Timur Tengah adalah sebuah wilayah yang secara politis dan budaya merupakan bagian dari benua Asia, atau Afrika-Eurasia. Pusat dari wilayah ini adalah daratan di antara Laut Mediterania dan Teluk Persia serta wilayah yang memanjang dari Anatolia, Jazirah Arab dan Semenanjung Sinai. Wilayah tersebut mencakup beberapa kelompok suku dan budaya termasuk suku Iran, suku Arab, suku Yunani, suku Yahudi, suku Berber, suku Assyria, suku Kurdi dan suku Turki.

Yang unik dari daerah timur tengah yang kaya akan minyak bumi ini adalah adanya konflik berdarah yang tiada berkesudahan sejak jaman dahulu kala. Peperangan demi peperangan terus terjadi dan masih berlangsung sampai saat ini antara suku bangsa dan antara agama-agama serumpun yang berkiblat pada moyang yang sama, yaitu nabi Abraham/Ibrahim.

Dalam kitab suci Yahudi, yaitu Taurat atau sering juga disebut Torah terdapat ayat yang menjelaskan adanya perjanjian antara Tuhan dengan tiga patriark Yahudi mengenai suatu daerah suci yang dijanjikan untuk kaum Yahudi. Tanah suci yang dijanjikan Tuhan tersebut selanjutnya dikenal sebagai Eretz Yisrael (tanah Israel), Zion, atau Judea. Setelah itu diperkirakan pada abad ke-11 SM sudah berdiri beberapa kerajaan bangsa Yahudi di tanah suci yang dijanjikan tersebut. Hanya saja setelah kegagalan dalam perang Bar Kokhba melawan Kekaisaran Romawi pada tahun 132 Masehi, kerajaan-kerajaan Yahudi ini mengalami kehancuran. Sampai abad ke-7 terjadi peperangan dan penguasaan silih berganti atas wilayah tersebut. Secara berurutan wilayah tersebut sempat dikuasai oleh pemerintahan Asiria, Babilonia, Persia, Yunani, Romawi, Sassania dan Bizantium. Pada masa pemerintahan Bizantium, Kaisar Heraklius memerintahkan pembantaian besar-besaran atas orang-orang Yahudi sehingga menyebabkan mobilitas pengungsian besar-besaran orang Yahudi meninggalkan tanah kelahirannya. Pada tahun 636 Masehi pemerintahan Bizantium berhasil ditaklukkan oleh para tentara muslim. Mereka berhasil menguasai daerah itu selama hampir sekitar 6 abad dibawah kontrol Umayyah dan Abbasiyah sebelum akhirnya jatuh lagi ke tangan Tentara Salib di bawah Kesulatanan Mameluk pada tahun 1260. Pada tahun 1516, Tanah Israel ini kembali jatuh dan menjadi bagian dari Kesultanan Utsmaniyah yang memerintah wilayah tersebut sampai awal abad ke-20.

Orang-orang keturunan Yahudi yang telah berdiaspora di berbagai belahan dunia masih menyimpan cita-cita yang kuat untuk dapat kembali ke tanah yang dijanjikan sebagaimana yang tertulisan dalam kitab suci agama mereka. Uniknya, harapan dan kerinduan untuk kembali ke tanah Zion yang dijanjikan itu juga tertulis dalam Alkitab, kitab suci Kristiani. Akibat adanya penindasan orang-orang Yahudi oleh katolik pada abad ke-12 mendorong perpindahan orang-orang Yahudi Eropa kembali ke tanah suci yang dijanjikan. Sehingga secara bertahap jumlah mereka di tanah leluhurnya tersebut semakin meningkat. Sampai pada abad ke-16, komunitas-komunitas besar Yahudi kebanyakan berpusat pada Empat Kota Suci Yahudi, yaitu Yerusalem, Hebron, Tiberias, dan Safed. Pada pertengahan kedua abad ke-18, keseluruhan komunitas Hasidut yang berasal dari Eropa Timur telah berpindah ke Tanah Suci. Periode imigrasi besar-besaran mulai terjadi lagi pada 1881 yakni pada saat orang-orang Yahudi melarikan diri dari pogrom di Eropa Timur dan dikenal dengan sebutan Aliyah pertama.

