Pada awal kemerdekaan, Kementrian Agama RI masih menganggap penganut Hindu sebagai kaum pemuja berhala dan pengikut sistem keyakinan primitif. Masyarakat Hindu masih berdiri sendiri tanpa ada wadah yang menaunginya. Sangat berbeda dengan Islam dan Kristen yang pada saat itu sistem organisasi keagamaannya sudah sangat mapan. Sehingga tidaklah mengherankan jika pada awal-awal kemerdekaan, Hindu di bumi Nusantara seperti hilang ditelan bumi. Satu-satunya pengaruh Hindu yang masih kelihatan menyala redup hanyalah di pulau Bali. Hindu di Bali beruntung karena diselamatkan oleh sistem banjar, desa pekraman, dadia dan berbagai organisasi-organisasi tradisional kecil lainnya.
Disaat keberadaan agama leluhur Nusantara ini tidak diakui oleh Negara dan adanya usaha pemberhangusan oleh sekelompok oknum, beruntunglah masih ada segelintir tokoh-tokoh yang dengan gigihnya memperjuangkan agar sistem kepercayaan sebagaimana yang berkembang di Bali dapat diakui keberadaannya oleh Negara. I Gusti Bagus Sugriwa merupakan salah satu cendikiawan Bali yang dengan getolnya berjuang ke tingkat pusat pada saat itu. Akhirnya pada tanggal 29 Juli 1958, lima orang wakil berbagai organisasi Hindu yakni Ida Pedanda Kemenuh, I Gusti Ananda Kusuma, Ida Bagus Dosther, Ida Bagus Wayan Gede, dan I Ketut Kandia serta didampingi oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bali I Gusti Putu Merta menghadap presiden RI, Ir. Sukarno di Istana Tampaksiring. Atas kebijakan presiden, Kementrian Agama akhirnya mengakui keberadaan sistem kepercayaan yang ada di Bali dengan menyebutnya sebagai agama Hindu Bali.
Meskipun secara nasional Hindu di Bali sudah diakui, ternyata akibat perubahan susunan pemerintahan kerajaan ke demokrasi menyebabkan sistem keagamaan di Bali menjadi carut marut. Hal ini diakibatkan oleh sistem pengaturan keagamaan yang sebelumnya dipegang secara penuh oleh kerajaan. Sementara itu paska kemerdekaan, peran kerajaan sangat dibatasi dan raja sudah tidak memiliki kekuasaan apa-apa lagi. Ketiadaan payung yang jelas, mengakibatkan satu desa pekraman dengan desa pekraman yang lainnya sama sekali tidak terkoordinasi dan efeknya, praktik-praktik keagamaan yang dilakukan juga kelihatan tidak bersesuaian.
Berawal dari gagasan Ida bagus Puniatmadja dan Ida Bagus Mantra waktu mereka sama-sama kuliah di India, dan berkat kerja keras para cendekiawan dan sulinggih selama 3 hari (21-23 Februari 1959) dalam mengadakan paruman, akhirnya mereka berhasil membentuk Parisada Hindu Dharma Bali (PHDB) yang diharapkan bisa menaungi sistem keagamaan Hindu di seluruh Bali. Piagam Parisada kala itu disepakati oleh 11 sulinggih dan 22 walaka. Lahirnya Parisada Hindu Dharma Bali berhasil melonggarkan sekat-sekat pemisah yang sangat kental antara satu daerah dengan daerah lainnya di Bali. Semua masyarakat Hindu Bali dapat berbaur dalam satu visi dibawah organisasi yang baru ini.
Setelah berselang beberapa lama, akhirnya para tokoh-tokoh Hindu menyadari bahwa di Indonesia agama Hindu tidak hanya ada di Bali, tetapi menyebar di berbagai daerah dengan keanekaragaman buadaya dan adat-istiadatnya. Karena itulah pada Mahasabha ke V yang berlangsung tanggal 24 sampai dengan 27 Februari 1986, Parisada Hindu Dharma Bali berubah nama menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Dengan demikian mulai saat itu organisasi Hindu yang awalnya hanya bertujuan menaungi Hindu Bali tumbuh menjadi organisasi berskala nasional. Akibatnya, di berbagai daerah di Indonesia mulai banyak tumbuh bermunculan kelompok-kelompok masyarakat yang mengklaim diri mereka secara resmi sebagai Hindu. Bahkan di daerah Solo dan Klaten, muncul tokoh Jawa yang terang-terangan memasang pengumuman yang berisi ”lowongan” masuk Hindu. Lowongan ini ternyata mendapat sambutan yang sangat antusias dari masyarakat setempat kala itu, sehingga jumlah pengikut Hindu membludak bak jamur yang tumbuh di musim hujan.
Didorong oleh keharusan memeluk salah satu dari lima agama yang diakui negara, selain di Jawa, masyarakat Dayak di Kalimantan, sekelompok suku Batak di Sumatra Utara, para etnis Tamil, sekelompok masyarakat di Maluku dan di berbagai wilayah lainnya mendeklarasikan dirinya sebagai Hindu. Pilihan mengakui diri sebagai Hindu mereka ambil karena menurut mereka ajaran Hindu sanggup mewadahi dasar-dasar kepercayaan turun-temurun yang mereka anut. Ambilah contohnya kalangan suku Dayak yang sangat getol dengan tradisi pemujaan leluhurnya. Jika mereka mengklaim diri sebagai Islam, maka mereka harus menghapuskan tradisi pemujaan leluhur karena mungkin dianggap syirik. Jika mereka masuk Kristen atau Katolik, maka mereka harus menghilangkan keyakinan mereka akan reinkarnasi yang notabena tidak diimani dalam kedua agama ini. Sehingga kala itu yang paling dekat dengan sistem kepercayaan yang mereka anut hanyalah Hindu.
Dalam perkembangannya, ternyata Hindu dari etnis Bali-lah yang lebih memegang kendali. Parisada Hindu Dharma Indonesia dan perwakilan Hindu di Departemen Agama ternyata selalu didominasi oleh umat Hindu etnis Bali. Orang-orang Bali-pun berdiaspora dengan cepat ke berbagai daerah di Nusantara. Mereka umumnya sukses menjadi tokoh-tokoh panutan bagi umat Hindu etnis non-Bali karena mereka dianggap lebih mampu dalam pemahaman agama. Sayangnya posisi stategis seperti ini oleh sebagian oknum tidak disikapi dengan bijak. Merek lupa akan ketetapan-ketetapan Mahasabha ke-5 Parisada dalam merangkul Hindu yang plural di Nusantara. Sangat jarang umat Hindu Bali yang peka terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka sering kali mengidentikkan Hindu sebagai Bali, sehingga mereka sering kali berusaha melakukan Balinisasi terhadap Hindu. Mereka membuat bangunan tempat suci ala Bali di luar Bali tanpa memandang tradisi dan budaya setempat. Mereka mengimport bebantenan, tata upacara, para sulinggih dan segala kebudayaan Bali. Akibatnya, para penganut Hindu setempat menjadi asing di daerahnya sendiri. Mereka seolah-olah secara soft dipaksa meninggalkan budaya dan tradisi leluhurnya dan menjadikan Hindu Bali sebagai standar Hindu Nasional yang harus diikuti.
Sebagaimana terjadi di Palangkaraya, disana terdapat sebuah bangunan pura ala Bali yang sangat megah. Pura tersebut dibangun oleh beberapa perantau Hindu Bali yang bekerja baik di bagian birokrat maupun swasta. Disana juga bermukim orang-orang Hindu etnis Dayak yang tentu saja tidak kalah banyaknya dengan Hindu Bali. Dikala kegiatan persembahyangan purnama-tilem dan kegiatan keagamaan lainnya, para Hindu Dayak sering kali “dipaksa” datang ke Pura dengan berbagai atribut kebaliannya. Sementara saat masyarakat Hindu Dayak melakukan upacara keagamaan sesuai tradisi leluhur mereka, sangat jarang umat Hindu Bali yang mau ikut berpartisipasi dan melebur diri dalam tradisi mereka. Hal ini sudah pasti menimbulkan kecemburuan sosial dimana para penganut Hindu suku Dayak ini merasa terpinggirkan dan tidak dihargai.
Gencarnya Balinisasi juga diakibatkan oleh kurikulum pendidikan agama Hindu di Indonesia yang didominasi oleh ajaran-ajaran yang berbau kebali-balian. Tentu saja hal ini terjadi karena tokoh-tokoh penyusun kurikulumnya didominasi oleh orang Bali. Disamping itu, akibat minimnya sumber daya manusia non-Bali, dengan sangat terpaksa tenaga-tenaga pengajar agama Hindu di luar Bali lagi-lagi harus diimport dari Bali. Sehingga jika para tenaga pengajar ini tidak aware terhadap tradisi budaya lokal setempat, mereka bisa jadi akan menjadi agen pembinasahan local genius yang ada.
Ternyata baik secara langsung maupun tidak langsung, proses derasnya Balinisasi ini mengakibatkan surutnya pemeluk Hindu etnis non-Bali. Sebagaimana yang terjadi pada beberapa penganut Hindu suku Dayak. Banyak di antara mereka pada akhirnya eksodus meninggalkan Hindu dan memilih masuk agama lain. Dari beberapa sumber lisan, banyak Hindu Dayak yang akhirnya masuk agama Katolik. Kenapa mereka memilih masuk Katolik kalaupun dasar keyakinan leluhur mereka lebih dekat dengan Hindu? Setidaknya dari hasil diskusi saya dengan seorang teman, ternyata jawabannya bukan pada masalah keyakinan, tetapi masalah penghargaan terhadap tradisi budaya lokal mereka. Mereka merasa lebih nyaman dan dihargai oleh para misionaris Katolik. Para misonaris bersedia merangkul mereka secara utuh tanpa harus memberhanguskan kepercayaan asli. Mereka hanya diarahkan untuk meyakini Yesus sebagai Tuhan juru selamat dan mensintesiskannya kedalam sistem keyakinan yang sudah ada. Sehingga meskipun secara de yure agama mereka berubah, namun secara de fakto mereka seolah-olah tidak terusik.
Kesuksesan para misionaris Katolik dalam melakukan konversi di beberapa daerah yang lain seperti di Jawa dan beberapa tempat di Bali juga ternyata menggunakan “senjata” yang sama. Umat Katolik di Jawa sangat identik dengan prosesi adat Jawa, sendang (mata air) yang dianggap suci, gua yang diidentikkan dengan gua maria dan mereka juga mengadopsi sangat banyak ritual-ritual yang pada dasarnya merupakan turunan dari ritual Hindu. Di Bali, para misionaris melakukan kamuflase dengan membuat bangunan Gereja yang tidak ubahnya dengan Pura umat Hindu Bali. Bedanya, mereka hanya meletakkan tanda salib di pura tersebut dan menyebut Tuhan mereka sebagai Sang Hyang Yesus sebagai pengganti Sang Hyang Widhi. Banten dan beberapa upacara dasar juga mash tetap mereka gunakan.
Apa yang dapat kita petik sebagai pelajaran dari kejadian ini? Tidak ubahnya seperti hukum Newton pertama, manusia juga cenderung memiliki efek lembam. Yaitu efek yang cenderung mempertahankan kondisi awalnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika kita berusaha melakukan perubahan terhadap sesuatu termasuk diri sendiri, akan terjadi pertentangan dan perlawanan yang hebat meskipun perubahan yang kita lakukan ke arah yang benar dan lebih baik. Itulah sebabnya perubahan yang cepat (revolusi) selalu diwarnai oleh kondisi chaos dalam masyarakat. Namun sangat berbeda halnya jika perubahan ini dilakukan sedikit demi sedikit dalam waktu yang lama (evolusi). Meski harus memakan waktu, namun perubahan yang terjadi tidak akan menimbulkan konflik yang berarti dan menghasilkan output yang permanen. Para misionaris Katolik sangat memahami hal ini sehingga mereka tidak berusaha melakukan revolusi, tetapi melakukan evolusi dalam menginjeksikan ajarannya. Pada generasi pertama suatu masyarakat menjadi pengikut Katolik, mungkin mereka hanya Katolik di KTP saja, tetapi lambat laun melalui proses pembelajaran secara bertahap ke generasi berikutnya, pada akhirnya akan dihasilkan pemeluk Katolik yang benar-benar taat pada ajaran agamanya.
Orang Hindu-pun harus belajar dan mencontoh para misionaris Katolik. Apa lagi pada kenyataannya Hindu jauh lebih fleksibel dari agama-agama manapun. Hindu tidak mengajarkan penyebaran dharma dengan menonjolkan sisi kulitnya. Melainkan yang terpenting adalah substansi ajarannya. Sangat tidak bijak jika usaha penanaman ajaran Hindu harus diikuti dengan “pemaksaan” terhadap bentuk bangunan tempat suci, pakaian dan bebantenan yang notabena merupakan local genius masyarakat Bali. Karena meskipun Bali mayoritas Hindu, namun Hindu bukanlah Bali. Hindu Bali tidak bisa dijadikan standar dalam penerapan ajaran Hindu di Indonesia. Aturan ini juga berlaku pada usaha-usaha Indianisasi di Nusantara. Berbagai sampradaya Hindu yang masuk ke Indonesia baik yang langsung datang dari India maupun dari daerah lain mengalami penolakan hebat lebih dikarenakan adanya proses “revolusi kulit luar”, bukan karena substansi ajaran filsafatnya. Karena itu, sudah saatnya para “dharma defender” merubah stategi dan metode pengajarannya dengan mengesampingkan kulit dan mengedepankan substansi.
Bibliografi:
- Majalah Sarad Edisi No. 109/ Tahun X Mei 2009
Ironis tapi ada benarnya. Orang tua saya sering diminta membangun tempat suci di jawa (terutama bagian tengah & timur) awalnya dibuat sesuai budaya di sana (candi,lingga,dll) setelah selesai dan kelangsungan diurus oleh umat sana, masuklah oknum2 bali berduit yang langsung merubah lagi tempat2 itu menjadi pura2 khas bali lengkap dengan banten2 yang beraneka ragam(biaya bisa mencapai angka M) yang tentu saja tidak dimengerti umat di sana. tentu mereka sangat kewalahan. Selain itu yang tidak dipikirkan oleh orang2 bali itu adalah upacara itu berlangsung tiap tahun. sedangkan mereka(oknum) hanya mendanai sekali. tahun2 berikutnya umat di sana tentu akan kelimpungan membiayainya sendiri. CUKUP di bali saja umat Hindu yang menjual tanah2nya untuk upakara, kenapa kebiasaan yang masih meragukan kebenarannya itu di terapkan ke orang lain?
Benar sekali kalau distorsi veda itu datang dari intern
setuju banget…mari kita generasi muda hindu mengubah paradigma kita, setidaknya dari diri kita sendiri masing2 dahulu
Om Shanti3 Om
Ya betul hindu bukan bali dan bali bukan hindu, saya rasa semua agama mengalami hal itu mengabaikan substansinya seperti kacang lupa kulitnya.
good articel prabhu hehe,…maju terus,…
bener banget bli … 🙂
Bali itu Hindu kok tetep..
Balinisasi… ?
Kenapa sih manusia itu sifatnya suka menuduh/menunjuk orang lain jika terjadi susuatu yang tidak menyenagkan pd diri/kelompok/agama seseorang?
Di tempatku tepatnya di Banyuwangi, semua pura itu pasti coraknya ya Bali, modelnya juga Bali, pakian ummat Hindu ketika bersembahyang ke pura ya sama dg model ala bali, bahkan juga ada pecalang ala bali yang sok jagoan.
padahal Banyuwangi punya adat sendiri yaitu adat osing, mengapa
Yg lebih ajaib adalah jika yang mimpin upacara bukan dari Bali mereka kurang sreeeegg.?!
orang-orang hindu tdk memakai adat osing atau masyarakat setempat? bukankah lebih merakyat?
Apakah itu bukan balinisasi?
Om Swatiastu,
Kasus Balinisasi terbaru.
Membaca berita majalah hindu dan koran lokal di Bali belakangan ini, dimana ada kasus sekelompok orang yg ingin melakukan pemujaan di Pura Agung Jagatnatha terkait dengan upacara Ganesha Caturthi. Dimana pengempon pura melarang dan menggembok pura, bahkan ada pengusiran pendeta Budha. Menurut panitia acara ada pernyataan bahwa Pura Agung Jagatnatha Denpasar hanya boleh digunakan oleh umat Hindu bersuku Bali. Walaupun sama2 bernafaskan Hindu, peralatan upacara selain uparengga secara adat Bali tidak dapat digunakan di Pura Agung Jagatnatha. Bahkan ada pernyataan bahwa sulinggih selain bertitel pedanda tdak boleh muput di Pura Agung Jagatnatha. Apakah mereka ini mengerti fungsi sebuah pura ? Ini bisa mengkerdilkan Hindu yg sudah kecil. Apakah mereka pernah pergi keluar Bali khususnya ke Jawa ? Yang mana hampir semua pura di Jawa “dijajah” oleh budaya Bali. Bahkan ada yg mengatakan pura atau Padmasana di Bali harus menggunakan ritual Hindu berbudaya Bali. Tidak dicampur aduk. Bagaimana dg pura/Padmasana yg ada di Jawa apakah menggunakan ritual Hindu berbudaya Jawa ? Tentu tidak. Apakah Tuhan yg berstana di pura/Padmasana pernah bertanya kepada kita : “Dengan apa kamu akan memujaKu, canang sari, agni hotra, homa yadnya, bhajan atau kirtan ?”. Tuhan tdk pernah mempermasalahkan dg apa kita memuja Beliau, yg penting niat kita tulus dan ikhlas. Tokoh2 umat Hindu Bali sering menggembar-gemborkan pernyataan menghormati kebebasan beragama dan menghormati pruralitas. Tapi dengan saudara sendiri yg beda “aliran” mereka sangat galak sekali. Inilah potret masyarakat kita di Bali, mereka lebih permisif dengan umat yg lain, para pejabat/tokoh politik yg melakukan persembahyangan di pura spt alm. Gus Dur, Megawati. Dulu ada Pangdam baru yg tugas di Bali melakukan tirthayatra kebeberapa pura di Bali. Beliau2 ini jelas2 non Hindu. Bahkan pada musim kampanye banyak tokoh2 politik kita tidak malu2 memakai pura utk mencari dukungan. Wisatawanpun boleh “menggangu” kita, ketika kita sembahyang. Segala bentuk perjudian dipurapun mereka begitu wellcome. Tapi dengan saudara sendiri yg beda aliran yg melakukan pemujaan dg cara mereka sendiri sangat ditentang. Ini cerminan masyarakat kita yg sakit. Banyak tokoh2 umat Hindu Bali yg sangat alergi dg aliran/sampradaya, yg akhir2 ini perkembangannya sangat pesat di Bali. Jika mungkin dalam agama Abrahamik “kebenaran” hanya ada satu dan jika ada bentuk lain dari “kebenaran” atau aliran mereka sering kali dianggap sesat, maka dalam Hindu tidak demikian adanya. Hindu memahami bahwasanya setiap ajaran spiritualitas yang berbeda diwahyukan oleh Tuhan sesuai dengan tingkat spiritualitas umatnya. Karena itulah ajaran Veda tersusun atas banyak cabang filsafat dengan berbagai “wajahnya” yang kadang-kadang dipahami keliru oleh orang non Hindu dan bahkan oleh orang Hindu sendiri. Mereka ini anti keindia2an. Padahal nama pura di Bali semuanya berbau India. Kalau begitu ganti saja nama puranya menjadi Pura Beten Kepuh, Pura Beten Bingin, PDHB (Pura Dharma Hindu Bali) dll yg berbau Bali. Kata purapun masih berbau India???. Pura2 di Bali hampir sebagian besar mendapat bantuan dari pemerintah yg notabenenya adalah duit rakyat. Yang mana rakyat disini adalah mereka2 yg juga mengikuti aliran/sampradaya. Jadi jangan mengklaim pura itu milik sendiri. Atau ini merupakan dendam lama?
Suksme
@all
pada prinsipnya saya setuju dengan artikel diatas
bertanya : kalau dengan adanya wacana penghapusan sistem caru yang ada di Bali karena tidak ada di India (indiaisasi) itu bagaimana ??
pemaksaan kah?? penjajahan local jeniuskah ??
malahan saya berfikir kalau Bali sekarang `dijajah` indiaisasi baik dari proses revolusi atau evolusi.
kenapa tidak dibuat juga ya artikel denga judul “Indiaisasi, tonggak awal kehancuran hindu, bali, hindu jawa, hindu, kalimantan, hindu nusantara”
Salam,-
Om swastyastu
Benar juga artikel diatas yg menyebutkan balinisasi, hal ini saya rasa terjadi tanpa kesengajaan, kenapa saya bilang seperti itu, karena proses balinisasi terjadi didaerah lain dikarenakan banyak masyarakat yg berasal dari bali yg tinggal dan menetap disana, yang dilakukan itu adalah MENIRU, karena mungkin bagi mereka situasi tatanan pemerintahan dan tatanan upacara keagamaan dibali yg lebih fasih dilaksanakan. mecaru adalah sebuah kewajiban yg dilakukan masyarakat hindu bali untuk menjalin hubungan antar lingkungan dan alam bawah, itulah sebabnya para transmigran yg berasal dari bali masih membawa pola kebiasaan mereka saat dibali. Saya sangat setuju terkait hal yg harusnya dilakukan masyarakat hindu adalah menunjukan local genius mereka, walaupun sedikit tidaknya pasti mencontoh dari wilayah lain.
Sekarang kita lihat juga, proses indianisasi yang terkajadi pada umat hindu yg hampir terjadi diseluruh wilayah indonesia, mulai dari seni, budaya, tatacara yadnya, atau bahkan banyak diarahkan untuk hijrah ke tanah india, saya takutnya kalau ini terjadi, maka kita akan menjadi seperti umat islam, yang harus naik haji, menggunakan air samsam dan semua kegiatan diarab yg dijadikan sebagai patokan, shg local jenius dan budaya nusantara akan benar2 musnah.
Kembali lagi ke hati nurani kita, mana yg harus kita pilih, tetap menggunakan dan menjungjung budaya nusatara atau menjunjung budaya bangsa lain?
Sekiranya saya mohon maaf apabila ada hal2 yang tidak berkenan.
Om santi, santhi, santhi om
@agung joni
saya sependapat dengan anda, saya juga sedih adanya tindakan “keras” seperti ini yang datang dari orang bali itu sendiri. mengkerdilkan hindu, kata2 yg tepat, dan tidak mencerminkan hindu yang sesungguhnya.
berkaitan dengan judul diatas, saya melihat kita membahas masalah teknis bukan filosofis
kalau begitu ada baiknya coba kita berada pada posisi mereka dan meletakkan posisi kita sebentar, untuk proses pembelajaran. kira2 apa motif/alasan mereka melakukan ini ??
apakah mungkin karena kecurigaan atas kaum sampradaya yang melakukan revolusi terhadap sistem mereka ?? mengadakan sistem pemujaan di pura dengan kegiatan yang tidak sesuai dengan yang orang bali yakini (local jenius).
kalau melihat dari sisi itu, mungkin kita bisa benarkan tindakan mereka karena salah kaprah yang dibawa kaum sampradaya yang sangat mencolok membawa indiaisasi ke sistem kita.
sebagai bahan pembelajaran dalam proses perdebatan, saya bertanya lalu apa bedanya perasan orang Hindu dayak yang merasa asing di daerahnya sendiri karena balinisasi, dengan hindu bali yang merasa terusik karena indiaisasi.
untuk kasus2 semacam ini,perlu diadakan pembicaraan secara holistik,karena tidak akan ada habisnya kalau kita saling menyalahkan.
Salam,-
Om Swastyastu,
Yang lagi ngetrend dewasa ini saya dengar selalu ” keindia-indian ”
ada apa dibalik semua itu ??? , kenapa tidak ada ke malaysia-malayian atau keaustralia-australian. Apakah kita tidak sadar bahwa banyak bahasa yang kita pakai saat ini juga berasal dari sanskerta, dan itu juga dari india. mohon komentarnya.
suksma.
@Ardha
saya mencoba untuk berkomentar (maaf kalau salah ya..masih banyak belajar…..)untuk teman2 kalau komentar saya salah mohon diluruskan bersama.
yang saya ketahui konsep di Hindu mengajarkan Tatwa, Susila, Upakara.
Tatwa = filsafat, Susila=etika, upakara=cara pemujaan.
di judul artikel ini, saya melihatnya lebih condong membicarakan masalah Susila dan Upakara nya.
mengenai istilah yang anda sebutkan : “keindia-indiaan”, kita lihat dulu istilah itu diterapkan di level mana? tatwa? susila? ato upakara?
kalau istilah itu dipakai pada level tatwa, itu benar karena filsafat hindu memang datangnya dari India. orang Bali pun mengakui itu, bahwa filsafat hindu harus mengacu pada “keindia-indiaan”.
masalahnya terjadi pada level susila dan lebih2 Upakara…..menurut saya istilah “keindia-indiaan” tidak perlu diterapkan di Bali pada level, karena Bali dan seluruh nusantara memiliki “local jenius” agar (seperti artikel ini sebutkan) kita jadi asing di rumah sendiri.
anda menyebutkan : “Apakah kita tidak sadar bahwa banyak bahasa yang kita pakai saat ini juga berasal dari sanskerta, dan itu juga dari india”
konsep kita di Bali menurut saya sudah amat komplit, karena mengandung akulturasi dari berbagai sistem. kalau kita kaji, pada awalnya orang bali tidak memiliki sistem pembakaran mayat, sistem ini hanya ada di india. sistem di bali melakukan proses penguburan. dan di india tidak ada penguburan, mayat dibakar.
lalu apa yang dilakukan? mengingat filsafat hindu datang dari India ??? apakah kita tinggalkan sistem penguburan dan semuanya harus dibakar sesuai seperti di India?? (baca:”keindia-indiaan”)
anda bisa lihat sendiri fenomena yg terjadi sekarang.
Akulturasi(perkawinan) budaya, sehingga membuat Bali menjadi lengkap.
lalu dengan Bali yang sudah memiliki sistem yang lengkap apakah harus harus kita kembalikan lagi menganut sistem “keindia-indiaan” dalam hal Susila dan Upakara ?? kalau jawaban anda iya, berarti kita siap2 mundur lg.
mungkin itu yang bisa saya komentari, maaf kalau ada kata2 yang salah, saya hanya menggunakan media ini untuk belajar dan mengingatkan diri saya sendiri.
Salam,-
Dalam tulisan ini tidak ada yang salah dengan budaya Bali (ada sih, tapi diluar konteks yang saat ini dibahas). Yang menjadi masalah adalah ketika budaya bali itu diterapkan keluar dan menghapus budaya asli daerah tsb.
Budaya Bali cocok di Bali, tidak perlu dihapuskan. mungkin perlu diberikan sentuhan pengetahuan sedikit biar tidak dogmatisnya terlalu tebal, tetapi tidak perlu DIHAPUSKAN.
Kalau budaya keindia-indiaan, juga harus dilihat secara obyektif. apakah itu tidak malah menjadi “Balinisasi ke2”? nanti malah muncul istilah “indianisasi”
kalau kita mau tulus menyelamatkan Hindu nusantara kembali pada kebudayaan asalnya, jangan sampai ditunggangi dengan magsud lain.
melepaskan pengaruh bali tetapi memasukkan pengaruh lain. kan sama saja mereka tidak kembali pada ajaran asli mereka.
TETAPI, kalau itu bagus, baik dan tidak merubah budaya dan pemujaan mereka, kenapa tidak?
Budaya dari india ataupun dari Bali boleh contoh.
seperti contohnya di blitar, umat disana termasuk bisa menerima budaya bali karena mereka sendiri merasa kurang dan banyak kehilangan budaya leluhur mereka(mungkin disana banyak yang dari agama lain balik ke Hindu, jadi hampir seperti memulai dari nol) kenapa budaya bali dipilih? karena mereka percaya budaya bali sendiri berasal dari budaya mereka (budaya bali berasal dari jawa) jadi budaya balilah yang paling dekat dengan budaya leluhur mereka.
tapi tentu tidak semua mentah2 diambil dari bali, ada penyesuaian dan ada juga yang rasanya tidak cocok, dibuang.
Semoga Hindu nusantara semakin jaya.
saya masih bingung…. apakah ada orang Bali yang “memaksa” budayanya untuk digunakan di nusantara? kalau memang benar ada unsur “pemaksan” kok masyarakat mau saja menerima tanpa melakukan banding?? mohon dijelaskan.
saya juga bingung ….. statement resmi mana yang menunjukkan orang hindu nusantara yang keberatan memakai “balinisasi”?? tolong diluruskan.
lalu…. hindu bali yang ke nusantara atau nusantara yang ke hindu bali bali ?. lalu kenapa masih banyak orang luar bali belajar agama hindu ke bali ??
mohon penjelasannya, bahan untuk diperdebatkan.
Salam,-
atau nusantara dan bali yang sudah sepakat sebelumnya ?
Om Swastiastu,
Hindu adalah agama besar di dunia,karena Hindu bersifat universal. Oleh karena itu kita harus bisa menerima ajaran2 Hindu yg sifatnya universal tsb. Dalam arti kita jangan sampai punya pikiran yg sempit terhadap ajaran Hindu yg dilaksanakan di berbagai daerah di seluruh Nusantara dan di dunia. Hindu selalu mengajarkan kedamaian dan mencari Tuhan pun telah dituangkan dalam kitab suci Bhagawad Gita.
Tuhan menemui tiap orang yg mengharapkan karuniaNya dan menerima mereka yg menempuh jalanNya. Beliau tidak hendak menghapus harapan tiap2 orang yg tumbuh menurut kodratnya dan tiada berat sebelah.
Umat Hindu di luar Bali saat ini sudah dan sedang bangun dari tidurnya yg panjang. Di seluruh Nusantara Hindu sudah ada gemanya,bukan hanya Hindu yg beretnis Bali tapi lebih banyak Hindu yg beretnis bukan Bali. Yg perlu diperhatikan adalah kebangkitan Hindu Nusantara belum semuanya mendapatkan pembinaan secara tersistem dan terlembaga. Perlu sebuah kajian yg mendalam utk membuat Hindu suatu daerah dengan daerah lainya punya rasa saling memiliki dan ada interaksi sosial sehingga terwujud Hindu Nusantara yg dalam nuansa beda budaya tapi satu, dg tetap memandang dan melaksanakan agama berdasarkan kitab suci Weda.Sebuah agama yg universal,tetapi dlm kenyataannya kehidupan Hindu yg masih terkotak2 atau sengaja dikelompok2an,itu semata2 dinominasi oleh kebudayaan suatu daerah tertentu,shg ajaran Hindu yg sebenarnya menjadi terlupakan.
Hindu itu fleksibel,tdk memandang dunia dg sempit,luas,sangat komplek dan heterogen tapi yg menyebabkan kita homogen adalah Weda. Tiada gading yg tak retak,baik di India pun saat ini bermasalah tapi setidaknya mereka tdk pernah mengusik satu sama lainnya dan bisa hidup berdampingan. Segala informasi yg diwacanakan alangkah baiknya apabila dapat dibuktikan dg fakta2 atau realita yg benar agar kedepan kami generasi muda tdk dicemooh oleh penganut agama lain tentang Dharma kita. Murni tdk murni,suci tdk suci,benar tdk benar jangan sampai kata2 tersebut dipatenkan.Kita berbeda dari yg lainnya yg saling klaim mengklaim,jelek menjelekan karena ajaran Dharma kita bukan ajaran pedagang yg takut barangnya tdk laku dipasaran dan kita tdk pernah diajarkan dalam Weda mengenai kebenaran itu hak milik perorangan. Spt pedagang nasi vegetarian dan pedagang nasi babi guling. Kalo ada yg senang makanan vegetarian silahkan,senang babi guling monggo.Kita tdk bisa melarang. Ini masih dlm konteks Hindu lho bukan yg lain.
Ada pertanyaan yg saya lemparkan,kenapa orang Bali generasi muda dg mudah menerima sampradaya? Mungkinkah mereka merasa nyaman di sampradaya dibandingkan dg mengikuti agama Hindu tradisional kolot dg banten seabrek dan sabungan ayamnya? Bahkan tdk sedikit orang Bali Hindu tradisional pindah agama karena makin lama berada di Hindu tradisi hidupnya kian tdk nyaman.
Kita generasi muda tdk pernah menolak banten dan budaya tradisional. Tetapi tradisi yg tdk wajar dan tdk sesuai untuk tututan jaman tentunya layak diubah. Ibarat seorang perokok yg dimana merokok sudah mentradisi baginya begitu dia sakit berat dan merokok harus dihentikan demi kesehatannya,apakah dia harus tetap memegang tradisi merokoknya sampai keliang kubur?
Hindu bukanlah agama dogmatis,melainkan sebuah agama yg filosofis, sehingga Hindu mampu menerima kebenaran dari berbagai macam arah. Manusia sesungguhnya yg memiliki jiwa Hindu adalah manusia yg mampu menerima kebenaran tersebut yg datang dari berbagai macam arah. Bukannya mencap setiap ajaran yg dianut orang lain sebagai kafir/bidah. Mencela bukanlah sifat dan karekter dari manusia Hindu.
