Siapa yang tidak mengenal Yoga atau meditasi? Orang boleh mengatakan tidak mengenal Veda atau Hindu, tetapi sepertinya kepopuleran istilah Yoga sudah merasuki semua strata manusia modern. Dewasa ini Yoga dikenal dan diakui sangat efektif dalam menjaga vitalitas sehingga sangat banyak orang-orang non Hindu dari berbagai kalangan mempraktekkannya. Bahkan dewasa ini sering kali kita mendengar orang-orang membanggakan Yoga dan menyatakan dirinya sebagai pengikut ajaran Yoga, tetapi mengingkari sumber dari Yoga itu sendiri, yaitu Hindu.
Dalam masyarakat Indonesia, yoga sudah dikenal luas oleh berbagai kalangan. Kekawin Arjuna Wiwaha 11.1 menyebutkan kata Yoga dengan sangat jelas; āSasi wimba heneng ghata mesi banu Ndanasing, suci nirmala mesi wulan Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin Ring angambeki YOGA kiteng sakala, Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air. Di dalam air yang suci jernih tampaklah bulan. Sebagai itulah Dikau (Tuhan) dalam tiap mahluk. Kepada orang yang melakukan YOGA Engkau menampakkan diriā. Jadi pada dasarnya semua aliran kepercayaan yang menjadikan Yoga atau Meditasi sebagai pegangan utamanya pada dasarnya adalah pengikut ajaran Veda.
Yoga tidak hanya dikenal sebagai solusi kesehatan fisik, tetapi juga dikenal sangat efektif dalam melatih mental dan kemapuan berpikir. Sebagaimana disampaikan oleh peneliti di UCLA yang menggunakan high-resolution magnetic resonance imaging (MRI) untuk men-scan jaringan otak praktisi Yoga, didapatkan bukti ilmiah akan keefektifan yoga dalam meningkatkan daya ingat, kontrol emosi dan segala hal yang berkaitan dengan kesehatan mental. Sebagaimana disampaikan dalam jurnal NeuroImage yang dapat dikunjungi secara online sebagaimana tertuang dalam link referensi dalam artikel ini dilaporkan bahwa beberapa area otak pada praktisi meditasi lebih besar dari pada orang yang tidak melakukan meditasi. Volume hippocampus dan area dalam orbito-frontal cortex, thalamus dan inferior temporal gyrus mengalami pembesaran yang cukup signifikan dimana semua area ini dikenal sebagai area saraf pengendali emosi. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa meditasi dapat mengurangi stres dan meningkatkan imunitas tubuh.
Ironisnya disaat ilmu pengetahuan modern mengakui keefektifan Yoga, segelintir pihak yang terkungkung dalam fanatik sempit malahan menjustish Yoga haram. NFC Malaysia mengatakan bahwa Yoga diharamkan bagi umat muslim, karena dikatakan Yoga adalah produk agama Hindu. Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menggodok isu ini. Jawaban yang diberikan oleh salah satu pimpinan MUI, Maruf Amin, dengan entengnya mengatakan: “Melakukan Yoga, adalah hak manusia Indonesia, tapi tugas MUI adalah memberikan nasihat kepada masyarakat Indonesia, untuk melakukan hal yang benar.” Tentunya apa yang disampaikan oleh kedua lembaga agama ini tidak murni atas perhitungan sains dan filosofi semata, tetapi lebih dikarenakan motif politik dan ketakutan kehilangan pengikut sehingga mereka harus melakukan black campaign. Meskipun demikian, pastinya masyarakat tahu mana yang salah dan mana yang benar, sehingga praktek Yoga hampir tidak terpengaruh oleh fatwa tersebut.
Namun demikian, apakah lingkup Yoga hanya sebatas kesehatan sebagaimana yang dipraktekkan saat ini?
Bapak dari sistem Yoga adalah Maha Rsi Patanjali, sehingga sistem Yoga yang original dikenal dengan sebutan āPatanjali Raja Yogaā.Ā Sistem Yoga yang dikembangkan oleh Rsi Patanjali juga pada dasarnya tidak lepas dari sistem filsafat Samkya, yaitu salah satu cabang filsafat Veda yang mengedepankan metode ilmiah dan disampaikan oleh avatara Tuhan sendiri, Maha Rsi Kapila (Bhagavata Purana 1.3.10).
Sayangnya jika kita telusuri apa yang disebut Yoga oleh orang-orang moden sangat jauh berbeda dari sistem Yoga aslinya. Saat ini orang-orang hanya fokus mempraktekkan tingkatan Raja Yoga yang ketiga dan yang keempat, yaitu Asana (sikap duduk) dan Pranayama (teknik pernapasan) dan semata-mata hanya untuk alasan kesehatan, umur panjang bahkan meningkatkan nafsu birahai semata. Walaupun secara material bermanfaat, namun mereka tidak memahami tujuan utama dari sistem Yoga itu sendiri.