Theodor Herzl adalah orang Yahudi pertama yang mendirikan gerakan Zionisme yang mendorong terbentuknya Negara Yahudi dari sisi politik. Pada tahun 1896, Herzl menerbitkan buku Der Judenstaat (Negara Yahudi). Ia memaparkan visinya tentang negara masa depan Yahudi. Dan pada tahun berikutnya ia kemudian mengetuai Kongres Zionis Dunia pertama.

Kesuksesan gerakan politik Zionisme ini mendorong terjadinya migrasi besar-besaran selanjutnya ke wilayah tanah penjanjian yang saat itu sudah diduduki oleh pemerintahan Arab-Palestina. Dan berkat politik balas budi pemerintahan Britania Raya/Inggris terhadap jasa Dr. Chaim Weizmann, kimiawan Yahudi yang bekerja untuk Inggris yang berhasil mensintesiskan aseton melalui fermentasi yang sangat penting dalam teknologi persenjataan membuat Inggris melalui mentri luar negerinya, Arthur James Balfour mengeluarkan pernyataan yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour, yaitu deklarasi yang mendukung pendirian negara Yahudi di tanah Palestina. Legiun Yahudi, sekelompok batalion yang terdiri dari sukarelawan-sukarelawan Zionis, kemudian membantu Britania menaklukkan Palestina. Oposisi Arab terhadap rencana ini berujung pada Kerusuhan Palestina 1920 dan pembentukan organisasi Yahudi yang dikenal sebagai Haganah (dalam Bahasa Ibrani yang artinya “Pertahanan”). Setelah itu dan didorong oleh adanya gerakan Nazi mendorong terjadinya kembali imigrasi besar-besaran Yahudi ke daerah Palestina tersebut sehingga otomatis populasi Yahudi yang awalnya hanya 11% meningkat menjadi 33%.

Melalui Resolusi Majelis Umum PBB nomor 18 pada 29 November 1947 menetapkan daerah Palestina dibagi menjadi 2 bagian, yaitu sebagian untuk orang-orang Yahudi dan sebagian lagi menjadi bagian dari Negara Arab. Sedangkan kota Yerusalem yang merupakan kota suci yang diyakini oleh ketiga agama serumpun dijadikan daerah Internasional. Komunitas Yahudi menerima rencana tersebut, tetapi Liga Arab dan Komite Tinggi Arab menolaknya atas alasan kaum Yahudi mendapat 55% dari seluruh wilayah tanah meskipun hanya merupakan 30% dari seluruh penduduk di daerah itu. Pada tanggal 1 Desember 1947, Komite Tinggi Arab mendeklarasikan pemogokan selama 3 hari, dan kelompok-kelompok Arab mulai menyerang target-target Yahudi. Perang saudara dimulai ketika kaum Yahudi yang mula-mulanya bersifat defensif perlahan-lahan menjadi ofensif. Ekonomi warga Arab-Palestina runtuh dan sekitar 250.000 warga Arab-Palestina diusir ataupun melarikan diri.

Pada tanggal 14 Mei 1948, sehari sebelum akhir Mandat Britania, Agensi Yahudi memproklamasikan kemerdekaan dan menamakan negara yang didirikan tersebut sebagai “Israel”. Sehari kemudian, gabungan lima negara Arab – Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon dan Irak –menyerang Israel, menimbulkan Perang Arab-Israel 1948. Maroko, Sudan, Yemen dan Arab Saudi juga membantu mengirimkan pasukan. Setelah satu tahun pertempuran, genjatan senjata dideklarasikan dan batas wilayah sementara yang dikenal sebagai Garis Hijau ditentukan. Yordania kemudian menganeksasi wilayah yang dikenal sebagai Tepi Barat dan Yerusalem Timur, sedangkan Mesir mengontrol Jalur Gaza. Selama konflik ini, diperkirakan sekitar 711.000 orang Arab Palestina (80% populasi Arab) mengungsi keluar Palestina.

Pada masa-masa awal kemerdekannya, gerakan Zionisme buruh yang dipimpin oleh Perdana Menteri David Ben-Gurion mendominasi politik Israel. Tahun-tahun ini ditandai dengan imigrasi masal para korban yang selamat dari Holocaust dan orang-orang Yahudi yang diusir dari tanah Arab menyebabkan populasi Israel meningkat dari 800.000 menjadi 2.000.000 dalam jangka waktu sepuluh tahun antara 1948 sampai dengan 1958.