Adanya banyak sampradaya sekarang ini,merupakan sebuah hal yg mesti kita sikapi dg bijak.Sudah saatnya manusia Hindu sadar akan hakekat Maha Mutlak lewat sebuah wahana menyeluruh dg sistem perguruan guru suci rohani yg disebut sampradaya.Dengan adanya seperti itu,kita akan semakin paham,mana yg patut kita jalankan mana yg tdk. Jadi disini tdk ad istilah “jajah menjajah” tdk ada Indianisasi,yg ada adalah menjalankan ajaran agama berdasarkan Weda. Di Bali menurut saya pelaksanaan ajaran Hindu sudah bagus,tapi yg perlu dihilangkan adalah “unsur2” negatif yg menyertainya dan tdk memberatkan umat. Soal mecaru,kalau ada yg masih melaksanakan silahkan, kalau yg tdk melaksanakan pun silahkan. Jadi disini tdk boleh saling klaim mengklaim, larang melarang.Apalagi dalam hal pemujaan,silahkan memakai cara sendiri2. Apalagi pura bukan milik perorangan atau kelompok tertentu. Suksme.
Om Shanti, shanti, shanti
Hari Bolo…
Hal yang perlu diluruskan dalam diskusi ini adalah pemisahan pemaknaan antara: adat, budaya, dan Hindu itu sendiri. Ketika kita berbicara keBali-Balian, KeIndia-Iandiaan, KeArab-Araban, KeJawa-Jawaan, dan seterusnya, maka kita masuk pada topik adat dan budaya. Balinisasi berari upaya menyeragamkan adat dan budaya di suatu tempat dengan label Bali. Pokoknya supaya semua seperti Bali.
Celakanya karena di Bali antara adat, budaya, dan Hindu tidak dipisahkan. Semua menjadi kusut karena ketidakmengertian dan kegelapan tokoh-tokohnya akan filsafat Hindu (Veda). Mereka seperti katak dalam sebuah sumur tua. Tidak tahu dan tidak mau tahu akan adanya tempat yang jauh lebih luas dan nyaman dibandingkan sumur tempatnya.
Lebih celaka lagi, dalam sebuah upacara keagamaan versi Bali, sudah tidak jelas siapa yang disembah, bagaimana personalitasnya, dan apa yang menjadi persembahan. Dalam upacara terjadi penyembelihan binatang. Bau amis darah dan aroma daging menyeruak di Pura. Benar-benar sebuah persembahan yang Tamasika. Gelap! Dipikirnya Tuhan Sri Vishnu itu makan daging… Hal yang paling menjijikkan adalah ketika di beberapa tempat ada upacara ngaben masal. satu bulan sebelum hari H, umat sudah ngayah bikin banten dan perlengkapannya. Dan sampai pada hari H, banten dan perlengkapannya sudah banyak yang busuk, daging-daging dikerubungi belatung dan lalat. Sungguh menjijikkan! Siapa yang akan diberi sampah busuk seperti itu? Saya pikir Bhuta Kala pun tidak sudi menadah persembahan seperti itu.
“Celaka 12” hal-hal seperti itu yang terus menerus dicengkeramkan oleh mereka yang merasa sebagai tokoh-tokoh Hindu Bali kepada umat Hindu di luar Bali. Mereka dengan jumawa dan tanpa malu-malu merasa paling tahu beragama Hindu.
Refleksi: jika kita sudah membedakan antara adat, budaya, dan agama, maka istilah keBali-Balian, KeIndia-Indiaan, KeJawa-Jawaan dan seterusnya mari kita maknai pada tataran adat dan budaya. Ketika kita berbicara pada tataran Hindu, maka kita harus keVeda-Vedaan. Jangan keLontar-Lontaran.
Kitab suci Hindu sudah jelas, Veda (Sruti dan Smerti). Dengan mengikuti kitab suci itu, sudah banyak para rsi dan orang-orang suci yang mampu merealisasikan Tuhan. Mereka sudah selamat, pulang ke planet rohani. Sementara itu, lontar adalah buatan para “sarjana” pada zaman kerajaan. Kebanyakan ditulis oleh para pendeta kerajaan. Bisa saja sangat sarat dengan kepentingan. Sebuah lontar bisa jadi hanya ditulis untuk menyenangkan atau memberi harapan buat sang raja. Cerita Lubdaka misalnya, banyak sejarawan yang menyimpulkan bahwa itu ditulis untuk memberi harapan “pembebasan” bagi Ken Arok.
Yang paling penting untuk diingat, dengan menekuni lontar, siapa yang bisa menjamin seseorang bisa pulang ke planet rohani? Sudah berapa kira-kira orang Bali penekun lontar yang bisa merealisasikan Tuhan? Adakah di antara para Wiku di Bali sudah mampu merealisasikan Tuhan? Kalau masing bingung, jangan cari jawabannya pada daun-daun lontar yang bergoyang!
Dandavat…
@putratridharma
“…Yang paling penting untuk diingat, dengan menekuni lontar, siapa yang bisa menjamin seseorang bisa pulang ke planet rohani?…”
mohon dijelaskan tentang planet rohani…?? tata surya bagian mana? siapa tinggal disitu ?
“….Kitab suci Hindu sudah jelas, Veda (Sruti dan Smerti). Dengan mengikuti kitab suci itu, sudah banyak para rsi dan orang-orang suci yang mampu merealisasikan Tuhan. Mereka sudah selamat, pulang ke planet rohani….”
“….Adakah di antara para Wiku di Bali sudah mampu merealisasikan Tuhan?….”
bagaimana harusnya seorang wiku itu? dan bagaimana caranya mengetahui wiku yang sudah/belum pulang ke planet rohani ?? mohon komentarnya.
“…..Kalau masing bingung, jangan cari jawabannya pada daun-daun lontar yang bergoyang!…”
biar ndak bingung harusnya tanya kemana ? Veda kah? trus Veda yang mana ? dan apakah yakin dengan “tanya” ke Veda kita sudah pasti tidak bingung dan sudah pasti ke planet rohani ?? mohon penjelasannya.
“….Sementara itu, lontar adalah buatan para “sarjana” pada zaman kerajaan. Kebanyakan ditulis oleh para pendeta kerajaan. Bisa saja sangat sarat dengan kepentingan…..”
lalu Veda ditulis oleh siapa ? pada zaman apa? kebanyakan ditulis oleh siapa? apakah sudah pasti tidak sarat dengan kepentingan? mohon tambahan komentarnya.
terima kasih.
Salam,-
@Kidz
Maafkan atas kelancangan saya ikut berkomentar. Untuk semua, kata-kata saya kurang etis, saya mohon maaf.
Planet rohani itu adalah planet-planet Vaikunta dan Goloka Vrindavan. Siapa saja yang mencapai planet ini, dia tidak akan lahir kembali dalam penderitaan (samsara). Di sana dia akan menikmati kebahagiaan rohani secara kekal bersama Tuhan. Untuk lebih jelasnya bagaimana susunan planet-planet tersebut, Prb. Ngarayana menyiapkan posternya (gambarnya)di bawah artikel: Jangan Pergi ke Surga yang di posting di web ini juga. Klik aja link yg ada petunjuknya di bawah.
Menjadi Wiku (Sulinggih) atau Brahmana harus melalui guru parampara. Garis perguruannya jelas. Jadi, pengetahuan rohani yang diterimanya bukan pengetahuan mayavadi. Dalam Vaishnava, garis perguruan Sri Chaitanya Mahaprabhu, banyak sekali kisah-kisah tentang brahmana-brahmana yang menjadi penyembah murni yang mencapai kediaman Tuhan. Mereka bisa sukses begitu karena berlindung di kaki padma guru kerohanian. Ujian bagi Vaishnava adalah ketika sang Roh meninggalkan badannya. Ketika sampai menjelang ajal sang Roh tetap dalam kesadaran Krishna, maka dapat dipastikan sang Roh akan mencapai Krishna. Di Hare Krishna, banyak kisah tentang para sadhu yang ketika rohnya meninggalkan badan terserap dalam kebahagiaan rohani. Ini disaksikan oleh murid-muridnya. Jadi sesuai petunjuk sastra yang bisa seperti itu sudah pasti pulang dengan selamat.
Supaya tidak bingung, seseorang yang belajar kerohanian “harus” mendekati (atau malah didekati)guru kerohanian yang bonafide. Tanpa karunia guru, tidak mungkin bisa sukses. Gurulah yang akan memberikan pengetahuan Veda, termasuk pengetahuan yang rahasia.
Veda itu ditulis oleh siapa? Silakan buka Bhg. Gita sloka 4.1. (tapi yang ditulis oleh Srila Prabhupada, jangan yang lain) ya…
Tentu saja Veda dari Krishna ini sarat dengan kepentingan. Salah satu kepentingannya adalah untuk menyelamatkan bagi roh-roh jatuh seperti kita ini supaya bisa pulang kembali ke planet rohani. Mengapa begitu? Krishna sangat sayang kepada kita…
NB: Saya sebenarnya tidak etis menjawab pertanyaan Anda, karena saya sendiri belum beruntung mendapat pergaulan seorang guru. Kalau ada yang kurang pas, semoga teman-teman yang lain bisa mengoreksi dan meluruskannya. Untuk Prabhu Ngarayana, mohon pencerahannya…..
Dandavat
@all
Hari Bolo
Jangan khawatir, sepanjang masih ada debat dan diskusi tentang Balinisasi, maka Balinisasi tidak akan pernah sukses. Karena jika berdebat, mereka yang menginginkan Balinisasi pasti kalah. Kalau sudah kalah, maka powernya berangsur-angsur mengecil, lalu padam. Sekarang, sulinggih-sulinggih atau brahmana-brahmana yang Bali sentris memang masih bisa mencengkeramkan kuku-kuku kekuasaannya ke luar Bali. Beberapa waktu yang lalu saya sempat kaget, ketika beberapa pemangku di Sulawesi didata oleh seorang sulinggih kondang yang sering nongol di Bali TV itu. Mereka rencananya akan dicuci otaknya untuk menangkal menyusupnya gerakan-gerakan “pembaharu”, yang mulai mempesona sebagian golongan muda yang muak dengan pelaksanaan ritual-ritual sesat. Saya istilahkan ritual sesat karena tidak jelas juntrungannya: tidak jelas sastranya, penuh dengan unsur pamer material.
Dandavat
“…..Planet rohani itu adalah planet-planet Vaikunta dan Goloka Vrindavan. Siapa saja yang mencapai planet ini, dia tidak akan lahir kembali dalam penderitaan (samsara). Di sana dia akan menikmati kebahagiaan rohani secara kekal bersama Tuhan…..”
berarti apakah dalam ajaran Vaishnava ada suatu tempat khusus(planet rohani) tempat tinggal Tuhan ??
“… Jadi, pengetahuan rohani yang diterimanya bukan pengetahuan mayavadi..”
saya pernah diskusi dengan ngarayana, yg salah satunya berkaitan dengan susunan Veda yg tidak kohern, salah satunya : satu purana akan saling bertentangan dengan purana yg berlainan, sesuai dengan tingkat spiritual yg berbeda. lalu yang mana sebenarnya Mayavadi itu ?? jadi bingung…….??!?
“…. Dalam Vaishnava, garis perguruan Sri Chaitanya Mahaprabhu, banyak sekali kisah-kisah tentang brahmana-brahmana yang menjadi penyembah murni yang mencapai kediaman Tuhan….”
ya mungkin karena anda baru melihat KISAH-KISAH dari vaishnava aja, ato pernah dengar KISAH moksa nya Dang Hyang Nirartha ?? itu bagaimana ?? karena setau saya beliau tidak beraliran khusus ke vaishnava.
“… Mereka bisa sukses begitu karena berlindung di kaki padma guru kerohanian…”
saya tertarik dengan kata “berlindung di kaki padma guru kerohanian”, lalu mengapa anda tidak menjelaskan bahwa “mereka bisa sukses karena berlindung pada Veda”
saya mau tanya, ok anggap saja kita bertemu dengan guru, dan kita menyerahkan diri kita sepenuhnya pada guru tsb. seandainya guru mengajarkan mayavadi/lontar pada murid yg lugu itu, apakah murid tersebut berdosa ??
“…Di Hare Krishna, banyak kisah tentang para sadhu yang ketika rohnya meninggalkan badan terserap dalam kebahagiaan rohani. Ini disaksikan oleh murid-muridnya. Jadi sesuai petunjuk sastra yang bisa seperti itu sudah pasti pulang dengan selamat….”
kalau saya bandingkan (sebagai bahan pembelajaran saja nih), di Siva sidhanta tidak bisa menjelaskan keadaan seseorang yg moksa,moksa disini bukan hanya hilang dlm sekejap, masih hidup pun orang bisa dikatakan moksa, tapi TIDAK BISA dijelaskan/digambarkan keadaanya, sedangkan di vaishnava yg anda sebutkan tadi dari petunjuk sastra saja sudah bisa mengetahui orang pulang dengan selamat ?? ooh ternyata semudah itu ya untuk bisa mengetahuinya ??baru tau …..
“…. Supaya tidak bingung, seseorang yang belajar kerohanian “harus” mendekati (atau malah didekati)guru kerohanian yang bonafide….”
maaf saya amat bego, yang dimaksud bonefide disini apa? tolak ukur guru yg bonefide bagaimana? apakah kita uji guru itu satu persatu agar cocok dengan kita? ato bonefide disini sama artiannya dengan guru yg telah disertifikasi ??
“….Tentu saja Veda dari Krishna ini sarat dengan kepentingan….”
Veda dari Krisna ?? so? Veda adalah Krisna atau Krisna adalah Veda. Veda bagian mana? bhagavat gita kah? bagaimana kalau ada cabang veda yang lain (semacam bhagavat gita) yg menyebutkan bahwa Veda bukanlah Krisan ?? gmn ni ?
“…Salah satu kepentingannya adalah untuk menyelamatkan bagi roh-roh jatuh seperti kita ini supaya bisa pulang kembali ke planet rohani….”
lalu apa yg membuat anda yakin bahwa hanya jalan ini saja yg membuat orang Hindu selamat, dan kenapa anda yakin cara yg lain adalah mayavadi ?? (kok kedengeran seperti pemikiran Imam Samudra, dkk ya…) 🙂
“…Mengapa begitu? Krishna sangat sayang kepada kita……”
berarti kalau kita tidak menyebut Tuhan dengan nama Krisna, beliau jadi ga sayang sama kita ?? (hihihi lucu, ga kok bcanda).
berarti selama ini kami salah ya ??(mayavadi) karena sudah menyebut Tuhan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ??
loh? kok anda tiba2 ngrasa tidak etis??disini kan bebas berpendapat asal sesuai ketentuan. disini kita saling belajar, asalkan sopan saya ras ga masalah. saya pun orang yg amat gelap dan tingkat spiritual yg rendah, makanya saya belajar disini.
klo anda tetap merasa ga etis untuk diskusi/ menjawab pertanyaan saya, mungkin sebaiknya anda tidak ikut kasi comment disini dari awal.
Salam,-
@putratridharma
comment saya diatas td saya tanya pd @putratridharma.
trus saya juga pgn komentari komentar anda yg lg satu.
melihat isi komentar anda tadi, saya teringat dengan artikel lain di web ini, yg berjudul “bhakta, tisak sekedar label”.
sebenarnya menurut saya anda sama saja dengan sulinggih kondang yang sering nongol di Bali TV yg anda sebutkan itu, hanya saja sulinggih kondang itu terlalu Bali sentris. dan ANDA (gerakan-gerakan “pembaharu”, golongan muda yang muak dengan pelaksanaan ritual-ritual sesat.) terlalu India sentris.
berkaitan dengan `debat` Balinisasi mohon anda baca komment saya Kidz says:
October 21, 2010 at 12:01 pm
di artikel ini,dan kalau berkenan mohon di jawab.
untuk bisa bijaksan kita harus mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang.
Salam,-
@ Kidz
Wah banyak banget komentarnya, tajam lagi. Saya akan mencoba memberikan tanggapan balik semampu saya. Maklum pengetahuan saya masih jongkok dalam bidang tatvan (dalam bidang yang lain juga he he he…).
1.Apakah dalam ajaran Vaishnava ada suatu tempat khusus (planet rohani) tempat tinggal Tuhan ? Jawabannya: Iya! Sri Krishna bersabda: Tempat tinggalKu yang paling utama itu tidak diterangi oleh matahari, bulan, api, maupun listrik. Orang yang mencapai tempat tinggal itu tidak pernah kembali lagi ke dunia material. (Bhg. Gita 15.6). Tempat itu bernama Krishna Loka atau Goloka Vrindavan. Di situlah Krishna Svarupa Sakti tinggal. Di sekitar Krishna Loka itu ada banyak planet rohani (vaikunta) yang masing-masing dikuasai oleh ekspansi paripurna Krishna (di poster alam semesta bisa dilihat kalau avatara-avatara Krishna berada di planet-planet Vaikunta). Jumlah planet vaikunta ini tidak terhitung. Mohon lihat poster alam semesta.
2.“Saya pernah diskusi dengan Ngarayana, yang salah satunya berkaitan dengan susunan Veda yang tidak kohern, salah satunya: satu purana akan saling bertentangan dengan purana yangg berlainan, sesuai dengan tingkat spiritual yg berbeda. Lalu yang mana sebenarnya Mayavadi itu? Jadi bingung…….”
Komentar saya: Purana itu ada tiga penggolongan , yaitu Satvika Purana, Rajasika Purana, dan Tamasika Purana. Dari ketiga istilah itu saja bisa dimengerti kalau yang satvikalah yang terbaik. Kelompok Satvika Purana mengagungkan Tuhan Sri Vishnu, Kelompok Rajasika Purana mengagungkan Dewa (bukan tuhan) Brahma, dan Tamasika Purana mengagungkan Dewa Siwa. Dalam sejarahnya, setelah tersusun purana-purana yang banyak itu, Srila Vyasa Deva belum merasa puas secara rohani. Maka beliau kemudian menyusun Purana “Pamungkas” yang disebut Bhagavata Purana atau Srimad Bhagavatam. Barulah beliau puas. Nah, kitab pamungkas inilah yang menguraikan lila Tuhan Sri Krishna. Mengenai mayavadi, istilah ini adalah pada tataran filsafat. Ajaran mayavadi adalah ajaran yang tidak mengakui bahwa Personalitas Tuhan yang Maha Esa (Bhagavan) sebagai yang paling utama. (Coba pelajari tentang: Bhagavan, Brahman, dan Paramatman ya…) Ada buku yang bagus tentang ini berjudul Pokok-Pokok Pikiran Ajaran Weda yang ditulis oleh Satsvarupa Das Gosvami (di sampulnya ada anak kecil bule yang memeluk sapi). Penyebar mayavadi adalah Dewa Siwa sendiri yang turun menjadi Sripad Sankaracharya. Silakan baca kisah Sankaracharya, cermati dialog antara Siwa dan Parwati tentang rencana beliau untuk turun ke dunia (atas perintah junjungannya yaitu Sri Krjishna) untuk menyebarkan ajaran mayavadi. Tujuannya dijelaskan dengan gamblang.
3.Mengenai Danghyang Nirarta moksa… kalau benar beliau moksa, maka beliau hanya mencapai putih kemilau yang disebut Brahmajyoti. (Lihat poster alam semesta). Coba bayangkan, roh yang sejatinya aktif (sebagai pelayan Krishna) kemudian didiamkan di situ apa yang terjadi? Sang Roh akan merasa kurang puas. Dia akan bergerak, kalau beruntung (karena dapat karunia) dia bisa naik ke Vaikunta, dan bisa turun alias lahir kembali ke dunia. Jadi tempat yang bernama Brahmajyoti belum memberikan kebahagiaan yang sempurna. Itulah moksa…
4.“… Mereka bisa sukses begitu karena berlindung di kaki padma guru kerohanian…” Saya tertarik dengan kata “berlindung di kaki padma guru kerohanian”, lalu mengapa anda tidak menjelaskan bahwa “mereka bisa sukses karena berlindung pada Veda?”
Jawabannya adalah karena Guru Kerohanian yang bonafide bisa memberikan muridnya Krishna. Berlindung pada Veda? Tentu saja! Tapi untuk bisa berlindung pada Veda, harus berlindung dulu pada kaki guru kerohanian. Gurulah yang akan memberjikan pengetahuan Veda. Dan untuk mendapatkan guru yang bonafide memang tidak mudah (kata mereka yang sudah senior). Bergantung karma dan usaha serta doa kita. Para penyembah senior menyarankan menangislah untuk mendapat guru. Oh ya, seorang anak yang berguru pada guru mayavadi tentu akan diberi pelajaran filsafat mayavadi. Apakah dia akan jadi mayavadi selama hidupnya atau berbelok haluan itu bergantung pada karma dan karunia tanpa sebab dari Sadhu dan Krishna. Maaf saya tidak mengomentari soal dosa… Okey….
5.Saya tidak menyamakan antara terserap dalam kebahagiaan rohani (atau terserap lila/rasa lila) dengan moksa. Dalam Vaishnava, moksa bukan tujuan. Anda menyebut kalau anda berpaham Siva Sidhanta? Siva atau Rudra Sampradaya itu adalah salah satu sampradaya yang diakui dalam Veda. Ajarannya adalah memuja Vishnu (Krishna). Jadi kalau benar-benar dalam Rudra sampradaya, maka yang di Tuhankan adalah Sri Krishna. Saya sarankan anda diskusi kembali dengan brahmacari-brahmacari senior di asram atau tempel. Oh ya, mengenai petunjuk dari sastra? Selain sastra, ada sadu dan guru yang bisa dimintai petunjuk. Jadi kebenaran bisa dirujukkan dari tiga hal: Sadhu, Sastra, dan Guru. Tanpa ketiga itu, kita tidak tahu apa-apa.
6.Guru yang bonafide? Iya guru yang kita tempati untuk berlindung haruslah guru yang bonafide. Garis paramparanya jelas, memenuhi segala persyaratan yang tertuang dalam sastra, bhaktinya murni. Murid/calon murid hanya tahu sedikit tentang guru yang bonafide. Paling-paling hanya bisa menelusuri track recordnya, bagaimana sejarah hidupnya, atau bagaimana totalitasnya (secara fisik) dalam pelayanan. Selebihnya kita thidak tahu apa-apa. Nah, bagaimana caranya? Menurut para penyembah senior, kita harus berdoa dengan sungguh-sungguh agar Krishna memberi kita guru yang bonafide. Guru bersertifikasi? Iya benar! Guru yang bersertifikasi rohani! Assesornya adalah Krishna.
7.“…Salah satu kepentingannya adalah untuk menyelamatkan roh-roh jatuh seperti kita ini supaya bisa pulang kembali ke planet rohani….” lalu apa yg membuat anda yakin bahwa hanya jalan ini saja yg membuat orang Hindu selamat, dan kenapa anda yakin cara yg lain adalah mayavadi?
Jawab: karena sastra yang mengatakan begitu, karena sadhu yang mengatakan begitu, dan karena guru yang mengatakan begitu. Dalam Hindu, cara atau jalan lain itu adalah tetap dalam koridor empat sampradaya yang diakui dalam veda. Mungkin yang anda maksud adalah catur marga? Empat jalan yang dimaksud bukanlah untuk dijalani secara parsial. Itu terintegrasi, dan puncaknya adalah bhakti!
8.Krishna sangat sayang kepada kita. Sangat2 sayang….. Beliau boleh kok dipanggil Govinda, Gopal dan lain-lain. Saya pikir anda sudah baca artikel 1000 nama suci Tuhan di web ini.
Sekian komentar saya, mohon maaf jika kurang berkenan.
Dandavat…
Om Swastiastu,
@putratridharma
Janganlah anda terlalu mengecam pelaksanaan keberagamaan saudara kita yg di Bali yg anda katakan sesat, yg tdk jelas sastranya. Saya sendiri sebenarnya kurang setuju dg beberapa pelaksanaan upacara di Bali yg terlalu memberatkan umat, perjudian di pura, tabuh rah yg disimpangkan dan adanya pelarangan2 terhadap saudara2 kita yg “berbeda” dan anti keindia2an. Dalam agama HIndu kita akan jarang menemukan pernyataan dengan “Engkau tidak akan” (Thou shall not). Ketika kita mempelajari agama Hindu kita akan menemukan agama ini dipenuhi dg berbagai jenis ide. Dia memiliki Advaita dan Raja Yoga yg memiliki spiritualitas yg tinggi pada satu sisi dan philsafat Charvaka meterialistik dan hedonistik yg tdk percaya pada Tuhan dan Weda, pada sisi yg lain. Pada satu sisi pemujaan citra adalah satu bagian dari agama Hindu, dan pada sisi lain, sebagaimana dikatakan oleh philsuf Jerman Max Muller, “Agama Weda tdk mengenal patung.” Jahala Upanisad mengatakan, “Citra dimaksudkan hanya sebagai alat bantu meditasi bagi orang yg bodoh.”
Mitologi kuno Hindu dipenuhi dg berbagai macam cerita. Pada satu sisi, Advaita hanya berbicara mengenai Brahman (Yang Tak Terbatas), dan lagi pada sisi yg lain mitologi bicara mengenai ribuan dewa2. Hindu sesungguhnya adalah kesatuan dalam perbedaan. Mengambil satu subyek secara acak (random)dari kitab suci Hindu akan mebingungkan kita. Tapi bila kita duduk dan mempelajarinya semua, kita akan mampu memahami kebenaran yg sejati dalam semua kitab2 suci Hindu itu.
Bhagawad Gita mengatakan :”Dalam bentuk apapun seorang bhakta menyembahKu dg keyakinan, Aku akan membuat ia setia dalam bentuk itu sendiri.” Jadi dalam agama Hindu kita dapat memuja Yang Maha Kuasa, yg tdk berbentuk dan abadi, sbg Krishna, Rama, Hyang Widhi atau yg lain. Selama kita memiliki keyakinan dalam bentuk Yang Kuasa itu, kita akan mengikuti satu agama yg benar dan kita pada akhirnya akan mengejawantahkan kebenaran, sekalipun kita mengikuti bentuk pemujaan yg kasar. Menurut agama Hindu tiada seorangpun akan tersesat. Melalui jalan manapun seorang mencari Tuhan dia akan selalu berada di jalan Tuhan. Tidak ada seorangpun yg memiliki hak monopoli atas Tuhan. Ada satu stanza mengatakan :
Tiada seorangpun yg tahu apa yg benar dan apa yg salah
Tiada seorangpun yg tahu apa yg baik dan apa yg buruk
Ada satu dewa yg bersemayam dalam dirimu
Temukan dan ikuti perintah-perintahnya. Suksme.
Om Shanti, Shanti, Shanti
@ Kidz
Sekali lagi kita harus bedakan antara adat, budaya, dan Hindu. Ketika saya menyebut sulinggih Bali Sentris, maka maksud saya adalah beliau-beliau yang mind setnya terkungkung oleh sumur kecil (bukan tempurung lho..)yang bernama Bali. Mereka bergelut dengan kebiasaan-kebiasaan (adat), dan menjadikan lontar sebagai pedoman utama kebrahmanaannya. Tapi ketika kita bicara mengenai gerakan pembaharu (walau sebenarnya tidaklah baru) adalah mereka yang mengajak untuk “back to veda”. jadi kalau dioposisikan menjadi lontar sentris yang berasal dari Bali vs Veda sentris yang berasal dari India. Pertanyaannya adalah: Apa nama kitab suci Hindu? Jika murid menjawab Veda, maka pak guru memberi angka 100, tapi jika murid menjawab: lontar Pak! Nggak tahu deh berapa angka yang harus diberikan oleh pak guru. Pertanyaan kedua: Veda diturunkan oleh Tuhan di mana? Kalau murid menjawab: India, maka nilainya 100 lagi, tapi kalau di jawab: di Bali, maka nilainya 0!
@agung joni
Dalam melaksanakan praktik bhakti, kita tidak boleh asal membuat orang lain senang. Jangan karena kita ingin menyenangkan masyarakat terus kita mengatakan kesalahan yang mereka perbuat itu seolah-olah “abu-abu” atau malah menjadi seperti kebenaran.
Misalnya dalam Vaishnava: tidak boleh menyembelih binatang. Maka itu jangan kita katakan: boleh… asal digunakan untuk korban suci hanya karena kebiasaan (adat) di masyarakat tersebut selalu “nampah celeng” kalau hari raya. Kita hanya menyenangkan mereka supaya kita diterima di tengah-tengah mereka. Dalam Vaishnava itu tidak dibenarkan.
@ all
Saya setuju untuk memelihara adat dan budaya yang adi luhung. Adat dan budaya apapun yang luhur mari kita pertahankan.
Dandavat…
Tambahan
@Kidz
Anda kan sudah tahu kalau Veda itu ribuan jenisnya (tampak dalam bagan cabang-cabang Veda). Mungkinkah kita yang sekarang umurnya hanya seumur jagung ini mempelajari ribuan jenis kitab tersebut? Mustahil kan?
Tapi kita semua kan kepingin selamat pulang kepada Tuhan. Oleh karena itulah kita tidak disarankan untuk membaca dan mempelajari semua kitab Veda, karena umur kita pendek… berbeda dengan manusia-manusia pada zaman atau yuga yang lain. Kita disarankan mempelajari beberapa saja kitab Veda (terutama kitab Bhagavad Gita dan Srimad Bhagavatam) melalui guru kerohanian. Bhagavad Gita dan Srimad Bhagavatam itu seperti susu dan minuman kekekalan.
@agung joni
Tiada seorangpun yg tahu apa yg benar dan apa yg salah
Tiada seorangpun yg tahu apa yg baik dan apa yg buruk
Ada satu dewa yg bersemayam dalam dirimu
Temukan dan ikuti perintah-perintahnya. Suksme.
Komentar saya:
Supaya tahu, kita mesti mencari dan bertanya ke tiga tempat: sadhu (orang yg suci), sastra (veda), dan guru (beliau wakil Krishna yang membimbing/mengajari murid dalam kerohanian). Mengenai dewa yang bersemayam dalam diri kita: mohon bedakan antara dewa dengan Tuhan. Mohon pahami tentang konsep Atman – Paramatman. Kalau bisa juga tentang Brahman dan Bhagavan. Silakan buka Bhg. Gita Menurut Aslinya sloka 2.20 -22.
Terima kasih,
dandavat
@putratridharma
waah…penjelasannya seabrek….asik…hehehhe, tapi terima kasih sudah mau berbagi sama saya dengan memberikan komentar2 tentang pertanyaan2 saya, tapi memang ya…saya ini bego, tetep aja pgn tanya…
saya sih hanya ingin berdiskusi(debat) untuk menambah wawasan, nah kalau anda berdasarkan Vaisnava, berarti kan saya bandingkan dengan yg bukan Vaishnava, (kan debat..pro/kontra),seandainya pun anda dasarnya bukan Vaisnava,saya yg coba bandingkan dengan Vaishnava.
ok saya mulai tanya2 lg nih ….. (bego alnya ga ngerti2..hihihi)
“….Tempat tinggalKu yang paling utama itu tidak diterangi oleh matahari, bulan, api, maupun listrik. Orang yang mencapai tempat tinggal itu tidak pernah kembali lagi ke dunia material. …”
so Krisna ada di suatu tempat tertentu di salah satu sudut alam semesta ini yg disebut planet rohani? dan ada alam2 lain di bawahnya ? lalu apakah kalimat ini berlaku di ajaran anda “wyapi wyapaka nirwikaram” ato jgn2 menurut anda kalimat ini jg datang dari ajaran mayavadi……??
nah untuk pembandingan : bhuvana kosa III.80 menyebutkan
Yatottamam iti sarvve, jagat tatva vvaliyate, yatha sambhavate sarvam, tatra bhavati liyate.
artinya :
selurun alam semesta(beserta isinya) muncul dari Sang Hyang Siva dan lenyap juga kepada Sang Hyang Siva.
nah itu bagaimana ?? atau mungkin konsep ini mayavadi juga ya….
“…setelah tersusun purana-purana yang banyak itu, Srila Vyasa Deva belum merasa puas secara rohani. Maka beliau kemudian menyusun Purana “Pamungkas” yang disebut Bhagavata Purana atau Srimad Bhagavatam. Barulah beliau puas….”
berarti bhagavata purana itu hanyalah bentuk “kepuasan” dari Srila Vyasa Deva? kok saya melihat sebagai bentuk keegoisan sepihak saja ya… (pantesan secara umum saya menilai ‘oknum’ pengikut ajaran vaisnava agak egois, sumber sastranya saja dibuat dari bentuk ketidakpuasan).
“…Penyebar mayavadi adalah Dewa Siwa sendiri yang turun menjadi Sripad Sankaracharya. Silakan baca kisah Sankaracharya, cermati dialog antara Siwa dan Parwati tentang rencana beliau untuk turun ke dunia (atas perintah junjungannya yaitu Sri Krjishna) untuk menyebarkan ajaran mayavadi….”
yg saya pelajari,di ajaran siwaism memang ada mayadi tp atas kehendak beliau sendiri sebagai tuhan (sekali lg pembandingan untuk debat)disebutkan seperti ini :
Namaskaram tatha devi, sarira sakalam bhaveh. yavajanma punarbhavam, Brahma Visnu Mahesvarah, devata detya, manusya. Sarva maya vimotah, tava maya vimotah.
orang yang hanya menyembah dewa menyebabkan akan berulang-ulang menjelma, siapapun ia akan terperangkap oleh mayaku, apapun ia itu dewata, detia, manusia, demikian pula Brahma, Wisnu, Mahadeva kalaupun. mereka itu akan terperangkap oleh mayaku.
bagaimana ini ?? kisah Sankaracharya ini pasti ditulis oleh orang-orang Vasinava jg ya??
