Karya: Suryanto, M.Pd
[singlepic id=96 w=320 h=240 float=]Sebagai umat Hindu, kita menerima dan mengakui Sang Buddha atau Siddharta Gautama sebagai salah satu dari sepuluh awatar (penjelmaan) Sri Wishnu. Sang Buddha berada pada urutan kesembilan dari 10 yang kita kenal sebagai dasa awatara. Delapan awatara Sri Wisnu yang mendahului kemunculan Sang Buddha adalah : Matsya, Kurma, Varaha, Narasimha, Vamana, Parasurama, Ramachandra, dan Balarama. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah : Kalau memang Sang Buddha adalah salah satu awatara Sri Wishnu, mengapa beliau mengajarkan “agama Buddha” yang ajarannya berbeda dari agama Hindu? Mengapa Sang Buddha justru menolak otoritas kitab-kitab Weda dan mendirikan agama tersendiri??
Dalam edisi kali ini, Sanatana Dharma masih menampilkan berbagai bukti kelengkapan dan sifat universal kitab-kitab Weda. Pada edisi-edisi terdahulu kami telah menghadirkan pembahasan tentang ramalan Nabi Muhammad dan Yesus Kristus dalam kitab-kitab Weda. Dalam edisi ini kami membahas ramalan Sang Buddha dalam kitab-kitab Weda, dan apa misi utama beliau menjelma demikian. Adanya ramalan tentang Sang Buddha dalam Weda ini merupakan satu lagi bukti bahwa kitab-kitab Weda memang yang tertua dan terlengkap.
Demi kelengkapan pembahasan dan untuk lebih memperjelas pemahaman terhadap misi-misi penjelmaan Wisnu sebagai Sang Buddha, kami juga menyertakan
uraian sekilas tentang Adi Shankaracharya. Apa hubungan tokoh besar penjelmaan Dewa Siwa ini dengan kemunculan Sang Buddha? Apa sumbangan filsafat Buddha terhadap filsafat Hindu saat ini?
Kami akan mencoba menjawab berbagai pertanyaan tersebut dengan terlebih dahulu menguraikan ramalan kemunculan Sang Buddha dalam kitab -kitab Weda. Inilah salah satu cara kita menguji kebenaran bila ada seseorang yang mengklaim dan mengaku dirinya sebagai utusan atau penjelmaan Tuhan. Awatara atau utusan Tuhan yang sejati, selalu telah diramalkan nama ataupun ciri-cirinya dalam kitab-kitab Weda.Seperti halnya kemunculan Yesus Kristus, Nabi Muhammad, Kalki, dan juga Sang Buddha yang akan kita bahas dalam edisi ini.
Ramalan Kemunculan
Sang Buddha
Kitab Bhagavata Purana, atau lebih dikenal sebagai Srimad Bhagavatam, dengan sangat rinci menguraikan berbagai penjelmaan Tuhan (awatara) beserta ciri dan tugas yang harus diemban oleh masing-masing penjelmaan itu. Selama ini, kita hanya mengenal dan akrab dengan dasa awatara atau 10 penjelmaan Sri Wishnu. Padahal sebenarnya masih ada awatara-awatara lain, yang telah muncul, namun tidak diketahui secara luas oleh umat Hindu pada umumnya.
Dalam Bhagavata Purana disebutkan 22 penjelmaan Sri Wisnu yang terkemuka. Sang Buddha, pendiri agama Buddha merupakan avatar yang keduapuluh satu, yang diramalkan akan muncul pada awal jaman Kali Yuga. Sedangkan awatara ke-22 adalah Kalki, yang baru akan muncul nanti pada akhir Kali Yuga, kurang lebih 427.000 tahun mendatang.