Pada dasarnya Yoga berarti penghubungan atau pengaitan jiva individuil dengan Yang Maha Kuasa, dengan kata lain tujuan utama dari sistem Yoga adalah untuk menghubungkan diri kita yang rendah dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, bukan semata-mata hanya untuk kepentingan kesehatan dan hal-hal material lainnya. Dengan demikian syarat utama yang dimiliki oleh seorang calon praktisi Yoga adalah kepercayaan akan adanya Tuhan. Seorang yang atheis tidak bisa mengikuti sistem ini. Kalaupun dia mengikutinya, dia hanya akan mentok sampai pada tingkatan asana dan pranayama yang tujuannya hanya sebatas kesehatan fisik. Disamping itu, seorang praktisi Yoga juga harus memiliki dasar moral dan disiplin tinggi. Meskipun dikatakan bahwa selama kita ada dalam tubuh manusia, tidak perduli berapa umur kita, jenis kelamin dan kondisi fisik, namun tanpa dasar moral yang baik dipastikan seseorang tidak akan pernah bisa menapak sistem Yoga. Karena itulah dua tingkatan pertama Raja Yoga adalah Yama dan Nyama Bratha. Seseorang yang masih memelihara sifat kejam, suka mabuk dan kejahatan-kejahatannya otomatis akan gugur dengan sendirinya.
Kedelapan tingkatan Yoga dikenal dengan istilah Astangga Yoga. Kedelapan tingkatan tersebut adalah;
- Yama atau pantangan
- Nyama atau kebajikan pembantu
- Asana atau sikap-sikap tubuh
- Pranayama atau penguasaan nafas vital
- Pratyahara atau penyaluran aktivitas mental
- Dharana atau pemusatan pikiran
- Dhyana atau meditasi
- Samadi atau keadaan suprasadar transenden.
Tingkatan pertama, Yama adalah merupakan pantangan yang harus dilakukan tanpa kecuali. Gagal melakukan pantangan dasar ini maka seseorang tidak akan pernah bisa mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran kelima Yama Bratha ini diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sutra II.35 ā 39.
- Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. (Patanjali Yoga Sutra II.35)
- Satya atau kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali Yoga Sutra II.36)
- Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan. (Patanjali Yoga Sutra II.37)
- Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. (Patanjali Yoga Sutra II.38)
- Aparigraha atau pantang akan kemewahan; seorang praktisi Yoga (Yogin) harus hidup sederhana. (Patanjali Yoga Sutra II.38)
Sedangkan Panca Niyama Bratha yang merupakan tahapan kedua dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya diuraikan dalam sutra II.40-45.
- Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sutra II.40). Sauca juga menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan (1) saumanasya atau keriangan hati, (2) ekagrata atau pemusatan pikiran, (3) indriajaya atau pengawsan nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga Sutra II.41).
- Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental (Patanjali Yoga Sutra II.42).
- Tapa atau pantangan. Melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual (Patanjali Yoga Sutra II.43).
- Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan nama-nama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya āistadevata-samprayogah, persatuan dengan apa yang dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sutra II.44).
- Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi (Patanjali Yoga Sutra II.45).
Kebalikan dari sepuluh kebaikan yang harus diwujudkan (Yama dan Niyama) disebut sebagai vitarka, yaitu kesalahan-kesalahan yang harus dengan teliti dijauhkan dan dihilangkan, yaitu:
- Himsa atau kekerasan dan tidak sabar sebagai lawan ahimsa
- Asatya atau kepalsuan sebagai lawan dari satya
- Steya atau keserakahan sebagai lawan dari asteya
- Vyabhicara atau kenikmatan seksual sebagai lawan dari brahmacarya
- Asauca atau kekotoran sebagai lawan dari sauca
- Asantosa atau ketidakpuasan sebagai lawan dari santosa
- Vilasa atau kemewahan sebagai lawan tapa
- Pramada atau kealpaan sebagai lawan svadhyaya
- Prakrti-pranidhana atau keterikatan pada prakrti sebagai lawan dari isvarapranidhana
Dengan menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan sendirinya dilindungi terhadap kesalahan yang bertentangan. āJangan menyakiti orang lainā belum tentu berarti āperlakukan orang lain dengan baikā. Kita harus melakukan keduanya, tidak menyakiti orang lain dan sekaligus melakukan keramah-tamahan.