“…Guru yang bonafide?bagaimana caranya? Menurut para penyembah senior, kita harus berdoa dengan sungguh-sungguh agar Krishna memberi kita guru yang bonafide. Guru bersertifikasi? Iya benar! Guru yang bersertifikasi rohani! Assesornya adalah Krishna…”
ok saya akan mulai berdoa dengan tulus iklhas untuk mendapatkan guru, tapi kalau Krisna memberi saya guru yg ‘sertifikasinya’ tidak berassesor Krishna bagaimana ?? lalu kalau saya pindah guru yg berassesor Krishna (memaksakan diri) tp tidak sesuai dengan getaran hati saya bagaimana? berdosakah sya??
“…karena sastra yang mengatakan begitu, karena sadhu yang mengatakan begitu, dan karena guru yang mengatakan begitu…..”
ini…ini yg bikin bingung. sadhu akan berbicara sesuai guru, guru akan berbicara sesuai sastra. lalu sastra ??? yang mana ??
apakah sastra yg paling benar adalah sastra yg dibuat oleh kaum Vaishnava saja ?? kalau iya lg2 Hindu Egois saya liat.
“….Saya pikir anda sudah baca artikel 1000 nama suci Tuhan di web ini….”
tapi di 1000 nama suci itu tidak ada nama Sang Hyang Widhi Wasa, berarti lg2 Krishna akan tidak sayang donk kalau menyebut nama selain 1000 nama suci itu.
Salam,-
Om Swastyastu,
ikutan nimbrung ya,
bro putratridharma anda seperti meteor melesat di langit malam, hehe. bro, kata-kata anda banyak benarnya, sayang agak terlalu keras. maaf, kalau boleh saran saudara-saudara kita mohon jangan di bilang sesat, umumnya manusia ga ada yg mau di bilang sesat atau salah. mereka bisa langsung antipati. jika sudah antipati maksud baik anda bisa-bisa sulit diterima.
bro kidz, ikut komentar ya..di 1000 nama suci itu juga tidak ada kata “Tuhan” yang biasa kita pakai, juga tidak ada kata “God”. penafsiran saya ketiadaan kata utk Tuhan tidak berarti Sri Krisna tidak sayang pada yang biasa menyebut Tuhan, atau ISHWW. bro kidz mungkin punya nama teman akrab namanya Dharma, tapi dengan bro kidz biasa kalau di panggil Tri, tidak berarti teman2nya yg lain yg memanggil Dharma tidak di sayangi ma si Tri/Dharma ini kan.
ttg wyapi wyapaka nirwikaram, bahkan tiap atom pun ada Tuhan, ia meresapi segalanya. ia mendampingi setiap jiwa sebagai paramaatma. membingungkan ya? ada di mana-mana tapi beliau punya tempat tinggal rohani sendiri. inilah salah satu Lila Tuhan. saya juga masih bingung. tapi jika boleh menganalogikan, seperti Matahari, tentunya kita tahu matahari itu posisinya ada dimana, tapi berbagai partikel sinar-sinar matahari juga sampai ke planet bumi. matahari yang sejati bukan ada di bumi, tapi matahari itu ada di bumi juga, sebagai sinarnya, sebagai energinya, bahkan energi itu bisa kita simpan juga, bisa di ubah-ubah juga.
sastra paling benar sastra yang mana?
sastra khususnya purana bersifat satvik, rajas, tamas. dimana yang menjadi objek utama pemujaan masing-masing adalah Wisnu, Brahma, dan Siwa. jika kita kembali kepada asal mula keberadaan kita di dunia ini (menurut yg saya baca dari buku tulisan Haladhara Prabu), adalah karena Ica. keinginan kita utk menikmati, menjadi seperti Tuhan. karena kita percikan kecil beliau, kita punya sifat seperti beliau hanya terbatas. Beliau Maha Merdeka, kemerdekaan kita kecil tapi kita dapat memilih melayani Tuhan atau menikmati seperti Tuhan. untuk menikmati seperti Beliau maka diperlukan tempat tersendiri. tempat utk kita menjadi tuhan-tuhan kecil itulah dunia material ini.
maka kitapun terlahir disini. dalam sastra diberikan petunjuk bagaimana mencapai kenikmatan-kenikmatan. sastra (purana) bagi yang memiliki kecenderungan bersifat tamas akan memuja Hyang Siwa dengan tata cara ttu dan akan dapat memperoleh berkat dari Hyang Siwa misal perlindungan, kekayaan, kemasyuran, Umur panjang, Kekuatan dsb. Demikian juga dengan Hyang Brahma. Namun Sri Krisna, dikatakan salah satu pendeta Siwa yang saya kenal, tidak memberikan apa-apa, yang diberikan Sri Krisna Hanya pembebasan. kembali kepada alasan kita berada didunia, terserah pada kita mau memilih yang bagaimana. tidak ada yang benar atau salah jika seseorang memilih sastra jurusan B.Inggris, Perancis atau Jepang. mungkin sastra B. Inggris akan membebaskan si pelajar, tapi kalau yang dikejar bukan kebebasan kan tidak salah kalau si pelajar memilih B. Jepang sesuai kesukaannya?
sekian aja dulu..
Om Shanti Shanti Shanti Om
Cerdas sekali saudara Kidz ini, entah siapa anda dan apa kepercayaan anda, saya yakin anda adalah seorang brahmacari sejati, yang tidak mudah menerima dogma.
pengikut dogma itu ada 2, dogma tamas dan dogma rajas(mengikuti istilah veda).
Pengikut dogma tamas adalah orang yang mengikuti saja dogma karena ia malas bertanya, malas mengurusi, jadi ia cuma nerimo dan legowo saja.
Pengikut dogma rajas adalah pengikut yang dikompori semangat “anti dogma” padahal ia sebenarnya masuk pada dogma yang baru.
Dari sinilah sebenarnya debat2 Balinisasi, indianisasi, arabnisasi muncul. Hanya dengan berkata “bali itu jelek seperti ini/itu” maka dengan mudah generasi2 muda itu dapat dikompori untuk masuknya mazab2 baru. nantinya hal serupa akan terjadi sebaliknya. Wajar seperti itu, sama seperti presiden. Ketika baru menjabat diagung2kan, ketika menjelang akhir dicela, dan diagung2kanlah capres yang baru, menjelang akhir jabatan si presiden baru pun dicela spt sbelumnya, dst, dst.
Hal yang tidak konsisten seperti itu tidak akan mempengaruhi seorang Brahmacari sejati. Mengutamakan logika, pengetahuan dan keimanan, brahmacari itu seperti batukarang yang tak gentar diterpa ombak sementara yang lain seperti sampah-sampah yang jutaan jumlahnya, mengikuti arus kemanapun ombak itu menghempaskannya.
teruskan usaha anda saudara Kidz. Selama ini andalah yang terus bertanya pada orang2, anda sendiri bagaimana? bagaimanakah pola pikir anda dan kepercayaan anda? maukah anda berbagi?
@all
Akhir kata saya ingin jelaskan pada semua kalau saya tidak fanatik menentang atau mendukung Balinisasi/Indianisasi/lain2. Saya melakukan berbagai pemujaan ala Veda india(spt Asanas, kirtan, dll) Saya juga akui dalam pemujaan bali itu ada beberapa yang perlu dikonsep ulang, tetapi saya tetap bisa menggunakan segala bentuk pemujaan itu untuk memuja tuhan sesuai dengan Veda. Kalau diantara kita ada yang berniat tulus meluruskan dharma, cobalah bedah ajaran itu, bagian mananya yang TIDAK sesuai VEDA SECARA UTUH, jangan berpikir ini tamasik/ ini satwik, dan hanya menganggap veda hanya Bhagavad Gita dan Srimad Bhagavatam saja. Dan bagian mana saja yang tidak sesuai, juga bagian mana yang netral, magsudnya yang tidak harus mengikuti standard India, tapi dapat dialternatifkan melalui local genius(seperti pakaian, arsitektur, musik).
Saya lihat pada komen @putratridarma alasan anti balinisasi (yang sangat dielu2kan dengan semangat seperti mau perang) adalah: Jijik.
(Saya tidak tau mungkin beliau punya dasarnya, yang jelas, dalam komen2beliau belum/kurang dijelaskan). Tentu saja Hal tersebut bukan alasan yang logis.
Juga untuk semua, ini hanya pendapat saya, tetapi saya melihat secara utuh dari tulisan dan komentar semua, yang menjadi masalah disini bukanlah upaya menanggulangi balinisasi di nusantara, tetapi bagaimana memasukkan indianisasi ke Nusantara!
wah, saya merasa ini ucapan saya yang paling tajam selama ini. tetapi alasan saya adalah agar teman2 menanggapi, baik panas/dingin. paling tidak dengan membaca itu teman2 memikirkannya juga. apa benar apa tidak. aya berharap teman2 bisa memberi solusi bagi semua.
Salam
@a_a
“…penafsiran saya ketiadaan kata utk Tuhan tidak berarti Sri Krisna tidak sayang pada yang biasa menyebut Tuhan, atau ISHWW…”
mudah2an saja benar seperti yang anda sebutkan, sebab selama ini yg saya pelajari dari aliran Vaishnava PASTI (baca:HARUS)mengarahkan umat Hindu sedunia untuk menyebut Tuhan adalah Krishna…”diperhalus” dengan 1000 nama suci tuhan.
trus kalau ada orang yang menyebut Tuhan dengan panggilan Lord Siva pastinya mereka dibilang orang yg tamasik, klo besoknya orang yg sama itu menyebut Tuhan adalah Sri Krishna mungkin secara spontan sudah jadi satvik lg menurut pengikut ajaran Vaisnava(weleh…weleh….).
“…inilah salah satu Lila Tuhan….”
jawaban yg PAS. lalu lila tuhan ada berapa sih? apa di Vaishnava aja ada lila Tuhan ya? klo di ajaran Brahma kumaris ada Lila ga ya?? di Siwaism ada Lila jg ga ya? gmn bentuk penjelasan masing lila2 itu ya?? berarti Lila yg benar tergantung ama produsernya donk (kek sinetron ajah..hihihi bcanda peace…)
“…matahari yang sejati bukan ada di bumi, tapi matahari itu ada di bumi juga, sebagai sinarnya, sebagai energinya, bahkan energi itu bisa kita simpan juga, bisa di ubah-ubah juga….”
analogi yg yahud (ehehe), penjelasan yg tetap saya lihat bahwa Tuhan Krishna terpisah dengan alam yg lainnya, hanya bayangan beliau yg sampai ke seluruh alam semesta, beliau sendiri berada di salah satu sudut alam semesta.
lain sekali dengan ajaran rival anda yang menunjukkan bahwa SEMUA ini adalah Siva, segala alam semesta `sesak` dipenuhi oleh Siva. seolah2 `mungkin` seluruh alam semesta yg maha dahsyat ini ada di perut Siva,lalu badan dan sesuatu diluar perut Siva ??? unexplainable, apalagi klo dicoba dibuat poster tatanan alam semesta `ala` sivaism, pasti ga bisa.
“…sastra paling benar sastra yang mana?…”
nah ini…ini yg saya tunggu…. tapi setelah saya baca malah dilanjtkan dengan kalimat seperti ini :
“….(menurut yg saya baca dari buku tulisan Haladhara Prabu),…”
sebentar dulu….sebelum saya lanjut baca penjelasan isi buku itu, pertanyaan saya buku ini sastra yg paling benar ya? jadi pandangan Haladhara Prabu ini susunan sastra yg benar ya??
ooo…ooo…..kok saya curiga lg kalau Haladhara Prabu ini aliran Vaishnava ya ?? (doh). kebanyaan egoism yg ditonjolkan, mencoba menunjukkan kekuatan sendiri dengan cara menjabarkan kelemahan orang lain sehingga kita terlihat kuat (doh).
maaf ya saya tanya2 aja kerjaannya, orang awam bgt, ga ngerti filosofis, yg sabar ya ngajarin saya, thanks.
Salam,-
@Sutha
saya sedih, kecewa, menyesal pada diri sendiri, karena anda sebut saya cerdas, dari semua yg anda komentari diatas sebagian besar saya setuju kecuali yg satu ini.
tentang dogma, maaf untuk semua teman2 diskusi disini, saya hanya belajar disini dan tidak pernah MAU menyalahkan apalagi mengajak kalian semua untuk ikut dalam kepercayaan saya. jalani saja apa yg anda sudah tekuni dengan baik dan jgn pernah berfikir untuk mencoba jalan lain, karna dengan jalan apapun, asal tekun kita akan mampu menujuNYA. Brahma? Wisnu (atau mungkin lebih enak disebut Krisna)? atau Siva???
untuk teman2 yg pengikut ajaran brahmaism tekuni ajaran anda sedalam2nya, untuk Vaishnava juga demikian tekuni dan pererat lagi kepercayaan anda di hati, dan Sivaism buat diri kita lebih larut lagi dengan ajaran ini, salah satu nya adalah dengan cara diskusi disini. jadi tidak ada motif `mission` disini. bukan kita yg menentukan orang lain itu benar/salah, bukan manusia, kalau dikaji lg sastra2 pun ditulis oleh manusia. mungkin karna itulah Sutha menyebut saya konsisten,iya andapun harus begitu dengan apa yg anda tekuni.
“…Selama ini andalah yang terus bertanya pada orang2, anda sendiri bagaimana? bagaimanakah pola pikir anda dan kepercayaan anda? maukah anda berbagi?..”
pola pikir saya?? kepercayaan saya?? berbagi?? nah disini lah sulitnya, kalau anda minta saya untuk berbagi, berbagi apa?? saya ga punya duit…(ehehehe bcanda). berbagi untuk apa Sutha ? berbagi untuk menunjukkan bahwa ajaran saya paling benar ?? berbagi menunjukkan bahwa semua harus ikuti cara saya??berbagi untuk menunjukkan bahwa sumber sastra saya yg paling benar?? ehe buat apa berbagi kalau hanya `konsumsi`nya hanya untuk dibuang?
tapi yg jelas saya disini adalah orang yg beragama (yang katanya namanya…) Hindu. karena menurut saya sesungguhnya tidak nama untuk agama yg luar biasa ini.
yeah sama seperti pertanyaan2 saya sebelumnya pada artikel ini (belum ada yg jawab sih…) Balinisasi jajah nusantara ?? atau nusantara yg ingin Balinisasi? ada ga ya artikel judulnya seperti ini “Indianisasi, awal kehancuran Hindu dunia” hmm..pasti menarik.
bali adalah tempat dimana tatwa,susila,dan upakaranya paling komplit sedunia (klo orang sadari sih…positif thinking tentunya) ada unsur India + Bali + Jawa + Cina … so rich, so beautiful, nah sekarang apa ?? BACK TO VEDA ? memangnya unsur yang saya sebutkan `kaya td` 100% menyimpang sehingga kita harus luruskan 100%??? hanya di bali Veda itu `diwarnai` dengan indah dengan warna-warninya….apa sekarang kita jadikan satu warna ??
indianisasi : Bhajan. balinisasi : kidung. ? menyimpang ajaran Veda kah ?? wake up…buka lg pikiran jgn fanatis sempit.
maaf kalau ada kata yg salah, sama2 kita belajar.
Salam,-
Assalamu’alaikum.
Maap rekan2, jika dirasa sy koment tidak pd tempatnya,,, membaca diskusi kalian di atas sy hanya bisa berucap lirih p,r,i,h,a,t,i,n.
Prihatin karena fenomena pengaku “pembaharu” ternyata hampir ada dlm setiap agama di negeri ini.
Prihatin krn pengaku pembaharu terkadang tidak mempertimbangkan tradisi para pendahulu yg tentu sudah berusaha keras utk tidak menafsirkan kitab suci scr ambigu.
Prihatin karena koment2 disini yg mungkin lebih bijak dari isi artikelnya sendiri tidak dimanfaatkan utk dijadikan bahan posting selanjutnya (banyak judul artikel disini yg “memancing” perdebatan, kirain cuman judulnya aja, eee tnyta isinya juga sekedar cari sensasi). Seharusnya, saran, kritikan, masukan dr rekan2 hindu bisa dijadikan pertimbangan utk membuat prequel “merekonstruksi hindu…jilid 2, 3 dst” eee,,, lha kok disusul dng artikel “balinisasi..”. Hal ini lebih kelihatan ke’ngotop’an ketimbang cari jalan tengah yg elegan.
Prihatin krn ternyata para pengaku pembaharu mengambil referensi kitab sucinya dari terjemahan bhs inggris (fenomena ini tdk saja melanda para pengaku pembaharu islam yg menyandarkan argumennya pd translate al-qur’an dan hadits berbahasa inggris, mengapa ? Ada apa ?).
Duh gusti, mengapa perbedaan ini terjadi ? Inikah takdirMU ? Inikah lilla(h)MU ? Btw, bagi rekan2 yg concern pd persatuan indonesia, yg perduli perdamaian dunia, mari sukseskan hari SUMPAH PEMUDA. Apapun yg terjadi jangan lupakan illahi, inilah tujuan qt yg hakiki.
Kritisi tidak serta merta menyalahkan, akan lebih bijak jika lebih pada mengarahkan.
Smoga bermanfaat.
Wassalam.
Assalamu’alaikum.
Eh ada yg salah di atas,,, ke’ngotot’an malah kutulis jadi ke’ngotop’an.
Membaca koment bli kidz sungguh adem,,, dan membuatku berkesimpulan bhw Ajaran Satvik bila disampaikan dng metode tamas n rajas PUN, akan melahirkan ajaran tamasik n rajasik.
Wassalam.
Assalamu’alaikum.
@ sutha
alhamdulillah sy dah bikin blog, walaupun. masih acak2an.
Dan mohon maap y, belum sempet kirim alamat email. Ntar deh, insyaallah saat posting artikel terbaru.
(ki piye tho, diwoco wong akeh malah ngobrol dw. Emange web iki mung kanggo sutha lan samaranji po py ? He..he.).
Wassalam.
@Kidz
Pertanyaannya banyak banget… tapi saya suka karena pertanyaannya tajam menandakan kecerdasan orangnya. Saya sangat suka diskusi dengan orang cerdas. Baiklah saya tanggapi satu persatu.
1. Tentang Vyapivyapaka Nirvikara: Jika Anda mengerti (lewat sadhu, sastra, dan guru) kalau Krishna Yang Maha Kuasa itu bisa “berekspansi” secara tidak terbatas, maka Anda tidak akan mempertanyakan istilah Vyapivyapaka Nirvikara untuk Tuhan Sri Krishna, karena Beliau berada di setiap atom ciptaanNya. Supaya tuntas tentang poin yang satu ini, saya sarankan Anda menggunakan metode inquiri (menemukan sendiri) jawabannya. Saya berikan beberapa kata kunci sebagai panduan untuk pencarian Anda: Karanodakasayi Vishnu, Garbhodakasayi Vishnu, Ksirodakasayi Vishnu, Bhagavan, Brahman, dan Paramatman (Roh yang Utama). Saran saya: tolong Anda cetak poster alam semesta lalu datang kepada Brahmana atau Brahmacari di Asram/tempel ISKCON.
2. Konsep muncul dan lenyapnya alam semesta ada dalam Bhg. Gita yang diistilahkan dengan siang hari Brahma dan malam hari Brahma. Dalam Bhagawad Gita sloka 8.17, 8.19, dan 8.20 berturut-turut Tuhan bersabda sebagai berikut.
sahasra yuga paryantam ahar yad brahmano viduh
ratrim yuga sahasrantam te ho ratra vido janah
Artinya:
Menurut perhitungan manusia, seribu jaman sama dengan kurun waktu satu hari bagi Brahma, malam hari Brahma sepanjang itu pula.
avyaktad vyaktayah sarvah prabavanty ahar agame
ratri agame praliyante tatraivavyakta samjnake
Artinya:
Pada awal satu hari Brahma, semua makhluk hidup diwujudkan dari keadaan tidak berwujud. Sesudah itu, bila malam hari Brahma mulai, sekali lagi mereka terlebur ke dalam keadaan tidak berwujud.
bhuta gramah sa evayam bhutva bhutva praliyate
ratry agame vasah partha prabhavaty ahar agame
Artinya:
Semua makhluk hidup terwujud berulangkali bila hari sudah siang hari Brahma, lalu dengan mulainya malam hari Brahma, mereka dilebur dalam keadaan tidak berdaya.
Catatan: Anda saya “haruskan” membaca penjelasannya juga. Silakan bandingkan pitutur Bhuwana Kosa dengan sloka-sloka tersebut.
3. Mengenai Srimad Bhagavatam dan kepuasan rohani Srila Vyasa Deva, saya mohon Anda jangan mengukur kepuasan beliau dengan ukuran kepuasan kita. Karena belas kasihan dari beliau maka Kitab Suci itu disusun. Beliau itu dikuasakan oleh Tuhan untuk menyusun Srimad Bhagavatam yang bagaikan minuman kekekalan. Beliau ingin mengajak kita pulang ke Planet yang tanpa penderitaan itu. Saya juga mohon Anda jangan “meminorkan” istilah ketidakpuasan atau kepuasan rohani dari beliau yang maha berkarunia.
Catatan: Mengapa tidak? Boleh kok ada perasaan tidak puas atau puas secara rohani. Tuhan sendiri bisa tidak puas atau puas secara rohani. Mengapa? Karena Tuhan itu Personal! Beda dengan konsep mayavadi yang impersonal yang mengagungkan kekosongan, jadi wajar tidak ada istilah puas atau kurang/tidak puas secara rohani.
4. Orang yang hanya menyembah dewa menyebabkan akan berulang-ulang menjelma, siapapun ia akan terperangkap oleh mayaku, apapun ia itu dewata, detia, manusia, demikian pula Brahma, Wisnu, Mahadeva kalaupun. mereka itu akan terperangkap oleh mayaku. Bagaimana ini?
Menarik sekali… Ini mampu meluapkan pengetahuan saya yang sangat terbatas. Yang pertama harus Anda terima adalah bahwa Dewa bukan Tuhan! Sebab jika Anda belum sampai pada pemahaman itu, sia-sialah perdebatan ini.
Agar lebih jelas, Bhagavad Gita oleh A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada bisa dijadikan rujukan yang otentik. Ada lima sloka yang relevan tentang Dewa bukan Tuhan. Berikut adalah sloka-sloka yang dimaksud.
Dalam Bhagavad Gita 3.11:
Para Dewa, sesudah dipuaskan dengan korban-korban suci juga akan memuaskan engkau. Dengan demikian, melalui kerjasama antara manusia dengan para Dewa, kemakmuran akan berkuasa bagi semua.
Dalam Bhagavad Gita 3.12:
Para Dewa mengurus berbagai kebutuhan hidup. Bila para Dewa dipuaskan dengan pelaksanaan yadnya, mereka akan menyediakan segala kebutuhan untukmu. Tetapi, orang yang menikmati berkat-berkat itu tanpa mempersembahkan kepada para Dewa sebagai balasan pasti adalah pencuri.
Dalam Bhagavad Gita 7.23:
Orang yang kurang cerdas menyembah para Dewa, dan hasilnya terbatas dan sementara. Orang yang menyembah para Dewa pergi ke planet-planet para Dewa, tetapi orang yang menyembah-Ku pergi ke planet-Ku yang paling tinggi.
Dalam Bhagavad Gita. 9.23:
Orang yang menjadi penyembah Dewa-Dewa dan menyembah Dewa-Dewa itu dengan penuh kepercayaan, sebenarnya mereka menyembah-Ku, tetapi mereka berbuat demikian dengan cara yang keliru.
Dalam Bhagavad Gita. 9.25:
Orang yang menyembah para Dewa akan dilahirkan di tengah-tengah masyarakat Dewa, orang yang menyembah leluhur kembali ke alam leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan di tengah-tengah mahluk seperti itu, dan orang yang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Ku.
Dari sloka-sloka di atas, sangat jelas perbedaan antara Tuhan, para Dewa, bahkan sampai leluhur, dan hantu/roh halus. Dengan demikian, umat Hindu semestinya tidak keliru dalam “menyerahkan diri”.
Yang kedua, setelah Anda membedakan antara Tuhan dan Dewa, silakan bertanya tentang Vishnu Tatva. Anda harus mengerti kalau hanya Krishna yang Ketuhanannya 100%, sedangkan yang lain: ekspansi-ekspansi Krishna (Vishnu Tatva) berkisar 90-an%. Lalu di bawahnya ada Dewa Siva, sedangkan Dewa Brahma persentase Ketuhanannya jauh di bawah itu. Ini adalah kesimpulan para Acharya Veda. (sekali lagi bawalah poster alam semesta sebagai media untuk memudahkan pemahaman Anda) Datanglah kepada para senior. Maaf pengetahuan saya sungguh terbatas mengenai topik ini.
5. Kisah Sankaracharya ini pasti ditulis oleh orang-orang Vasinava juga ya? Itu ada dalam Veda bung! Yang menuliskannya tentu seorang penyembah murni Tuhan. Karena itulah maka penulisannya sempurna. Penyembah murni Tuhan inilah Vaishnava murni!
6. Tentang guru: saya sangat malu berkomentar. Makanya saya harus berlindung di balik kata-kata penyembah senior. Menurut para penyembah senior, seseorang yang mendapat karunia guru adalah karena karma dan juga kesungguhan doanya. Berguru kepada seorang guru harus sreg. Kalau tidak yakin ya nggak usah jadi muridnya, gitu aja kok repot! Guru kerohanian yang bonafide itu wakil Krishna. Assesornya bisa Krishna, atau wakil Krishna yang lain. Jika ada guru yang bukan wakil Krishna berarti itu bukanlah guru. Dia mungkin penipu. Anda berandai-andai secara keliru. Jika anda benar-benar tulus memohon kepada Krishna, apa menurut Anda Beliau tidak memberi? Beliau Maha Pemurah Bung! Tapi apa Anda yakin bisa tulus memohon kepada Beliau? Kalau saya terus terang saja belum mampu polos dalam berdoa.
Hey…! Anda selalu saja mengulang-ulang tentang dosa. Sekalian saja lengkapi tentang memburu pahala karena kan itu pasangannya. Jika begitu ujung-ujungnya akan bicara surga dan neraka seperti rumpun agama abrahamik.
7. “…karena sastra yang mengatakan begitu, karena sadhu yang mengatakan begitu, dan karena guru yang mengatakan begitu…..” ini…ini yg bikin bingung. sadhu akan berbicara sesuai guru, guru akan berbicara sesuai sastra. lalu sastra ? yang mana ?
apakah sastra yg paling benar adalah sastra yg dibuat oleh kaum Vaishnava saja ? kalau iya lg2 Hindu Egois saya liat.
He he he wajar anda bingung… karena anda menganut filsafat impersonalis. Saran saya, tinggalkanlah itu. Maka Anda tidak akan bingung lagi. Sastra yang benar memang harus disusun oleh Vaishnava Agung (penyembah Tuhan yang agung). Jadi apanya yang jadi masalah? Apa anda pikir para Dewa, termasuk Brahma dan Siva itu bukan Vaishnava? Kalau anda berpikir begitu anda sudah berdosa! Nah… barulah saya menyebut berdosa he he he. Bung, Dewa siva itu adalah Vaishnava paling agung! Sehingga ada kalimat: Vaishnava yatha sambhu.
7. Mengenai nama suci Tuhan, begini: Tuhan kan Maha Penyayang, jadi Beliau dipanggil apapun oleh penyembahnya yang berbhakti dengan tulus, Beliau pasti senang. Sebutan harus dilandasi bhakti. Itu yang penting. Mau Sanghyang Widhi, Sanghyang Embang, Sanghyang Gede, Sanghyang Tegeh, atau Sanghyang Cenik. apa masalahnya? Yang menjadi masalah adalah apakah hati anda (dan saya juga…) sudah polos dan bisa mencintai Tuhan? Nama-nama boleh berbeda. Tapi ingat koridornya harus Personalitas. Jadi kalau menyebut Ida Sanghyang Widhi, harus ada wujud atau personNya!
Pertanyaan saya:
1.Mengapa Dewa Siva di banyak arca/fotonya Beliau memejamkan mata padmanya (bermeditasi)? Beliau bermeditasi kepada siapa ya?
2.Mengapa ada sejarah “Siva Nataraja”? Mengapa Siva menari sampai-sampai tariannya mengguncang alam semesta?
Sekian komentar saya. Jika saya keliru, itu karena kebodohan saya semata. Bukan karena filsafat Vaishnava.
Dandavat…
@a_a
He he he… teman-teman semua, saya senggaja menggunakan diksi yang agak “kasar” untuk membuat teman-teman bergairah dalam berkomentar. Saya bukannya tidak sadar kalau diksi yang saya gunakan itu terkesan berangasan. Sekali lagi saya sengaja… Jadi kalau ada yang merasa tidak nyaman, ya silakan komentar di sini. Setelah itu selesai, di luar kita saling sujud. Namanya debat, kalau tidak semangat gak menarik.
@samaranji
Salam kenal… makasih atas sentilannya. Ajari saya tentang kebijaksanaan ya…
@sutha
Saya orang Bali lho… saya tidak anti Bali. Saya hanya ingin agar yang keliru diluruskan itu aja. Untuk meluruskannya tentu Veda yang digunakan. Menurut Veda (otoritas), bukan menurut kata-kata saya.
dandavat…
@putratridharma
terima kasih atas diksi yg agak kasarnya (hihihi…) sehingga anda memang terlihat militan yg tidak pernah mau melihat keluar.
ehem…ok saya mulai belajar lg ya dari anda 😉
1. point ini kok saya malah disuruh bikin poster ?? tuhan ada dimana2 kan sudah jelas kan maksudnya ?? ada dimana2 kok dibatasi poster lg ?? ato jgn2 ada dimana2 (ekspansi) sebatas gambar di poster ?? seperti yg saya sebutkan pd komment sebelumnya kalau di siva sidhanta tuhan ada dimana2 ya… artinya ada di mana,lalu buat apa poster ?? sederhan aja berfikir.
2. saya sih uda bandingkan…cuman kalau saya paparkan disini bentuk pembandingnya…. kayaknya harus permisi dulu deh sama Ngarayana,alnya banyak bgt penjelasan tentang alam semesta dan isinya dijabarkan di bhuana kosa (bhuana agung dan bhuana alit) dalam section Brahma Rahasyam…
3. “…Tuhan sendiri bisa tidak puas atau puas secara rohani…”
berarti… kita sekarang lahir, hidup, berbhakti kepada Tuhan hanya untuk `memuaskan` beliau ya ?? berarti secara rohani beliau bisa puas oleh bhakti manusia ?? kok beda ya dengan konsep manusialah yang menyelamatkan dirinya sendiri untuk menuju kelepasan, jd tidak ada sangkut pautnya dengan kepuasan pihak manapun, yang mana nih yg mayavadi ??
4. “…. setelah Anda membedakan antara Tuhan dan Dewa, silakan bertanya tentang Vishnu Tatva….”
lagi2 satu sumber yg sudah amat paling otentik.
“…Anda harus mengerti kalau hanya Krishna yang Ketuhanannya 100%, sedangkan yang lain: ekspansi-ekspansi Krishna (Vishnu Tatva) berkisar 90-an%. Lalu di bawahnya ada Dewa Siva, sedangkan Dewa Brahma persentase Ketuhanannya jauh di bawah itu….”
weleh…weleh….. inilah penjabaran kekuatan Tuhan lengkap dengan persentasenya (baca:akurat) wow….amazing, tapi kan anda suruh saya tanya di vishnu Tatva SAJA, yg lain gimana ?? brahma tatva? siva tatva ?? apakah pelevelan kekuatan tuhannya sama dengan di vishnu tatva ?? oh ya saya lupa kalau anda menyebutkan sastra selain bernafaskan Vaishnava adalah aliran sesat (mayavadi),
oh ya…ya..ya…. saya mulai mengerti jalan pikiran anda.
5. “…Penyembah murni Tuhan inilah Vaishnava murni! …”
ada Vaishnava ga murni jg ya ? anda termasuk mana ? (hihihi…)
orang buta yg pegang ekor gajah….kesimpulan terakhirnya adalah gajah = berbentuk ekor TITIK, dan tidak boleh diganggu gugat, itu adalah anda (menurut saya sih,mudah2 saya salah…ups)
6. “…Jika anda benar-benar tulus memohon kepada Krishna, apa menurut Anda Beliau tidak memberi? Beliau Maha Pemurah Bung! ..”
ya mana saya tau, kan selama ini kalian yang tau tentang itu, dan saya tidak ada bilang kalau Krishna tidak Maha Pemurah, coba cek lg komentar saya sebelumnya (kali ini pake nafas yang teratur jgn ngosh2an).
“…Jika ada guru yang bukan wakil Krishna berarti itu bukanlah guru. Dia mungkin penipu…”
saya garis bawahi kata “mungkin” yg anda sebutkan, karena saya juga akan pinjam istilah anda pada kalimat : “mungkin” guru lain itu menyebut guru wakil Krisna penipu ?? bolehkah seperti itu ?? saya tau jawaban anda, ehehe.
