Dalam sastra Veda, makhluk hidup disebut sebagai roh, atma, jiva, purusa, ksetrajna, isvara dan juga brahman.
Sebagaimana disebutkan dalam Bhagavad Gita 2.17-25 Atman/Jiva memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yaitu; Ia tak termusnahkan (avinasi), abadi (avyayam), kekal (nityam), tak terhancurkan (ana-sinah), tak terukur secara material (aprameyam), tak terlahirkan (ajah) permanen (sasvatah), ada sejak dahulu kala (puranah), tak terlukai senjata apapun (na cindanti sastrani), tak terbakar oleh api (na dahati pavakah), tak terbasahi oleh air ( na kledayanti apah), tak terkeringkan oleh angin (na sosayati ma- rutah), tidak bisa dipotong-potong/dipecah-pecah (acedyah), tidak bisa dibakar (adahyah), tidak larut kedalam air (akledyah), tidak terkeringkan (asosyah), bisa berada dimana saja (sarva-gatah), tidak pernah berobah (sthanuh), tak tergerakkan (acalah), selamanya sama (sanatanah),tak berwujud material (avyaktah) tak terpahami secara material (acintyah), tidak pernah berubah (avikaryah) dan tak bisa dibunuh (avadyah)
Menurut Svetasvatara Upanisad 5.9, ukuran sang makhluk hidup (jiva) adalah 1/10.000 ujung rambut.
Karena hakekatnya yang ajaib seperti itu, maka sang jiva dipandang, dijelaskan dan didengar sebagai sesuatu yang mentakjubkan dan sulit dipahami (Bhagavad Gita 2.9).
Sang jiva tergolong prakrti yaitu para-prakrti, tenaga marginal Sri Krishna sebagaimana disebutkan dalam Bhagavad Gita 7.5, apareyam itas tu anyam prakrtim viddhi me param jiva bhutam, dan selalu berada dibawah pengen dalian-Nya (Bhagavad Gita 9.10, mayadhyaksena prakrtih). Tenaga marginal ini disebut pula tatastha-sakti. Dan dalam Visnu Purana 6.7.61 ia disebut ksetrajna.
Sri Krishna dalam Bhagavad Gita 15.7 berkata,”Mamaivamso jiva loke jiva bhuta sana tanah, para jiva yang jatuh dan terbelenggu di dunia fana adalah bagian/percikan/perbanyakan kecil nan kekal yang terpisah dariKu”.
Sang jiva selamanya merupakan pribadi/individu spiritual kekal abadi baik ketika berada di dunia fana maupun ketika berada di dunia rohani (Bhagavad Gita 2.12, na tu evaham jatu nasam …sarve vayam atah param. Bhagavad Gita 2.16, na sato vidya te bhavo na bhavo vidyate satah …).
Keberadaan sang jiva didalam badan jasmani ditunjukkan oleh kesadaran yakni badan jasmani sadar, bisa merasakan sakit atau nyaman, susah senang, dan sebagainya. Seperti halnya matahari menerangi seluruh jagat, begitu pula sang jiva menerangi seluruh badan jasmani dengan kesadaran (Bhagavad Gita 13.34).
Didalam badan jasmani sang jiva hanya tinggal merasakan kesenangan dan kesusahan yang timbul dari kegiatan badan jasmani yang dihuninya (Bhagavad Gita 13.21, karya karanam kartrtve hetuh prakrtir ucyate purusah sukha duhkhanam).
Didalam badan jasmani sang jiva bersemayan di hati bersama Tuhan dalam aspek-Nya sebagai Paramatma (Bhagavad Gita 13.28, saman sarvesu bhutesu tisthantam paramesvarah. Bhagavad Gita 15.15, sarvasya caham hrdisan nivistah. Bhagavad Gita 13.18, hrdi sarvasya visthitah).