Asana atau sikap-sikap Yoga yang merupakan tingkatan ketiga dalam astangga Yoga memberikan pondasi awal bagai seorang praktisi untuk mendapatkan jenis asana yang cocok dengan kondisi badannya. Meskipun dalam Patanjali Yoga Sutra dijelaskan ratusan jenis-jenis asana, namun Rsi Patanjali tidak memaksakan untuk melakukan sikap-sikap yoga tertentu. Ia berpendapat bahwa sikap manapun untuk menguasai pikiran, yang tidak terlalu memaksa anggota badan dan yang dapat dipertahankan cukup lama oleh seorang praktisi adalah baik baginya (sukha asana). Jadi tidak semua sikap asana harus dikuasai dan dipraktekkan oleh praktisi. Adapun pelatihan terhadap asana-asana tersebut untuk tujuan memilih sikap yang paling tepat baginya dan sebagai pondasi dasar dalam menjaga kesehatan badan dan mental sehingga mensupport kemajuan dalam tingkatan-tingkatan selanjutnya.
Setelah menguasai asana, selanjutnya diikuti oleh tingkatan pranayama. Pranayama tidak semata-mata mengacu kepada nafas masuk dan keluar dan kaitannya dengan fenomena fisika-kimia, tetapi jauh lebih halus dari itu. Proses menarik, menahan dan mengeluarkan nafas hanyalah gambaran kasar dari prana. Chandogya VII.15.1 mengatakan; āPrana, sesungguhnya melebihi harapan. Sebagaimana sesungguhnya ruji dikencangkan pada pusat sebuah roda, demikianlah segala apa adalah terikat pada prana. Prana berjalan bersama pada prana. Prana memberikan prana. Memeberikan kehidupan pada mahluk yang hidup. Bapak seseorang adalah prana. Ibu seseorang adalah prana. Saudara wanita seseorang adalah prana, guru seseorang adalah prana, seorang Brahmana adalah pranaā. Sehingga dikatakan bahwa dengan penguasaan pernafasan yang merupakan gambaran kasar dari Prana itu sendiri seseorang dapat mengendalikan pikiran yang bergejolak, hawa nafsu serta kelemahan badan. Bahkan dengan menguasai prana dengan baik, seorang praktisi dapat mengalami fenomena metafisis yang tidak dapat dijelaskan oleh fenomena fisika biasa.
Keempat sendi Yoa yang pertama, yaitu Yama, Nyama, Asana dan Pranayama adalah termasuk persiapan atau dengan kata lain baru ākulitā dari Yoga itu sendiri. Sedangkan keempat sendi berikutnya barulah merupakan arah menuju inti Yoga itu sendiri.
Maha Rsi Patanjali mengatakan bahwa tingkatan Yoga yang kelima, Pratyahara berkaitan dengan alat-alat indria yang cecara ilmiah hanya ditujukan untuk menikmati hal-hal material. Seorang praktisi Yoga harus bisa mengendalikan semua indria-indrianya ini. Mata sebagai indra penglihatan digunakan untuk menikmati hal-hal yang spiritual, telinga untuk mendengar diarahkan untuk mendengar nama-nama suci dan segala hal yang berkaitan dengan spiritual, demikian juga dengan indra-indra yang lainnya, semuanya ditarik dari kenikmatan duniawi dan diarahkan kepada kenikmatan rohani. Berkaitan dengan ini, Patanjali Yoga Sutra II.54-55 menyebutkan; āsva-viƦayĆ¢samprayoge cittasya svarĆ»pĆ¢nukĆ¢ra ivendriyĆ¢Ć±Ć¢m pratyĆ¢hĆ¢rai. tataĆÆ paramĆ¢ vaĆ„yatendriyĆ¢Ć±Ć¢m, Pratyahara (atau penyaluran) terdiri dari pelepasan alat-alat indria dan sensualitas masing-masing, dan dari penyesuaian alat-alat indria pada bentuk citta atau pikiran yang murni. Dan dnegan cara demikian orang dapat memperoleh penguasaan penuh atas alat-alat indrianyaā. Tingkatan Pratyaksa ini hanya dapat dicapai jika keempat sendii Yoga sebelumnya telah dikuasaai dengan baik (Katha Upanisad III.13).
Dharana atau pemusatan pikiran adalah tingkatan Yoga yang keenam. Dalam Patanjali Yoga Sutra III.1 disebutkan ādeĆ„a-bandhaĆ„ cittasya dhĆ¢raƱa, menetapkan citta atau pikiran pada suatu tempat disebut dharanaā. Dharana dapat diibaratkan sebagai proses āmengetuk pintuā menuju Samadhi sehingga praktisi yang telah menguasai dharana dengan sempurna akan dengan sendirinya terarahkan menuju pada samadhi. Patanjali menganjurkan agar pemusatan pikiran harus hanya ditujukan pada satu objek kontemplasi, tat-pratiƦedhĆ¢rtham eka-tattvĆ¢bhyĆ¢sai (Patanjali Yoga Sutra I.32). Sehingga dalam proses dharana seorang praktisi dapat bermeditasi dengan memusatkan diri pada ujung hidung, pada berkas cahaya, aksara suci OM atau hal-hal lain yang dibenarkan.