7. “…Sastra yang benar memang harus disusun oleh Vaishnava Agung (penyembah Tuhan yang agung)…”
waduh…… ini saja ya yang diajarkan didalam hare krishna ?? ck…ck…ck… klo bole saya saran gini aja “bung”, coba suruh ISKCON dunia untuk mengerahkan umat se-dharmanya, trus berdoa setulus2snya dan mohon kepada Sri Krishna dalam aspeknya Maha Pemberi untuk sekiranya Beliau `sudi` hadir di tengah2 manusia di dunia dan mohon kepada beliau agar menulis Veda di hadapan kami semua, sehingga sudah pasti seluruh umat manusia akan mengikutinya, jadi ga perlu lg keotentikasiannya, kan uda ditulis langsung oleh Tuhan,bukan maharsi (manusia) yg terbatas. kan sesuai sekali dengan harapan anda bukan ??
8. berikutnya urutannya nomor 8 bung! (ikuti gaya bahasanya,hihihi) hmm… mengenai nama kok anda tidak se-strict yg lainnya ?? misalnya sastra memang harus dari vaishnava.
ok boleh saya mengucapkan nama Om Nama Siva ya dengan tulus ikhlas dan dengan kesadaran wujud beliau yg tak berwujud ?? dan tak bertempat tinggal ?? ah pasti anda bilang salah,atau keliru, atau apalah, ehe its okey,hey its just debat.
di Vaishnava konsep pemujaannya sudah pasti Satvik, yg paling mulia. bandingkan dengan aliran rival anda :
Siva sidhanta dikenal konsep Tri Purusha (siva, sadha siva, parama siva). siva -> pemujaan tamasik, Sadha Siva -> rajasik, parama siva -> satvik. kok saya liat lebih komplit ?
Vaishnava :posisi Tuhan digambarkan seperti Poster alam semesta, yg paling tertinggi adalah planet rohani.
Siva Sidhanta :siva -> ada di bhuana alit, Sadha siva -> ada di alam semesta (bhuana agung), parama siva -> unxeplainable.
sekali lg cuman bahan perdebatan(masalahnya harus pembandingan).
oh ya ada pertanyaan ya ? saya coba jawab ya (ngawur jgn marah…saya kan masih dalam tahap pembelajaran/bego)
1. siva bermeditasi ? jawabannya tergantung point of view, klo anda bilang siva bermeditasi kepada Krishna, jawaban saya disini adalah Siva tidak memejamkan mata (saya saran anda untuk cek lebih teliti gambar2/arca2 siva) beliau melihat ujung hidungnya (saya lupa istilahnya maaf) tujuan meditasinya diarahkan kepada seluruh ciptaanya, pemujanya, dan alam semesta (maha pengasih) sama seperti anda bilang Tuhan itu sayang bgt sama kita.
2. Siva Nataraja ? kayaknya arah pertanyaan anda ada di kalimat “Siva menari sampai-sampai tariannya mengguncang alam semesta”
maksud anda mengguncang ini apa ?? menghancurkan ? merusak ? ato apa ? pertanyaannya ga jelas,gmn mau jawab. ;p
kok lama kelamaan saya merasa perdebatan (dengan anda) semakin lama semakin ga perlu saya rasa, tidak ada pembaharuan yg saya liat, yeah hanya emosional dan prinsip militan yg kaku. tapi inilah proses pembelajaran, terima kasih kommentnya.
Salam,-
@Kidz
Maaf kalau kata-kata saya banyak menggunakan: Saya sarankan… bahkan ada yang menggunakan “saya haruskan”. Ketika saya menuliskan itu, saya tersenyum karena saya pikir itu biasa dalam gurauan. Saya juga pikir kalau Anda itu dewasa jadi bisa menangkap gurauan saya yang “ngotot”. Eh nggak tahunya Anda merasa terganggu…
Saya sudah katakan kalau Anda belum membedakan antara Dewa dengan Tuhan maka sia-sialah perdebatan ini karena itulah pangkal permasalahannya.
Saya meminta Anda untuk melihat poster bukan berarti Tuhan itu dibatasi oleh poster. Di sini poster yang saya maksudkan adalah sebagai media. Bisa juga saya katakan sebagai peta alam semesta. Semuanya tergambar dengan jelas. Saya sebenarnya ingin agar “kalimat Tuhan ada di mana-mana” mendapat penjelasan lebih lanjut: ada di mana-mana kayak apa? Bagaimana wujud Tuhan? Nah, peta (poster) itu menjelaskan susunan planet. Posisi dewa gimana. Dari mana Brahma diciptakan, di mana posisi pemimpin para Vaishnava (Dewa Siva) bermeditasi. Tapi Anda tidak mau ya… saya tidak memaksa. Kan awalnya memang Anda yang bertanya…
Kalau mau nulis penjelasan tentang alam semesta dan isinya dijabarkan di bhuana kosa (bhuana agung dan bhuana alit) dalam section Brahma Rahasyam, saya pikir itu sangat bagus. Buatlah artikel tentang itu. Saya siap untuk membacanya. Saya pikir kalau minta izin sama Prabhu Ngarayana untuk “meminjam sementara” web ini, akan diizinkan.
Iya, Tuhan Sri Krishna itu bisa puas secara Rohani karena Beliau itu Personalitas! Anda mengatakan: kok beda ya dengan konsep manusialah yang menyelamatkan dirinya sendiri untuk menuju kelepasan, jd tidak ada sangkut pautnya dengan kepuasan pihak manapun, yang mana nih yg mayavadi? Jadi menurut Anda manusia itu menyelamatkan diri masing-masing menuju kelepasan? Anda tidak bergantung kepada karunia Tuhan? Ohhhh… pantas saja begitu karena cita-cita impersonalis adalah menyatu dengan Tuhan, dengan kata lain kalau sudah mencapai kelepasan akan menjadi Tuhan! Jangan-jangan sekarang Anda sudah merasa menjadi “CALON TUHAN” he he he saya baru mengerti jalan pikiran Anda…(bercanda bro)…
Untuk berbicara tentang Vishnu Tatva, memang harus sudah membedakan antara Dewa dengan Tuhan.
Kesimpulan mengenai persentase Ketuhanan itu bukan mengada-ada, para acarya veda tentu sudah menghitungnya dengan matematika rohani berdasarkan petunjuk Veda.
Mengenai Vaishnava (penyembah Tuhan) yang murni dan tidak murni memang ada penggolongan seperti itu. Ada tingkatan kanista, madya, dan utama. Nah, yang utama inilah yang murni.
Orang buta yang memegang ekor gajah terus menyimpulkan bahwa gajah seperti ekor itu? Saya tidak mau begitu. Sudah buta bodoh lagi. Kenapa dia tidak mau meraba yang lain? Jangan marah kalau saya luaskan pertanyaannya: Kenapa Anda tidak mau menggunakan poster sebagai media untuk memahami yang lebih luas? Jawabannya karena Anda seperti orang buta yang he he he becanda lagi….
Jika anda benar-benar tulus memohon kepada Krishna, apa menurut Anda Beliau tidak memberi? Beliau Maha Pemurah Bung! ..” Saya mengomentari kayak itu karena Anda berandai-andai. Anda kan bilang, andai Anda sudah berdoa dengan tulus terus Krishna memberi guru lain… Kalau Krishna tidak menjawab doa tulus penyembahnya, berarti Krisna bukan maha pemurah. Itulah sebabnya saya tegaskan Krishna maha pemurah, karena andai-andai Anda keliru.
Guru kerohanian memang wakil Krishna (Tuhan). Jika ada guru kerohanian bukan wakil Tuhan: mungkin wakil hantu alias penipu. Saya ingatkan kembali dan tolong dipahami kalau Siva itu adalah Vaishnava dan beliau guru Vaishnava yang paling agung.
Sastra yang benar memang harus disusun oleh Vaishnava Agung (penyembah Tuhan yang agung)…” waduh…… ini saja ya yang diajarkan didalam hare krishna ?? ck…ck…ck… klo bole saya saran gini aja “bung”, coba suruh ISKCON dunia untuk mengerahkan umat se-dharmanya, trus berdoa setulus2snya dan mohon kepada Sri Krishna dalam aspeknya Maha Pemberi untuk sekiranya Beliau `sudi` hadir di tengah2 manusia di dunia dan mohon kepada beliau agar menulis Veda di hadapan kami semua, sehingga sudah pasti seluruh umat manusia akan mengikutinya, jadi ga perlu lg keotentikasiannya, kan uda ditulis langsung oleh Tuhan,bukan maharsi (manusia) yg terbatas. kan sesuai sekali dengan harapan anda bukan?
Komentar saya tentang hal yang di atas: Lama-lama Anda semakin tampak seperti orang buta yang Anda contohkan itu ya…. Baiklah nggak apa-apa: Anda berbicara keotentikan. Menurut Anda Veda yang mana yang otentik? Dalam Vaishnava sih jelas suksesi penurunan Veda itu melalui guru parampara. Jadi tidak ngawur, asal tahu bahasa sanskerta sudah bisa nulis ulasan Veda. Nggak begitu bro… ada kualifikasi yang harus dipenuhi. Kalau Cuma bermodalkan kesarjanaan material tidak dihitung bro… itu harus dilengkapi dengan kualifikasi rohani. Saya sungguh tidak habis pikir: Anda memberi saran untuk menghadirkan Krishna Kayak itu. Tahukah kalau Anda itu seperti Dr. T. Kovoor yang mengingkari adanya Tuhan. Dalam debat, T. Kovor meminta para penyembah ISKCON untuk menghadirkan Tuhan supaya dia bisa percaya. (Silakan baca buku Kehidupan Berasal dari Kehidupan) di bagian belakang ada perdebatan. Permintaan Dr. T. Kovoor mirip dengan saran Anda itu.
Mengucapkan nama Om Nama Siva ya dengan tulus ikhlas dan dengan kesadaran wujud beliau yg tak berwujud ?? dan tak bertempat tinggal ?? ah pasti anda bilang salah,atau keliru, atau apalah, ehe its okey,hey its just debat.
Komentar saya: Siva adalah penyembah Tuhan Paling agung. Beliau adalah pemimpin para Vaishnava. Beliau berwujud dan ada tempat tinggalnya. Itu saja, saya tidak berani berkomentar tentang Beliau terlalu jauh. Saya takut melakukan aparada terhadap Vaishnava paling Agung itu. (Oh Sivaji… hamba sujud dan berdoa kepadamu, berkarunialah kepada hamba).
Bro Kidz… jika anda mengaku memuja Siva, maka anda semestinya berusaha memahami Siva tatva kepada guru yang bonafide. Dan perlu anda tahu, bahwa para Vaishnava di seluruh alam semesta pasti sujud dan hormat kepada Sivaji. Tidak ada yang berani berandai-andai tentang Beliau.
1.Sivaji bermeditasi? Logikanya (kalau pake logika…) sudah pasti ada objek meditasinya: yaitu Krishna sebagai junjungannya. Beliau memang terkenal sebagai meditator paling ahli.
2.Siva Nataraja? Sayang sekali lila yang paling indah Dewa Siva anda belum pernah baca. Bro… Deva Siva sangat menginginkan karunia berupa prasadam dari Krishna. Lama sekali Beliau menanti, sampai akhirnya keinginannya terkabul. Begitu Beliau memakan sebiji prasadam tersebut, Beliau diliputi kebahagiaan Rohani yang luar biasa. Kemudian beliau menari dalam kebahagiaan rohani. Tarian ini mengguncangkan alam semesta. Kisah selengkapnya silakan cari sendiri. Prb. Ngarayana pasti punya.
Kalau anda merasa perdebatan ini tidak berguna, saya mohon maaf sebesar-besarnya karena tidak mampu membawa perdebatan kearah yang berguna. Pengetahuan saya sangatlah terbatas. Kepada komentator yang lain saya juga minta maaf.
Dandavat….
@putratridharma
maaf saya hanya mulai melihat ketidak konsistenan anda, pertama komentar anda sangat menjunjung tinggi kode etis, sehingga kadang anda merasa tidak etis untuk menjawab, kemudian tiba2 anda sengaja menggunakan diksi kasar agar lebih semangat debatnya, lalu tiba2 anda tersenyum dengan mengganggap kalimat, “saya sarankan” atau “saya haruskan” merupakan gurauan yg biasa di kalangan orang yg dewasa. Maaf saya emang masih kecil (nick saya aja Kidz ) 😉 jd ga ngerti yg mana gurauan yg mana bukan gurauan, soalnya anda tidak konsisten saya liat, ya mungkin saya yg salah liat.
Nampaknya pilihan saya tepat dengan memilih ajaran sivaism sebagai pembanding debat dengan anda, sebab keliatan sekali anda jd semangat debatnya, terlihat dari kata2 anda : harus pake vaishnava, harus assesor krishna, harus sastra dari kalangan vaishnava, vaishnava tertinggi (agung) yg lain penipu…..hhmm… ya emang sayanya aja yg bego ya ga ngerti ini gurauan ngotot ato bener2an (bingung saya….). Saya emang orang buta, dalam hal kerohanian, makanya saya belajar, salah satunya debat dengan anda, dengan tujuan saya dapat berusaha memahami bahwa gajah bukanlah ekor saja, bukanlah belalai saja, bukanlah badan saja, …. dst nya, tp belajar dari anda saya melihat bahwa gajah itu ya… salah satu bagian tubuhnya saja.
Dari awal kan saya bilang kalau disini kita tidak ada mission apa2, ato kepentingan apa2 kecuali belajar untuk mendalami kepercayaan masing2. mudah2 an anda lebih bijak lg dan tdk tersinggung dengan pertanyaan2 bodoh saya ke anda.
Kalau bole saya komentar, berbicara masalah konsep ketuhanan memang benar kita harus mengacu pada sumber sastra, veda. Saya akui veda adalah kebenaran, bhagavat gita jg nyanyian tuhan,secara universalnya…Nah skrng tergantung kita mencarinya, jika start awal mind set kita adalah vaishnava maka veda akan terlihat krishna. Jika start awal pikiran kita sivaism, veda terlihat siva.
berbicara sastra, kita harus tarik benang merahnya, sebelumnya saya tanya, kenapa kesusastraan, cerita2, purana yg berbau non vaishnava tidak terlalu terpublikasi di dunia?? Kalau menurut saya ini tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan, contoh di indonesia, jika seorang raja pemuja visnu, semua hal yg berkaitan dengan siva (pendeta, dogma,kesusastraan)dihapuskan, atau setidaknya diletakkan di bawah visnu, lalu ajarannya disebarkan ke masyarakat. Begitu juga sebaliknya.
Saya tanya ke anda, di bhagavat gita ada petikan seperti ini kan: orang bodoh yang tidak memahamiKu akan mengejekKu. Pernahkah anda kros cek ke kesusastraan aliran lain?? Apakah ada jg petikan seperti itu?? Ada bung!. Wajar kan akhirnya saya berpendapat kalau semua sama saja, masalahnya sekarang siapa yg lebih suka gembar gembor. Otomatis nanti akan terjadi spekulasi2 yg show power off. Di bali ada istilah lontar tertinggi adalah lontar tanpa sastra, saya tidak paham betul maksudnya, mungkin anda yg lebih bijak mampu mengupasnya untuk saya? Vaishnava akan menurunkan ajaran ketuhanannya, sivaism jg menurunkan ajaran ketuhanannya, di vaishnava ada konsep, di sivaism jg ada konsep. anda bilang konsep dewa beda dengan tuhan?? Anda benar sekali, sayang anda kekeuh di konsep vaishnava saja, siva adalah pemimpin para vaishnava?? Ya kalau mengacu sastra vaishnava, bagaimana kalau acuannya sivaism?? siva malah dikatakan berwujud visnu,brahma,mahadeva. lalu mana yg benar??
Pendapat saya anda setarakan dengan seorang Dr.?? Waduh jadi tersandung saya, ehehe…. Ya spekulasi Dr-Dr seperti itu pasti muncul akibat ke kekeuhan oknum vaishnava. Kalau anda mau jujur, dengan satu tujuan yaitu mendalami apa yg anda yakini, anda harus siap uji dan masuk ke aliran lain, pelajari dan sekali lg untuk mendalami ajaran anda at the first place.
Sekali lg dalami apa yg anda yakini dan jgn sekali2 (dengan berbagai metode apapun) untuk mengajak orang masuk ke kepercayaan anda, kecuali orang tsb menginginkan dengan sendirinya.
Oh ya anda jg td mengajarkan saya tentang guru yg bonafide untuk belajar siva tatva, nah mentok lg masalah disini, tolak ukur bonafide kita semua tidak sama, karna hati yg berbicara, anda pasti bilang, guru yg mengajar siva tatva yg assesornya krishna yg bonefide, ya kan?? Ehehe….
Bagaimana perasaan anda kira2 kalau seandainya saya bilang : anda harusnya belajar ke guru yg bonefide tentang ajaran visnu tatva yg berasesor Siva. (ini asli bercanda…ehehe).
Anda pasti masih menganggap siva adalah dewa, iya diobrak abrik dimanapun di vaishnava siva mentok adalah dewa. Nah di sivaism?? Sama ternyata, siva adalah deva, TAPI, tidak itu saja, siva jg dewanya para dewa (sada siva) siva adalah tuhan (parama siva). Terlalu banyak hal vaishnava yg saya baca di web ini, ya maaf klo saya `nodai` dengan sivaism, kan debaat….?!.
Anda bilang veda otentik harus dari garis keturunan perguruan yg jelas, at the end pasti anda bilang, rsi yg pertama kali menerima wahyu langsung dari tuhan, sudah pasti asli tuh vedanya!! Saya tanya rsi dari parampara itu tuhankah?? Trima wahyu langsung dr tuhan lalu clearly tanpa cacat (tanpa terpengaruh panca tanmatra) menulis veda otentik sehingga hasilnya adalah veda = krishna ?? Sah2 saja…….
Tentang dua pertanyaan td saya bs jawab kok, makanya sebelum saya jawab, saya tanya dulu ke anda, anda maunya jawaban apa? jawaban dari kaum vaishnava atao bukan?? Itu yg penting dulu, baru saya jawab. Dan tampaknya no 1 sudah saya jawab dari kedua sisi, no 2 saya masih tangguhkan karena ingin tau keinginan anda dulu.
Mari kita sama2 belajar. salam,-
diskusi disini tampaknya jadi diskusi 2 orang saja, hehe…. mana nih tema balinisasi-nya?
@a_a
ayo join aja…. gpp kok biar jadi 3 orang,
tentang Balinisasi?? tuh ga ada yg respon pertanyaan saya pada comment sebelumnya tentang balinisasi, responnya malah ke arah yg lain OOT deh, tp OOt uda biasa di web ini kok yg penting arah debatnya jelas (hihihi…)
Salam,-
kita coba balik ke tema balinisasi yah, sebagaimana yg di tulis bro ngarayana dikuatkan lagi oleh pendapat mas sutha pada komentar pertama. bro ngarayan juga menyampaikan istilah indianisasi yg kurang lebih artinya menjadikan seperti di India.
Balinisasi dan Indianisasi, ke-duanya rasanya ga pas diterapkan di Indonesia. kenapa, karena masing-masing memiliki local geniusnya. rasanya lebih nyaman dan aman jika terjadi akulturasi antara keduanya.
contohnya pura di bekasi ada arca Sri Ganesha, demikian juga Pura G.salak, pura rawamangun yang pernah di kunjungi oleh Srila Prabupad (acarya ISKCON) juga ada arca Sri Ganesh dan arca Ibu Dewi Saraswati. Pura di pekanbaru di dalamnya juga terdapat berbagai arca yang mengingatkan pada Mandir India. Bahkan,.. pura di batam terdapat mandir di dalamnya.
di Kuil ISKCON gianyar terdapat padmasana, di kuil ISKCON tabanan malah ada pura kecil di dalamnya dan ada pula arca Sri Ganesh dan Hyang Siva. Di Sai Mandir Denpasar juga ada pura di dalam mandir.
tidakkah ini membuktikan sesungguhnya Hindu Bali dan Hindu India dapat berdampingan, karena sesungguhnya kita sama-sama Hindu!
Salam teman2 sedarma. Saya punya pandangan saya sendiri tentang bali, kalau sebenarnya budaya bali itu, walau sekarang kurang disenangi, sebenarnya terbentuk dari niat baik. sejauh ini sedikit yang mengungkapkan ini, jadi saya coba menjelaskan pendapat saya
Budaya bali adalah bentuk dari didikan tegas pemuka2 agama jaman dulu. Bagi brahmana2 itu, bali adalah benteng hindu terakhir kalau2 hindu2 di nusantara telah hancur, bali akan tetap bertahan. terbukti selama beberapa kali nusantara kedatangan orang asing, Bali yang paling pasti jadi yang paling sulit, paling sedikit dan paling terakhir terkena dampak. Contoh: Majapahit, cina, muslim, belanda, jepang.
Karena penekanannya lebih kepada eksistensi, maka mungkin sekali yang lebih banyak ditekankan adalah dogma dan sedikit sekali dijelaskan jnana-nya(tetapi bukan tidak ada, cuma tidak dijelaskan). mungkin kalau ada yang bertanya, rsi2 bali dulu hanya bisa berkata “ya lakukan saja dulu, nanti di masa depan baru kelihatan hasilnya.” walaupun itu jelas2 termasuk upaya pen-dogma-an, tetapi hasilnya positifnya dapat kita lihat jelas.
Kini ketika waktunya sudah tepat, penduduk asli nusantara mulai mempertanyakan hindunya, maka di bali lah mereka mencari. sebenarnya kalau kita meneliti dengan benar(dan mendengar dari orang bali yang benar), bali itu bukan budaya asing/baru. budaya bali itu justru berasal dari seluruh nusantara. Semua budaya bali berasal dari luar(dengan sentuhan local genius). sekarang tinggal bagaimana kita mencari.
ternyata ada juga orang2 luar bali yang sengaja mengadopsi ajaran hindu bali, tetapi jarang terekspos, kalau orang bali bikin onar pada kepercayaan daerah lain lebih ironis, jadi lebih hangat dibicarakan.
tetapi dari keberhasilan tentu mendatangkan kesombongan sedikit ataupun banyak. hal itulah yang melanda orang2 bali yang melebarkan sayap ke jawa. hal itu memang benar2 terjadi. jadi saran saya boleh saja menggunakan budaya bali jika masih mencari jati diri, tapi kalau jati diri telah ditemukan, tinggalkan saja budaya bali itu, daripada melakukan 2 budaya yang belum tentu sejalan.
Pengamalan Veda di seluruh dunia tidak harus sama, malahan pasti akan berbeda.
wah pemikiran bli sutha bahwa Bali Benteng Terakhir bagus sekali,saya kagum bli berpikir sampai kesana… tapi masih bisa diperdebatkan juga bli. sebab jika hanya dogma tanpa tattwa yg cukup bagaimana bisa bertahan? bagaimana bisa menjawab pertanyaan ini itu? jika tak bisa menjawab bagaimana bisa mempertahankan keyakinan? tapi bukan ini sih inti permasalahan-nya, hehe.
btw, keberhasilan yg bli maksud yg mana yah, yg membuat ada orang2 bali yg melebarkan sayap (budaya bali) nya?
terus maksud melakukan 2 budaya itu apa?
trims Bli…
@putratridarma
Bagi saya Shiva itu tuhan
@Kidz
lanjut bro, sebisa saya, saya akan menyimak
@samaranji
Blognya sudah saya kunjungi beberapa kali. udah bagus tinggal sosialisasi bro. kan ada blog mbak fitri, mas whedul, dll.
Sekali2 tulis yg berhubungan dgn materi disini, trus kasi deh link back biar kita2 disini bisa membandingkan dengan tulisan di blog mas Sam.
@a_a
bangga saya komen saya dibahas! maaf kalau saya terlihat plin-plan antara membela dan mengiyakan. tidak apa2 khan?
@bli sutha, gpp… mau jungkir balik juga ga pa pa, hehe….
@Bli sutha, samaranji
bole tau alamat blognya mas samaranji?
@a_a
Itulah masalahnya bli. maka saya katakan kesombongan itu muncul.
kesombongan kan hanya muncul ketika kita mencapai sesuatu tanpa memahami pengetahuan/makna dibalik kesuksesan kita.
@all
mari kita simak lagi petikan artikel diatas
” ….Parisada Hindu Dharma Bali berubah nama menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Dengan demikian mulai saat itu organisasi Hindu yang awalnya hanya bertujuan menaungi Hindu Bali tumbuh menjadi organisasi berskala nasional. Akibatnya, di berbagai daerah di Indonesia mulai banyak tumbuh bermunculan kelompok-kelompok masyarakat yang mengklaim diri mereka secara resmi sebagai Hindu. Bahkan di daerah Solo dan Klaten, muncul tokoh Jawa yang terang-terangan memasang pengumuman yang berisi ”lowongan” masuk Hindu. Lowongan ini ternyata mendapat sambutan yang sangat antusias dari masyarakat setempat kala itu, sehingga jumlah pengikut Hindu membludak bak jamur yang tumbuh di musim hujan…..”
pada awalnya, pada artikel yg disampaikan diatas saya tidak melihat adanya unsur pemaksaan dari pioneer orang2 Bali pada masyarakat hindu nusantara. bagaimana dengan teman2 ?
kenapa mereka (nusantara) menggunakan balinisasi? mungkinkah karena mereka beranggapan bahwa balinisasi telah berhasil menjadi pelopor bangkitnya hindu di nusantara? sehingga mereka beranggapan orang2 bali (yg merupakan mix dari majapahit) telah berjasa buat mereka ??
“…Dalam perkembangannya, ternyata Hindu dari etnis Bali-lah yang lebih memegang kendali. Parisada Hindu Dharma Indonesia dan perwakilan Hindu di Departemen Agama ternyata selalu didominasi oleh umat Hindu etnis Bali…”
coba lakukan penelitian, ato basa kerennya TANYAKENAPA?? yg lain kemana ?? kalau memang tidak mau adanya balinisasi kenapa tidak show off dong local jeniusnya? kok legowo ?? (ehehehe cuman berdebat jadi harus pro dan kontra kan?)
“…Gencarnya Balinisasi juga diakibatkan oleh kurikulum pendidikan agama Hindu di Indonesia yang didominasi oleh ajaran-ajaran yang berbau kebali-balian…”
apakah dahulu pada awalnya tidak diadakan perbandingan dalam penyusunan kurikulum pendidikan agama hindu di nusantara?? kemana ajaran yg berbau kekalimantan-kalimantanan? kemana ajaran yg berbau kejawa-jawaan? kenapa mereka diam? atau kurikulum mereka tidak selengkap kurikulum kebali-balian? atau saat itu mereka sepakat dan sepaham dengan kurikulum itu ?? pemaksaankah ?? padahal bali hanya pulau kecil yg jumlah penduduknya lebih sedikit ketimbang nusantara, klo voting pasti bali kalah (weleh…weleh….)
nampaknya sekarang ini jaman upanisad, dimana jaman orang2 mulai berfikir kritis, harusnya Ngarayana lahir pada zaman awal kemerdekan kita, sehingga balinisasi yg dia katakan bisa dia cegah dengan memberikan pencerahan-pencerahannya kepada nusantara waktu itu. atau mungkin ngarayana bisa support orang hindu dayak yg memperjuangkan posisi hindu di nusantara. sehingga orang hindu dayak akan menjadi tauladan juga, UPS…klo itu terjadi ato apa mungkin akan terjadi istilah Dayaknisasi, tonggak awal runtuhnya hindu di nusantara…..
sekali lagi commentar saya tidaklah berbau SARA, meski saya orang bali, dan mengikuti balinisasi (tentu saja), kadang juga banyak balinisasi yg perlu diluruskan di bali khususnya. disini saya belajar berdebat, disisi lain orang bilang balinisasi jelek, ya sebagai pendebat otomatis saya bilang balinisasi ada latar belakangnya…kan katanya deebaat….
Salam,-
Wah saya harus mulai comment dari mana ya 😀 bingung juga memulainya karena baru sempat nimbrung lagi…
Saya lagi mencatat semua aktivitas teman-teman dalam rangka mencari 15 nominator penerima buku gratis 😉
@Kidz
Comment yang menarik. Thanks atas kritikannya bli kids
Sebenarnya tidak pernah ada unsur pemaksaan dari umat Hindu Bali kepada siapapun, tetapi lewat artikel ini saya menyampaikan bahwa sebagian besar dari kita tidak punya awareness terhadap lingkungan di sekitar kita. Selama saya tinggal di Yogyakarta, saya sering berkunjung ke beberapa Pura. Orang-orang Jawa sangat senang dan berharap mendapat kunjungan dari orang-orang Bali yang dalam benak mereka kita sebagai orang Bali memiliki pemahaman keagamaan yang jauh lebih baik. Namun disaat kita datang, berkunjung dan bersembahyang ke lingkungan mereka kita melupakan “pergaulan” dan seolah-olah menjadikan mereka seperti tamu di daerah sendiri. Kita datang sebagai mayoritas, mengusung kebalian kita dengan berbagai macam tata upacara dan tata busana kita. Kita membangun pura dengan mengimport para sulinggih, canang dan bahan bangunan dan termasuk tukangnya dari Bali. Sering kali kita tidak mau memberdayakan SDM dan SDA yang ada di daerah tersebut. Sehingga secara kejiwaan sering kali orang Hindu etnis non Bali merasa tersingkir dan malahan minder dengan budaya asli mereka dan implikasinya bisa saja mereka malah menjadi minder mengaku diri sebagai Hindu karena mereka memiliki pandangan sempit bahwasanya standar Hindu adalah sama dengan Hindu Bali. Tentunya menghadapi hal seperti ini diperlukan sikap bijak dari kita semua sebagai Hindu Bali yang notabena adalah etnis mayoritas dalam Hindu Nusantara.
Pada perkembangan Hindu Nusantara pasca kemerdekaan, memang Hindu di Balilah yang paling kuat dan bisa bertahan sehingga semua punggawa dan kekuatan Hindu awal hanya bertumpu pada Bali. Para pemimpin Bali waktu itu sendiri seperti Ida bagus Puniatmadja dan Ida Bagus Mantra berkiblat dan belajar dari India pada saat mereka kualiah di India. Jadi sebenarnya semuanya saling terkait. Studi perbandingan dengan daerah lain saya rasa tidak bisa dilakukan waktu itu karena memang pada kenyataannya kondisinya sangat urgen dan harus segera ditetapkan. Pada perkembangan selanjutnya saat Hindu telah diakuipun, kurikulum pembelajaran yang mewadahi semuanya juga tidak serta merta bisa diwujudkan karena pada waktu itu Hindu di Bali-lah yang paling kuat dan di daerah lain masih sangat samar-samar. Yang saya sayangkan, disaat semua etnis itu bisa dirangkul dan ada waktu untuk merangkulnya, hal ini tidak segera dilakukan. Terdapat sikap egoisme kedaerahan dan melupakan etnis minoritas, seolah-olah Hindu di Bali dijadikan standar nasional untuk hindu-hindu yang lain. Saya rasa disinilah letak permasalahannya. Sebagaimana disampaikan oleh beberapa rekan di atas, sering kali kita terlalu mengedepankan susila dan upakara dan melupakan esensi tattva Hindu itu sendiri dalam merangkul saudara-saudara kita yang lain.
Bli Kids, saya sendiri orang Bali dan sangat mencintai budaya Bali, tapi saya yang tinggal di luar Bali dan pernah bergaul dengan temen-temen Hindu Jawa, Dayak serta beberepa rekan etnis lain juga sangat menikmati indanya budaya Hindu mereka dan saya sangat menyayangkan jika budaya mereka hilang karena mereka menjadi mengikuti standar Hindu Bali. Suka tidak suka, kita harus berani berpikir dan belajar lebih lagi tentang ajaran agama kita. Saya tidak sependapat dengan mereka yang sekedar mengikuti ajaran leluhur “nak mulo keto” tanpa mau mempertanyakan kebenarannya. Bali sangat indah. Hindu di Bali sudah mendarah daging dan menyatu dengan adat dan budaya, tetapi dibalik itu semua juga terdapat beberapa hal yang harus segera diluruskan. Ambillah kasus wangsa, tajen, miras dan berbagai hal materialis yang tidak sejalan dengan prinsip dasar ajaran Hindu.
Dengan bli menyebutkan pembagian jaman Veda, Upanisad dan seterusnya, saya rasa bli masih mengikuti pelajaran agama yang bersumber dari penelitian dan penjabaran orang-orang non Hindu, terutama sekali orang-orang Indologis lho… 😉 Web ini saya bangun dengan dasar pemikiran dan pola pikir memahami kitab suci Veda sebagaimana artikel “Pustaka Suci Veda” Kalau bli sempat, samakan persepsi kita di sana juga ya bli..
Salam,-
@Kidz
Terimakasih untuk kebijaksanaannya. Maaf baru sempat tanggapi. Soalnya hari ini kuliahnya padat banget. Maklum masih kuliahan….
Inilah debat. Walau terkadang jadi sengit, ya saya kira nggak ada masalah. Kewajiban dari peserta debat adalah memberi jawaban. Kalau tidak bisa memberi jawaban etikanya harus “legowo” mengaku tidak bisa. Saya pikir sikap itulah yang elegan.
Anda berkata: Maaf saya hanya mulai melihat ketidak konsistenan anda, pertama komentar anda sangat menjunjung tinggi kode etis, sehingga kadang anda merasa tidak etis untuk menjawab, kemudian tiba2 anda sengaja menggunakan diksi kasar agar lebih semangat debatnya, lalu tiba2 anda tersenyum dengan mengganggap kalimat, “saya sarankan” atau “saya haruskan” merupakan gurauan yg biasa di kalangan orang yg dewasa. Maaf saya emang masih kecil (nick saya aja Kidz ) jd ga ngerti yg mana gurauan yg mana bukan gurauan, soalnya anda tidak konsisten saya liat, ya mungkin saya yg salah liat.