Hal yang menarik untuk dipertanyakan adalah : mengapa Sang Buddha (Siddharta Gautama), yang jelas-jelas diakui oleh Weda sebagai penjelmaan Sri Wishnu, justru mengajarkan agama Buddha – yang akhirnya berpisah dari agama Hindu?? Bagaimana latar belakang situasi dunia pada saat itu, sehingga Sri Wishnu harus menjelma ke dunia ini sebagai Sang Buddha?? Mengapa justru Sang Buddha memerintahkan para pengikutnya untuk menolak dan tidak mengakui keabsahan kitab-kitab Weda??
Apa perbedaan pokok antara ajaran Buddha dengan ajaran-ajaran Weda secara umum?? Untuk memahami misi kemunculan Sri Wishnu sebagai Buddha, mari kita simak ramalan kemunculan beliau dalam kitab Bhagavata Purana atau yang lebih dikenal sebagai Srimad Bhagavatam. Dalam hal ini, kami mengacu pada terjemahan dan ulasan Srimad Bhagavatam edisi Bahasa Inggeris dan Bahasa Indonesia karya Om Visnupada A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada, terbitan The Bhaktivedanta Book Trust International
Mengapa kita menyebutnya sebagai ramalan?? Karena Srimad Bhagavatam tersebut disusun oleh Rsi Vyasa tidak lama setelah mulainya jaman Kali atau Kali Yuga. Bila kita rajin melihat-lihat kalender Bali, misalnya, akan kita temukan beberapa angka tahun dari berbagai sistem penanggalan yang ada di dunia. Misalnya, bersamaan dengan tahun 2005 penanggalan Masehi ini, tahun Saka saat ini adalah 1927, sedangkan Tahun Kali telah berumur 5107. Buddha (Sidharta Gautama) lahir pada tahun 623 Sebelum Masehi, ada pula sumber lain yang menyebut beliau lahir pada 560 Sebelum Masehi. Dengan demikian, Sang Buddha telah diramalkan dalam Srimad Bhagavatam sekitar 2500 tahun sebelumnya. Itulah kehebatan kitab Weda.
Dalam Srimad Bhagavatam 1.3.24. setelah Rsi Sukha (putra Rsi Vyasa) menjelaskan 20 avatar Sri Wishnu yang telah muncul, beliau kemudian meramalkan kelahiran dan misi kemunculan Sang Buddha. Perhatikan kata bhavisaty dalam ayat berikut. Bhavisyati dalam bahasa Sanskerta berarti “akan terjadi”. Ini menunjukkan bahwa yang disampaikan dalam Srimad Bhagavatam itu, pada saat itu masih berupa ramalan. Karenanya, kita juga memiliki kitab yang bernama Bhavisya Purana, yang banyak memuat peristiwa yang akan terjadi dimasa mendatang.
Ayat yang meramalkan kemunculan Buddha Gautama adalah sebagai berikut :
tataù kalau sampravåtte
sammohäya sura-dviñäm
buddho nämnäïjana-sutaù
kékaöeñu bhaviñyati
Terjemahan kata per kata dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Indonesia ayat tersebut adalah sebagai berikut :
tataù–sesudah itu; kalau—zaman Kali; sampravåtte—setelah terjadi; sammohäya—dengan maksud untuk mengelabui; sura—orang yang percaya kepada Tuhan; dviñäm—orang yang iri; buddhaù—Sang Buddha; nämnä—yang bernama; aïjana-sutaù—yang ibunya bernama Aïjanä; kékaöeñu—di Propinsi Gayä (Bihar); bhaviñyati—akan terjadi
Kemudian, pada awal Kaliyuga, Tuhan akan muncul sebagai Sang Buddha, putra Anjana, di Propinsi Gaya, hanya dengan maksud mengelabui orang yang iri kepada orang yang setia dan percaya kepada Tuhan. (Bhagavata Purana, 1.3.24)
Sejauhmana kebenaran ramalan tersebut? Mari kita bandingkan dengan fakta sejarah tentang Sang Buddha dan perkembangan agama yang kemudian diberi nama sesuai dengan nama Sang Pendiri tersebut.