āpuruĆ¦Ć¢rtha-Ć„Ć»nyĆ¢nĆ¢Ć¤ guĆ±Ć¢nĆ¢m pratiprasavaĆÆ kĆ¢ivalyaƤ svarĆ»pa-pratiƦĆøhĆ¢ vĆ¢ citi-Ć„akter iti, peleburan nilai-nilai dalam sumbernya, bilamana tiadalah apapun lagi yang perlu dicapai, adalah pembebasan atau pemantapan kesadaran diri asli dalam bentuknya sendiri yang sejati. Kini kita akan membahas tentang dhyana, yaitu peresapan atau penyelaman yang diperpanjang (Patanjali Yoga Sutra IV.34). Penyelaman yang dimaksud dalam dhyana ini adalah penyelaman terhadap sang diri, Jiva dan diri yang Agung, Tuhan. Sankaracarya dalam kutipannya dari Yajnavalkya menyebutkan; ādhyanena-anisvaram guna, dengan dhayana dihilangkanlah segala apa yang ada diantara Jiva dengan Tuhan Yang Maha Esaā. Demikian juga dalam Samkhya Sutra disebutkan; āDhyanam nirvisayam manah, dhyana adalah pembebasan citta dari segala ikatanā. Jadi pada tingkatan dhyana ini, seorang yogin sudah benar-benar dapat merasakan kehadiran Yang Maha Kuasa dan sudah siap mencapai kondisi samadhi.
Diantara dhaya dan samadhi ada perbedaan mendasar (renungan dan keadaan supra sadar transenden).Ā Dalam keadaan renungan (dhyana) pikiran seseorang merenungkan (dhyata), perbuatan renungan (dhyana) dan tujuan renungan (dhyaya) ketiganya masih dibedakan, namun dalam keadaan samadhi, ketiganya melebur menjadi satu. Jika diasumsikan sebagai pelukis dan lukisannya, kondisi dhyana adalah kondisi dimana sang pelukis masih berbeda dari gagasan tentang melukis dan keduanya berbeda pula dengan lukisannya. Tetapi dalam kondisi samadhi, pelukis tersebut begitu tercebur dalam karyanya sehingga ia, gagasan dan karyanya lebur menjadi satu. Dalam keadaan samadhi, sang jiva berada begitu dekat dengan Tuhan dan merasakan kebahagiaan luar biasa. Sehingga setelah seseorang terbangun dari samadhi, pada dasarnya dia tidaklah sama dengan sebelumnya. Ia menjadi berubah karena begitu lama berdekatan dan berhubungan secara pribadi dengan Tuhan, ia mendapatkan tambahan kehangatan (waranugraha atau ananda dan vijnana). Pada tahap ini seseorang dapat dikatakan sebagai seorang Siddha dan memperoleh kesaktian-kesaktian mistis tertentu sebagaimana sudah pernah saya singgung dalam artikel sebelumnya tentang kesaktian Yoga.
Namun tentunya tujuan terakhir dari Astangga Raja Yoga bukan semata-mata mendapatkan siddhi (kesaktian) dan mencapai samadhi dalam arti sempit., berdekatan dengan Tuhan hanya pada waktu meditasi dan setelah itu kembali lagi ke kehidupan material. Tujuan tertingginya sudah barang tentu mencapai kedudukan sat cit ananda yang kekal bersama Tuhan. Masalahnya, bagaimana seorang Yogin bisa mencapai tujuan tertinggi tersebut?
Patanjali Yoga Sutra I.23 menyebutkan; āƮƄvara-praƱidhĆ¢nĆ¢d va, Penyerahan diri (disebut juga bhakti) adalah jalan menuju kesadaran transendentalā. Hal yang serupa juga ditegaskan dalam Patanjali Yoga Sutra II.1, II.32 dan juga II.45. Dalam Bhagavad Gita 2.50-51 dikatakan; ābuddhi-yukto jahÄtÄ«ha ubhe sukį¹ta-duį¹£kį¹te tasmÄd yogÄya yujyasva yogaįø„ karmasu kauÅalam. karma-jaįøæ buddhi-yuktÄ hi phalaįøæ tyaktvÄ manÄ«į¹£iį¹aįø„ janma-bandha-vinirmuktÄįø„ padaįøæ gacchanty anÄmayam, Orang yang menekuni bhakti membebaskan dirinya dari perbuatan yang baik dan buruk bahkan dalam kehidupan ini pun. Karena itu, berusahalah untuk yoga, ilmu segala pekerjaan. Dengan menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti itu, resi-resi yang mulia dan penyembah-penyembah membebaskan diri dari hasil pekerjaan di dunia material. Dengan cara demikian mereka dibebaskan dari perputaran kelahiran dan kematian dan mencapai keadaan di luar segala kesengsaraanĀ (dengan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa). Bhagavad GitaĀ Ā 5.6 juga memberikan penegasan yang lebih eksplisit dnegan mengatakan; āsannyÄsas tu mahÄ-bÄho duįø„kham Äptum ayogataįø„ yoga-yukto munir brahma na cireį¹Ädhigacchati, Kalau seseorang hanya melepaskan segala kegiatan namun tidak menekuni bhakti kepada Tuhan, itu tidak dapat membahagiakan dirinya. Tetapi orang yang banyak berpikir yang menekuni bhakti dapat mencapai kepada Yang Mahakuasa dengan segera, wahai yang berlengan perkasa. Kesemurnaan Yoga hanya dapat diperoleh oleh Yogin yang memusatkan dan menyerahkan dirinya pada Tuhan, praÅÄnta–manasaįøæ hy enaįøæ (Bhagavad Gita 6.27). Dan masih banyak lagi sloka-sloka Bhagavad gita yang menyatakan dengan jelas bahwa Bhakti adalah puncak dari segala jalan. Setidaknya terdapat sekitar 62 sloka dalam Bhagavad Gita yang menekankan aspek bhakti ini.