Didalam hati badan jasmani, sang jiva duduk sebagai pemudi kedaraan badan jasmani yang bergerak dibawah kendali Tuhan sesuai dengan reaksi (phala) perbuatan (karma) yang dilakukannya dalam masa penjelmaan sebelumnya dan sekarang (Bhagavad Gita 13.23, upadrastanumanta … paramatmeti capy uktah. Bhagavad Gita 18.61, hrd dese’rjuna tisthati bramayam sarva bhutani yantra rudhani mayaya).
Oleh karena merupakan tenaga marginal (tatastha-sakti) Tuhan, maka sang jiva tidak pernah diciptakan/dilahirkan. Ia ada bersamaan dengan keberadaan Tuhan. Karena itu, ia adalah anadi, tanpa awal atau permulaan (Bhagavad Gita 13.20, prakrtim purusam caiva vidyanadi ubhau api).
Veda selalu mengingatkan kita bahwa kita adalah Jiva yang kekal, bukan badan jasmani yang cenderung rusak ini,”Aham brahmasmi, diriku ada-lah sang roh(brahman) spiritual abadi” (Brhad-Aranyaka Up.1.4.10). Dan ingatkan setiap orang,“Tat tvam asi, anda adalah jiva rohani abadi” (Chandogya Upanisad 5.8.7).
Pelayanan kepada Tuhan adalah dharma sang jiva sehingga ia disebut makhluk hidup (living entity), seperti halnya rasa manis adalah dharma suatu benda sehingga ia disebut gula. Atau rasa asin adalah dharma suatu benda sehingga ia disebut garam. Karena itu dikatakan,”Dasa bhuto harer eva nanyaisva kadacana. Jivera svarupa haya krsna nitya dasa (CC Madhya-Lila 20.108). Ekale isvara krsna ara saba bhrtya (CC Adi-Lila 5.142).
Sang jiva jatuh ke dunia fana karena salah menggunakan kebebasan kecil/sedikit yang ada padanya. Kebebasan dimaksud adalah kebebasan memilih yaitu melayani Sri Krishna atau tidak melayani Beliau.
Ia iccha, ingin menikmati sendiri tanpa bergantung kepada Tuhan. Ia dvesa, tidak suka melayani Tuhan di dunia rohani. Maka ia sarge yanti, di tempatkan di dunia material agar bisa (secara palsu) merealisir cita-citanya menikmati dan berbahagia sendiri (Bhagavad Gita 7.27, iccha dvesa samutthena dvandva mohena bharata … sarge yanti parantapa).
Ia na bhajante, tidak mau mengabdi kepada Tuhan dan avajananti, tidak senang kepada-Nya, dan ingin hidup terpisah dari-Nya. Maka sthanad bhrastah patanti adhah, ia jatuh dari ke dudukannya sebagai pelayan Tuhan di dunia Rohani dan terus masuk ke dunia material (Bhagavata Purana 11.5.3).
Begitu jatuh ke dunia fana, sang jiva diikat oleh jerat maya nan halus yaitu Tri Guna (tiga sifat alam material: sattvam, rajas dan tamas) dengan memperoleh badan material (Bhagavad Gita 14.5, sattvam rajah tamah iti gunaih prakrti sambhavah … nibadhnanti dehe dehinam avyayam).
Dikhayalkan oleh maya dengan tirai trigunanya, sang jiva berpikir bahwa badan jasmani yang dihuninya adalah dirinya sendiri dan ia merasa bebas berbuat agar hidup bahagia di dunia fana (Bhagavad Gita 3.27, prakrteh kriyamanani gunaih karmani sarvasah ahankara vimudhatma kartaham iti manyate.(Lihat pula Bhagavad Gita 16.13-15).
Dikhayalkan oleh maya dengan tirai trigunanya, sang jiva tidak tahu bahwa Sri Krishna adalah Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (Bhagavad Gita 7.13, tribhir gunamayair bhavair …mohitam nabhijanati mam ebhyah param avyayam).
