakta yang dibenarkan oleh Veda, “Krsnas tu bhagavan svayam, Krishna adalah Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri.” (SB. 1.3.28) Sehingga kata “Aham” atau “Aku” yang Beliau ucapkan menunjuk diri Beliau pribadi. Akan tetapi jikalau anda mengkhayal, “Obat ini adalah penyembuh. Maka supaya segera sembuh, aku harus minum obat ini sekali saja sampai habis.” Dengan mengkhayal seperti ini, anda sebagai pasien bukan sembuh tetapi tambah sakit dan menderita. Begitu pula, jika anda menafsirkan bahwa Sri Bhagavan atau “Aham/ Aku” yang tercantum dalam Bhagavad-gita bukan berarti dan menunjuk Sri Krishna tetapi sesuatu yang lain, itu berarti anda mengkhayal. Dan dengan mengkhayal seperti itu, anda bukan mengerti Bhagavad-gita, tetapi berpikir salah/ keliru sehingga sia-sialah anda mempelajarinya. Karena itu, anda harus mengerti sloka-sloka Bhagavad-gita secara muhkhya-vrtti, pemahaman/ pengertian langsung (direct meaning). Jangan memahaminya secara gauna-vrtti, pengertian tidak langsung (indirect meaning). Dan dalam Bhagavad-gita Tuhan Krishna dengan tegas menyatakan, “Brahmano hi pratisthaham, Aku adalah fondasi (sumber keberadaan) Brahman impersonal.” (Bg. 14.29)

Oleh Ngurah Heka Wikana (Dengan sedikit perubahan)

Translate »