Bagaimana jika seorang yogin tidak menyerahkan dirinya (bhakti) pada Tuhan Yang Maha Esa?
Selama seorang Yogin tidak menyerahkan diri dalam cinta Bhakti kepada Tuhan, maka selama itu pula dia tidak akan mencapai moksa, sat cit ananda. Dia hanya akan berputar-putar dalam siklus kelahiran dan kematian di alam material ini. Ā Bhagavad Gita Ā Ā 8. 25 mengatakan; ādhÅ«mo rÄtris tathÄ kį¹į¹£į¹aįø„ į¹£aį¹–mÄsÄ dakį¹£iį¹Äyanam tatra cÄndramasaįøæ jyotir yogÄ« prÄpya nivartate, Seorang yogi (ahli kebatinan) yang meninggal dunia selama masa asap, malam hari, selama dua minggu menjelang bulan mati, atau selama enam bulan pada waktu matahari berjalan menuju selatan akan mencapai planet bulan, tetapi dia akan kembali lagi. āprÄpya puį¹ya–kį¹tÄįøæ lokÄn uį¹£itvÄ ÅÄÅvatÄ«įø„ samÄįø„ ÅucÄ«nÄįøæ ÅrÄ«matÄįøæ gehe yoga-bhraį¹£į¹o ‘bhijÄyate, Sesudah seorang yogi yang tidak mencapai sukses menikmati selama bertahun-tahun di planet-planet makhluk yang saleh, ia dilahirkan dalam keluarga orang saleh atau dalam keluarga bangsawan yang kayaā (Bhagavad Gita 6.41). āatha vÄ yoginÄm eva kule bhavati dhÄ«matÄm etad dhi durlabhataraįøæ loke janma yad Ä«dį¹Åam, Atau (kalau dia belum mencapai sukses sesudah lama berlatih yoga) dia dilahirkan dalam keluarga rohaniwan yang pasti memiliki kebijaksanaan yang tinggi. Memang, jarang sekali seseorang dilahirkan dalam keadaan seperti itu di dunia iniā (Bhagavad Gita 6.42).
Hanya yogi, orang yang mempunyai keyakinan yang kuat dan selalu tinggal di dalam kesadaran terhadap Tuhan, yang selalu berpikir tentang Tuhan di dalam dirinya, dan mengabdikan diri kepada Tuhan dalam cinta bhakti rohani mencapai kesempurnaan Yoga, dan Yogi seperti itulah yang menurut Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa sebagai yang paling tinggi diantara semuanya (Bhagavad Gita 6.47).
Jadi melakukan Yoga atau Meditasi tanpa ada rasa penyerahan diri dalam Bhakti kepada Tuhan adalah nonsense.
Sumber:
- Swami Satya Prakas Saraswati, Patanjali Raja Yoga, Paramita Surabaya. 1996
- Chip Hartranft, The Yoga-Sƻtra of PataƱjali Sanskrit-English Translation & Glossary, 2003
- http://newsroom.ucla.edu/portal/ucla/how-to-build-a-bigger-brain-91273.aspx
- http://clubbing.kapanlagi.com/showthread.php?t=32027
Sepakat sekali. tapi ada kalimat yang kurang setuju. “Selama seorang Yogin tidak menyerahkan diri dalam cinta Bhakti kepada Tuhan, maka selama itu pula dia tidak akan mencapai moksa, sat cit ananda.” menurutku kata yogin adalah orang yang sudah bisa menyerahkan diri, jadi penggunaan kata yogin dalam kalimat ini menurut saya kurang tepat, karena orang disebut yogin dikala dia sudah bisa menyerahkan diri kepada tuhan, jika belum, sebutan itu hanya sebatas ucapan dan persepsi orang terhadap dia aja. mohon di koreksi jika salah. terima kasih
@ Dwi
Kalau Yogin yang dimaksud adalah orang yang sudah mencapai kesempurnaan Yoga, maka saya juga sepakat bro Dwi… Cuman terus terang sampai saat ini saya masih beranggapan bahwa seorang pengikut Raja Yoga disebut Yogin, seorang pengikut Bhakti Yoga disebut Bhakta, seorang pengikut Karma yoga disebut Karmin dan seorang pengikut Jnana Yoga disebut Jnanin. dan asumsi saya bahwa seorang bhakta, karmin, jnanin dan yogin barulah orang yang berusaha menerapkan jalan Yoga-nya masing-masing dan belum sempurna. Ada istilah Siddha untuk seorang yogin yang telah mencapai samadhi dan mencapai kesaktian mistik yoga. Nah bagaimana membedakan istilah Yogin, Siddha dan yang telah mencapai pembebasan?