Maya mengkhayalkan sang jiva dengan prinsip ahanta (aku adalah badan jasmani ini dengan nama si A), mamanta (segala sesuatu yang terkait dengan badan jasmaniku adalah milikku), dan maya-sukha (kesenangan material semu dirasakan sebagai kebahagiaan sejati).
Sang jiva mengembara di alam material dengan berganti-ganti badan jasmani sesuai dengan kadar unsur-unsur Tri Guna yang menyelimuti dirinya dan merasakan suka-duka kehidupan material (Bhagavad Gita 13.22, purusah prakrti-stho hibhun ktr prakrti-jan gunan karanam guna sango’sya asad-asad yoni janmasu).
Sang jiva yang jatuh dan terbelenggu didunia fana disebut jiva-bhuta. Ia karsati, bekerja keras di dunia fana dengan keenam indriya termasuk pikiran. Bekerja keras yayedam dharyate jagat, meng-exploitir alam material untuk kesenangan hidupnya (Bhagavad Gita 7.5 dan 15.7). Oleh karena bekerja menyimpang dari petunjuk kitab suci Veda, maka sang jiva hanya menderita belaka (Bhagavad Gita 4.40, yah sastra vidhim utsrjya … na sukham na param gatim.
Sebabnya adalah karena dalam masa hidupnya sekarang ia hanya sibuk bekerja memuaskan indriya jasmaninya. Begitulah, dengan selalu memikirkan obyek-obyek indriya, ia menjadi melekat pada obyek-obyek indriya itu. Dari kemelekatannya timbul nafsu, dan dari nafsu lahir kemarahan. Dari kemarahan timbul khayalan dan dari khayalan terjadi kebingungan.Ketika kebingungan menyelimuti ingatannya, kecerdasannya jadi lumpuh, sehingga sang jiva lahir lagi di dunia fana dengan menghuni badan material baru tertentu (Bhagavad Gita 2.62-63).
Sang jiva tidak mau berbhakti kepada Tuhan di dunia fana karena pikiranya amat melekat pada kenikmatan indriawi, kedudukan dan kekayaan material dan dikhayalkan oleh hal-hal itu (Bhagavad Gita 2.44, bhogaisvarya prasaktanam tayapahrta cetasam.. . buddhih samadhau na vidyate).
Sang jiva lupa pada semua kegiatan yang pernah dilakukan dalam masa-masa penjelmaan sebelumnya, tetapi Sri Krishna ingat pada segala kegiatan yang Beliau lakukan pada setiap saat dimasa lampau dalam beraneka-macam inkarnasi-Nya (Bhagavad Gita 4.5, bahune me vyatitani … tani aham veda sarvani na tvam vetta parantapa).
Sang jiva yang jatuh ke dunia fana dan berjuang keras dengan berbagai cara material agar hidup bahagia, disebut jiva-bhuta (Bhagavad Gita 7.5, jiva-bhuta mahabaho yayedam dharyate jagat. Bhagavad Gita 15.7, jiva-bhuta sanatanah manah sasthanindriyani prakrti-sthani karsati).
Tetapi sang jiva yang tekun dalam pelayanan bhakti kepada Tuhan dan dengan demikian mengatasi Tri Guna (yaitu jerat maya nan halus), disebut brahma-bhuta (Bhagavad Gita 14.26, mam ca yo’ vyabhicarena bhakti yogena sevate sa gunan samatityaitan brahma bhuyaya kalpate).
Sang jiva-bhuta menderita di dunia fana dalam perjuangan keras agar bisa bertahan hidup (Bhagavad Gita 15.7, jiva bhuta sanatanah manah sasthanindriyani prakrti stha ni karsati).
Tetapi sang brahma-bhuta hidup senang dalam hubungan bhakti dan cinkasih dengan Tuhan (Bhagavad Gita 18.54, brahma-bhutah prasannatma na socati na kanksati … mad bhaktim labhate param).