Komentar saya: saya mengatakan tidak etis itu adalah ketika menjawab mengenai topik guru. Kenapa? Karena saya belum mendapat karunia perlindungan seorang guru. Saya belum beruntung, makanya saya merasa tidak pantas berkomentar tentang itu. Anda menilai saya ya… terimakasih kalau begitu. Kalaupun saya agak kasar, memang ada tujuannya. Dalam komunikasi kan memang harus bertujuan. Tapi kasarnya kata-kata saya tidak sampai kok mencaci Anda dengan kata-kata kotor. Paling dengan dengan permainan tanda baca, biasanya tanda seru (!). Kalau itu anda lihat sebagai ketidak konsistenan pada etika, maka Anda benar. Semoga nanti saya menjadi konsisten.
Anda berkata: Nampaknya pilihan saya tepat dengan memilih ajaran sivaism sebagai pembanding debat dengan anda, sebab keliatan sekali anda jd semangat debatnya, terlihat dari kata2 anda : harus pake vaishnava, harus assesor krishna, harus sastra dari kalangan vaishnava, vaishnava tertinggi (agung) yg lain penipu…..hhmm… ya emang sayanya aja yg bego ya ga ngerti ini gurauan ngotot ato bener2an (bingung saya….). Saya emang orang buta, dalam hal kerohanian, makanya saya belajar, salah satunya debat dengan anda, dengan tujuan saya dapat berusaha memahami bahwa gajah bukanlah ekor saja, bukanlah belalai saja, bukanlah badan saja, …. dst nya, tp belajar dari anda saya melihat bahwa gajah itu ya… salah satu bagian tubuhnya saja. Dari awal kan saya bilang kalau disini kita tidak ada mission apa2, ato kepentingan apa2 kecuali belajar untuk mendalami kepercayaan masing2. mudah2 an anda lebih bijak lg dan tdk tersinggung dengan pertanyaan2 bodoh saya ke anda.
Komentar saya: Saya tidak tersinggung kok. Dalam debat kan biasa begitu. Saya sering berdebat, tapi hanya level kecil, cuma di kelas saja. Dengan teman-teman yang masih sama-sama belajar. Oh ya, saya setuju, saya juga tidak menyinggung-nyinggung mission atau kepentingan tertentu karena saya tidak berkualifikasi untuk mengemban misi.
Anda berkata: Kalau bole saya komentar, berbicara masalah konsep ketuhanan memang benar kita harus mengacu pada sumber sastra, veda. Saya akui veda adalah kebenaran, bhagavat gita jg nyanyian tuhan,secara universalnya…Nah skrng tergantung kita mencarinya, jika start awal mind set kita adalah vaishnava maka veda akan terlihat krishna. Jika start awal pikiran kita sivaism, veda terlihat siva.
Komentar saya: Jika anda mengakui Bhagavad Gita sebagai “Nyanyian Tuhan” maka sudah jelas Tuhan yang dimaksudkan adalah Tuhan Krishna. Karena jelas-jelas di Kitab itu Krishna yang memberi pelajaran kepada Arjuna. Kalau saya tidak meragukannya lagi karena sudah sangat jelas. Tentang Siva/Rudra juga dibahas di situ. Anda menyinggung start awal ya? Star awal saya dulu Sivaisme (lebih tepatnya: menganggap Brahma, Vishnu, dan Siva itu setara dan Deva-Deva yang lain juga sama dengan Tuhan). Tapi kemudian saya mengerti kalau Siva dan Deva-Deva yang lain itu bukanlah Tuhan. Hubungan Tuhan dengan Siva ibarat susu dengan susu asam. Dari mana asal susu asam? Ya dari susu. Analogi ini ada dalam Veda. Jadi saya tidak berspekulasi.
Anda berkata: Berbicara sastra, kita harus tarik benang merahnya, sebelumnya saya tanya, kenapa kesusastraan, cerita2, purana yg berbau non vaishnava tidak terlalu terpublikasi di dunia?? Kalau menurut saya ini tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan, contoh di indonesia, jika seorang raja pemuja visnu, semua hal yg berkaitan dengan siva (pendeta, dogma,kesusastraan) dihapuskan, atau setidaknya diletakkan di bawah visnu, lalu ajarannya disebarkan ke masyarakat. Begitu juga sebaliknya.
Komentar saya: Benang merah apa? Kalau modelnya berspekulasi begitu, malah jadi benang kusut! Anda mengatakan: Kalau menurut saya… Maaf, sebaiknya kita jangan berspekulasi. Karena spekulasi kita lemah. Mari kita bertanya kepada otoritas.
Anda berkata: Saya tanya ke anda, di bhagavat gita ada petikan seperti ini kan: orang bodoh yang tidak memahamiKu akan mengejekKu. Pernahkah anda kros cek ke kesusastraan aliran lain?? Apakah ada jg petikan seperti itu?? Ada bung!. Wajar kan akhirnya saya berpendapat kalau semua sama saja, masalahnya sekarang siapa yg lebih suka gembar gembor. Otomatis nanti akan terjadi spekulasi2 yg show power off. Di bali ada istilah lontar tertinggi adalah lontar tanpa sastra, saya tidak paham betul maksudnya, mungkin anda yg lebih bijak mampu mengupasnya untuk saya? Vaishnava akan menurunkan ajaran ketuhanannya, sivaism jg menurunkan ajaran ketuhanannya, di vaishnava ada konsep, di sivaism jg ada konsep. anda bilang konsep dewa beda dengan tuhan?? Anda benar sekali, sayang anda kekeuh di konsep vaishnava saja, siva adalah pemimpin para vaishnava?? Ya kalau mengacu sastra vaishnava, bagaimana kalau acuannya sivaism?? siva malah dikatakan berwujud visnu,brahma,mahadeva. lalu mana yg benar??
Komentar saya: Saya tanya balik, aliran lain itu yang mana? Sastranya apa saja? Apa aliran lain itu memang tidak menggunakan Bhg. Gita? Anda seolah-olah menjauhkan Bhg. Gita dengan aliran lain. Saya belum pernah cross chek kitab-kitab aliran lain, makanya saya tidak pernah berani berkomentar tentang itu. Kalau memang ada dalam kitab yang seperti di Bhg. Gita, di kitab apa itu, kenapa tidak dikutipkan? Tapi ingat, kutipan itu haruslah ada penjelasan dari otoritas, sehingga tidak berspekulasi. Oh ya, Anda mengatakan ada lontar tanpa sastra… Yang begini-beginilah yang hanya bisa dijelaskan oleh guru. Kalau hanya mengira-ngira tidak bakalan dipahami. Yang ada malah tersesat. Aduh…. Saya sudah berusaha untuk tidak menggunakan kata sesat itu tapi muncul lagi. Maaf lontar yang tidak berwujud itu saya tdk tahu. Anda saja tidak tahu, apalagi saya?
Anda berkata: Pendapat saya anda setarakan dengan seorang Dr.?? Waduh jadi tersandung saya, ehehe…. Ya spekulasi Dr-Dr seperti itu pasti muncul akibat ke kekeuhan oknum vaishnava. Kalau anda mau jujur, dengan satu tujuan yaitu mendalami apa yg anda yakini, anda harus siap uji dan masuk ke aliran lain, pelajari dan sekali lg untuk mendalami ajaran anda at the first place. Sekali lg dalami apa yg anda yakini dan jgn sekali2 (dengan berbagai metode apapun) untuk mengajak orang masuk ke kepercayaan anda, kecuali orang tsb menginginkan dengan sendirinya.
Komentar saya: Dr. T. Kovoor itu menolak keberadaan Tuhan, dia sudah meninggal dengan mengenaskan. Membaca komentar anda itu, saya berkesimpulan anda lebih membenarkan Dr. T. Kovoor. Dan menganggap munculnya para atheis itu karena oknum-oknum Vaishnava. Ck… ck… ck… anda sungguh-sungguh hati-hati dalam menyebut Vaishnava. Tapi secara analisis wacana, saya paham arah pikiran Anda. Jika dia masih hidup dan ketemu Anda, jangan-jangan Anda akan berkoalisi dengan bajingan yang satu itu he he he… Nah tuh kasar lagi kan jadinya…..
Anda berkata: Oh ya anda jg td mengajarkan saya tentang guru yg bonafide untuk belajar siva tatva, nah mentok lg masalah disini, tolak ukur bonafide kita semua tidak sama, karna hati yg berbicara, anda pasti bilang, guru yg mengajar siva tatva yg assesornya krishna yg bonefide, ya kan?? Ehehe…. Bagaimana perasaan anda kira2 kalau seandainya saya bilang : anda harusnya belajar ke guru yg bonefide tentang ajaran visnu tatva yg berasesor Siva. (ini asli bercanda…ehehe).
Komentar saya: Bukan,, bukan hati yang bicara. Hati yang mana itu berbicara? Inilah paham mayavadi. Seharusnya anda bilang sastra yang bicara, sadu yang berbicara, guru yang berbicara. Inilah yang dimaksud dengan otoritatif. OH IYA, SEANDAINYA ANDA BISA MEMBAWA SAYA KEPADA GURU YANG ASSESORNYA ITU DEVA SIVA, DAN BELIAU MAU MENJADIKAN SAYA MURIDNYA, MAKA SAYA SUNGGUH MENJADI ORANG YANG PALING BERUNTUNG DI DUNIA. SAYA TIDAK KEPINGIN YANG LAIN LAGI. DEMI TUHAN!
Anda berkata: Anda pasti masih menganggap siva adalah dewa, iya diobrak abrik dimanapun di vaishnava siva mentok adalah dewa. Nah di sivaism?? Sama ternyata, siva adalah deva, TAPI, tidak itu saja, siva jg dewanya para dewa (sada siva) siva adalah tuhan (parama siva). Terlalu banyak hal vaishnava yg saya baca di web ini, ya maaf klo saya `nodai` dengan sivaism, kan debaat….?!.
Komentar saya: Konsep Siva dan sada Siva anda belum jelas. Ada tulasan Prb. Ngarayana tentang Siva dan Sada Siva. Di Bhg. Gita kan ada dijelaskan tentang Siva dan Rudra? Kalau anda mengakui Kitab Bhg. Gita, kenapa tidak memahaminya dari situ?
Anda berkata: Anda bilang veda otentik harus dari garis keturunan perguruan yg jelas, at the end pasti anda bilang, rsi yg pertama kali menerima wahyu langsung dari tuhan, sudah pasti asli tuh vedanya!! Saya tanya rsi dari parampara itu tuhankah?? Trima wahyu langsung dr tuhan lalu clearly tanpa cacat (tanpa terpengaruh panca tanmatra) menulis veda otentik sehingga hasilnya adalah veda = krishna ?? Sah2 saja…….
Komentar saya: Anda mengukur roh-roh agung selalu dengan panca indera anda. Wajar saja karena Anda mengagungkan filsafat angan-angan. Weda yang diterima langsung dari Tuhan kemudian diteruskan melalui garis parampara itulah yang asli. Penerima wahyu itu wakil Tuhan. Tentu apa yang disebarkan wakilnya tak lepas dari pengamatan Tuhan. Karena itulah Tuhan selalu mengutus penyembah-penyembah murninya untuk suksesi parampara. Para acarya agung Vaishnava memang bukan Tuhan. Beliau-beliau bukan roh jatuh seperti kita. Beliau-beliau langsung diutus oleh Tuhan dari Planet Rohani. Anda menyinggung panca tanmatra? Roh-roh agung itu sudah terbebas dari pengaruh tiga sifat alam. Jadi murni sepenuhnya sebagai pelayan Tuhan.
Anda berkata: Tentang dua pertanyaan td saya bs jawab kok, makanya sebelum saya jawab, saya tanya dulu ke anda, anda maunya jawaban apa? jawaban dari kaum vaishnava atao bukan?? Itu yg penting dulu, baru saya jawab. Dan tampaknya no 1 sudah saya jawab dari kedua sisi, no 2 saya masih tangguhkan karena ingin tau keinginan anda dulu.
Komentar saya: Etika debat adalah memberi jawaban ketika ditanya. Kalau belum tahu ya bilang aja belum baca atau apa, begitu aja kok repot. Anda tidak akan rendah kalau mengaku belum tahu. Saya tidak minta jawaban yang berlebih. Saya hanya minta menurut pengetahuan Anda. Karena jawaban anda yang akan menjadi dasar perdebatan selanjutnya. Okelah, anda sudah menjawab pertanyaan pertama. Anda bilang kalau beliau bermeditasi kepada alam semesta? Bermeditasi kepada ciptaannya? Aneh, yang namanya meditasi itu kepada Tuhan atau kepada wakil Tuhan (para pelayan/penyembah Tuhan yang agung).
Komentar penutup: Jika moksa menurut anda adalah kelepasan dan kemudian penyatuan dengan Tuhan, berarti suatu saat, anda akan menjadi Tuhan. Kan anda akan bersenyawa dengan Tuhan. Saran saya: anda jangan berpikir begitu KARENA itulah MAYAVADI.
Bung Kidz, saya ucapkan terimakasih atas layanan Anda. Mohon maaf atas segala kekeliruan saya. Semoga suatu saat kita bisa bertemu dalam suasana yang indah. dandavat…
@putratridharma
Apakah anda hanya mengakui bhagavad gita?
Bagaimana ketika anda membaca Veda, upanisad2, dan purana2?
Dialog saya dengan saudara Ngarayana(maaf bli) mentok pada beliau memilih menganggap kitab2 yang mengatakan ada nama tuhan lain selain Visnu(tidak harus ber’rival’ Siva terus kan?) adalah kitab yang tidak jelas paramparanya, kitab2 yang terdistorsi, kitab rajas/tamas, kitab kualitas bawah, dst. dst.
Padahal dari kitab2 yang sama, beliau mengutip sloka2 yang mendukung pernyataan2 beliau dalam tulisan2nya. Padahal di setiap kesempatan lain beliau sangat mendukung keabsolutan weda.
lalu apakah kita berhak memilih sloka2 mana saja yang benar dan sisanya diabaikan? kalau bisa melakukan itu tentu saja mudah menganggap tuhan kita paling benar. ambil saja sloka dengan nama tuhan kita disebut sebagai pencipta/tuhan sejati. dan anggap tidak ada sloka2 yang menyebutkan “semua berawal dari siva” dll.
Saya akui sloka2 di bhagavad gita memang sangat cocok dengan devinisi anda tentang krishna. saya pun memuliakan Narayana, dan Krishna.
Tetapi pemuliaan terhadap Siwa, dan Brahma, juga ada.(tidak sebagai Dewa, tetapi sebagai nama tuhan)
Maka daripada memilih mana yang akan kita percayai, lebih baik melihat dari sudut luar, apa makna dari semua sloka2 yang mendukung yang ini dan yang itu. Semua sama saja. Yang fanatik pada satu saja dan menganggap yang lain tidak ada, itu akan terlihat bodoh(karena kenyataannya ada)
Mungkin Bhagavad gita (dan Bhagavatam) mendukung ketuhanan anda secara penuh(tentu saja). tetapi tidak dengan veda.
Berapa banyak nama Vishnu ditemukan dalam veda?
Berapa banyak nama Siva?
Berapa banyak nama2 lain?
Berapa banyak nama Krishna?
Veda tidak memihak salah satu nama, maka veda universal. tidak ada yang dimuliakan sangat tinggi atau sangat rendah. kenapa tidak melihat dari hal itu? apakah anda2 kini juga menganggap veda terdistorsi?
Pengalaman saya ketika di blog ini menjelaskan sloka ekam sat viprah bahuda vadanti[..](dan bhineka tunggal ika[..] ), maka teman2 akan berkata:
Ah itu pelajaran anak SD. waah… gimana nih bli Putratridharma?
bukannya itu dari veda?
Hal yang membuat saya prihatin adalah, tidak pernah terjadi masalah antara pemuja nama2 tuhan hindu lain diantara mereka, Sivaism menyakini Brahma dan Vishnu adalah sama dengan tuhannya(SIva),begitu juga dengan Brahmaism, Suryaism, Dhurgaism, dll, dll. Tetapi justru dari Hare Krishna sajalah yang tidak memiliki kebersamaan tersebut.
Saya memang Sivaism, tetapi jujur saya tidak ada kebanggan disebut membela Siva disini, saya lebih memilih mengatasnamakan kebersamaan dalam Veda, karena seperti saya katakan tadi, Veda tidak diskriminatif! kita boleh memfokuskan diri pada satu nama,tetapi ketika kita bertindak fanatik diskriminatif, maka dengan sendirinya kita keluar dari veda itu sendiri.
Melelahkan sekali sebenarnya bercerita seperti ini(seperti yang sudah2) belum lagi ketika anda memberikan bantahan2(seperti yang sudah2 juga). Yah, biar cepet kalau anda merasa tidak bisa yakin dengan saya, mending buat saya aja yang yakin aja dengan kebenaran anda(kalau bisa dalam beberapa komen saja), kalau kita memiliki pemahaman sama kan ga ada komen ini lagi..
Satu2 alasan saya membahas ini adalah saya terinspirasi semangat Bro Kidz!
Assalamu’alaikum.
@ putratridharma
salam kenal juga,,, kebijaksanaan ? Sy sarankan utk belajar dr mas sutha n bli kidz.
@ a_a
blog sy ? Tinggal klik kata “samaranji says :” di atas. Makasih jika berkenan berkunjung di gubug reyot itu.
@ kidz
sy yakin bli orang cerdas yg tidak akan melupakanNYA dalam setiap perbuatan dan kata kata.
@ sutha
anda adlh inspirator sekaligus motivator, terimakasih dah berkenan mengunjungi blog sy.
.
.
Mengenal kalian bagaikan mengenal kembali leluhur2 saya.
Mempelajari ilmu di web ini laksana membuka kembali “lembaran masa lalu” saya.
Smoga diskusi kalian mnjd insipari postingan baru yg lebih pd komitmen “mempersatukan” hindu.
Wassalam.
@ Sutha
Apakah anda hanya mengakui bhagavad gita?
Bagaimana ketika anda membaca Veda, upanisad2, dan purana2?
Mungkin persepsi anda tentang Veda itu perlu ditinjau ulang. Anda membedakan Veda, Upanisad, dan Purana2. Lalu anda mengeluarkan keangotaan Bhg. Gita dari Veda. Begitu juga dalam komentar selanjutnya anda menganggap Srimad Bhagavatam bukan Veda.
Supaya tidak semrawut, begini saja: Itihasa dan Purana2 (termasuk Bhagavata Purana) itu adalah Smrti. Smrti itu adalah Veda juga. Coba lihat bagan kodifikasi Veda. Mengenai Bhagavad Gita, jelas itu adalah Veda, ada yang menyebutnya Pancamo Veda. Tapi saya sebut saja Veda.
Otoritas yang dikutip oleh para Vaishnava itu tdk hanya Srimad Bhagavatam dan Srimad Bhagavad Gita kok, Banyak… Upanishad2 juga. kalau Anda baca buku-bukunya Srila Prabhupada dan para Acarya yang lain, anda akan temukan otorisasinya dari upanisad.
Anda lelah ya? Saya juga lelah. Anda menantang saya untuk memberi pernyataan pendek: baiklah, tapi bukan pernyataan, melainkan pertanyaan. Sekarang tolong jawab pertanyaan saya. Apakah Anda ini calon Tuhan? Jika anda jawab tidak, lalu mengapa anda masih berpegang pada filsafat anda yang mengakui moksa/kelepasan akan menyatu dengan Tuhan? Kalau menyatu dengan Tuhan artinya anda jadi Tuhan kan? Mengapa pula anda begitu sulit menerima kalau sinar matahari itu bukan matahari? Cahaya badan Tuhan itu bukanlah Tuhan yang sejati. Itu hanya Brahmajyoti.
Dandavat
weiiss.. baru ditinggal bentar uda seabrek nih lg statemen2nya….ok mari kita belajar bersama lg yuuuk….. 😉
@Sutha
anda juga menjadi inspirasi 😉
@smaranji
saya sedang belajar kebijaksanaan dari anda juga. 😉
@putratridharma
saya sedang belajar juga dengan anda.terima kasih sudah mengajarkan etika berdebat pada saya, dengan saling tanya jawab (baca:debat), tapi mudah2an perdebatan ini tidak menganggu kulih anda yg padat (eheheh becanda, tentu pasti anda tidak akan terganggu, anda kan cerdas, tegas, dan sekaligus keras).
ok, begin (again)
“…. Jika anda mengakui Bhagavad Gita sebagai “Nyanyian Tuhan” maka sudah jelas Tuhan yang dimaksudkan adalah Tuhan Krishna…”
eh..eh..bentar dulu bung, maksud saya bukan ke arah situ, yg saya maksud nyanyian tuhan adalah BG sloka 10.2 ,10.21,10.23 10.24,10.2510.26,10.27,10.28,10.29,10.30,10.31, 10.32 (doh anda anda ini tergesa2 sekali)
“..Hubungan Tuhan dengan Siva ibarat susu dengan susu asam. Dari mana asal susu asam? Ya dari susu. Analogi ini ada dalam Veda. Jadi saya tidak berspekulasi…”
Veda yg mana bung ?? Bhagavad Gita tok?? 😀
“…konsep Siva dan sada Siva anda belum jelas. Ada tulasan Prb. Ngarayana tentang Siva dan Sada Siva. Di Bhg. Gita kan ada dijelaskan tentang Siva dan Rudra? Kalau anda mengakui Kitab Bhg. Gita, kenapa tidak memahaminya dari situ?..”
ini masalahnya, pemahaman saya ini dangkal sekali, jadi terlihat perbedaan pemahaman diantara kita, kalau anda mungkin melihat BG = Krishna, tp inilah begonya saya, liat BG malah liat kemegahan Tuhan secara Universal.
“…Maaf lontar yang tidak berwujud itu saya tdk tahu. Anda saja tidak tahu, apalagi saya?…”
ooohh sama toh… kiraian anda mengerti tentang maksud kalimat ini, karena yg saya ketahui anda pasti sering baca2 bhagavad gita yg mana isinya kan filsafat2 yg dalam sekali tuh, dan anda dengan yakin sudah dapat memahaminya, jd awalnya saya berasumsi bahwa anda sudah memahami makna sebuah filsafat yg dalam. tp…yah i can see lah…
“…Dr. T. Kovoor itu menolak keberadaan Tuhan…”
“… Membaca komentar anda itu, saya berkesimpulan anda lebih membenarkan Dr. T. Kovoor. Dan menganggap munculnya para atheis itu karena oknum-oknum Vaishnava….”
nah loh….itu kan baru anda yg menyimpulkan kan?? bukan veda? katanya ga bole berspekulasi …. (hihihi), emang dari comment2 saya keliatannya saya menolak keberadaan Tuhan sehingga sata jadi atheis ?? jadi dari debat td itu saja hasil penilaian anda? yah sah2 saja sih….
“…Wajar saja karena Anda mengagungkan filsafat angan-angan..”
okey i’ll take that
“…Para acarya agung Vaishnava memang bukan Tuhan. Beliau-beliau bukan roh jatuh seperti kita. Beliau-beliau langsung diutus oleh Tuhan dari Planet Rohani….”
lalu penulis veda itu `apa` sebenarnya ?? kata2 diatas bukan bentuk angan2 anda juga kan ? oohh penulis weda adalah roh yg bukan manusia (karena tidak terikat panca tan matra)dan bukan tuhan (karena tidak terikat ketiga dunia) ?? question mark..?????
“…OH IYA, SEANDAINYA ANDA BISA MEMBAWA SAYA KEPADA GURU YANG ASSESORNYA ITU DEVA SIVA, DAN BELIAU MAU MENJADIKAN SAYA MURIDNYA, MAKA SAYA SUNGGUH MENJADI ORANG YANG PALING BERUNTUNG DI DUNIA. SAYA TIDAK KEPINGIN YANG LAIN LAGI. DEMI TUHAN!…”
bisa2 saja sih….. ada guru berassor Siva (Siva sebagai Tuhan, bukan sebagai `perantara` krishna) loh…mau..?? yakin…? bukannya malah jadi mayavada lg menurut anda ?? (ehehe)
“…Konsep Siva dan sada Siva anda belum jelas….”
ok nanti saya coba paparkan berdasarkan pengetahuan saya yg terbatas, comment yg dibawah ya….
“…Etika debat …
nah ini hal yg terpenting yang saya dapat pelajari dari anda `etika debat`, yah awalnya sih saya hanya ingin menyenangkan anda, tp karena terbentur etika, ya saya jawab yg no 2 ya : nataraja menghancurkan alam semesta ? menarik sekali lila yg anda jabarkan diatas mengenai siva menari karena kegirangan dapat anugrah dari krishna. tapi jawaban saya (penjabaran lila saya) : beliau senang dalam ber`lila` dalam pembuatan, pemeliharaan, dan peleburan alam semesta, sehingga di simbolkan dengan menari. menghancurkan alam semesta ? gmn saya bs jawab klo pertanyaannya ga jelas? ah dari pada kebentur etika anda lg, saya jawab aja, pake ilustrasi ya… beras agar bisa dibuat makanan yg lebih enak semacam kue yg enak diapain ? (karena ini ilustrasi bole saya berspekulasi ya) beras dijadikan tepung dulu, nah ini prose dari beras ke tepung ini prosesnya gmn? ditumbuk sampai `hancur` tp apakah memang untuk `dihancurkan` ?? itu konsep melebur yg benar, bukan merusak menjadi tidak berguna. setelah beliau senang (menari) menciptakan, memelihara, dan melebur alam semesta, beliau bermeditasi, fokus memandang ujung hidung beliau untuk memperhatikan seluruh ciptaannya (maha pengasih).
“…Aneh, yang namanya meditasi itu kepada Tuhan atau kepada wakil Tuhan (para pelayan/penyembah Tuhan yang agung)…”
aneh ya?? ya menurut saya anda jg aneh (eheheh)
“…Jika moksa menurut anda adalah kelepasan dan kemudian penyatuan dengan Tuhan, berarti suatu saat, anda akan menjadi Tuhan. Kan anda akan bersenyawa dengan Tuhan. Saran saya: anda jangan berpikir begitu KARENA itulah MAYAVADI…”
terima kasih sarannya pada kalimat terakhir (..jangan berfikir begitu) atau kalau saya terjemahkan menjadi : berfikirlah seperti kami/vaishnav). hhmm…… eh btw coba cek sloka ini :
aham atma gudakesa sarva bhutasaya stitah
aham adis ca madhyam ca bhutanam anta eva ca
artinya :
Aku adalah Roh yg Utama yg bersemayam (ada) di dalam hati semua makhluk hidup. Aku adalah awal, pertengahan dan akhir semua makhluk.
sabda itu juga yg membuat saya berfikir seperti `itu`.
ok silahkan anda analisa comment saya, dan jadikan bahan perdebatan selanjutnya, oh ya sebelumnya saya janji td ya jelasin konstep tri purusha ke anda (pertama saya mohon maaf klo akhirnya buat anda bingung, skali lg saya ini gelap, terbatas, dan bego, hihihi)dan ini saya coba backgroundkan dari ajaran siva sidhanta dan dibalut kebodohan saya, here we go :
Konsep ketuhana Siva Sidhanta
Tri Purusha : Siva, Sadha Siva, Parama Siva
Siva = Tuhan yg berada pada bhuana alit (tubuh manusia)
Sadha Siva = Tuhan yg berada pada bhuana agung (alam semesta)
Parama Siva = Tuhan yg impersonal (unexplainable)
@putratridharma
lanjut ….
Siva : berada pada Siva Dvara… diatas ubun kepala manusia.
Sadha Siva : berada di pusat (episentris) alam semesta, yg mengatur ke kesembilan arah mata angin dengan wujud beliau dalam Dewata Nawa Sanga. (mirip dengan ilustrasi matahari yg dijabarkan a_a) –> Vaishnava ada disini.
Parama Siva : (saya ga bisa comment disini) ada ga kalimat/bahasa di alam semesta ini yang mempu menjelaskan kata/kalimat “Tuhan yg tidak dapat dijelaskan”
berikutnya : proses penciptaan alam semesta beliau
kekuatan Purusha (Parama Siva )beliau dipersatukan dengan `maya` beliau –> Predana akan tercipta Suksma Sarira (Sadha Siva): Mahat (kebijaksanaan), Budhi (tingkah laku), Manah (pikiran/logika), ahamkara(rasa/feelings).
dan dari proses diatas menghasilkan Stula Sarira (Siva):badan kasar dan badan halus.
dan jika anda berbicara konsep ketuhanan harus selalu didasarkan pada keotentikan sumber sastra yg dapat dijelaskan secara logika, dan tidak dibenarkan menggunakan rasa atau intinya selain logika di ajaran Siva sidhanta anda `hanya` sedang berada pada level Manah pada suksma sarira (sadha siva).
mungkin cukup ini saja saya share, disamping saya yg emang ga bisa memaparkan dengan baik ,toh jg anda tidak akan sependapat dan menganggap ini tidak menarik (dengan menyebut ini mayavadi), ya okelah itu kan mayavadinya anda, masih banyak konsep ketuhanan yg ada di Siva Sidhanta,itupun klo anda mau mempelajari sebagai bahan dasar memperkuat iman anda yg sekarang.
sebenarnya masih banyak yg ingin saya tanyakan pada anda, tp ah mungkin lain kali aja….ngantuk nih, besok lg ya.
Salam,-
@samaranji
maaf saya salah ketik nick anda diatas, kibod jelek+mata ngantuk itu efeknya ;D
@putratridharma
maaf ya kalau saya lancang respon comment anda pada Sutha, saya sih cuman pgn tau aja sambil belajar, anda comment seperti ini ke Sutha :
“…Kalau menyatu dengan Tuhan artinya anda jadi Tuhan kan? Mengapa pula anda begitu sulit menerima kalau sinar matahari itu bukan matahari? Cahaya badan Tuhan itu bukanlah Tuhan yang sejati. Itu hanya Brahmajyoti….”
simple aja kok tanya nya : sinar matahari itu bukan matahari ?? hhmm… question mark sie, tp klo saya tanyanya : apakah mungkin kita memisahkan api dengan panasnya??
trims.
Salam,-
@ Kidz (calon tuh@n)
1.“…. Jika anda mengakui Bhagavad Gita sebagai “Nyanyian Tuhan” maka sudah jelas Tuhan yang dimaksudkan adalah Tuhan Krishna…”
eh..eh..bentar dulu bung, maksud saya bukan ke arah situ, yg saya maksud nyanyian tuhan adalah BG sloka 10.2 ,10.21,10.23 10.24,10.2510.26,10.27,10.28,10.29,10.30,10.31, 10.32 (doh anda anda ini tergesa2 sekali)
Komentar saya: Oh menurut anda hanya sloka itu to “Nyanyian Tuhan”. Lalu sloka yang lain?
2. …ini masalahnya, pemahaman saya ini dangkal sekali, jadi terlihat perbedaan pemahaman diantara kita, kalau anda mungkin melihat BG = Krishna, tp inilah begonya saya, liat BG malah liat kemegahan Tuhan secara Universal.
Komentar saya: Anda bisa melihat kemegahan Tuhan secara universal? Ini kata-kata yang hebat, saya belum mampu seperti itu.
3. “…Maaf lontar yang tidak berwujud itu saya tdk tahu. Anda saja tidak tahu, apalagi saya?…” ooohh sama toh… kiraian anda mengerti tentang maksud kalimat ini, karena yg saya ketahui anda pasti sering baca2 bhagavad gita yg mana isinya kan filsafat2 yg dalam sekali tuh, dan anda dengan yakin sudah dapat memahaminya, jd awalnya saya berasumsi bahwa anda sudah memahami makna sebuah filsafat yg dalam. tp…yah i can see lah…
Komentar saya: Iya, anda benar. Bhg. Gita memang berisi filsafat/pengetahuan yang sejati. Tapi di sana memang tidak ada satupun yang menyinggung2 atau mengagung-agungakan “lontar karangan manusia”. Apalagi lontar yang tdk ada sastranya yang anda katakan sebagai lontar yang utama itu.
4. “…Dr. T. Kovoor itu menolak keberadaan Tuhan…”
“… Membaca komentar anda itu, saya berkesimpulan anda lebih membenarkan Dr. T. Kovoor. Dan menganggap munculnya para atheis itu karena oknum-oknum Vaishnava….”nah loh….itu kan baru anda yg menyimpulkan kan?? bukan veda? katanya ga bole berspekulasi …. (hihihi), emang dari comment2 saya keliatannya saya menolak keberadaan Tuhan sehingga sata jadi atheis ?? jadi dari debat td itu saja hasil penilaian anda? yah sah2 saja sih….
Komentar saya: Saya tidak mengatakan anda atheis. Periksa kembali komentar saya.
5. “…Para acarya agung Vaishnava memang bukan Tuhan. Beliau-beliau bukan roh jatuh seperti kita. Beliau-beliau langsung diutus oleh Tuhan dari Planet Rohani….” lalu penulis veda itu `apa` sebenarnya ?? kata2 diatas bukan bentuk angan2 anda juga kan ? oohh penulis weda adalah roh yg bukan manusia (karena tidak terikat panca tan matra)dan bukan tuhan (karena tidak terikat ketiga dunia) ?? question mark..?????