wah saya juga bingung bli… tapi apapun istilahnya ya itulah yang saya maksud.. he..he..he.. š
Salam,-
maharaj2 yg sdh berpulang termasuk srila prabhupad dan gour govinda svami juga berada dlm keadaan samadhi ketika beliau berpulang. apakah ini bukti bahwa dng bhakti akan scara otomatis mncapai samadhi? tanpa proses yama niyama dstrusnya? mohon komentarny prbji
@purnam
Hare krishna prabhuji
Om Swastiastu
Untuk melaksanakan Bhakti Yoga, ajaran moral dasar sebagaimana dalam astanga Yoga-pun harus kita lakukan. Contohnya dalam ISKCON, kita harus melaksanakan 4 pantangan dasar, yaitu:
1) tidak makan daging, ikan dan telor,
2) tidak berjudi,
3) tidak mabuk-mabukan dan
4) tidak berzinah.
Disamping itu juga terdapat 10 kesalahan (aparadha) yang harus kita hindari, yaitu:
1. Menghina para vaisnava, penyembah Tuhan, Sri Krishna.
2. Menganggap para Dewa tidak bergantung kepada Tuhan, Sri Krishna yang juga disebut Sri Vishnu atau Narayana.
3. Tidak menuruti perintah guru kerohanian.
4. Tidak menghormati kitab suci Veda.
5. Menafsirkan nama suci Tuhan.
6. Melakukan kegiatan berdosa sambil mengucapkan nama suci Tuhan.
7. Mengajarkan nama suci Tuhan kepada orang yang tidak mempercayai-Nya.
8. Menganggap pengucapan nama suci Tuhan sebagai kegiatan saleh untuk menghasilkan pahala.
9. Mengucapkan nama suci Tuhan secara tidak khusuk, dan
10. Tetap terikat pada dunia material meskipun telah banyak menerima pengetahuan rohani tentang nama suci Tuhan.
Dan saya rasa panca nyama dan yama bratha yang dimaksud dalam Patanjali Raja Yoga pada dasarnya juga tercakup di sini. Dan idealnya tentunya semua penganut Veda harus melakukan ajaran dasar ini meski jalan apapun yang dia tempuh. Hanya saja pada akhirnya untuk mencapai Tuhan sebagaimana disampaikan dalam Bhagavad Gita dan juga Patanjali Yoga Sutra, harus dengan penyerahan diri total pada Tuhan (Bhakti). Jadi menurut saya, Bhakti merupakan puncak semua jalan. Kalau seseorang sudah menyerahkan diri secara total dalam jalan Bhakti maka apa yang dialami oleh Srila Prabhupada dan Gour Govinda Swami tidaklah mengherankan.
Salam,-
orang yang melakukan latihan yoga (sikap dan pernafasan saja) hanya akan memperoleh kesehatan jasmani.
orang yang melakukan ajaran yoga secara utuh akan mendapatkan kesehatan jasmani dan rohani seutuhnya. silahkan menjalankan pilihan masing-masing.
jika kita sudah mencapai pecerahan spiritual entah itu dari jaln apapun ,itu bukan berati kita sudah dapat login bebas dari tuhan untuk bebas dari segala atribut selama masih punya lakon dialam ini , justru kalo sudah mendapt pencerahan ,sebanar kita juga punya tugas berat seimbang dengan samapi dmn pencarahan itu kita capai,
jika sudah tercrahkan , sebagai langkah berikutnya bagaimana manusia itu bisa mengaplikasikan kammpuan spiritualnya tadi dikehidupan ini , jika dia kuat dan benar mangaplikasihkan nya mungakin akan suskse hingga akhir lakon, tapi jika kliru waooo , bisa jadi barbe dunia ini , dan jangn salah udah banyak bukti , tidak sedikit orang yang sudah mangaku trcerahkan spiritualnya ,tapi banyak yang menyimpang akhirnya ( di komersilkan ,dan lain sebagainya )
jadi bakti / aplikasi dari kemmapuan kita didalam menyelesaikan lakon itu muntlak bagi siapapun (kalo bahasa jawa ( sak wuse biso mangerteni sejati jagat kang gemelar twin kang gumulung ora ateges manungso iku wus sampurno eng lakon , neng sejatine ijek okeh kudu di tindak ake ya iku bakti marang jagat sejeroning nglakoni lakon)
Sbnrnya kshn jg sm Fatwa bhw yoga haram krn di dlmx trkndung unsr2 Hindu bl Yoga harm mka shrsnya
– industri motr,elektronik buatn jpang dharamkn krn org jpang biknnya pst dgn doa agma jpang
– computer jg hrm krn dibikn oleh yahudi musuh bebuyutn islam
– pswat trbang hrm krn dbuat oleh Wrigt brsaudara(Kristen)
– trnyta bnyk hal2 yg hram.