Hanya dengan berserah diri kepada Tuhan, sang jiva mampu mengatasi maya dan lepas dari jerat Tri Gunanya (Bhagavad Gita 7.14, daivi hy esa gunamayi mama maya duratyaya mam eva ye prapadyante mayam etam taranti te).
Hanya dengan melakukan pelayanan bhakti kepada Tuhan, sang jiva mampu mengatasi dan membebaskan diri dari jerat maya yaitu Tri Guna dan mencapai kedudukan rohani brahma-abhuta (Bhagavad Gita 14.26, mam ca yo’vyabhicarena bhakti yogena sevate sa gunan samatityaitan brahma bhuyaya kalpate)
Hanya dengan bebas dari ikatan Tri Guna, sang jiva bisa mengerti siapa Sri Krishna, bebas dari derita material dunia fana dan selalu riang hati dalam hubungan bhakti dengan Beliau pada tingkat spiritual brahma-bhuta (Bhagavad Gita 14.19, nayam gunebhyah kartaram … gune-bhyah ca param vetti mad bhavam so’ digacchati. Bhagavad Gita 14.20, gunan etan atitya trin … Janma mrtyu jara duhkhair vimukto’ mrtam asnute. Bhagavad Gita 18.54, brahma-bhutah prasannatma … mad bhakim labhate param).
Jikalau sang jiva mengabdikan segala kegiatan/perbuatan (karma)-nya semata mata untuk memuaskan Tuhan dengan mempersembahkan hasil (phala) kerjanya sebagai yajna kepada Beliau,maka ia tidak terkena akibat/reaksi dari kegiatannya itu dan dituntun menuju mukti yaitu kelepasan dari kehidupan material dunia fana yang selalu menyengsarakan (Bhagavad Gita 3.9, Yajnarthat karmano’nyatra loko yam karma bandhanah. Bhagavad Gita 9.27-28, yat karosi yad asnasi ….. tad kurusva mad arpanam, subhasubha phalair eva moksyasye karma bandhanaih …vimuk to mam upaisyasi. Lihat pula Bhagavad Gita 3.30, 11.5, 12.6, 12.10, 18.45-46 dan 18.57).
Sri Krishna berkata,”Anta kale camam eva smaran muktva kalevaram yah prayati sa mad bhavam yati nasty atra samsayah, siapapun yang pada saat ajal meninggalkan badan jasmaninya dengan hanya ingat kepada-Ku saja, pasti dia mencapai alam rohani tempat tinggal-Ku. Tidak ada keraguan tentang hal ini” (Bhagavad Gita 8.5 dan lihat pula Bhagavad Gita 7.1, 8.7-8, 8.10, 8.13-14, 9.22, 9.34, 12. 8,14 dan 18.65).
OSA
sebelumnya sy ucapkan selamat krn telah membuat web yg mnurut sy sangat bagus, informatif n bisa menjadi bahan terutama bagi umat sedharma u lbh memahami ajarannya n jg bumper u menangkis cemoohan di luaran sana.
tentang topik yg menyangkut atman sy masih melihat ada hal yg ‘rancu’ atau perlunya kesamaan persepsi/pemahaman. dlm artikel terkadang disebut atman, kadang roh kadang jiwa. kita hrs lebih spesifik dalam menggunakan istilah2 itu yang tentunya ksemuanya harus mengacu kepada filsafat veda.
menurut pemahaman saya, ada beberapa istilah yg hrs dibedakan :
(sanskrit/indonesia/inggris).
jiva/jiwa/soul;
atman/roh/spirit;
jivatman/…/…;
paramatman/diri sejati/true self.
jiva di cakra ajna.
atman, dzat tuhan di cakra jantung, di hati nurani.
paramatman, roh yang utama, sang diri sejati ada di atas sana, di alam suwung/sunya/void.