Komentar saya: mungkin saya keliru dengan menyebut: ….mereka bukan roh-roh jatuh seperti KITA. Seharusnya saya mengatakan: mereka bukan roh-roh jatuh seperti SAYA. Anda mungkin bukan roh jatuh… saya katakan kalau penulis Veda itu dikuasakan oleh Tuhan. Beliau-beliau wakil Tuhan. Memang beliau-beliau juga manusia, tapi tidak sama dengan kita. Karena beliau-beliau itu murni, maka sepenuhnya rohani. Tiga sifat alam (satvam, rajas, dan tamas) tidak mengikatnya lagi.
6. “…OH IYA, SEANDAINYA ANDA BISA MEMBAWA SAYA KEPADA GURU YANG ASSESORNYA ITU DEVA SIVA, DAN BELIAU MAU MENJADIKAN SAYA MURIDNYA, MAKA SAYA SUNGGUH MENJADI ORANG YANG PALING BERUNTUNG DI DUNIA. SAYA TIDAK KEPINGIN YANG LAIN LAGI. DEMI TUHAN!…”
bisa2 saja sih….. ada guru berassor Siva (Siva sebagai Tuhan, bukan sebagai `perantara` krishna) loh…mau..?? yakin…? bukannya malah jadi mayavada lg menurut anda ?? (ehehe)
Komentar saya: Tolong bawa saya ke guru yang direkomendasikan oleh Sivaji itu. Saya tidak peduli apakah anda menganggap Siva itu Tuhan atau Deva. Kalau memang anda bisa mempertemukan saya, maka saya akan bersujud kepadanya.
7. “…Etika debat …
nah ini hal yg terpenting yang saya dapat pelajari dari anda `etika debat`, yah awalnya sih saya hanya ingin menyenangkan anda, tp karena terbentur etika, ya saya jawab yg no 2 ya : nataraja menghancurkan alam semesta ? menarik sekali lila yg anda jabarkan diatas mengenai siva menari karena kegirangan dapat anugrah dari krishna. tapi jawaban saya (penjabaran lila saya) : beliau senang dalam ber`lila` dalam pembuatan, pemeliharaan, dan peleburan alam semesta, sehingga di simbolkan dengan menari. menghancurkan alam semesta ? gmn saya bs jawab klo pertanyaannya ga jelas? ah dari pada kebentur etika anda lg, saya jawab aja, pake ilustrasi ya… beras agar bisa dibuat makanan yg lebih enak semacam kue yg enak diapain ? (karena ini ilustrasi bole saya berspekulasi ya) beras dijadikan tepung dulu, nah ini prose dari beras ke tepung ini prosesnya gmn? ditumbuk sampai `hancur` tp apakah memang untuk `dihancurkan` ?? itu konsep melebur yg benar, bukan merusak menjadi tidak berguna. setelah beliau senang (menari) menciptakan, memelihara, dan melebur alam semesta, beliau bermeditasi, fokus memandang ujung hidung beliau untuk memperhatikan seluruh ciptaannya (maha pengasih).
Komentar saya: Saya tidak pernah mengatakan tarian Siva itu menghancurkan atau melebur alam semesta. Saya hanya mengatakan “mengguncang/menggoncang alam semesta”. Tidak sampai hancur kok, tapi hanya membuat cemas. Karena beliau sangat penyayang dan murah hati, maka beliau kemudian membuat alam semesta kembali tenang.
8. “…Jika moksa menurut anda adalah kelepasan dan kemudian penyatuan dengan Tuhan, berarti suatu saat, anda akan menjadi Tuhan. Kan anda akan bersenyawa dengan Tuhan. Saran saya: anda jangan berpikir begitu KARENA itulah MAYAVADI…”
terima kasih sarannya pada kalimat terakhir (..jangan berfikir begitu) atau kalau saya terjemahkan menjadi : berfikirlah seperti kami/vaishnav). hhmm…… eh btw coba cek sloka ini :
aham atma gudakesa sarva bhutasaya stitah
aham adis ca madhyam ca bhutanam anta eva ca
artinya :
Aku adalah Roh yg Utama yg bersemayam (ada) di dalam hati semua makhluk hidup. Aku adalah awal, pertengahan dan akhir semua makhluk.
sabda itu juga yg membuat saya berfikir seperti `itu`.
Komentar saya: dalam diri Kidz, ada dua entitas: Atman (Roh) dan Paramatman (Roh yang Utama). Anda itu Roh, bukan Roh Utama. Hubungan Roh dan Roh Utama ini seperti seekor anak burung dengan induk burung. Anak burung ini lincah bergerak kesana-kemari. Sementara itu induk burung terus mengawasi kelincahan dan kenakalan anaknya. Roh yang utama inilah Tuhan yang bersemayam di setiap mahluk. Jadi, bung Kidz jangan keliru memahami…
9. Konsep ketuhana Siva Sidhanta
Tri Purusha : Siva, Sadha Siva, Parama Siva
Siva = Tuhan yg berada pada bhuana alit (tubuh manusia)
Sadha Siva = Tuhan yg berada pada bhuana agung (alam semesta)
Parama Siva = Tuhan yg impersonal (unexplainable)
Komentar saya: Dulu saya juga memahami konsep ketuhanan sama seperti itu. Dan saya sangat bangga bisa menjelaskan konsep Tri Purusa kayak itu. Tapi ketika saya berkenalan dengan filsafat Vaishnava, saya meninggalkan itu. Saya tidak bisa menerima kalau Tuhan bisa terpengaruh oleh Maya ciptaanNya. Impersonalis sudah menghina Tuhan.
Okey, mengenai uraian tambahan itu saya juga sudah pernah membacanya. Dua buku yang sampai sekarang masih ada di rumah saya adalah Wraspati Tatwa dan Aji Sankya.
Terimakasih atas semua komentarnya. Salam hormat dari saya.
dandavat
@Kidz (calon Tuh@n)
“…Kalau menyatu dengan Tuhan artinya anda jadi Tuhan kan? Mengapa pula anda begitu sulit menerima kalau sinar matahari itu bukan matahari? Cahaya badan Tuhan itu bukanlah Tuhan yang sejati. Itu hanya Brahmajyoti….”
simple aja kok tanya nya : sinar matahari itu bukan matahari ?? hhmm… question mark sie, tp klo saya tanyanya : apakah mungkin kita memisahkan api dengan panasnya??
Komentar saya: Kenapa pertanyaan saya tentang menyatu (menjadi Tuhan) tidak anda jawab?
Baiklah: Anda mengelak mengakui kalau sinar matahari itu memang berbeda dengan mataharinya. Anda mengeluarkan analogi api. Tapi ini sudah lain. Tidak identik dengan analogi matahari dan sinarnya. Gak apa-apa, ini sebuah analogi yang bagus. Saya suka.
Antara api dan panasnya ini menyangkut potensi. Kalau kita bawa ke konsep Tuhan maka akan menjadi Tuhan dan potensi ketuhanan. Tuhan adalah sumber potensi itu. Memang benar semua entitas hidup memiliki potensi ketuhanan. Potensi ketuhanan inilah yang kita sebut Roh. tapi potensi ketuhanan sang Roh sangat kecil. Keciiiiiiiiiiil sekali dibandingkan potensi ketTuhanan dari Tuhan itu sendiri. Roh cuma percikan Tuhan. Sudah percikan, karena nakal, ia terlempar jauuuuuuuuuh ke planet material. Apa bisa percikan ini mengaku sebagai Tuhan? Percikan yang gak tahu diri…
dandavat
Om Swastyastu
Saudaraku coba renungkan dua sloka BG di bawah ini, kira2 maknanya apa ya menurut kalian:
15.7 Para makhluk hidup di dunia yang terikat ini adalah bagian-bagian percikan yang kekal dari Diri-Ku. Oleh karena kehidupan yang terikat, mereka berjuang dengan keras sekali melawan enam indria, termasuk pikiran.
15.11 Para rohaniwan yang sedang berusaha, yang mantap dalam keinsafan diri, dapat melihat segala hal tersebut dengan jelas. Tetapi orang yang pikirannya belum berkembang dan belum mantap dalam keinsafan diri tidak dapat melihat apa yang sedang terjadi, meskipun mereka berusaha melihat.
Suksma
@putratridharma
anda bilang saya calon Tuhan ?? hhhmmm…… bole2 saja sie …anda yg bilang ya…bukan saya, jd bener ato ga nya anda saja yg urus. paling tidak “kata” calon tuhan lebih baik lah ketimbang calonARANG…..wakakakaka (peace brur….)
1. “…Oh menurut anda hanya sloka itu to “Nyanyian Tuhan”. Lalu sloka yang lain?…”
saya menghormati Bhagavad Gita sebagai salah satu ilmu pengetahuan secara universal,ingat secara universal meski saya tetap berasumsi bahwa Ithiasa adalah cerita yg dikarang oleh seseorang(orang suci), saya sih masih heran kok anda tidak pernah menyinggung Tuhan = Rama, ato Veda = Rama. kok cuman Krishna ? oh ya ada di 1000 nama suci tuhan lg ya? lupa saya bung…ehehehe.
2. “…Anda bisa melihat kemegahan Tuhan secara universal? Ini kata-kata yang hebat, saya belum mampu seperti itu….”
saya rasa nothing spesial dengan “kata-kata hebat” yg anda maksud itu. Kemegahan Tuhan secara Universal….. apanya yg sulit ya ?? universal kan artinya : umum, luas, secara garis besar. bukannya menilai sesuatu secara umum itu bukan perkara yang sulit ?? yeah di bhagavad gita dijabarkan kemegahan tuhan secara universal. baca lg deh sloka2 yg saya uraikan td, pelan2 pasti bisa kelihatan secara universal. (jgn pake nafas ngosh2an ya… )
3. hmmm.. nampaknya anda belum mengerti maksud saya (ato mungkin saya yg ga bisa jelasin dengan benar maksud saya ya…hihihihi).
gini…..anda kan tau isi bhagavad gita kan ? anda juga akui isinya adalah filsafat yang amat dalam, tertuang dalam kalimat2 yg memang kadang tidak bisa diartikan langsung secara harfiah(dikupas maknanya). nah.. dari pengalaman anda itu, sekarang saya coba tanyakan ke anda pada sebuah kalimat yg memiliki makna filsafat yg dalam jg… bukan berarti yg didalam Bhagavad gita loh…ini umum sifatnya,pada kalimat “lontar tan pe sastre” ini hanyalah kalimat biasa, tidak ada di veda manapun, skali lagi hanya kalimat biasa, dari pengalaman anda baca BG, saya tanya pandangan tentang maksud kalimat itu kalau di kupas maknanya…… itu maksud saya (ugh panjang sekali jadinya penjelasanya). oh ya saya lupa lg, klo kalimat apapun diluar BG adalah mayavadi, jd buat apa dikupas, yeah karena anda taunya cuman BG aja kali ya…… Veda=BG=Krishna hukum mutlak yg anda miliki. sip!
4. “…Saya tidak mengatakan anda atheis. Periksa kembali komentar saya. …”
Komentar saya: Dr. T. Kovoor itu menolak keberadaan Tuhan,… Membaca komentar anda itu, saya berkesimpulan anda lebih membenarkan Dr. T. Kovoor. Dan menganggap munculnya para atheis itu karena oknum-oknum Vaishnava. Ck… ck… ck… anda sungguh-sungguh hati-hati dalam menyebut Vaishnava. Tapi secara analisis wacana, saya paham arah pikiran Anda. Jika dia masih hidup dan ketemu Anda, jangan-jangan Anda akan berkoalisi dengan bajingan yang satu itu.
secara implisit anda menyebut saya atheis : “saya berkesimpulan anda lebih membenarkan Dr …. dan menggangap muculnya atheis”
anda bilang Dr itu membenarkan atheis, kemudian menurut anda saya membenarkan Dr itu …. so ??
5. “…mungkin saya keliru dengan menyebut: ……”
awalnya gurauan ngotot…. kemudian sekarang ada keliru … hhmm…..
6. “…Saya tidak peduli apakah anda menganggap Siva itu Tuhan atau Deva….”
for the fist time anda SEPAHAM dengan saya.
“Kalau memang anda bisa mempertemukan saya, maka saya akan bersujud kepadanya”
kok bs langsung bersujud ?? katanya harus di cek dulu bonefide nya…trus assesornya…trus sertifikasinya….trus harus anda uji juga track recordnya(sesuai Bhagavad Gita ga ? mungkin itu test yg akan anda lakukan ya)…gmn sih ??
7. nah ini dia perbedaan lila dari masing2 perguruan? mana yg benar ? saya bilang who knows, anda bilang : lila di Vaishnava yg paling benar. is it true ?? yeah seah2 saja….
8. bagaimana ya ? kalau pun saya mencoba menjelaskan antara Atman dan paraatman di shivaism nanti toh tidak anda baca dan langsung judge ini mayavadi….. Siva dan ParamaSiva, Atman dan ParamaAtman. semua itu Tuhan. gmn ya ? anda bilang semua ini adalah krisna…berawal dari krishna berakhir di krishna, tapi roh bukan krishna?? matahari ya matahatari…sinar matahari ya sinar matahari…. berarti sinar itu bukanlah matahari, itu hanyalah sinar. terpisah kan ? krisna memancarkan sinar….krisna adalah sinar (expansi), berarti sinar bukan krishna ? so kembali ke kalimat awal? (analisa saya pasti salah nih, tolong luruskan nanti ya…jgn pake gurauan ato kekeliruan) krishna adalah awal semua ini, dan semua ini tidak berkahir di krishna (terpisah)… gitu ya?? (maaf saya lelet otaknya)
9. “Saya tidak bisa menerima kalau Tuhan bisa terpengaruh oleh Maya ciptaanNya…”
sayapun sama dengan anda, masa Tuhan terpengaruh mayanya …. itu benar masih di level tamasik (Siva), rajasik(Sadha Siva),disini lila\2 beliau yg menunjukkan kadang beliau terpengaruh oleh maya beliau, masalahnya ada satu tingkatan lagi
@putratridharma
anda bilang saya calon Tuhan ?? hhhmmm…… bole2 saja sie …anda yg bilang ya…bukan saya, jd bener ato ga nya anda saja yg urus. paling tidak “kata” calon tuhan lebih baik lah ketimbang calonARANG…..wakakakaka (peace brur….)
1. “…Oh menurut anda hanya sloka itu to “Nyanyian Tuhan”. Lalu sloka yang lain?…”
saya menghormati Bhagavad Gita sebagai salah satu ilmu pengetahuan secara universal,ingat secara universal meski saya tetap berasumsi bahwa Ithiasa adalah cerita yg dikarang oleh seseorang(orang suci), saya sih masih heran kok anda tidak pernah menyinggung Tuhan = Rama, ato Veda = Rama. kok cuman Krishna ? oh ya ada di 1000 nama suci tuhan lg ya? lupa saya bung…ehehehe.
2. “…Anda bisa melihat kemegahan Tuhan secara universal? Ini kata-kata yang hebat, saya belum mampu seperti itu….”
saya rasa nothing spesial dengan “kata-kata hebat” yg anda maksud itu. Kemegahan Tuhan secara Universal….. apanya yg sulit ya ?? universal kan artinya : umum, luas, secara garis besar. bukannya menilai sesuatu secara umum itu bukan perkara yang sulit ?? yeah di bhagavad gita dijabarkan kemegahan tuhan secara universal. baca lg deh sloka2 yg saya uraikan td, pelan2 pasti bisa kelihatan secara universal. (jgn pake nafas ngosh2an ya… )
3. hmmm.. nampaknya anda belum mengerti maksud saya (ato mungkin saya yg ga bisa jelasin dengan benar maksud saya ya…hihihihi).
gini…..anda kan tau isi bhagavad gita kan ? anda juga akui isinya adalah filsafat yang amat dalam, tertuang dalam kalimat2 yg memang kadang tidak bisa diartikan langsung secara harfiah(dikupas maknanya). nah.. dari pengalaman anda itu, sekarang saya coba tanyakan ke anda pada sebuah kalimat yg memiliki makna filsafat yg dalam jg… bukan berarti yg didalam Bhagavad gita loh…ini umum sifatnya,pada kalimat “lontar tan pe sastre” ini hanyalah kalimat biasa, tidak ada di veda manapun, skali lagi hanya kalimat biasa, dari pengalaman anda baca BG, saya tanya pandangan tentang maksud kalimat itu kalau di kupas maknanya…… itu maksud saya (ugh panjang sekali jadinya penjelasanya). oh ya saya lupa lg, klo kalimat apapun diluar BG adalah mayavadi, jd buat apa dikupas, yeah karena anda taunya cuman BG aja kali ya…… Veda=BG=Krishna hukum mutlak yg anda miliki. sip!
4. “…Saya tidak mengatakan anda atheis. Periksa kembali komentar saya. …”
Komentar saya: Dr. T. Kovoor itu menolak keberadaan Tuhan,… Membaca komentar anda itu, saya berkesimpulan anda lebih membenarkan Dr. T. Kovoor. Dan menganggap munculnya para atheis itu karena oknum-oknum Vaishnava. Ck… ck… ck… anda sungguh-sungguh hati-hati dalam menyebut Vaishnava. Tapi secara analisis wacana, saya paham arah pikiran Anda. Jika dia masih hidup dan ketemu Anda, jangan-jangan Anda akan berkoalisi dengan bajingan yang satu itu.
secara implisit anda menyebut saya atheis : “saya berkesimpulan anda lebih membenarkan Dr …. dan menggangap muculnya atheis”
anda bilang Dr itu membenarkan atheis, kemudian menurut anda saya membenarkan Dr itu …. so ??
5. “…mungkin saya keliru dengan menyebut: ……”
awalnya gurauan ngotot…. kemudian sekarang ada keliru … hhmm…..
6. “…Saya tidak peduli apakah anda menganggap Siva itu Tuhan atau Deva….”
for the fist time anda SEPAHAM dengan saya.
“Kalau memang anda bisa mempertemukan saya, maka saya akan bersujud kepadanya”
kok bs langsung bersujud ?? katanya harus di cek dulu bonefide nya…trus assesornya…trus sertifikasinya….trus harus anda uji juga track recordnya(sesuai Bhagavad Gita ga ? mungkin itu test yg akan anda lakukan ya)…gmn sih ??
7. nah ini dia perbedaan lila dari masing2 perguruan? mana yg benar ? saya bilang who knows, anda bilang : lila di Vaishnava yg paling benar. is it true ?? yeah seah2 saja….
8. bagaimana ya ? kalau pun saya mencoba menjelaskan antara Atman dan paraatman di shivaism nanti toh tidak anda baca dan langsung judge ini mayavadi….. Siva dan ParamaSiva, Atman dan ParamaAtman. semua itu Tuhan. gmn ya ? anda bilang semua ini adalah krisna…berawal dari krishna berakhir di krishna, tapi roh bukan krishna?? matahari ya matahatari…sinar matahari ya sinar matahari…. berarti sinar itu bukanlah matahari, itu hanyalah sinar. terpisah kan ? krisna memancarkan sinar….krisna adalah sinar (expansi), berarti sinar bukan krishna ? so kembali ke kalimat awal? (analisa saya pasti salah nih, tolong luruskan nanti ya…jgn pake gurauan ato kekeliruan) krishna adalah awal semua ini, dan semua ini tidak berkahir di krishna (terpisah)… gitu ya?? (maaf saya lelet otaknya)
9. “Saya tidak bisa menerima kalau Tuhan bisa terpengaruh oleh Maya ciptaanNya…”
sayapun sama dengan anda, masa Tuhan terpengaruh mayanya …. itu benar masih di level tamasik (Siva), rajasik(Sadha Siva),disini lila2 beliau yg menunjukkan kadang beliau terpengaruh oleh maya beliau, masalahnya ada satu tingkatan lagi Satvik(Parama Siva), ini yg tidak sempat anda pelajari mungkin karena anda uda terlanjur masuk filsafat Vaishnava, but its ok, sama sekali tidak masalah buat kami.
“..Impersonalis sudah menghina Tuhan. …” maksud anda apa ini ??
Salam,-
kenapa harus menyudutkan bali? balinisasi… apa maksudnya.. apa memang salah balinisasi..? jadi bingung. semua menyudutkaan bali. Dulu bali jadi perlawanan terakhir umat hindu, kini dipojokkan, benar-benar tidak mengerti sejarah. Di kala demokrasi kian kencang semua orang semaunya? Di bali menganut desa kala patra, penyesuaian dengan tempat waktu dan adat istiadat setempat, kalo ngak cocok yah jangan dipakai, gitu aja….. bahasan diatas sepertinya kacang lupa akan kulit…. aku juga ngak ngerti ato kulit lupa akan kacangnya??????
@Kidz (Calon Tuh@an)
anda bilang saya calon Tuhan ?? hhhmmm…… bole2 saja sie …anda yg bilang ya…bukan saya, jd bener ato ga nya anda saja yg urus. paling tidak “kata” calon tuhan lebih baik lah ketimbang calonARANG…..wakakakaka (peace brur….)
1. “…Oh menurut anda hanya sloka itu to “Nyanyian Tuhan”. Lalu sloka yang lain?…”
saya menghormati Bhagavad Gita sebagai salah satu ilmu pengetahuan secara universal,ingat secara universal meski saya tetap berasumsi bahwa Ithiasa adalah cerita yg dikarang oleh seseorang(orang suci), saya sih masih heran kok anda tidak pernah menyinggung Tuhan = Rama, ato Veda = Rama. kok cuman Krishna ? oh ya ada di 1000 nama suci tuhan lg ya? lupa saya bung…ehehehe.
Komentar saya: Saya setuju dengan kata universal untuk Bhg. Gita. Tapi universal di sini artinya pengetahuan Rohani untuk semua makhluk ciptaan Tuhan. Kenapa anda katakan saya tidak menyinggung Tuhan Sri Rama? Mahamantranya aja pake nama Rama: Coba baca pelan-pelan: Hare Krishna Hare Krishna -Krishna Krishna Hare Hare – Hare Rama Hare Rama-Rama Rama Hare Hare.
2. “…Anda bisa melihat kemegahan Tuhan secara universal? Ini kata-kata yang hebat, saya belum mampu seperti itu….” saya rasa nothing spesial dengan “kata-kata hebat” yg anda maksud itu. Kemegahan Tuhan secara Universal….. apanya yg sulit ya ?? universal kan artinya : umum, luas, secara garis besar. bukannya menilai sesuatu secara umum itu bukan perkara yang sulit ?? yeah di bhagavad gita dijabarkan kemegahan tuhan secara universal. baca lg deh sloka2 yg saya uraikan td, pelan2 pasti bisa kelihatan secara universal. (jgn pake nafas ngosh2an ya… )
Komentar saya: Bhagavad Gita yang mana yang anda gunakan? Yang paling penting adalah penjelasan otentik dari ayat2 itu. Bhagavad Gita memang untuk semua mahkluk, tapi tidak semua orang bisa (berkualifikasi) menjelaskan dengan sempurna. Anda jangan sampai tertipu. Ada tulisan saya yang bisa saya gunakan untuk mengomentari itu.
3. “…Saya tidak peduli apakah anda menganggap Siva itu Tuhan atau Deva….”for the fist time anda SEPAHAM dengan saya.
“Kalau memang anda bisa mempertemukan saya, maka saya akan bersujud kepadanya” kok bs langsung bersujud ?? katanya harus di cek dulu bonefide nya…trus assesornya…trus sertifikasinya….trus harus anda uji juga track recordnya(sesuai Bhagavad Gita ga ? mungkin itu test yg akan anda lakukan ya)…gmn sih ??
Komentar saya: saya yakin eksistensi Sivaji tidak akan berubah hanya karena anda menganggap Beliau itu Tuhan atau Deva. Bagi saya, Siva adalah pemimpin para Vaishnava di alam semesta. Jika Sivaji berkarunia kepada saya dengan mengirimkan pelayan Beliau untuk membimbing saya, maka apa lagi yang saya cari? Mungkin kalau saya bersikap begitu anda akan bilang: bagaimana Siva melalui pelayannya itu memberi filsafat mayavadi? Jawabannya: itu mungkin saja kalau saya mengembangkan sifat asura dan tidak tunduk hati. Karena itu, berdoa dgn tulus dan tunduk hati merupakan penangkalnya. Saya akan berkata: Selamatkan hamba… kalau sudah begitu karena beliau sangat pemurah saya yakin beliau akan menyelamatkan roh jatuh ini.
Saya malu berandai-andai… Tapi sungguh Oh Sivaji…. Hamba mohon engkau berkarunia kepada hamba. Selamatkan roh jatuh ini wahai yang mulia….
4. bagaimana ya ? kalau pun saya mencoba menjelaskan antara Atman dan paraatman di shivaism nanti toh tidak anda baca dan langsung judge ini mayavadi….. Siva dan ParamaSiva, Atman dan ParamaAtman. semua itu Tuhan. gmn ya ? anda bilang semua ini adalah krisna…berawal dari krishna berakhir di krishna, tapi roh bukan krishna?? matahari ya matahatari…sinar matahari ya sinar matahari…. berarti sinar itu bukanlah matahari, itu hanyalah sinar. terpisah kan ? krisna memancarkan sinar….krisna adalah sinar (expansi), berarti sinar bukan krishna ? so kembali ke kalimat awal? (analisa saya pasti salah nih, tolong luruskan nanti ya…jgn pake gurauan ato kekeliruan) krishna adalah awal semua ini, dan semua ini tidak berkahir di krishna (terpisah)… gitu ya?? (maaf saya lelet otaknya)
Komentar saya: Analogi matahari dan sinar itu saya gunakan untuk memudahkan pemahaman tentang Bhagavan (Krishna) dan Brahman, bukan tentang ekspansi. Jika kita analogikan Krishna sebagai matahari, maka Brahman itu sinar matahari. Gitu aja kok dibuat susah? Eksistensi Tuhan terdiri atas 3 : Bhagavan, Brahman, dan Paramatman. Dari ketiganya ada istilah: Sat Cit Anandavigraha. Kalau ingin tahu (saya tidak pake istilah menyarankan lagi, apa lagi mengharuskan) penjelasan yang mudah tentang itu ada di buku Pokok Pokok Pikiran Weda oleh Sasvarupa das Gosvami.
5. “Saya tidak bisa menerima kalau Tuhan bisa terpengaruh oleh Maya ciptaanNya…”
sayapun sama dengan anda, masa Tuhan terpengaruh mayanya …. itu benar masih di level tamasik (Siva), rajasik(Sadha Siva),disini lila2 beliau yg menunjukkan kadang beliau terpengaruh oleh maya beliau, masalahnya ada satu tingkatan lagi Satvik(Parama Siva), ini yg tidak sempat anda pelajari mungkin karena anda uda terlanjur masuk filsafat Vaishnava, but its ok, sama sekali tidak masalah buat kami.
“..Impersonalis sudah menghina Tuhan. …” maksud anda apa ini ??
Parama Siva yang saya pelajari itu sepadan dengan istilah Nirguna Brahman, impersonal God, Tuhan Transendental, Tuhan yang tidak berwujud, Tuhan yang Sunya, dan banyak istilah yang sepadan. Eksistensi inilah yang tertinggi menurut impersonalis.
Karena sejatinya Tuhan itu berwujud, maka kalau ada yang mengatakan Tuhan itu tidak berwujud, maka orang itu sudah menghina Tuhan. Jadi karena impersonalis semua mengatakan begitu, maka semua impersonalis sudah menghina Tuhan….
@Kidz (Calon Tuh@n)
@Sutha
Tolong baca ya:…..
Dewa Memang Bukan Tuhan
Wayan Suja (Agustus 2004) pernah menulis di majalah ini dengan judul “Bhatara yang Membingungkan”. Tulisan itu sangat menarik karena mengangkat realitas kesradhaan umat Hindu di Bali yang terkesan lucu, di mana telah terjadi kesimpangsiuran mengenai sebutan Bhatara, sehingga mahluk sebangsa memedi pun disebut Bhatara.
Lain Bhatara, lain pula halnya dengan Dewa. Saya ingin mengatakan bahwa kesimpangsiuran itu ternyata lebih luas lagi, merambah pada tataran filosofis, di mana sebagian besar umat Hindu menganggap bahwa Dewa sama dengan Tuhan. Ini mungkin bisa dimaklumi karena ada pernyataan dalam Veda yang sepintas tampak seperti itu. Misalnya dalam Rg Veda I. 164.46: Dikatakan Dewa Indra, Mitra, Waruna, Agni. Kemudian ia juga Garutman, Suparna. Sesungguhnya Ia yang Esa, oleh para ahli mengatakan dengan banyak nama seperti Agni, Yama, dan Matariswa. Mengenai mantram ini, silakan buka Bhagavad Gita oleh A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Ada 19 sloka yang bisa menjelaskan secara masuk akal mantram ini, yakni sloka 10.20 – 10.39.
Tuhan sendiri bersabda bahwa Beliau sebenarnya adalah Roh yang utama yang bersemayam di dalam hati semua mahluk hidup (lihat sloka 10.20). Sebagai contoh, coba kita cermati sloka 10.37: Di antara keturunan Vrsni, Aku adalah Vasudewa, di antara para Pandawa Aku adalah Arjuna, di antara rsi-rsi, Aku adalah Vyasa, dan di antara para ahli pikir yang mulia, Aku adalah Usana. Apakah dengan demikian Arjuna, Vyasa, dan Usana adalah Tuhan? Tidak bukan? Lalu, pada sloka yang lain, Beliau menyatakan diri sebagai beringin (di antara pohon), Ananta (di antara naga), sebagai huruf A (di antara abjad), sebagai perjudian (di antara penipu), dan masih banyak lagi pernyataan langsung dari Beliau. Ingat, ini pernyataan langsung (Aku) bukan melalui perantara (Dia). Ini tidak lain adalah untuk menjelaskan keberadaan Beliau sendiri sebagai Roh Utama yang berada pada semua mahluk. Mahluknya sendiri (termasuk para Dewa) jelas berbeda dengan Tuhan.
Eksistensi Dewa Menurut Kitab Suci Veda:
Selain menyatakan seolah-olah Dewa sama dengan Tuhan, Rg Veda (X.129.6) juga menyatakan bahwa Dewa diciptakan oleh Tuhan, yakni setelah Beliau menjadikan alam semesta ini berserta isinya. Jadi, Dewa bukan Tuhan. Terjemahan mantram ini selengkapnya adalah sebagai berikut.
Sesungguhnya, siapakah yang mengenalnya? Siapa pula yang dapat mengatakan bila penciptaan ini dan itu dijadikan? Setelah diciptakannya alam semesta ini, kemudian dijadikanlah Dewa-Dewa itu. Siapakah yang mengetahui kejadian itu?
Yang terpenting dari ungkapan Mantram itu adalah pengertian yang menegaskan bahwa Dewa dijadikan atau diciptakan. Dengan diciptakan, ini berarti Dewa bukan Tuhan! Selanjutnya, Manawa Dharma Sastra 1.22 juga menyatakan hal yang sama:
Tuhan yang telah menciptakan tingkat-tingkat dari Dewa-Dewa yang memiliki sifat hidup dan sifat gerak. Juga diciptakan Sadhya yang berbadan halus serta upacara (yadnya yang kekal).
Agar lebih dalam lagi, Bhagavad Gita oleh A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada bisa dijadikan rujukan yang otentik. Ada lima sloka yang relevan dengan masalah di atas. Berikut adalah sloka-sloka yang dimaksud.
Dalam Bhagavad Gita 3.11:
Para Dewa, sesudah dipuaskan dengan korban-korban suci juga akan memuaskan engkau. Dengan demikian, melalui kerjasama antara manusia dengan para Dewa, kemakmuran akan berkuasa bagi semua.
Dalam Bhagavad Gita 3.12:
Para Dewa mengurus berbagai kebutuhan hidup. Bila para Dewa dipuaskan dengan pelaksanaan yadnya, mereka akan menyediakan segala kebutuhan untukmu. Tetapi, orang yang menikmati berkat-berkat itu tanpa mempersembahkan kepada para Dewa sebagai balasan pasti adalah pencuri.
Dalam Bhagavad Gita 7.23:
Orang yang kurang cerdas menyembah para Dewa, dan hasilnya terbatas dan sementara. Orang yang menyembah para Dewa pergi ke planet-planet para Dewa, tetapi orang yang menyembah-Ku pergi ke planet-Ku yang paling tinggi.
Dalam Bhagavad Gita. 9.23:
Orang yang menjadi penyembah Dewa-Dewa dan menyembah Dewa-Dewa itu dengan penuh kepercayaan, sebenarnya mereka menyembah-Ku, tetapi mereka berbuat demikian dengan cara yang keliru.
Dalam Bhagavad Gita. 9.25:
Orang yang menyembah para Dewa akan dilahirkan di tengah-tengah masyarakat Dewa, orang yang menyembah leluhur kembali ke alam leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan di tengah-tengah mahluk seperti itu, dan orang yang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Ku.
Dari sloka-sloka di atas, sangat jelas perbedaan antara Tuhan, para Dewa, leluhur, dan hantu/roh halus. Dengan demikian, umat Hindu semestinya tidak keliru dalam “menyerahkan diri”.