Ciri2 agma yg mw dtngglkn oleh pnganutnya
Wah jgn2 Kentut jg mau diharamkan, gmn nich
Knpa msti swot klau smua mau dharamkan. Org Hindu mlakukan Yoga biar sht Jiwa raga, trus yg laen gk mlakukn lalu krg sht Jiwa raga, apa kita rugi. Pswt dharmkan trus ke Mekah naik rakit ato brenan. Apa kita rugi?
semakin banyak aturan yang dibuat akan semakin pusing juga pikiran yang membuat aturan , karena setiap aturan yang dibuat banyak yang dilannggar
tapi bagi penganut weda tak perlu di aturpun jika sudah mengerti maka secara otomatis hidupnya suadh teratur sessuai bidangnya masing 2
dan ini sudah dibuktikan oleh para leluhur kita dalam membangun nusantara , contoh jamn dahulu jika seorang raja lewat maka semua rakyat dengan rela hatur sembah penghormatan , kedamain menyelimuti seluruh aspek kehidupan
tapi coba kita liat sekarang sudah ribuan aturan yang dibuat setiap tahunya mana ada yang bikin rakyat tentram , pejabat, bahkan mungkin presiden kalo brani jaln sendiri tanpa pengawal mungkin bisa masuk rumah sakit ditimpukin warga .
jadi biarkan aja yang senang membuat aturan trs ,asal kita tidak ikut yang diatur mereka beres tooo
hormat selelu ?????
thanks atas penjelasannya Phrabu Ngarayana
Jadi tergelitik saya untuk urung pendapat….
@saudara Utsukushi,…
Kalau yang dimaksud dengan tercerahkan itu adalah orang yang sudah mencapai tingkat samadhi maka tidaklah mungkin untuk menyalahgunakan kekuatan yang dicapainya. Karena yang sudah mencapai tingkatan samadhi sudah menyatu dengan sang Pencipta, seperti air sungai yang menyatu dengan samudera sudah tidak bisa dibedakan mana air sungai dan mana air samudera. Yang mungkin untuk memakai kekuatan yang diperolehnya untuk hal-hal negatif seperti dikomersilkan misalnya, dia belumlah mencapai samadhi karena masih terbelenggu dengan hal-hal duniawi walaupun telah memiliki beberapa sidhi sesuai dengan usahanya menekuni latihan yoga.
Sekarang ini istilah yoga terlalu banyak digunakan untuk hal-hal yang sangat tidak sesuai dan sepele, misalnya senam yoga. Seolah yoga itu hanyalah satu bentuk senam kesegaran jasmani. Sedangkan yoga tidaklah sesederhana itu, membicarakan yoga berarti membicarakan tujuan utama semua makhluk yaitu menuju ke Dia darimana kita berawal. Penyatuan Atman dengan Brahman.
Yoga ada beberapa macam seperti yang banyak di ulas di sini, Bhakti Yoga, Jnana Yoga, Karma Yoga, dan Raja Yoga. Tentunya setiap orang akan memilih mana yang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Seperti halnya bila mau pergi dari jakarta ke surabaya, ada yang naik kereta api, bus, sepeda motor, atau pesawat terbang. Tentunya yang memiliki kemampuan lebih akan memilih pesawat terbang, yang kurang mampu akan memilih naik bus misalnya atau bahkan berjalan kaki. Semua orang itu sama2 akan sampai juga di surabaya pada akhirnya, hanya berbeda masalah waktu tiba dan kenyamanan dalam perjalanan.
Demikian juga halnya dengan yoga (berasal dari akar kata “yuj” = penyatuan / union), yang mau lebih cepat sampai mungkin akan memilih Raja Yoga tentunya dengan segala tingkat kesulitan yang harus diatasi bila memilih jalan ini. Yang lain mungkin akan memilih Bhakti Yoga, Jnana Yoga, maupun Karma Yoga. Semuanya menuju ke arah yang sama, hanya berbeda waktu dan tingkat kesulitan antara yang satu dengan yang lainnya. Konon untuk menjalani Raja Yoga seperti berjalan di atas silet, artinya diperlukan disiplin yang luar biasa untuk menjalani yoga ini.