Pangeran Siddharta Gautama lahir di Kerajaan Kapilavastu, sebagai putra mahkota Raja Suddhodhana pada tahun 623 Sebelum Masehi (Narada, 1995). Sebelum saat ini menjadi wilayah bagian kerajaan Nepal, Kapilavastu pernah menjadi wilayah dari Propinsi Gaya (Bihar), India. Lalu, mengapa dalam Srimad Bhagavatam, Sang Buddha diramalkan akan lahir sebagai anjana-sutah atau putra Anjana, padahal kenyataannya Siddharta lahir sebagai putra Raja Suddhodana? Salahkah ramalan itu? Tidak, karena bila kita cermati, ibu kandung Siddharta telah meninggal dunia sejak beliau masih bayi. Sang Buddha kemudian dibesarkan dalam asuhan neneknya yang bernama Anjana. Jadi, yang diramalkan dalam Srimad Bhagavatam adalah nama orang yang akan membesarkan Sang Buddha.
Pangeran Siddharta lahir dalam keluarga Sakhya, yang merupakan kata lain dari kata ksatriya. Raja Suddhodana membesarkan anaknya dengan cara sedemikian rupa, dipenuhi dengan segala kemewahan dan kesenangan duniawi, karena ingin agar nantinya sang putra mahkota ini bisa menggantikannya sebagai raja besar.
Pangeran Siddharta tidak pernah mengenal penderitaan, sang pangeran ditempatkan dalam suasana dan lingkungan yang tidak memungkinkan baginya untuk mengenal dan melihat dunia diluar istana. Pangeran Siddharta menikah dengan putri Yashodara, dan pada usia 29 tahun memiliki seorang anak yang diberi nama Rahula. Seiring dengan kelahiran putranya, beliau melihat peristiwa-peristiwa yang sangat mengejutkan batinya, yaitu : (1) orang yang lanjut usia dan sedang menderita karena usia tuanya; (2) orang sakit dan sedang menderita karena penya kitnya; (3) orang yang meninggal dunia yang diusung keluarganya yang menderita karena ditinggal mati, dan (4) seorang pertapa yang menyatakan bahwa dia sedang mencari cara untuk mengatasi penderitaan.
Empat peristiwa itu menggugah batin pangeran Siddharta, dan memunculkan keinginan untuk mencari cara atau jalan bagaimana agar dirinya dan manusia lainnya dapat membebaskan diri dari penderitaan. Peristiwa keempat itulah yang memberikan inspirasi bagi sang pangeran untuk menjalani kehidupan sebagai seorang pertapa, untuk mencari jalan bagaimana mengatasi penderitaan.
Empat peristiwa itu menggugah batin pangeran Siddharta, dan memunculkan keinginan untuk mencari cara atau jalan bagaimana agar dirinya dan manusia lainnya dapat membebaskan diri dari penderitaan. Peristiwa keempat itulah yang memberikan inspirasi bagi sang pangeran untuk menjalani kehidupan sebagai seorang pertapa, untuk mencari jalan bagaimana mengatasi penderitaan.
Dari uraian itu, dapat kita ketahui bahwa yang disebutkan dalam ramalan Bhagavata Purana di atas adalah nama Buddha, nama atau gelar setelah Siddharta mencapai pencerahan. Dengan demikian, ramalan dalam Bhagavata Purana berupa nama “Buddha”, tempat kelahiran dan orang tua/pengasuh yang disebutkan dalam ramalan itu benar adanya.
Selanjutnya, kita ingin tahu mengapa dalam ramalan itu sang Buddha disebut akan melakukan “sammohaya sura-dvisam” atau “mengelabui para atheis yang iri kepada orang yang percaya dan taat kepada Tuhan”? Bagaimana situasi keagamaan India dan sekitarnya pada masa itu??