Mulai sekitar tahun 1950-an, Israel terus menerus diserang oleh militan Palestina yang kebanyakan berasal dari Jalur Gaza yang diduduki oleh Mesir. Meski berbagai macam perjanjian dan mediasi damai sudah dilakukan, namun peperangan ini masih tetap berlanjut sampai saat ini dan telah merenggut ribuan korban jiwa dari kedua belah pihak. Terdapat motif-motif politis, kekuasaan dan keagamaan yang saling bercampur aduk dalam konflik ini yang menyebabkannya bagaikan benang kusut yang sangat susah diurai.

Kitab taurat mengklaim orang-orang Yahudi berhak atas tanah yang dijanjikan tersebut. Mereka juga mengklaim bahwa mereka adalah “anak emas” Tuhan di bumi ini. Umat Kristiani menganggap bahwa hanya melalui Yesus satu-satunya jalan keselamatan dan Yesus datang untuk menggenapi Taurat sehingga otomatis orang Kristiani mengklaim dirinya lebih benar dari orang Yahudi. Demikian juga Al-Qur’an menyatakan bahwa Islam adalah penyempurna agama-agama sebelumnya. Islam menyempurnakan agama Yahudi dan juga Kristen sehingga mereka mengklaim Islam adalah agama yang paling di ridhoi Allah. Dengan sikap egoisme beragama ini dan didorong oleh perebutan daerah yang sama-sama mereka klaim sebagai daerah suci mereka memperkeruh suasana yang juga tidak lepas dari kepentingan politik dan kekuasaan di Timur Tengah.

Kebanyakan penganut Islam, Kristen maupun Yahudi meyakini bahwa konflik yang terjadi di Timur Tengah adalah konflik yang tidak akan pernah ada habisnya sampai akhir jaman nanti. Mereka yakin jika sampai terjadi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai, maka itu artinya dunia ini sudah mendekati hari kiamat. Sebuah keyakinan unik dan menyedihkan, tetapi sudah sangat mendarah daging.

Konflik yang tidak berujung di daerah Timur Tengah ini ternyata memiliki korelasi yang erat dengan apa yang disampaikan dalam kitab suci Itihasa dalam Veda, yaitu dalam kitab Mahabharata. Pada bagian Sauptika Parva yang merupakan kitab ke-10 dari 18 bagian Mahabharata (Asta Dasa Parva) menceritakan tiga kesatria dari pihak Korawa yang melakukan serangan membabi buta pada malam harinya saat para tentara pihak Pandawa tertidur pulas. Mereka adalah Aswatama, Kripacharya dan Kritawarma. Mereka membantai kelima orang putra pandawa (pancawala, anak pancali/drupadi dengan pandawa), membunuh seluruh pasukan Panchala, Drestadyumna dan juga Srikandi di dalam kemahnya. Padahal pada saat itu peperangan dapat dikatakan sudah usai karena putra mahkota korawa, Duryodana telah tewas di tangan Bhima. Namun setelah kejadian itu Aswatama menyadari perbuatannya yang sangat jauh menyimpang dari Dharma dan memaksanya pergi ke tengah hutan dan mencoba berlindung di pertapaan Rsi Vyasa.

Drupadi yang sangat sedih dengan kejadian tersebut duduk bersimpuh di depan kelima putra-putranya tersebut dan berjanji tidak akan pergi sampai mayat Aswatama dibawa dibawa ke hadapannya. Sri Krishna yang maha mengetahui menjelaskan kepada Drupadi bahwa Aswatama telah mendapatkan anugrah berupa kehidupan yang kekal sampai akhir jaman dan tidak mungkin dibunuh sebelum waktunya tiba. Sehingga satu-satunya yang dapat dilakukan hanyalah menghukum Aswatama, bukan membunuhnya.