Maaf tidak bermaksud menggurui…
Riadi
Posted April 15, 2010 at 12:03 AM
?Jadi tergelitik saya untuk urung pendapatā¦.Kalau yang dimaksud dengan tercerahkan itu adalah orang yang sudah mencapai tingkat samadhi maka tidaklah mungkin untuk menyalahgunakan kekuatan yang dicapainya. Karena yang sudah mencapai tingkatan samadhi sudah menyatu dengan sang Pencipta,?
hehehehe mas riadi ???
mas hafal cerita lahirnya rahwana ga ,kenapa rahwana lahir ??? trs anak siapa rahwana itu ????
mungkin dari cerita rahwana lahir mas riadi akan tahu sedikit apa salah dari begawana wisrawa ( beliau adalah ayah dari prabu danapati yang kemudian diangakt menjadi dewa , mas tahu nama shang hyang dana raja penguasa kahyangan cakra kembang ????
monggo disimak lagi mahabratanya orang jawa yaaa????
@Utsukushi,
Kalo menurut pengertian saya Rahwana itu belum mencapai samadhi tertinggi yaitu Nirbikalpa Samadhi, memang dia telah memiliki Sidhi yang luar biasa. Para dewa pun masih akan lahir lagi ke alam materi untuk menuntaskan hutang karmanya, karena belum mencapai samadhi tertinggi. Harap diingat bahwa Samadhi itu bukan hal sederhana, bukan berarti melakukan olah meditasi otomatis samadhi. Samadhi adalah tingkatan terakhir dari Raja Yoga seperti dijelaskan oleh Patanjali.
Mungkin pengertian saya ini salah, untuk tahu pastinya saya harus mencapai samadhi dulu …. Bagi saya ini masih seperti pungguk merindukan bulan, hehehe….
mas riadi
yang saya ulas bukan maslah rahwana itu udah mencapai samadi atau belum yang say minta mari kita pelajari peristiwa lahiranya rahwana itu kanapa , apa salah dari begawan wisrawa , coba kita pelajari mahabarata versi nya orang jawa yang gamapang.
jadu jujur kacang ijo saya juga lom tau apa soal hindu , walaupun saya juga kepura , tapi ini lom pernah baca kitab hindu kecuali manawa drmasatra, itu aja saya baca saatsaya STM DULU ,
JADI MONGGO coba kita gali bareng 2 ya .
saya juga dengan sgala hormat slam kenal juga mas riadi .
saya hindu jawa turun ponorogo tinggal di lampung ,
kalo sudi kiranya mas riadi ,saya pengen tanya apa mas riadi juga penganut krisna or hindu pada umumnya???? or yang lain ??
monggo mas kalo berkenan add ym saya ( utsukushi_hinode)
shanti rahayu
untuk menjadi yogin hanya berbekal bhakti juga nonsen….untuk menjadi yogin mka bhakti diejawantahkan dalam karma yang tentunya didasari oleh jnana sehingga catur yoga itu adalah bulat adanya bukan terpisah š hanya nambahin judul saudara ngarayana yang sudah sangat provokatif
bukankah seorang waisnawa mengutamakan prema dan seva.. dua hal itu tidak mungkin terimplementasi dalam ruangan dengan berjapa saja.. prema dan seva hanya bisa diwujudkan dalm masyarakat
@ dudik
Bagaimna kalau artikel ini saya tambah dengan artikel “Catur Yoga, bukan jalan berbeda menuju Tuhan“! Pemahaman ini memang bukan pemahaman umum orang Hindu di Indonesia.. dan akan memicu kontroversi.. tetapi untuk tujuan pembelajaran, mari kita coba diskusikan agar kita memperoleh pemahaman yang benar, jadi bukan hanya karena kita sudah dari kecil dicokoli pemahaman yang mungkin keliru..
Salam,-
postinganya keren, bisa saya taruh ga artikel ini di website saya? nanti saya link balik sumbernya
Om Swastiastu,
yoga adalah murni dari ajaran hindu, klo yoga diminati banyak orang menurut saya itu malah bagus, jadi tidak ada yang mengakui
yoga itu ajaran agama lain selain hindu. qta tidak usah sakit hati dengan perlakuan yoga di jaman modern ini. siapa tahu dengan mengenal yoga mereka akan lebih penasaran dan akhirnya tergerak untuk mendalami yoga yang sebenarya. Bukan kah qta umat hindu di ajarkan oleh veda untuk selalu damai… damai.. damai. Ada koq contoh di desa aq orang yang beragama selain hindu ternyata dia mempelajari Yoga bahkan sudah sampai Raja Yoga, dan umat hindu di desa aq gak keberatan juga klo dia belajar Yoga …. dengan contoh yang ada di desa aq ini sudah cukup menunjukkan klo hindu mengutamakan kedamaian.
Om santi, santi, santi