untuk istilah jivatman ini adl simplifikasi u/ menyebut jiva n atman krn yg dua ini selalu bersama sejak atman pertama kali memasuki material realm sampai ‘akhir perjalanannya’ entah selama berapa milyar tahun.
klu kita sdh mencapai yoga, mencapai ‘akhir’, moksha, maka atman akan bersatu dgn paramatman untuk kembali kepadaNYA seutuhnya,kembali ke alam Brahman, sedangkan jiva hilang artinya tdk ikut krn jiva hanyalah kesadaran perantara. tetapi dia sangat berperan selama proses reinkarnasi krn segala pengalaman dari skian banyak kehidupan tersimpan disini. tetapi begitu mencapai yoga (penyatuan) ia tdk diperlukan lagi.
mohon sharingnya, jg dari tman2 sdharma
suksma.
wh kalau yng ini aku kurang paham juga..
mslh cakra2 aku kurang paham, mungkin bisa yng lain ikut sharing..
trims prabuji, jadi jiwa dan Tuhan itu ada pada saat bersamaan. Sang Jiwa yang memilih ‘mengingkari’ Tuhan dan ingin ‘enaknya sendiri’ kemudian jatuh ke dunia material. ia mengalami penjelmaan demi penjelmaan. Sang jiva lupa pada semua kegiatan yang pernah dilakukan dalam masa-masa penjelmaan sebelumnya.
mohon maaf, mungkin pertanyaan saya akan agak ofensif, tp saya rasa perlu menanyakan ini agar saya memperoleh pencerahan.
jiwa menjadi menderita di dunia material, apa itu hukuman?
mengapa sang jiwa lupa (atau dibuat lupa?) pada semua penjelmaan sebelumnya, padahal jika ia (di buat) ingat bukankah lebih mudah baginya utk sadar?
jangan2 Tuhan menikmati penderitaan makhluk hidup?
terimakasih.HK
Assalamu’alaikum.
@ ngarayana
JIKA pertanyaan rekan a_a belum dijawab, sy pun masih menganggap bahwa pengetahuan kita yg dianugerahkan Tuhan pun masih “sedikit”.
Pamit dulu, dah dzuhur.
Wassalam.
@a_a
Sebagaimana dikatakan dalam Bhagavad Gita 2.17-25 bahwa Jiva/Atman dan Tuhan bersifat tidak termusnahkan (avinasi), abadi (avyayam) dan juga kekal (nityam). Jadi antara Tuhan dan Jiva tidak pernah tidak ada dan tidak pernah juga dimulai baik secara bersamaan ataupun tidak bersamaan.
Menurut filsafat Achintya Bhedaabheda tattva disebutkan bahwa Tuhan dan Mahluk hidup memiliki sifat dan karakter (kualitas) yang sama. Yang membedakan hanyalah masalah kuantitas.
Mengenai kenapa mahluk hidup harus turun ke dunia material, bukan karena hukuman, ataupun Tuhan yang memaksa kita jatuh dan menderita di dunia ini, tetapi karena kebebasannyalah dalam memilih karena kebebasan kita yang disebut icca (Bhagavad Gita 7.27). Bahkan pada dasarnya dunia material ini diciptakan karena kasih sayang Tuhan kepada kita yang ingin menikmati kehidupan terpisah dari diri-Nya. Namun tentunya karena Tuhan memperingati berkali-kali lewat diwahyukannya kitab suci, Avatara dan orang-orang suci yang mengajarkan bahwa dengan kehidupan terpisah ini sang jiva tidak akan pernah merasakan kenikmatan sejati, tetapi mereka akan dibelenggu oleh kenikmatan semu. Jiva yang jatuh ke dunia materialpun diberikan kebebasan untuk memilih badan yang dia sukai. Dalam hal ini jangan menjadikan mindset kita sebagai manusia sebagai patokan. Mungkin kita bisa mengatakan babi dan anjing itu menjijikkan dan kotor, tapi mungkin dalam otak si babi dan anjing mengatakan bahwa sesungguhnya manusialah yang bodoh dan terlalu susah dalam usahanya menikmati hidup..