Meskipun merupakan awatara Wishnu, namun selama 45 tahun sisa hidupnya, Buddha Gautama mengajarkan pahamnya sendiri tentang ahimsa dan mengkritik upacara-upacara yang mengorbankan hewan yang dibenarkan dalam Weda. Pada waktu Sang Buddha muncul, rakyat umum sudah tidak percaya kepada Tuhan dan lebih suka daging hewan daripada segala makanan lainnya. Dengan dalih kurban menurut Weda, setiap tempat secara nyata dijadikan rumah potong hewan, dan orang menyembelih binatang tanpa batas aturan.
Misi utama Buddha adalah untuk menghentikan kegiatan penyembelihan binatang, yang mengatasnamakan Weda untuk pembenarannya. Tindakan menolak Weda itu memang harus dilakukan oleh Sang Buddha, karena tidak ada pilihan lain. Sang Buddha lahir di distrik Gaya, propinsi Bihar, India. Lahir dalam keluarga ksatriya, beragama Hindu. Ajaran utama beliau adalah tidak melakukan kekerasan, ahimsa. Propaganda khususnya adalah menghentikan pembunuhan binatang. Kalau dibaca sekilas, Weda menganjurkan penyembelihan binatang. Karena itu, saat Buddha mengajarkan untuk menghentikan kegiatan penyembelihan binatang, orang-orang Hindu akan menentangnya dengan dalih-dalih yang mengutip ayat-ayat Weda : “Dalam kitab-kitab Weda, penyembelihan binatang dianjurkan dalam kondisi-kondisi tertentu. Anda orang Hindu, dan pengikut Weda. Mengapa Anda mengajarkan agar kami tidak melakukan kekerasan dan pembunuhan kepada hewan?”
Demikianlah, sangat sulit bagi Sang Buddha untuk memurnikan kembali ajaran Weda, hingga akhirnya beliau harus “meninggalkan” agama Hindu.
Karena itulah beliau mengatakan kepada para penganut Hindu pada masa itu :
“Saya tidak percaya dan tidak peduli pada Weda Anda. Kalau Anda mau, ikuti saya, jangan melakukan kekerasan kepada hewan.”
Kalau kita cermati, memang banyak ajaran Buddha Gautama yang bertolak belakang dan bertentangan dengan ajaran Weda. Sebuah contoh, Weda mengajarkan adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta, sedangkan Buddha mengatakan bahwa alam semesta ini ada secara kekal, sehingga tidak dibutuhkan adanya pencipta. Dengan demikian, Buddha tidak pernah mengajarkan pemujaan kepada Tuhan. Buddha tidak mengakui adanya roh (atman), sedangkan Weda mengajarkan bahwa diri kita yang sejati bukanlah badan jasmani ini, melainkan daya hidup (roh) yang terkurung dalam badan-badan jasmani.
Banyak pertentangan filsafat yang kita temukan, bila kita hendak membandingkan antara ajaran Hindu (Weda) dengan ajaran Sang Buddha. Karena itulah menjadi jelas mengapa pada akhirnya ajaran Sang Buddha itu berdiri sebagai sebuah agama tersendiri yang di seluruh dunia dikenal dengan nama Buddhism. Meskipun demikian, para acarya dalam tradisi Hindu tetap mengakui Sang Buddha sebagai awatara Wishnu.
Sri Jayadeva Gosvami, seorang penyair rohani dan acarya Waisnawa yang sangat termashur di seluruh India, yang hidup pada sekitar abad ke-15 mengakui Sang Buddha sebagai awatara Wishnu dalam syairnya, Dasawatara Stotra, sebagai berikut :
nindasi yajna-vidher ahaha sruti-jatam
sadaya-hrdaya darsita-pasu-ghatam]
kesava dhrta-buddha-sarira
jaya jagadisa hare
“Wahai Kesava, Oh Tuhan Penguasa Alam Semesta! Oh, Sri Hari (Krishna) yang telah menjelma dalam bentuk Buddha. Segala pemujian kepada-Mu! O, Buddha Yang murah hati, Engkau menentang pemotongan hewan-hewan yang tidak bersalah yang dilakukan atas nama aturan korban suci menurut Weda”.