Cerita Tentang Dewa Indra (Tambahan Penjelasan):
Mohon ini jangan diartikan melecehkan para Dewa. Kita tidak boleh kurang hormat kepada para dewa karena mereka adalah pelayan (bhakta) Tuhan. Mengapa Dewa Indra kelimpungan jika ada manusia yang teguh tapanya? Jawabnya adalah dia khawatir tahtanya direbut. Indra adalah presiden atau mungkin lebih tepatnya raja. Raja kerajaan surga tentunya. Banyak sudah yang menjadi korban dari rasa khawatir Dewa Indra. Salah satu di antaranya adalah Brahmarsi Wiswamitra yang merupakan salah seorang dari tujuh Rsi penerima Wahyu. Brahmarsi Wiswamitra beberapa kali digagalkan tapanya oleh Indra dan para dewa lainnya karena dikhawatirkan hasil tapa Wiswamitra yang dahsyat adalah untuk menguasai surga.
Ada sebuah cerita di dalam Upanisad (diceritakan oleh Sri Srimad Gour Govinda Swami Maharaja), suatu hari, Indra tidak menghormati Brihaspatideva, guru kerohanian para dewa. Karena itu, Brhaspati mengutuknya, “Kamu menjadilah seekor babi!” Sebelumnya ia adalah Indra tetapi ia menjadi seekor babi yang makan kotoran. Ia menjadi lupa sepenuhnya bahwa dulu ia adalah Indra. Ia memiliki seekor istri (bangkung) dan memiliki belasan anak (kucit).
Cerita lain tentang Nahusa. Ia adalah seorang raja yang hebat, kaisar seluruh dunia. Ia adalah raja yang terkenal di masa dinasti soma vamsa. Ia begitu perkasa sehingga para dewa mengundangnya ke planet-planet surga. Para asura sering menyerang planet-planet surga. Karena itulah para Dewa mengundang Nahusa, “Datanglah dan bertempurlah melawan para asura, dan lindungilah kami.” Ia begitu perkasa dan seorang raja yang sangat saleh yang selalu melaksanakan kegiatan-kegiatan saleh. Sebagai hasil dari kegiatan salehnya, ia menjadi Indra. Ketika ia sudah menjadi Indra, ia memelihara rasa bangga yang besar dan berpikir, “Sekarang aku telah menjadi Indra, raja surga.” Ia biasa mempekerjakan para brahmana untuk mengusung tandunya. Suatu hari, ia mempekerjakan Agastya Muni, seorang brahmana yang sangat perkasa untuk mengusung tandunya, dan ia menginjak Agastya Muni dengan kakinya. Sang Muni menjadi marah dan berkata, “Bedebah, apa yang kamu lakukan?” Kemudian ia mengutuk Indra, “Baiklah, kamu menjadilah seekor ular!”
Berdasarkan cerita itu jelaslah bahwa Indra adalah jabatan. Yang namanya jabatan, sangat mungkin berganti-ganti yang memangkunya, walau tanpa pemilu seperti di planet kita ini!
@ Kidz (Calon Tuh@n)
Maaf, tulisannya tdk rapi. Nggak diedit juga…
@putratridharma
Saya akan mencoba menjawab peryataan saudara putratridarma yang ditujukan pada saya saja dulu. Sedangkan dialog yang sesudah2nya akan saya baca nanti saat ada waktu yang tepat.
Bli, ada 2 hal yang saya rasa tidak ada saya katakan dalam komen saya
1. Saya tidak ada membahas moksa/menyatu dengan tuhan, apalagi mengaku menjadi tuhan. pengethuan saya belum mencapai kesitu. disini saya lebih bicara sosial, antara umat ke umat. berusaha membuat toleransi/kebersamaan. entah apa dasar anda mengatakan saya seperti ini, tetapi yang saya lihat anda selalu mengatakan ini kepada orang2 yang mendebat anda(seperti saya dan kidz) apakah ini trik? atau anda merasa kami ini cuma orang2 sok pintar? kalau begitu terimakasih karena sudah mengingatkan saya.(sekalian kalau begitu, saya boleh tidak mengatakan anda ini ingin menjadi tuhan kalau nanti menurut saya anda menunjukkan seperti pintar?)
2. Darimana anda berpendapat saya memisah2kan veda? saya tidak ada menyebutkan Bhagavad gita dan Srimad bukan veda. jangankan memisahkan, adakah nada saya yang mengatakan kedua kitab itu tidak sempurna/memiliki kekurangan dibanding yang lain?(hal ini bisa juga dikroscek pd komen2 saya selama ini). Seperti saya tulis di komen saya sebelumnya:
“Dialog saya dengan saudara Ngarayana(maaf bli) mentok pada beliau memilih menganggap kitab2 yang mengatakan ada nama tuhan lain selain Visnu(tidak harus ber’rival’ Siva terus kan?) adalah kitab yang tidak jelas paramparanya, kitab2 yang terdistorsi, kitab rajas/tamas, kitab kualitas bawah, dst. dst.”
Beliau(dan beberapa orang lain) melakukan itu, tapi saya tidak akan pernah! kenapa anda tidak juga mempertanyakan pada beliau?(cek dialog kami di “Hindu bali menganut Siva Siddhanta” atau “Tuhan setaraf dewa” dan banyak lagi sampai saya lupa)
Anda juga mengatakan:
“Otoritas yang dikutip oleh para Vaishnava itu tdk hanya Srimad Bhagavatam dan Srimad Bhagavad Gita kok, Banyak… Upanishad2 juga.”
makanya dikomen sebelumnya juga saya bilang bli ngara itu juga begini:
“Padahal dari kitab2 yang sama, beliau mengutip sloka2 yang mendukung pernyataan2 beliau dalam tulisan2nya.”
inilah yang saya tanyakan
ketika otoritas vaisnawa membaca catur veda, upanisad, dan kitab2 lain saat ingin mengutip tentu menemukan pemuliaan Tuhan dalam nama ‘selain vaisnava’ (bukan sebagai dewa) nah, bagaimana pandangan mereka?
pura2 tidak membacanya? tidak menganggap benar?
anggap saja saya membaca bhagavad gita tetapi saya mengambil sloka yang memuliakan isvara sebagai tuhan utama. Anda pasti menganggap saya buta atau filterisasi otak saya ketat sekali sehingga segitu banyaknya sloka tentang krishna terlewat oleh saya, dan hanya sloka yang menyebutkan isvara saja yang masuk ke otak!
sebenarnya ada juga keinginan seperti kelompok anda, menganggap hanya nama tuhan saya satu2nya nama tuhan(selain itu cuma nama dewa yang semuanya mengabdi pada nama tuhan saya) tetapi saya telah membaca kitab2 itu, baik siva maupun visnu dan brahma, dll mendapatkan tempat yang sama tinggi(walau belum tentu pada kitab yang sama, kecuali catur veda). Kemudian saya menjadi merasa egois menganggap nama tuhan saya paling besar. Akhirnya saya melihat itu sebagai tuhan yang sama cuma nama yang membedakan versinya.
oke diatas itu adalah jawaban saya atas tanggapan anda, tetapi anda sendiri belum memberikan jawaban pada saya. Anda mengaburkan arah pernyataan anda dengan menuduh sayalah yang tidak meyakini kitab bhagavad gita(juga menuduh saya ingin menjadi Tuhan). padahal di atas sayalah yang bertanya, bagaimana pandangan anda pada sloka2 veda dan upanisad lain yang memuliakan ‘Tuhan” Siva/Brahma/yang lain?
Atau sederhananya saya membalik pertanyaan anda, Boleh?
Anda bertanya:
apakah saya memisahkan Bhagavad Gita dan Bhagavatam dari veda?
saya kini bertanya:
Apakah anda memisahkan Catur Veda, Upanisad2, Purana2 lain,dll(selain bhagavad gita dan Bhagavatam) dari veda.
Jawaban anda yang ini:
“Otoritas yang dikutip oleh para Vaishnava itu tdk hanya Srimad Bhagavatam dan Srimad Bhagavad Gita kok, Banyak… Upanishad2 juga”
sudah saya tunjukkan kelemahannya di atas,jadi jangan diulang.
magsud saya seperti ini:
Anda dan yang lain sering berkata “yang membaca Bhagavad Gita dan Srimad Bhagavatam tapi tidak menganggap Krishna sebagai kepribadian tuhan yang maha esa berarti kurang memahami”
Saya membaca bhagavad gita, sedikit banyak saya merasa seperti itu. tetapi bagaimana ketika saya membaca upanisad2 dan purana2 siva? bukankah saya juga harus menyadari ketuhanan siva atau saya berarti tidak membacanya dengan benar?
lalu bagaimana dengan orang2 yang anda sebut “otoritas vaisnava” yang mengutip juga kitab2 upanisad lain itu? bukankah ia juga harusnya menyadari siva(atau yang lain tergantung kiblat upanisad/purana) sebagai tuhan sejati? kenapa mereka masih boleh memandang krishna sebagai Tuhan utama?
Sayang saya tidak suka membela tuhan saya, andaikan iya bisa saja saya seperti anda:
pertama saya berstatemen: “yang membaca siva purana(contoh) tetapi tidak memahami siva sebagai tuhan sejati sama saja tidak membaca dengan benar”. NAMUN setelah itu, saya boleh membaca bhagavad gita, tetapi tetap bagi saya yang dianggap tuhan disitu adalah siva.
ini hanya gambaran saja bli putra, saya hanya membalik kata2 anda saja, seolah2 anda itu sivaism, maka akan seperti ini komen2 anda terlihat. bagaimana menurut anda komen anda versi sivaism? sedikit agak tidak masuk akal khan? tetapi itulah yang sering anda katakan.
Tidak ada yang salah dengan kita saudaraku putratridharma,tidak juga ada yang salah pada Siva/Krishna. Saya hanya mencoba, sekali lagi saya jelaskan MENCOBA, untuk menunjukkan anda sebuah cermin, kecuali anda telah merasa sudah benar, anda tidak lagi membutuhkan cermin saya. jadi mungkin ini semua hanya perasaan saya, saya merasa anda kurang paham, tetapi ternyata anda sudah jauh lebih paham dari saya. jika demikian, tentu tulisan ini hanya akan membuat anda tertawa dalam hati. Silahkan..
@ Sutha
Ikut nimbrung dikit ya… pasti ga bisa nanggepin semuanya coz baru ada free time setelah meeting 🙂
Tar diskusinya bisa muter-muter lagi deh.. bagaimana saya memandang ajaran Veda sudah disampaikan dalam artikel “Pustaka Suci Veda“. Tolong bahasan ini di move ke sana ya bli.. Intinya. saya menyatakan ada Veda yang saling bertentangan satu sama lain karena perbedaan peruntukan, yaitu ada Veda yang sattvam, rajas dan tamas. Dari mana logika berpikir saya ini? Ini bukan menurut saya lho bli.. tapi menurut kitab Brahma Vaitarta Purana yang mengelompokkan ke-18 Maha Purana kedalam 3 bagian. Brahma Vaitarta Purana sendiri bukan bagian dari Purana Sattvik, tetapi Purana Rajasik. Jika anda menolak penggolongan menurut Brahma Vaitarta Purana ini, apakah anda mereject kebenaran Purana ini? Atau anda ingin mengatakan Veda tidak singkron karena disusun oleh banyak Rsi dan bukan wahyu Tuhan?
Sejak awal saya tidak pernah mengatakan Tuhan harus disebut dengan nama Krishna, Rama atau sejenisnya. Tetapi sejak awal saya mengatakan Tuhan dan dewa itu berbeda. Mengenai hal ini juga sudah banyak didiskusikan, bukan hanya dengan anda, tetapi juga dengan peserta diskusi lainnya. bahkan saya sendiri pernah mendiskusikan hal ini di majalah Media Hindu. Khusus mengenai Siva dan Visnu, dikatakan; “Ksiram yatha dadhi vikara visesa-yogat sanjayate na hi tatah prthag asti hetoh yah sambhütam api tatha samupaiti karyad govindam adi puruñam tam aham bhajami, seperti halnya susu berobah menjadi susu asam karena bercampur dengan unsur asam; namun susu asam tidak berbeda dan juga berbeda pada saat yang sama dari sumbernya yaitu susu. Demikianlah saya sembah Govinda (Krishna) Tuhan nan asli asal keberadaan Sambhu (Siva) yang berfungsi sebagai pelebur alam material” (Brahma Samhita 5.45). Siva tidak sama dengan Tuhan (Visnu), tapi Siva juga bukan dewa seperti layaknya dewa Indra, Brahma atau Jiva tattva lainnya. Siva sama tetapi juga sekaligus berbeda. Hanya sloka Brahma Samhita inilah sumber satu-satunya yang baru saya ketahui dalam membedakan Siva dengan Visnu/Govinda/Krishna. Apa bli punya sumber sloka lainnya? Silahkan dikutipkan dan mari kita pelajari..
Kalau memang ada kutipan sloka saya yang tidak konsisten, silahkan di cuplik dan mari kita luruskan bersama. Kalau memang saya yang keliru, tentu akan saya akui dengan lapang dada..
Seorang pemuja Krishna (Tuhan) jika dia tidak memuliakan para dewa sebagai penyembah murni Krishna, maka dia bukan penyembah Tuhan yang sejati. Dalam Padma Purana dan Siva Purana (sebagaimana dikutip dalam Laghu Bhagavatamrta 2.4 dan CC Madhya-Lilä 11.31) disebutkan bahwa Parvati bertanya kepada suaminya Siva, “Dari segala macam persembahyangan, persembahyangan kepada siapakah yang paling sempurna? Dan siapakah kepribadian tertinggi yang paling pantas dipuja?” Siva menjawab, “Aradhananam sarvesam visnor aradhanam param, dari segala macam persembahyangan, persembahyangan kepada Visnu adalah yang paling tinggi tingkatannya. Tasmat parataram devi tadiyanam samarcanam, tetapi O dewi, ada lagi persembahyangan yang lebih utama dari ini yaitu memuja para penyembah (bhakta) Visnu”. Jawaban Siva ini sama dengan pernyataan Sri Krishna kepada Arjuna dalam Adi Purana, “Ye me bhakta janah partha na me bhaktas ca te janah, wahai Partha, orang yang berkata dirinya adalah bhakta- Ku, sesungguhnya bukan bhakta-Ku. Mad bhaktanam ca ye bhakta te me bhaktata mamatah, tetapi orang yang berkata bahwa dirinya adalah bhakta dari bhakta-Ku, dia lah bhakta-Ku yang sebenarnya”.
Jadi jika seseorang memuja Siva sebagai bhakta Krishna atau Sri Visnu, itulah yang benar dan menyenangkan baik Siva maupun Visnu. Tetapi jika seseorang memuja Siva dengan menganggap beliau adalah Tuhan sendiri, itu adalah penghinaan kepada Siva atau Visnu. Ini sama saja dengan perbuatan mengolok-olok seperti menyebut sang Lurah adalah Perdana Menteri dan sang Perdana Menteri adalah Lurah.
Anyway, bisa mohon kutipkan satu sloka Bhagavad Gita yang menyatakan Brahma dan Siva adalah Tuhan bli?
@ yudana
Tidak ada yang menyudutkan bali kok bli yudana… coba mari kita berdiskusi dengan baik agar maksud yang ingin disampaikan bisa dimengerti dengan baik..
@all; maaf tidak semua bisa saya tanggapi coz panjang sekali sementara waktunya mepet.. 😀
Salam,-
@putratridharma
Sepertinya anda sedang online ya?
baik saya coba tunggu sebentar.
Dewa bukan tuhan? yang mana dewa?yang mana tuhan?Siapa berhak menentukan? kitab suci mana yang dijadikan acuan? kaualau bhagavata purana bilang Vishnu, kalau siva purana bilang siva, kalau brahma purana bilang brahma.
kalau mengacu ucapan srila prabupada, berarti krishna pun bukan tuhan
@putratridharma
dari kemarin saya baca2 “@ Kidz (Calon Tuh@n)” ?? Calon Tuh @n ?? bahasa apa itu ? kode enskripsi ya ? ehehehe (becanda)
1. “…Saya setuju dengan kata universal untuk Bhg. Gita. Tapi universal di sini artinya pengetahuan Rohani untuk semua makhluk ciptaan Tuhan….”
pengetahuan rohani untuk semua makhluk ciptaan tuhan ? tuhan krishna maksud anda ?
2. “…Bhagavad Gita yang mana yang anda gunakan?…”
bhagavat gita yg saya gunakan adalah Bhagavat Gita menurut aslinya Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Acarya-pendiri International Society for Krishna Consciousness.
hanya saja saya mempelajari kitab ini dengan ‘mind set’ tuhan secara universal, meski didalamnya ada krishna, itu bukan universal menurut saya, karen bagaimanapun jg, Bhagavad gita berada di posisi bawah pembagian veda termasuk ke ithiasa, ithiasa pun ada dua Ramayana dan Mahabharata, Mahabhrata pun terdiri dari 18 parwa, dan diantara 18 parwa bhagavad gita berada disalah satunya. yah mungkin anda lebih mengetahui hal ini ketimbang saya.
3. “…Bagi saya, Siva adalah pemimpin para Vaishnava di alam semesta…”
untuk yg ini saya sudah paham kok, kata “bagi saya” yg anda sebutkan pasti bukan spekulasi anda pribadi kan?? ehehe..pasti dari sadhu Vaishnava, guru parampara Vaishnava, sumber sastra Vaishnava. dan dikalimat itu nampaknya anda masih peduli dengan “eksistensi Sivaji….” sangat bertentangan dengan kalimat anda “…Saya tidak peduli apakah anda menganggap Siva itu Tuhan atau Deva….”
“…tapi tidak semua orang bisa (berkualifikasi) menjelaskan dengan sempurna. Anda jangan sampai tertipu….”
pertama saya tidak berusaha untuk menjelaskna secara sempurna
kedua saya melihat (secara pribadi) Bhagavad Gita ini tuhan yg universal (umum)
ketiga anda bilang tidak semua orang bisa menjelaskan secara sempurna, apakah termasuk anda ?? (dari komment2 anda sih nampaknya anda salah satu yg qualified)
keempat, saya jgn sampai tertipu ?? berarti masih mungkin banyak orang tertipu ketika membaca Bhagavad gita ya? apakah bentuk tertipunya itu nampak dengan militannya seseorang dalam mempertahankan bhagavad gita ?
4. “…Eksistensi Tuhan terdiri atas 3 : Bhagavan, Brahman, dan Paramatman….”
ok berarti Tuhan yg anda maksudkan `wujudnya` ada 3 ?? dan mereka masing2 terpisah? karena tidak pernah menyatu ? ada berapa Tuhan sih ini?
“….Gitu aja kok dibuat susah?”
bukan dibuat susah…karna emang saya ga ngerti, makanya saya belajar dari anda yg lebih mengerti konsep ini.
5. “…Parama Siva yang saya pelajari itu sepadan dengan istilah Nirguna Brahman, impersonal God, Tuhan Transendental, Tuhan yang tidak berwujud, Tuhan yang Sunya, dan banyak istilah yang sepadan. Eksistensi inilah yang tertinggi menurut impersonalis…”
lg satu saya tambahkan : Tuhan yg tidak bisa dijelaskan (unexplainable)
6. “…Karena sejatinya Tuhan itu berwujud…”
ok untuk statement ini, saya `agak` kaget, tanpa mempermasalahkan sumber sastra yg menguatkan statement ini, tanpa mempermasalahkan dasar spekulasi ini, saya pribadi(yg amat bodoh ini) melihat ada keterbatasan di ajaran itu(entah ajarannya/pengikutnya)
“…kalau ada yang mengatakan Tuhan itu tidak berwujud, maka orang itu sudah menghina Tuhan….”
weleh…weleh…. KALAU saya sependapat dengan anda,saya seperti merasa orang yg mengakui keberadaan Tuhan untuk dihina.
terlalu sempit brur…..
ok..anda menilai saya masih tidak bisa membedakan tuhan dengan dewa…meski saya sudah mencoba paparkan konsep tri purusha td, its ok, gpp… tapi setidaknya saya mengerti kalimat ini “ACINTYA”, oh saya lupa lg, mungkin anda menganggap kalimat ini juga termasuk mayavadi ya? (hihihihi….)
anda bilang :
Eksistensi Tuhan terdiri atas 3 : Bhagavan, Brahman, dan Paramatman.
coba komparasi :
Tri Purusha : Parama Siva, Saddha Siva, Siva (kl yg sebenernya satu).
anda juga bilang :
Kalau ingin tahu (saya tidak pake istilah menyarankan lagi, apa lagi mengharuskan) penjelasan yang mudah tentang itu ada di buku Pokok Pokok Pikiran Weda oleh Sasvarupa das Gosvami.
saya bilang :
dalam proses pembelajaran saya akan membaca, mendengarkan, melihat pokok pikran weda dari berbagai sudut pandang, tidak hanya dari Sasvarupa das Gosvami saja, meski itu termasuk jg.
anda bilang jangan dengarkan kaum Indologis..harusnya ikuti Garis perguruan parampara (mutlak benar)
kalau saya: sedang berada ditengah2 antara kaum indologis dan garis perguruan parampara.
kenapa ?? ya saya masih belajar ilmu pengetahuan yg memang tidak akan pernah bisa saya kuasai dengan sempurna. dengan tujuan akhir saya adalah TETAP.. lebih mendalami apa yg saya yakini at the first place.
dan saya akan berguru kerohanian kepada siapa saja, dan tentu saja saya akan menunjuk satu guru rohani sesuai dengan getaran hati, sebab menurut saya pribadi (asli spekulasi saya sendiri) guru tidak perlu di uji,kalau kita sudah berdoa pada Tuhan dan memilih guru tertentu tuhan akan merestui, meski kemungkinan terjelek terjadi pada diri saya, hanya dengan mendengarkan kata guru atas karunia Tuhan, saya akan selamat. karena saya menjalankan perintah guru. meski racun yg diajarkan ke saya, saya akan minum, karena datang dari guru. karena konsep pemujaan yg diajarkan oleh guru saya adalah matha->pita>guru>devam. start sembahyang dengan tulus ke matha (ibu), sembah pita(bapak), guru(pembimbing rohani), devam (dewata), setelah semua terpenuhi, outomatically kita akan berangkat ke ParamaSiva (Tuhan yg maha Esa).
hanya untuk sharing saja,klo tidak cocok buang saja, saya hanya sampaikan ini untuk ingatkan diri saya sendiri.
Salm,-
Semoga artikel ini bisa menambah wawasan kita semua
Atman- The Soul Eternal
Jayaram V
Atman is the immortal aspect of the mortal existence, the self, which is hidden in every object of creation including man. It is the microcosm, representing the macrocosm in each of us, imparting to us divine qualities and possibilities and providing us with the reason to exist and experience the pains and pleasures of earthly life.
Atman is Brahman Itself, the very Self which descends down into the elements of nature through self-projection and participates Itself in the game of self-induced illusion and pure Delight. But bound by the senses and limited by the sensory knowledge and sensory perceptions, we, the jivas, do not perceive the truth. We go out, get involved and in the process forget who we are. It is like a man who travels out into distant lands and forgets his roots or his homeland. “The self-existent Lord pierced the senses to make them turn outward. Thus we look to the external world and see not the Self with in us.”
The Self is the silent partner in all our deeds and experiences, the observer and the indweller of all embodied beings. Its nature cannot be explained or described in human language adequately, as it is beyond the senses and the mind. “There the eyes cannot travel, nor speech nor mind. Nor do we know how to explain it to the disciples. It is other than the known and beyond the unknown.”
It can only be experienced when all the sensory activity ceases to impact the mind, when the mind itself is freed from the movement of thoughts and sense objects, and the torment of desires, which are the prime cause of all human activity and suffering, subside into quietude. The experience comes ” When the mind and the five senses are stilled and when the intellect is stilled ….They say that Yoga is complete stillness in which one enters that state of Oneness.”
Although it is described as a flame, of the size of thumb, which is said to exist between the eye brows physically , or in the heart of all emotionally , its exact location is uncertain. It has no physical or mental dimensions as such, other than as a mere reflection or an idea in the mind. But unquestionably He exists and He alone is real. All else is false and withers away, crushed by the weight of sins and pressures of time.
We are told, “The adorable one is seated in the heart and rules the breath of life. All the senses pay homage to him. When He breaks out of the body in freedom from the bonds of flesh, what else remains? This Self is Supreme.” We are also told, “Above the senses is the mind, above the mind the intellect, above that is the ego and above the ego is the unmanifest cause. And beyond is Brahman, omnipresent and without attributes.”
The ego is Atman’s poor cousin, the false center, which assumes the position of control and ownership, where as in actual reality it is a mere reflection, a product of illusion and a mental projection, born out of sensory experiences and the accumulation of memories and thoughts. While the basis of Atman is reality, permanence and Bliss, the nature of ego is illusion, impermanence and suffering.
The ego of a living being is permanently situated in ignorance and gloom and needs to be rescued from eternal doom and damnation by the indwelling Atman. The ego is a false reflection of it. The Katha Upanishad explains the relative status of the two selves in this manner, “There are two selves, the separate ego and the indivisible Atman. When one raises above I, me and mine, the Atman reveals Itself as the real Self.”
The Mundaka Upanishad is more explicit and poetic, “Like two birds perched on the same tree, intimate friends, the ego and the self, dwell in the same body. The former eats the sweet and sour fruits of life, while the later looks on with detachment.”.
This symbolism is further expanded in this verse of the Katha Upanishad, “Know the Self as the Lord of Chariot, the body as the chariot itself, the buddhi as the charioteer and the mind as reins. The senses are said to be the horses and selfish desires as the roads they (the senses) travel. When the Self is confused with the body, mind and senses, they say that he appears to enjoy pleasures and suffer sorrow.”
Although Atman is located in all of us, we cannot know It or understand It adequately with our ordinary awareness. “There no eye can penetrate, no voice, no mind. Nor do we know how to understand it or preach it.” In the Kena Upanishad the teacher explain the difficulty to the students in the following words, “If you think that you know the Self you know not.” And the student admits,” I do not think I know the Self, nor can I say I know Him not.”
And in the Katha Upanishad, Yama, the Lord of Death explains to Nachiketa,” The Self cannot be known through the study of scriptures, nor thorough intellect nor through hearing learned discourses. It can be attained only by those whom the Self chooses.” He reemphasizes the same point again else where.
The problem is further explained and the way to reach Atman is also suggested to the students in the Kena Upanishad, ” The ignorant thinks that the Self can be known by the intellect, but the enlightened one knows that He is beyond the duality of the knower and the known.”
The idea is that Atman cannot be realized by the ordinary consciousness, where the senses are active and where there is the interference of the mind in the process of awareness. There cannot be an experience of Atman where there is this gulf of “knowing” between the knower and the known. He who knows It, knows It not really.
It is the mind and the senses which stand between the two poles of reality, the knower and the known, and prevent the ordinary consciousness from realizing the true nature of Atman . The mind is thus an imperfect instrument with an inherent inability to understand and realize Atman. “The truth of Self cannot come from him who has not realized that he is the Self. The intellect cannot reveal the Self beyond its duality of subject and object.”
But how does one realize the Atman? What is the process? “The self cannot be known by he who does not desist himself from unrighteous ways, does not control his senses, nor stills his mind and does not practice meditation,” explains Yama to Nachiketa and also adds, “This awakening you have known comes not through logic and scholarship, but from close association with a realized teacher.”
But mere association with a teacher may not again be helpful, unless there is an inner and deep commitment to know the truth. “The Self cannot be known through the study of the scriptures, nor through intellect, nor through learned discourses. The self can be attained by only those whom the Self chooses. Verily to them does the Self reveals Itself.”
The connection between the outer and the inner worlds is not direct and straight. There are many intermittent stages to pass through and conditions to achieve and obstacles to over come before reaching the final goal. In Mandukya Upanishad, we are told that the self is four fold :
1. The wakeful Vaishwanara, the Universal Male (the ego),
2. The dreaming Taijasa, the enjoyer of subtle objects and the Lord of the luminous mind, (the astral),
3. The mysterious Pragna, the deep Sleeper and the Lord of Wisdom and
4. Atman the eternal, the Incommunicable, the end of phenomena, Brahman Itself.
Perhaps this may not be the entire truth for so mysterious is the inward journey and so inadequately is equipped the human mind to record the experiences of the spirit, that there may be deeper and other planes of consciousness between the wakeful state and the Atman, about whom we have yet to gain knowledge.
But what about the ultimate experience? what happens when one reaches there? No one seems to explain that experience accurately and to our complete satisfaction. It is beyond human language, for our words do not carry the intensity and luminosity of that transcendent experience.
At the same time the delight of the experience cannot be contained in the secret caves of the heart, as it gushes forth with the thundering sounds of pure joy into open. Thus for the benefit of the posterity and the ordinary, the experiences show themselves in some feeble analogies and vague symbolism.
In the Isa Upanishad we come across one such instance. The seeker first prays to Brahman, ” The face of truth is hidden behind your golden lid, O Sun. May you remove the lid so that I may see the golden Truth !” And when the request is granted and the splendor manifests Itself in him he, submerged in pure bliss, lets out these words, “In truth I am Him.”
Perhaps that is the ultimate Truth a person can discover in his or her spiritual journey, the Truth that remains hidden behind the golden lid eager to show its resplendent golden face while we struggle and strive in the mortal world with vague yearnings and uncertain future.
@Kidz
@Sutha
and
ALL IMPERSONALIS
Konsep kelepasan dan penyatuan dengan Tuhan (moksa) versi Anda yang Anda cita-citakan itu akan secara otomatis menjadikan Anda berpredikat bakalcalon/calon TUH@N. Cita-cita yang luar biasa… pikirlah dengan jernih.
dandavat…
@putratridharma
and all PERSONALIS
ACINTYA, TAT TWAM ASI. pikirkan dengan Jernih
Salam,-
@ kids
Acintya artinya tidak terpikirkan. Tidak terpikirkan oleh otak kita yang terbatas karena perwujudan Tuhan adalah perwujudan Rohani yang tidak bisa dimengerti oleh manusia. Manusia hanya bisa mengerti dan mengetahuinya atas karunia beliau yang terutama sekali disampaikan dalam kitab suci Veda.
Mengenai Personalitas dan Impersonalitas dibahas dengan sangat gamblang dalam Bhagavad Gita bab 12 dengan pertanyaan pembuka dari Arjuna dengan mengatakan : “Arjuna bertanya: Yang mana dianggap lebih sempurna: orang yang selalu tekun dalam bhakti kepada Anda dengan cara yang benar ataukah orang yang menyembah Brahman, yang tidak bersifat pribadi dan tidak terwujud?”
Jadi silahkan teman-teman semua membaca sloka-sloka Bhagavad Gita bab 12 juga ya..
Boleh aja mengatakan Tuhan tidak berwujud, tetapi harus disadari bahwa mengatakan Tuhan tidak mampu mewujudkan diri artinya kita membatasi Tuhan. Katanya Tuhan maha tidak terbatas, lalu apa susahnya buat Beliau mewujudkan diri? Itulah sebabnya dalam pustaka Veda kita mengenal 3 aspek Tuhan, yaitu:
1. Paramatman adalah aspek Tuhan yang berada di mana-mana meresapi ciptaannya yang juga selalu menemani sang Jiva di dalam setiap mahluk hidup
2. Brahman adalah aspek Tuhan yang tidak berwujud
3. Bhagavan adalah aspek Tuhan yang berwujud
Tuhan maha sempurna, maka kita tidak bisa membatasi Beliau.
Salam,-
@Kidz (calon Tuh@n)
and all PERSONALIS
Acintya? atau Acintya bheda bheda?
Tattvam asi?
Aku, Anda, dan semua entitas hidup adalah percikan Tuhan. Percikan yang keciiil sekali sejatinya adalah pelayan Tuhan, bukan Tuhan.
Om Swastasytu
putratridharma dan Kidz
Supaya diskusinya makin enak, bagaimana kalau kita diskusikan makna dari sloka upanishad di bawah ini..
Isavasya Upanishad
15. The face of the Truth (ie., Purusha in the solar orb) is veiled by a bright vessel. Mayst thou unveil it, O Sun, so as to be perceived by me whose dharma is truth.
16. O nourisher, pilgrim of the solitude, controller, absorber (of all rasas), offspring of Prajapati, cast away thy rays, gather them up and give up thy radiating brilliance. That form of thine, most graceful, I may behold. He, the Purusha (in the solar orb), I am.
Mundaka Upanishad
III-i-1: Two birds that are ever associated and have similar names, cling to the same tree. Of these, one eats the fruit of divergent tastes, and the other looks on without eating.
III-i-2: On the same tree, the individual soul remains drowned (i.e. stuck), as it were; and so it moans, being worried by its impotence. When it sees thus the other, the adored Lord, and His glory, then it becomes liberated from sorrow.
III-i-3: When the seer sees the Purusha – the golden-hued, creator, lord, and the source of the inferior Brahman – then the illumined one completely shakes off both merit and demerit, becomes taintless, and attains absolute equality.
Suksma
he he he…….. betul gimana mungkin pikiran kita yang material (yang kadang lebih banyak PIKTOR he he he) dan sungguh terbatas akan mampu menjangkau yang Maha Rohani dan tidak terbatas?
@ Putra
Minta maaf Bahasa Inggris saya jongkok sekali. jadi jangan mengira saya hebat berbahasa Inggis. Saya wong ndeso, katrok lagi.