Pandawa yang marah dengan perbuatan bejat Aswatama tersebut dengan ditemani oleh Sri Krishna berusaha mengejarnya. Di depan pertapaan Rsi Vyasa, Arjuna terlibat pertarungan dengan Aswatama. Aswatama mengeluarkan senjata Brahmastra yang memiliki kesaktian luar biasa dan dengan daya ledak sangat tinggi yang mungkin saat ini hanya bisa ditandingi oleh senjata nuklir. Melihat kejadian tersebut Arjuna juga mengeluarkan senjata yang sama. Rsi Vyasa mengetahui kehebatan dari senjata tersebut, dia takut jika kedua senjata tersebut beradu akan mengakibatkan malapetaka hebat di atas bumi ini. Karena itulah ia menyuruh kedua kesatria tersebut menarik kembali senjata Brahmastranya masing-masing. Arjuna mampu menarik kembali senjata tersebut, tetapi Aswatama tidak memiliki kemampu menariknya dan memaksa Rsi Vyasa memerintahkan Aswatama yang haus darah untuk mengarahkan senjatanya tersebut ke dirinya sendiri. Dengan rasa dendam, Aswatama mengatakan bahwa meskipun dia tidak mampu membunuh para Pandawa, tetapi setidaknya dia akan memusnahkan keturunan para Pandawa. Dan setelah itu dia mengarahkan senjata Brahmastra tersebut menuju rahim Dewi Utari/Utara, menantu Arjuna dari anaknya Abimayu yang sedang mengandung satu-satunya keturunan terakhir Pandawa.

Senjata itu berhasil membakar janin Utari. Sri Krishna yang mengetahui kelakuan bejat Aswatama tersebut langsung berteriak pada Aswatama. Sri Krishna mengingatkan bahwa Aswatama yang bertabiat buruk dan berperilaku ceroboh  tidak akan berhasil memutus keturunan Pandawa. Sri Krishna yang merupakan Tuhan Yang Maha Esa sendiri akan menghidupkan janin yang telah terbakar oleh senjata Brahmastra tersebut. Aswatama dikutuk untuk tetap mengembara dan merana dalam kepedihan, tanpa rasa cinta, kekerasan yang tiada habisnya sebagai akibat dari kejahatannya sampai akhir Kali Yuga ke daerah Barat dimana di daerah tersebut terdapat banyak kuda. Sri Krishna juga memerintahkan permata berharga yang bersinar terang di kening Aswatama yang membuatnya tidak memiliki rasa takut terhadap segala jenis senjata, penyakit, para dewa, asura dan juga manusia dilepaskan dan digantikan dengan sebuah luka yang akan membuat Aswatama menjadi sangat menderita. Dengan kesadaran sendiri akhirnya Aswatama mencongkel permata berharga tersebut, menyerahkannya seraya memohon kepada Sri Krishna agar mencabut kutukan tersebut. Sri Krishna kembali menjelaskan bahwa hal tersebut bukanlah kutukan, tetapi akibat dari penyalahgunaan kesaktian, perbuatan jahat, bejat dan kecerobohan dari Aswatama sendiri. Aswatamapun akhirnya harus mengembara ke Barat, yaitu ke daerah Timur Tengah guna menjalani hukumannya.

Beberapa kalangan seperti contohnya yang disampaikan dalam jejaring sosial Facebook oleh Dharma Sasanka, memperkirakan bahwa Aswatama yang merupakan seorang Kesatria Brahmana yang kehilangan kebrahmanaannya akibat kutukan tersebut mendapat panggilan baru sebagai seorang yang bukan Brahmana. Dalam bahasa Sansekerta kata bukan atau tidak disebut sebagai “A” sehingga otomatis panggilannya menjadi “Abrahmana”. Apakah kata “Abrahmana” ini akhirnya mengalami perubahan ejaan menjadi “Abraham” yang merupakan asal muasal ketiga agama rumpun Semitik? Apakah itu artinya ada kaitan yang sangat erat antara kutukan Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna dengan kekerasan, kepedihan dan penderitaan berkepanjangan yang terjadi di daerah Timur Tangah? Bukankah sebagian penganut agama Abrahamik juga meyakini bahwa kekerasan yang berlangsung di sana hanya akan berakhir pada akhir jaman?

Sumber acuan:

  1. www.wikipedia.org
  2. www.ladangtuhan.com
  3. www.wikimu.com
Translate »