Sang Buddha mengajarkan bahwa penyebab penderitaan manusia di dunia ini adalah keinginan dan nafsu. Penderitaan seperti itu hanya bisa diatasi dengan cara mengendalikan dan mengatasi segala keinginan. Untuk mencapai Kebahagiaan Kekal, orang harus melakukan berpikir, berkata, dan bertindak secara benar.
Bahwa ahimsa (nonviolence) adalah dasar dari segala kebenaran. Dalam hal ini, ahimsa tidak hanya diberlakukan kepada sesama manusia, seperti yang selama ini disalahpahami oleh masayarakat Hindu, melainkan kepada semua makhluk hidup, termasuk tidak melakukan kekerasan kepada hewan atau binatang.
Terdapat 9 prinsip utama yang diajarkan oleh Sang Buddha (Airavata dasa, 1997):
- Ciptaan bersifat kekal, karena itu tidak perlu menerima adanya Sang Pencipta.
- Perwujudan alam semesta ini adalah palsu.
- “Aku” adalah kebenaran.
- Kelahiran dan kematian terjadi berulang kali (reinkarnasi)
- Sang Buddha adalah satu-satunya sumber untuk memahami kebenaran.
- Prinsip nirvana atau kekosongan adalah tujuan tertinggi.
- Filsafat Buddha adalah satu-satunya filsafat yang dibenarkan.
- Weda adalah buatan manusia
- Dianjurkan untuk mengembangkan kasih sayang, dan tingkah laku yang bermoral.
Misi utama Buddha adalah untuk menghentikan kegiatan penyembelihan binatang, yang mengatasnamakan Weda untuk pembenarannya. Sang Buddha mengajarkan bahwa orang hendaknya tidak mengikuti ajaran Weda, dan menegaskan efek buruk terhadap jiwa sebagai akibat membunuh binatang. Orang-orang tersebut, yang tidak percaya kepada Tuhan mengikuti prinsip-prinsip Buddha, dan untuk sementara mereka dilatih disiplin moral dan prinsip tidak melakukan kekerasan (ahimsa) yang merupakan langkah-langkah pendahuluan untuk maju lebih lanjut pada jalan menuju kepada Tuhan.
Beliau mengelabui orang yang tidak percaya kepada Tuhan, sebab para ateis pada waktu itu yang mengikuti prinsip-prinsip Buddha tidak percaya kepada Tuhan, tetapi mereka menaruh kepercayaannya kepada Sang Buddha, sedangkan Sang Buddha adalah penjelmaan Tuhan.
Karena itulah, dalam Bhagavata Purana tersebut, Sang Buddha diramalkan akan melakukan sammohäya sura-dviñäm, atau mengelabui orang yang selalu iri kepada mereka yang percaya dan setia bersembahyang kepada Tuhan.
Dari hari kehari, jumlah pengikut Sang Buddha terus bertambah. Di bawah perlindungan Maharaja Asoka yang termashyur itu, agama Buddha berkembang dengan sangat pesat diseluruh wilayah India. Orang-orang Hindu beralih mengikuti agama baru yang merupakan “sempalan” dari induknya, agama Hindu itu. Hampir seluruh India menganut agama Buddha, bahkan agama Buddha juga berkembang ke negara-negara sekitarnya. Agama Hindu seolah menjadi tenggelam dan kalah pengaruhnya dibandingkan agama Buddha.