Kenapa manusia pada umumnya harus lupa jika dia menggantikan badan? Mungkin aja dengan mengatakan bahwa jika kita ingat kehidupan masa lalu kita bisa sadar akan Tuhan… tetapi belum tentu. Sebagaimana dikatakan dalam Bhagavad Gita 15.15 bahwa ingatan dan pelupaan adalah karunia dari Tuhan dan kedua unsur itu perlu dan tidak bisa dipisahkan. Bayangkan jika seseorang mengalami masa kelam dan dia tidak bisa melupakan kejadian itu, apa yang akan terjadi secara psikologi dengan orang tersebut? Dengan adanya proses pelupaan itu tidak serta merta akan merugikan mahluk hidup dalam usahanya mencapai Tuhan. Dikatakan Antah pravistah sasta jananam, pada saat makhluk hidup meninggalkan badan yang dimilikinya sekarang, dia lupa akan segala sesuatu; tetapi makhluk hidup memulai pekerjaannya lagi, karena ia digerakkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun ia lupa, Tuhan memberikan kecerdasan untuk memulai pekerjaannya dari tingkat yang telah dicapainya pada saat ia berhenti dalam penjelmaannya yang lalu.
Bagaikan api yang memiliki sifat panas dan membakar, demikian juga Jiva yang memiliki sifat dasar (dharma) sebagai pelayan Tuhan. Api akan puas dengan mengikuti sifatnya yang bisa memanaskan dan membakar segala sesuatu dan Atman/jiva akan puas dan mencapai kebahagiaan jika melakukan kewajibannya melayani Tuhan. Pelayanan itu hanya bisa dicapai secara sempurna jika dia kembali kepada kedudukan asalnya di dunia rohani.
@ Samaranji
Sorry kalau jawaban dari rekan a_a baru bisa tak jawab dan dijawab singkat ya saudara Samaranji… maklum baru saya lihat.. untung anda mengingatkan 😀
Salam,-
@a_a & samaranji
Pengetahuan yang kita dapat di kehidupan dulu ga pernah hilang. Ingatan masa lalu memang dibatasi, tetapi ilmu yang kita dapat masih tersimpan baik di dalam jiwa. coba saudara a_a cari sendiri pasti ketemu.
Di bali kan ada sanggah taksu, ketika anak2 berumur 14 th keatas biasanya dimohonkan agar pengetahuannya di kehidupan lampau dikeluarkan pada kehidupan ini sbg bekal cari nafkah. Tiba2 anak itu yang berasal dari keluarga petani, bisa sangat pandai menari/melukis/ keahlian lain. Hal ini kemudian disebut TAKSU oleh rakyat bali. Keahlian luar biasa yang seharusnya tidak mungkin dimiliki (makanya S1 jurusan seni lukis lukisannya tdk pernah dibilang metaksu, karena orang jelas2 tau ia belajar di sekolah.)
Hampir sekata dgn bli Ngara, turun ke dunia memang pilihan yang sulit bagi atman. Ia harus turun ke dunia untuk memperbaiki karmanya(karena di alam sana tidak bisa), tetapi resikonya ia harus kehilangan ingatannya, ini karena pengaruh panca maha bhuta.
Tetapi sebenarnya ia masih ingat siapa dia, kehidupan yang dilaluinya, tujuannya turun ke dunia, semua masih diingat, cuma bukan disimpan di otak, karena otaknya, termasuk seluruh badannya adalah baru dan tidak ada hubungan dengan badan2nya yang dulu. badan baru ini tidak mengalami apa yang dialami badan yg dulu, jadi ia tidak menyimpan memori itu. masuk akal kan?