Namun, misi dan ajaran Sang Buddha menolak ajaran Weda dan mendirikan ajaran baru tersebut adalah sebuah kebutuhan yang bersifat urgen dan mendesak. Weda adalah sebuah sanatana dharma, sebuah ajaran yang bersifat kekal. Esensi atau inti ajaran sanatana dharma adalah sebuah kebenaran yang bersifat universal, yang tidak akan pernah musnah ataupun berubah karena pengaruh perubahan jaman. Jangan lupa, bahwa Sang Buddha adalah penjelmaan Wishnu sendiri, yang merupakan sumber segala ajaran Weda. Jadi, tidak mungkin Beliau mengajarkan sesuatu yang sangat bertolak belakang dengan ajaran Weda.
Kemunculan Sang Buddha merupakan tahap pertama dari serangkaian kemunculan awatara lainnya, yang bertujuan untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma. Sri Krishna menyatakan dalam Bhagavad-gita (4.8) bahwa kemunculan Tuhan sebagai awatara mempunyai 3 misi utama, yaitu : 1) membinasakan orang jahat, 2)menyelamatkan orang saleh, dan 3) menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma yang telah disimpangkan.
Penolakan Sang Buddha terhadap Weda adalah sebuah siasat agar orang dapat dialihkan sementara dari kegiatan berdosa yang dilakukan atas nama Weda. Dalam perkembangannya, setelah beberapa ratus tahun ajaran Buddha berkembang, muncullah Adi Sankaracharya, atau yang lebih dikenal hanya dengan sebutan Sankara. Menurut Bhaktivedanta Swami, dalam Wishnu Purana, terdapat uraian yang menunjukkan identitas Sankara yang sebenarnya. Sankara (788 – 820 M) adalah penjelmaan Dewa Siwa. Pada masa kemunculan Sankara, agama Buddha sedang berkembang sangat pesat di India. Sankara adalah pemuja Siwa yang dengan gigih berusaha melakukan reformasi terhadap praktek-praktek agama Hindu yang telah menyimpang & menegakkan kembali ajaran-ajaran Weda, yang telah hampir tenggelam akibat desakan ajaran agama Buddha (Satsvarupa das Gosvami, 1977)
Selama 32 tahun usia hidupnya, Sankara berhasil menaklukkan filsafat Buddha, dan menunjukkan kembali kebenaran ajaran-ajaran Weda. Kemanapun Sankara pergi, diwilayah itu, para penganut Buddha dikalahkan dalam debat filsafat, sehingga mereka kembali mengakui kebenaran Weda. Demikianlah, Sankara (penjelmaan Siwa) berhasil menjalankan misi beliau, mengembalikan kemurnian ajaran Weda, yang sebelumnya telah dirintis oleh Sang Buddha (penjelmaan Wishnu). Dengan demikian, masyarakat telah secara bertahap diubah, dari ateis menjadi orang yang kembali mengikuti ajaran Weda. Hingga akhirnya, agama Buddha sama sekali tidak dapat berkembang di India, tempat kelahiran agama besar itu. Agama Buddha kemudian berkembang di negara-negara lain di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.
Ramalan kemunculan Buddha dalam kitab Bhagavata Purana 1.3.24 seperti yang telah kita bahas tersebut, membuktikan bahwa Weda adalah kitab suci tertua dan terlengkap. Karena itu, banggalah menjadi generasi muda Hindu!!.
Keempat Sampradaya utama Vaishnava tidak menerima bahwa Gautam Buddha, putra Suddhodana dari Kapilavastu adalah merupakan Buddha-avatara yang dijelaskan dalam Bhagavata. Para Vaishnava menerima Sugata Buddha, yang memang lahir di Kikata sebagai Vishnu-avatara. Yang disebut oleh Swami Jayadeo dalam Dasavatara-stotra adalah Sugata Buddha atau lebih tepatnya Jagannath Buddha, yang juga disebutkan dalam kitab Jnanasiddhi dari Indrabhuti Sambhalapura. Ini juga dijelaskan dalam kamus Amarakosha oleh Amarasingha. Ada dua Buddha, yang pertama muncul di awal Kaliyuga, ini juga dijelaskan oleh Sri Jiva Gosvamipada dalam Sandarbhanya. Buddha pertama yang disebut Sugata ini dipuja oleh Vaishnava sebagai avatara, tetapi Sakyamuni atau Gautama Buddha, pendiri agama Buddha modern bukan Avatara. Semua Acharya Vaishnava dari semua perguruan menyatakan demikian. Vedanta Deshika dari Sri Sampradaya dan Sri Vadiraja Tirtha dari Madhva Sampradaya juga dengan jelas menyatakannya. Srila Prabhupada dalam sloka Bhagavata dan penjelasannya yang bapak kutip juga tidak menyatakan bahwa Sakyamuni Buddha adalah Vishnu-avatara. Hanya menjelaskan bahwa Vishnu-avatara Buddha muncul di Kikata, PADA AWAL Kaliyuga, sebagai putra Anjana atau Ajina. Bahkan dalam Gaudiya Sampradaya dipertahankan bahwa Buddha historis atau Gautama Buddha sama sekali bukan Avatara Bhagavan Sri Vishnu. Ini juga ada dalam karya awal Mahayana yang disebut Lankavatara-sutra dan Satasahasrarastrika Prajnaparamita-sutra. Apalagi golongan Theravada, sangat menolak keras bahwa Gautama Buddha adalah Vishnu-avatara. Jadi Vaishnava dan Buddhis ada dalam pendapat yang sama, bahwa Gautama Buddha bukan Avatara Bhagavan Sri Vishnu. Sekali lagi Buddha yang disebut Vishnu-avatara adalah Sugata Buddha, bukan Gautama Buddha. Identifikasi kedua Buddha sebagai satu pribadi yang sama adalah kekeliruan yang berawal dari masa Sankaracharya, dilanjutkan lagi oleh spekulasi seperti yang telah anda tuliskan, yang kalau tidak salah berasal dari Satyarajadasa. Mohon baca sumber otoritatif dari Gaudiya Sampradaya yang telah dikumpulkan oleh Srimad Bhaktiprajnana Kesava Maharaja, judul: BEYOND NIRVANA. Bapak juga bisa berkorespondensi bersama para Pandita dari perguruan Vaishnava lainnya yang sebagian besar bisa dikontak melalui web2 resmi Math-math mereka. Terimakasih banyak. Daso’smi
Hare Krishna Prabhuji
Penjelasan yang sangat menarik dari anda. Terus terang saya baru mendengar akan penjelasan ini. Kalau mengenai penolakan bahwa Buddha bukan avatara Sri Visnu dari agama Buddha sendiri sudah sering saya dengar. Hanya saja terus terang saya belum memahami penolakan bahwa Sidarta Gautama bukan Dasa Avatara Sri Visnu dari sloka-sloka dalam Veda sendiri.
Mungkin anda bisa memberikan saya bukti-bukti penolakan avatara buddha ini dari sloka-sloka Veda?
Trimakasih banyak atas penjelasan anda!
Salam,
Bhakta Narayan
.
🙂
Hindu yang lebih moderat mengakui Buddha Gautama sebagai Awatara, bahkan Muhamad diakui sebagai salah satunya. Dari sini diketahui bahwa aliran dalam Hindupun juga bahkan lebih dari ratusan ribu aliran, karena setiap keluarga Hindu di India punya dewa dan dewinya sendiri untuk mereka pilih sebagai yang disembah.
Hindu mengenal visnu-sahasra-nama, 1000 nama suci Tuhan yang boleh disembah dengan salah satu nama tersebut.
Sabar ya mbak hermi, saya akan posting tentang hal ini segera…
yupz, tp d dlm abrahamik trutama islam malah mngkn ad milyaran wujud Tuhan yg dsmbah..
krn stiap orang mnggmbarkan skilas dlm angan mereka brbeda2 tiap orangny..
hayo.. ju2r aj mbak hermi psti mwujudkan Tuhan anda d angan anda.. klo g y mikir kmana2..
🙂
Buddhanya beda..ada 2
pak mau nanya..
1. avatara orang mana aja?irian jaya?ethiopia?aborigin?jawa?bali?sunda?atau mana saja?
2. awatara mempunyai 3 misi utama, yaitu :
1) membinasakan orang jahat,
2)menyelamatkan orang saleh, dan
3) menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma yang telah disimpangkan.
tolong ceritakan sepuluh avatara serta orang jahat yang hidup di masanya serta prinsip dharma yang diluruskan tiap avatara(sefaham saya dharma yang disimpangkan berbda beda)
@ anak manusia
Avatara orang mana saja?
Dalam Bhagavad Gita 4.7 disebutkan; “Kapan pun dan di mana pun pelaksanaan dharma merosot dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela-pada waktu itulah Aku sendiri menjelma, Wahai putera keluarga Bharata”.
Jadi Tuhanlah sendiri yang akan muncul ke dunia dan kondisi ini di sebut sebagai Avatara. Mengenai Avatara, jenis-nya sangat-sangat banyak… dan tidak akan saya bahas untuk dalam pertanyaan anda. Tetapi yang pasti Avatara tidak harus muncul sebagai manusia, tidak juga sebagai ras-ras tertentu… Karena dikatakan jika Tuhan menjelma ke dunia, maka tidak ada 1 mahluk hiduppun yang akan menyamai penampilan beliau…. jadi Avatara tidak akan seperti orang aborigin, seperti orang jawa atau seperti ras-ras lainnya… melainkan Beliau sangat unik…
Wow… pertanyaan anda mengenai dasa avatara masuk dalam 1 artikel lagi nih…
Saya akan kasi link-nya dulu ya di http://en.wikipedia.org/wiki/Avatar
tar kalau saya sudah punya waktu akan saya coba membahasnya dalam artikel baru..
Namun singkatnya, Avatara tidak hanya 10 atau yang disebut dasa avatara saja… terdapat sangat-sangat banyak avatara yang muncul di alam material ini… Ada purusa avatara, tri guna avatara, manvantara avatara dan sebagainya…
Sepertinya anda masih sangat awam tentang ajaran Hindu.. karena itu pelan-pelan ya bro… ajaran Veda sangat luas dan apa yang anda tanyakan sebenarnya sudah banyak dibahas dalam artikel-artikel dan diskusi-diskusi di blog ini…
Salam,-
Ngarayana
Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh, si atheis bodoh kayak saya semakin bingung, memahami pamahaman-pemahaman orang pintar beragama. Tapi, seru juga, kayak difilm gitu, ada 2 Budha, jangan-jangan kembar, ha ha. udah jelas salah, ramalannya beda, eh, kata dihubung-hubungkan, biar jadi benar, benar apa pembenaran???? trus, katanya, Budha avatara vishnu, trus ajarannya Buddha, dikalahkan oleh sangkara, jelmaan shiva, trus berarti salah dong ajarannya buddha, ah makin nggak ngerti, otakku koq stupid ya??? Padahal aq kagum dengan kitab veda, universal, berarti veda mengakui semua kebenaran, nggak pernah menyangkal kebenaran. Tapi aq makin nggak kagum sama orang-orang beragama yang katanya berdasar veda, tp nggak mau mengakui kebenaran ajaran lain, yang veda aja mengatakan. jadinya preeeeeeeeeeeeeeet deh, ngaku-ngaku aja kitab sucinya veda, padahal ….ahhhh terserahlah, itu keyakinan orang, klo aq sih, lebih baik atheis aja deh, aq kan bodoh, otakku nggak sehebat orang-orang beragama. Lebih baik aku puja penguasa jagat raya ini dengan nama yang kusuka, IDA SANG HYANG WIDHI WASA