Itu slokanya ditulis oleh siapa? Yang memberi penjelasan itu siapa? Sebab begini lho, susu itu minuman sangat bagus. Tapi kalau susu itu sudah disentuh bibir ular, maka susu itu sudah ikut beracun. Jika sudah diberi penjelasan oleh Acarya yang berkualifikasi, (mungkin) saya baru bisa memahami kalau tidak, saya tidak bisa apa2. Mungkin Anda bisa?
Om Swastyastu
Putratridarma yang anda tanyakan sloka upanishadnya ditulis oleh siapa atau diterjemahkan oleh siapa sloka tersebut. Sloka di atas bukan penjelasan tapi terjemahan. Sloka dan terjemahannya saya ambil dari sini:
http://www.gatewayforindia.com/upanishad/Isavasya-Upanishad.pdf terjemahan dan penjelasannya http://www.hinduwebsite.com/isa.asp atau http://www.yogausa.com/isavasya.php
http://www.gatewayforindia.com/upanishad/Mundaka_Upanishad.pdf terjemahan dan penjelasan http://www.hinduwebsite.com/sacredscripts/mundaka_max.asp atau http://www.yogausa.com/mundaka.php
Menarik juga analogi anda:
Susu itu minuman sangat bagus.Tapi kalau susu itu sudah disentuh bibir ular, maka susu itu sudah ikut beracun.
Apakah maksud dari analogi anda adalah apabila susu itu disentuh oleh bibir ular maka susu itu akan berubah menjadi racun ataukah setelah disentuh oleh bibir ular maka susu itu akan mengandung racun.
Dari pernyataan anda bahwa anda hanya mau mendengar penjelasan (diskusi) dari Acarya yang berkualifasi, sepertinya diskusi kita ini tidak bisa dilanjutkan karena saya bukan siapa2 yang pastinya tidak akan mau anda dengarkan.
Suksma
@ Putra
Anda salah paham.
Mohon jangan ngambek he he he….
Dari pernyataan anda bahwa anda hanya mau mendengar penjelasan (diskusi) dari Acarya yang berkualifasi, sepertinya diskusi kita ini tidak bisa dilanjutkan karena saya bukan siapa2 yang pastinya tidak akan mau anda dengarkan.
Maksud saya begini: Veda (Pengetahuan rohani) itu harus diberi ulasan/penjelasan oleh mereka yang punya otoritas dan memang berkualifikasi. Berkualifikasi bukan dalam gelar akademik material (misalnya Prof. Dr…), bukan itu. Saya beri contoh: Pak Sapleng dan Pak Ogal Ogel itu adalah Doktor, tidak diragukan kehebatannya dalam bidang akademik. Tapi buku yang dikarangnya serta ulasan-ulasan Veda yang dibuat olehnya tidak bisa dipakai sebagai pedoman untuk menekuni kerohanian. Kami tidak memakainya. Mereka memang sudah bergelar sarjana duniawi, tapi sarjana rohani, belum.
Kesimpulannya:
Jika anda mengutip Veda dan penjelasan yang bukan dijelaskan oleh orang yang berkualifikasi, maka kutipan dan penjelasan itu tidak layak utk diperdebatkan.
Tapi jika Anda memang mengutip penjelasan dari yang memang berkualifikasi, maka tentu saja anda boleh menyebarkannya. Dan saya dengan senang hati akan mendengarkan. Dalam hal ini anda adalah perpanjangan dari otoritas itu.
Demikian.
Suksme
@ Kidz
@ Sutha
@ Putra
Terimakasih sudah membuat beberapa hari ini saya bergairah. Maafkan jika ada kata-kata saya yang menyakiti atau membuat Anda tidak nyaman. Saya tunggu “pembelajaran” pada komentar-komentar selanjutnya.
DANDAVAT
@Ngarayana / @Putratridharma
ini deh pertanyaan terakhir ttg mslh ini biar tidak OOT berkepanjangan:
Jika kita membaca keagungan Krishna dlm Bhagavad Gita, dan disebutkan bahwa Narayana lebih tinggi dari brahma/Siva dlm Srimad Bhagavatam, tentu anda menganjurkan untuk percaya. Tetapi ketika dalam kitab lain anda membaca bahwa Siwa lebih tinggi daripada Brahma dan Visnu(ingat kisah Brahma dan Visnu saling berlomba), apakah anda juga akan percaya? Dari pertanyaan ini saya cuma ingin melihat apakah anda melakukan kualifikasi pada kitab2 yang ingin anda jadikan pedoman atau mengakui semua Veda, baik Satwam Rajas Tamas. Trimakasih
Menanggapi komentar yang ditujukkan kepada saya:
@putratridharma
Saya sudah mengatakan saya tidak tau apa2 tentang moksa. Ngurus bhakti dalam hidup saja belum tuntas. Dari mana anda berpikir saya ingin jadi tuhan/ ingin moksa? apakah bagi anda saya (dan kidz) terlihat begitu sombong sehingga anda kira kami berlagak tau segalanya?
Saudara Putratridharma, apakah ini pertama kalinya anda terlibat aktif dalam suatu ‘dialog’ di situs religi? atau inikah bentuk dari “merasa tidak dimengerti masyarakat” yang sering diceritakan teman2 anda? yang jelas itu bukan saya. Jangan lampiaskan “kemisionarisan” anda kepada saya. andaikan motor anda mogok deket rumah saya, silahkan hubungi saya. saya punya banyak teman Hare Krishna, Islam, Kristen,dll.
Kini bisakah anda berhenti mengatakan orang lain ingin menjadi tuhan. itu cuma fantasi anda untuk menciptakan “perfect enemy” bagi kisah imajiner anda. tampaknya (menurut saya pribadi) anda menumpahkan segala imej2 orang2 bodoh, orang2 sok tau, orang2 tidak pernah sembahyang, orang2 impersonalis, musuh2 ajaran anda, orang2 mleccha/apalah anda sebut kedalam figur kami(saya dan Kidz dan lain2), sehingga anda ingin sekali mengeluarkan jiwa pengkotbah anda pada kami. Kalau anda berkata TIDAK baguslah, saya juga berharap anda tidak begitu. Kami bukan perampok, pemadat, bukan teroris / atheis, hanya orang yang ingin bertanya dan berbagi. Haruskah anda terus menuduh kami sok menjadi Tuhan / impersonalis / istilah2 non aliran anda?
Saya sih tidak tersinggung(Kidz juga sudah bilang) tetapi tidak baik bagi anda, musuh anda bukan kami.
@ Sutha
Pertama: Perdebatan atau lebih tepatnya tanya jawab ini adalah pada tataran filosofis. Adanya konsep impersonal God untuk aspek Tuhan tertinggilah yang membuat layak diperdebatkan. Perlu diketahui kalau perdebatan antara para penganut impersonal God dengan para penganut personal God sudah berlangsung sejak lama dilakukan oleh para sanyasin atau rsi2 pengikut kedua filsafat keTuhanan ini. Diskusi kita di web ini sih tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan debat para sanyasin yang mumpuni itu.
Kedua: Maksud saya mengatakan “CALON TUH@AN” adalah menyorot filsafat ketuhanan yang Kidz, (mungkin) anda dan semua impersonalis yakini.
Ketiga: Saya memang baru pertama kali diskusi di situs religi seperti ini. Saya memang berasal dari desa terpencil nun jauh di Sulawesi Tenggara. Jadi mungkin kelihatan norak dan gak beretika bagi Anda. Sebenarnya saya juga menyadarinya kok. Terima kasih ya… Semoga saya bisa lebih bijaksana nantinya.
Keempat: Saya suka dengan kalimat penutup komentar Anda yang bijak itu. Musuh saya bukan Anda, tetapi hawa nafsu dan kebodohan dalam diri sendiri.
my dandavat to sutha and kidz
@Ngarayana
senang rasanya Ngarayana mau sekiranya merespon comment2 saya yg banyak salahnya…terima kasih sebelumnya… ijinkan saya bertanya pada anda dan teman2 karna saya memang ingin belajar.
“…Acintya artinya tidak terpikirkan,…Tuhan adalah perwujudan Rohani yang tidak bisa dimengerti oleh manusia….”
disini saya menangkap kalau kalimat anda sama dengan saudara putratridharma, dalam kalimat Tuhan adalah `perwujudan` secara rohani. berarti at the end, Tuhan memang berwujud ya? (meski secara rohani) disini, saya masih tidak mengerti tentang kata rohani, sebab setahu saya sesuatu yg bersifat rohani adalah `konsumsi` ahamkara dan bertentangan dengan manah, sedangkan kalimat berwujud pasti ‘dikonsumsi’ oleh manah. dimana manah dan ahamkara memang tidak pernah bisa akur satu sama lain.
“…Manusia hanya bisa mengerti dan mengetahuinya atas karunia beliau yang terutama sekali disampaikan dalam kitab suci Veda….”
ini juga yg membuat saya bingung, terutama sekali dalam kitab suci Veda yg anda sebutkan. Veda Smrti/Sruti ? ato mutlak Bhagavad Gita saja? nah pembagian kitab suci yg tidak kohern itu diarahkan kepada umat yg tingkat spiritualnya berbeda, tamasik, rajasik, dan satvik. dan kesimpulan anda pemujaan secara satvik yg utama, lg2 kebentur disini, purana A akan bilang ajaran B tamasik, purana B malah bilang A ajaran tamasik, kita berkulek2 disini saja rasanya.
“…Jadi silahkan teman-teman semua membaca sloka-sloka Bhagavad Gita bab 12 juga ya…”
tapi kadang2 kita jg harus komparasi juga dengan sumber yg lain, tanpa melihat tutornya dulu, tp setidaknya kita liat isinya dulu, kemudian komparasi dengan intelektual kita.
“…Itulah sebabnya dalam pustaka Veda kita mengenal 3 aspek Tuhan…”
maaf Veda yg mana? sebab seingat saya, anda menyarankan umat hindu untuk tidak mengikuti veda dari jalan pikiran kaum indologis dan seharusnya dari guru parampara, itu ya maksud anda? bagaimana menurut anda tentang buku STUTI and STAVA yg disusun oleh T.Goudriaan dan C. Hooykas, yg di `foreword` nya ada kalimat ini yg diakuinya “feels him self only a weak Sanskritist and Indologist, he prefered to restric himself to the Balinese side and looked for help with respect to the Indian side” sangat Objektif sekali dalam proses pembelajaran, tentu saja saya masih dalam pembelajaran, masih ga ngerti apa2 (makanya pengen belajar dari teman2 semua ),
kalau konsep ketuhanan yg anda sampaikan seperti ini :
“…1. Paramatman adalah aspek Tuhan yang berada di mana-mana meresapi ciptaannya yang juga selalu menemani sang Jiva di dalam setiap mahluk hidup
2. Brahman adalah aspek Tuhan yang tidak berwujud
3. Bhagavan adalah aspek Tuhan yang berwujud…”
lalu apa bedanya dengan konsep Tri Purusha yg sering saya sampaikan/komparasikan pada comment2 sebelumnya? (tentunya saja konsep tri purusha bukan dari sisi aliran Vaishnava, kalau konsep tri purusha dalam aliran vaishnava bukan lain lg ceritanya).
lalu kira2 apa maksud teman kita putratridarma bilang seperti ini “Karena sejatinya Tuhan itu berwujud” ??
“….Boleh aja mengatakan Tuhan tidak berwujud, tetapi harus disadari bahwa mengatakan Tuhan tidak mampu mewujudkan diri artinya kita membatasi Tuhan….”
yang saya sadari adalah tuhan itu personal dan impersonal, hanya saja pemahaman saya tentang Acintya disini adalah, sebenarnya Tuhan itu tidak dapat dipikirkan dalam dimensi apapun (rohani/non-rohani). sehebat apapun sastra tidak mampu menggambarkan wujud Tuhan yg sesungguhnya. hanya saja kita (manusia)yg berusaha untuk mengerti beliau, disinilah level manusia, karena kita manusia kita berdebat.
“…Tuhan maha sempurna, maka kita tidak bisa membatasi Beliau…”
tidak bisa membatasi Beliau ?? kalau kalimat seperti ini gmn ? “Tuhan ADALAH Krisna sesuai dengan Bhagavad Gita `as it is`”
Terima kasih atas penjelasannya, maklumi kekurangan saya.
@putratridarma
anda memang benar2 orang super tidak konsisten saya liat dalam perdebatan ini,awalnya anda ngajarin saya tentang etika debat klo orang tanya malah jawab, eh anda dengan sutha, dia ngasi pertanyaan anda malah balas dengan pertanyaan (doh).
lalu anda jg dalam berdebat kadang ga jelas mau ngomong apa
“Acintya? atau Acintya bheda bheda? ”
tp saya suka dengan sifat juang anda yg tidak pantang menyerah, mencoba berbagai cara untuk mempertahankan pendapat anda, meski kadang penjelasannya kontroversi, ga masuk akal,kaku dan selalu debateable.
@Sutha
its ok lah kalau mereka `mengatai` dengan berbagai bentuk, its just a debate, mau dibilang sok pintar lah, sok paling tau lah, pengikut sesat lah, mayavadi lah, aliran tamasik lah. oh ya calon Tuhan/Calon Tuh @n ato apalah (what ever….)
itu kan baru pendapat dia/mereka yg notabene adalah manusia, sama seperti kita.
paling terpenting disini kita berdebat, bukan untuk dinilai untuk seseorang, dan kita tidak butuh penilaian manusia dalam hal berbhakti pada Tuhan.
Salam,-
@Putratridharma
Well, good luck…
Semua punya tanggapannya masing2. nanti kalau kita akhirnya mencapai (entah apa layaknya disebut, moksa, krisnaloka, apalah) mari kita tertawakan bersama.
Menjelang itu, saya sibuk urusan bhakti dunia dulu. sibuk dalam lila-Nya.
Dandavat
juga
@ Kidz
Sebenarnya saya sudah ingin menutup perdebatan ini, tapi Anda menantang lagi. Oke deh, saya layani. Saya akan tanggapi juga yg ditujukan ke Prb. Ngarayana. Anggap saja ronde kedua he he he…
1. “…Acintya artinya tidak terpikirkan,…Tuhan adalah perwujudan Rohani yang tidak bisa dimengerti oleh manusia….”
disini saya menangkap kalau kalimat anda sama dengan saudara putratridharma, dalam kalimat Tuhan adalah `perwujudan` secara rohani. berarti at the end, Tuhan memang berwujud ya? (meski secara rohani) disini, saya masih tidak mengerti tentang kata rohani, sebab setahu saya sesuatu yg bersifat rohani adalah `konsumsi` ahamkara dan bertentangan dengan manah, sedangkan kalimat berwujud pasti ‘dikonsumsi’ oleh manah. dimana manah dan ahamkara memang tidak pernah bisa akur satu sama lain.
Komentar saya:
Ahamkara (ego palsu) dan Manah (pikiran) adalah energi material. Bagaimana mungkin hal yang material mampu menjangkau yang Maha Rohani? Baiklah supaya jelas, saya kutipkan arti sloka Bhg. Gita 7.4. Tanah, air api, udara, angkasa, pikiran, kecerdasan, dan keakuan yang palsu- secara keseluruhan delapan unsur ini merupakan tenaga-tenaga material yang terpisah dari diriKu.
2. “…Manusia hanya bisa mengerti dan mengetahuinya atas karunia beliau yang terutama sekali disampaikan dalam kitab suci Veda….” ini juga yg membuat saya bingung, terutama sekali dalam kitab suci Veda yg anda sebutkan. Veda Smrti/Sruti ? ato mutlak Bhagavad Gita saja? nah pembagian kitab suci yg tidak kohern itu diarahkan kepada umat yg tingkat spiritualnya berbeda, tamasik, rajasik, dan satvik. dan kesimpulan anda pemujaan secara satvik yg utama, lg2 kebentur disini, purana A akan bilang ajaran B tamasik, purana B malah bilang A ajaran tamasik, kita berkulek2 disini saja rasanya.“…Jadi silahkan teman-teman semua membaca sloka-sloka Bhagavad Gita bab 12 juga ya…” tapi kadang2 kita jg harus komparasi juga dengan sumber yg lain, tanpa melihat tutornya dulu, tp setidaknya kita liat isinya dulu, kemudian komparasi dengan intelektual kita.
Komentar saya: Tidak ada pemaksaan untuk mengikuti jenis mana. Kita dipersilakan memilih yang mana mau diikuti. Jadi bergantung tujuannya. Satvam, rajas, tamas kan kita sudah tahu artinya sejak kelas 1 SD. Jadi, bergantung tujuan hidup kita. Dan perlu dicatat kita sudah diberikan fasilitas kecerdasan untuk memilih yang mana.
3. “…Itulah sebabnya dalam pustaka Veda kita mengenal 3 aspek Tuhan…” maaf Veda yg mana? sebab seingat saya, anda menyarankan umat hindu untuk tidak mengikuti veda dari jalan pikiran kaum indologis dan seharusnya dari guru parampara, itu ya maksud anda? bagaimana menurut anda tentang buku STUTI and STAVA yg disusun oleh T.Goudriaan dan C. Hooykas, yg di `foreword` nya ada kalimat ini yg diakuinya “feels him self only a weak Sanskritist and Indologist, he prefered to restric himself to the Balinese side and looked for help with respect to the Indian side” sangat Objektif sekali dalam proses pembelajaran, tentu saja saya masih dalam pembelajaran, masih ga ngerti apa2 (makanya pengen belajar dari teman2 semua ),
Komentar saya: Apa kualifikasi rohani dari para indoolog itu? Nggak ada! Mereka hanya ingin mengaburkan pelan-pelan isi Veda. Ujung2nya konversi alias Gospel!
4. kalau konsep ketuhanan yg anda sampaikan seperti ini :
“…1. Paramatman adalah aspek Tuhan yang berada di mana-mana meresapi ciptaannya yang juga selalu menemani sang Jiva di dalam setiap mahluk hidup
2. Brahman adalah aspek Tuhan yang tidak berwujud
3. Bhagavan adalah aspek Tuhan yang berwujud…”
lalu apa bedanya dengan konsep Tri Purusha yg sering saya sampaikan/komparasikan pada comment2 sebelumnya? (tentunya saja konsep tri purusha bukan dari sisi aliran Vaishnava, kalau konsep tri purusha dalam aliran vaishnava bukan lain lg ceritanya).
Komentar saya: Bedanya adalah dalam pemahaman Anda aspek Tuhan tertinggi adalah yang tidak berwujud (Brahman), sedangkan di Vaishnava, aspek tertinggi dan maha sempurna adalah yang berwujud (Bhagavan)
4. lalu kira2 apa maksud teman kita putratridarma bilang seperti ini “Karena sejatinya Tuhan itu berwujud” ?
“….Boleh aja mengatakan Tuhan tidak berwujud, tetapi harus disadari bahwa mengatakan Tuhan tidak mampu mewujudkan diri artinya kita membatasi Tuhan….”
yang saya sadari adalah tuhan itu personal dan impersonal, hanya saja pemahaman saya tentang Acintya disini adalah, sebenarnya Tuhan itu tidak dapat dipikirkan dalam dimensi apapun (rohani/non-rohani). sehebat apapun sastra tidak mampu menggambarkan wujud Tuhan yg sesungguhnya. hanya saja kita (manusia)yg berusaha untuk mengerti beliau, disinilah level manusia, karena kita manusia kita berdebat.
Komentar saya: Pikiran yang sudah rohani (murni sepenuhnya) akan mampu mengerti Krishna. Mengertinyapun tidak mengerti semua. Sebab Roh hanya percikan keciiiiil dari Krishna. Jangankan mengerti Krishna, mengerti Sivaji saja tidak ada yang mampu untuk mengerti semuanya kecuali Krishna sendiri.
5. “…Tuhan maha sempurna, maka kita tidak bisa membatasi Beliau…” tidak bisa membatasi Beliau ?? kalau kalimat seperti ini gmn ? “Tuhan ADALAH Krisna sesuai dengan Bhagavad Gita `as it is`”
Komentar saya: Karena memang Krishna yang bersabda di situ, bukan Sivaji, atau Brahmaji.
6. Anda memang benar2 orang super tidak konsisten saya liat dalam perdebatan ini,awalnya anda ngajarin saya tentang etika debat klo orang tanya malah jawab, eh anda dengan sutha, dia ngasi pertanyaan anda malah balas dengan pertanyaan (doh).
lalu anda jg dalam berdebat kadang ga jelas mau ngomong apa
“Acintya? atau Acintya bheda bheda? ” tp saya suka dengan sifat juang anda yg tidak pantang menyerah, mencoba berbagai cara untuk mempertahankan pendapat anda, meski kadang penjelasannya kontroversi, ga masuk akal, kaku dan selalu debateable.
Komentar saya: Acintya yang anda pahami hanya sebuah istilah (kata) saja. Dan Anda salah kaprah dalam pemaknaannya, dan sudah dijelaskan oleh Prb. Ngarayana. Sedangkan Achintya Bheda Bheda adalah sistem filsafat yang diajarkan oleh Tuhan Sri Chaitanya Mahaprabhu (Krishna yang berinkarnasi lebih dari 500 tahun yang lalu. Filsafat inilah yang diikuti oleh garis pergurhuan Srila Prabhupada.
Sekian tanggapan saya. Kurangnya mohon dimaklumi
dandavat
@putratridharma
eh diskusinya mau uda mau ditutup ya? hmm… saya jg berfikir begitu makanya saya diskusinya dengan Ngarayana, dan comment saya ke anda terakhir jg nampaknya menunjukkan comment yg ke arah menutup diskusi dengan anda. dan kalau pertanyaan2 saya ke Ngarayana anda anggap sebagai `tantangan` ronde kedua ke anda, ya bole2 saja sih…..
oh ya tumben kali ini ga ada Kidz(Calon Tuh @ n)pasti lupa mencantumkannya hehehehe….
“…Bagaimana mungkin hal yang material mampu menjangkau yang Maha Rohani?…”
ok kita semua adalah `hal` yg sifatnya material (anda, saya, kita semua) lalu dengan kalimat anda “sejatinya Tuhan itu berwujud” akan timbul pertanyaan…apa wujudNya? bagaimana bentukNya? apakah seperti manusia (material)?? seperti alien? atau apa? apa kualifikasi rohani kita mengatakan beliau berwujud ? tambah bingung jadinya saya nih…. penjelasan anda tidak pernah selaras, tidak saling menguatkan satu sama lain, bingung saya belajarnya.
“…Tidak ada pemaksaan untuk mengikuti jenis mana….”
lalu bagaimana dengan kalimat seperti ini, JANGAN ikuti ajaran selain guru parampara atau saya perjelas lagi HANYA Veda dari ajaran Vaishnava yg benar, Hanya guru Vaishnava yg berassor Krishna yg benar lainnya penipu,Bhagavad Gita adalah kitab suci yg paling benar, hanya `susu` di Vaishnava yg murni, `susu` yg lain uda kena bibir ular, secara tidak langsung apakah itu bentuk pemaksaan ? (secara sangat halus dan manis/evolusi)
“…Apa kualifikasi rohani dari para indoolog itu?…”
saya sudah kutipkan kan? baca pelan2 “feels him self only a weak Sanskritist and Indologist, he prefered to restric himself to the Balinese side and looked for help with respect to the Indian side”
dia juga `lari` belajar ke guru parampara India sebagai salah satu bagian proses belajarnya. (melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang) kalau melihat sesuatu hanya dari sudut pandang saja susah brur…….kecil, sempit , dan tidak berkembang jadinya.
“…Bedanya adalah dalam pemahaman Anda aspek Tuhan tertinggi adalah yang tidak berwujud (Brahman), sedangkan di Vaishnava, aspek tertinggi dan maha sempurna adalah yang berwujud (Bhagavan)…”
oh ya..ternyata disini letak perbedaan saya dengan anda yg sangat mencolok, aspek tertinggi Tuhan yg anda pahami : Maha Sempurna (berwujud) berarti aspek yg tidak berwujud belum termasuk Maha Sempurna.
beda sekali memang dengan saya, Tuhan mampu mewujudkan diriNYA jadi apapun, namun itu bukan sifat Tuhan yg sebenarnya karena aspek tertinggi beliau adalah tidak dapat dijelaskan apapun juga (tidak berwujud).
“… Pikiran yang sudah rohani (murni sepenuhnya)akan mampu mengerti Krishna. Mengertinyapun tidak mengerti semua…”
anda membenarkan pengertian aspek Tuhan Acintya yg dijelaskan Ngarayana yg berarti tidak terpikirkan, apakah anda bisa menjelaskan tentang maksud kata `pemikiran rohani` ?? apa dasarnya pertimbangan anda yg sudah tau orang yg sudah berfikir rohani(murni)/belum ? kualifikasi rohani ?? yg bagaimana dikatakan rohani yg berkualifikasi ?
Acintya = tidak terpikirkan, lalu manusia akan mampu mengerti Krishna. lalu apakah Krishna Acintya ??
“…Karena memang Krishna yang bersabda di situ, bukan Sivaji, atau Brahmaji. ..”
ya karena `teman` anda Bhagavad gita as it is saja. yg lain…sudah di “mind set” palsu,racun,penipu oleh anda. wajar jadinya komentar anda seperti itu. dan karena anda pun mungkin berkeyakinan bahwa diseluruh Veda di alam semesta, hanya Krishna yg bersabda disitu, bukan Sivaji atau Brahmaji…..hhmmm…..
“Acintya yang anda pahami hanya sebuah istilah (kata) saja.”
“…Dan Anda salah kaprah dalam pemaknaannya…”
ok komentar saya pun jadinya seperti ini,
Achintya Bheda Bheda itu hanyalah sebuah istilah sistem saja, dan anda salah kaprah dalam pemaknaannya.
Salam,-
@Kidz
1. oh ya tumben kali ini ga ada Kidz(Calon Tuh @ n)pasti lupa mencantumkannya hehehehe….
Komentar saya: Nggak lupa kok. Takut kidznya ngambek…
2. “…Bagaimana mungkin hal yang material mampu menjangkau yang Maha Rohani?…”ok kita semua adalah `hal` yg sifatnya material (anda, saya, kita semua) lalu dengan kalimat anda “sejatinya Tuhan itu berwujud” akan timbul pertanyaan…apa wujudNya? bagaimana bentukNya? apakah seperti manusia (material)?? seperti alien? atau apa? apa kualifikasi rohani kita mengatakan beliau berwujud ? tambah bingung jadinya saya nih…. penjelasan anda tidak pernah selaras, tidak saling menguatkan satu sama lain, bingung saya belajarnya.
Komentar saya: Iya sampai sejuta kalipun anda tanyakan itu, tetap jawabannya: Tuhan itu berwujud! Dalam sloka 4.6 disebutkan: “Walaupun Aku tidak dilahirkan dan badan rohani-Ku tidak pernah merosot, dan walaupun Aku Penguasa semua makhluk hidup, Aku masih muncul pada setiap jaman dalam bentuk rohani-Ku yang asli”. Anda belum mengerti juga kalau Krishna adalah Personalitas Tuhan Yang Maha Esa? Itu sangat wajar, Sri Krishna sudah menyampaikannya dalam sloka 7.5 : “Di antara beribu-ribu orang, mungkin ada satu yang berusaha untuk mencapai kesempurnaan, dan di antara mereka yang sudah mencapai kesempurnaan, hampir tidak ada satupun yang mengetahui tentang Diri-Ku dengan sebenarnya”.
Kita tidak punya kualifikasi apa2 utk mendeskripsikan wujud Tuhan, tetapi Vedalah yang menguraikan wujud Tuhan: Beliau selalu ditemani serulingNya, wajahNya seperti apa, mata padmaNya seperti apa, pakainNya seperti apa, di kepalaNya selalu terselip bulu merak, dsb. “… Berdasarkan uraian vedalah kemudian gambar dan arcaNya dibuat.
3. Tidak ada pemaksaan untuk mengikuti jenis mana….” lalu bagaimana dengan kalimat seperti ini, JANGAN ikuti ajaran selain guru parampara atau saya perjelas lagi HANYA Veda dari ajaran Vaishnava yg benar, hanya guru Vaishnava yg berasessor Krishna yg kualifaid/bonafide, lainnya penipu, Bhagavad Gita adalah kitab suci yg paling benar, hanya `susu` di Vaishnava yg murni, `susu` yg lain uda kena bibir ular, secara tidak langsung apakah itu bentuk pemaksaan ? (secara sangat halus dan manis/evolusi)
Komentar saya: Sepertinya, anda berlebihan deh. Supaya dapat memahami Veda, memang dianjurkan supaya berguru kepada guru yang sejati. Yang namanya Veda itu tidak mungkin salah. Veda itu sabda Tuhan, jadi jangan anda melebih2kan seolah-olah kami di Vaishnava itu begitu picik memandang Veda. Walaupun weda (sabda Tuhan) tidak mungkin salah yang ibaratnya seperti susu, tapi kalau sudah disentuh oleh bibir ular, tentu susu itu menjadi mengandung racun. Benar, hanya guru yang penyembah Tuhan yang Maha Esa (Vaishnava murni) barulah disebut guru kerohanian yang benar. Yang lainnya “mungkin penipu”. Walaupun para sadhu dan guru Vaishnava menyebarkan ajarannya, tapi kalau orang tidak mau, tentu tidak dipaksa. Mereka-mereka yang sudah sangat bijak itu tidak menggunakan kekerasan baik fisik maupun non fisik. Srila Prabhupada contohnya. Beliau yang secara fisik sudah sangat tua, tapi sukses mengajarkan ke dunia Barat. Apa beliau memaksa?
4. “…Apa kualifikasi rohani dari para indoolog itu?…” saya sudah kutipkan kan? baca pelan2 “feels him self only a weak Sanskritist and Indologist, he prefered to restric himself to the Balinese side and looked for help with respect to the Indian side”
dia juga `lari` belajar ke guru parampara India sebagai salah satu bagian proses belajarnya. (melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang) kalau melihat sesuatu hanya dari sudut pandang saja susah brur…….kecil, sempit , dan tidak berkembang jadinya.
Komentar saya: Iya mungkin dia pernah bertanya ke guru di India. Apa disebutkan ke guru siapa? Kalaupun benar dia bertanya tentang Veda ke guru, tentu bukan dalam rangka mendalami kerohanian, tetapi hanya dalam upaya bagaimana bisa mengutak atik veda kemudian menyimpangkannya secara halus. Kata-kata dia belajar kepada guru di India hanya untuk melegitimasi apa yang dia tulis. Ingat indoolog itu identik dengan konversi alias Gospel!
5. “…Bedanya adalah dalam pemahaman Anda aspek Tuhan tertinggi adalah yang tidak berwujud (Brahman), sedangkan di Vaishnava, aspek tertinggi dan maha sempurna adalah yang berwujud (Bhagavan)…” Oh ya..ternyata disini letak perbedaan saya dengan anda yg sangat mencolok, aspek tertinggi Tuhan yg anda pahami : Maha Sempurna (berwujud) berarti aspek yg tidak berwujud belum termasuk Maha Sempurna.
beda sekali memang dengan saya, Tuhan mampu mewujudkan diriNYA jadi apapun, namun itu bukan sifat Tuhan yg sebenarnya karena aspek tertinggi beliau adalah tidak dapat dijelaskan apapun juga (tidak berwujud).
Komentar saya: Brahman (aspek Tuhan yang tdk berwujud) itu aspek yang belum lengkap. Ya… Anda benar. Tuhan mampu mewujudkan diriNya menjadi apapun. Beliau kan maha kuasa. Tapi wujud sejatinya adalah Krishna (Bhagavan). Wujud-wujud yang lain adalah ekspansi dari Beliau. Cahaya rohani badan Beliau itulah Brahman yang Anda anggap sebagai aspek tertinggi.
6. “… Pikiran yang sudah rohani (murni sepenuhnya) akan mampu mengerti Krishna. Mengertinyapun tidak mengerti semua…” anda membenarkan pengertian aspek Tuhan Acintya yg dijelaskan Ngarayana yg berarti tidak terpikirkan, apakah anda bisa menjelaskan tentang maksud kata `pemikiran rohani` ?? apa dasarnya pertimbangan anda yg sudah tau orang yg sudah berfikir rohani (murni)/belum ? kualifikasi rohani ?? yg bagaimana dikatakan rohani yg berkualifikasi ? Acintya = tidak terpikirkan, lalu manusia akan mampu mengerti Krishna. lalu apakah Krishna Acintya?
Komentar saya: Saya paham maksud Anda. Jika seseorang memikirkan dan mencintai Krishna selama 24 jam dalam sehari, maka pikirannya sudah rohani sepenuhnya. Dialah penyembah murni Tuhan. Karena pikirannya terus kepada Krishna, maka pikirannya sudah dirohanikan sepenuhnya oleh Krishna. Tuhan bisa merohanikan yang material lho… beliau kan maha kuasa. Penyembah murni seperti ini tidak mudah untuk dilihat oleh mata kita yang berdebu material ini. Hanya vaishnava yang juga murni tahu kalau seseorang itu sudah murni. TOLONG CATAT: Saya tidak tidak pernah mengatakan kalau saya bisa tahu penyembah murni. Penyembah murni yang lainlah yang bisa tahu Vaishnava X itu penyembah murni Tuhan. Kemudian orang-orang meyakininya dan bersujud utk beliau.
Sekali lagi acintya saya ulangi: acintya itu artinya memang tak terpikirkan oleh pikiran material kita (saya dan anda) dan yang lainnya juga yang belum rohani sepenuhnya pikirannya.
7. “…Karena memang Krishna yang bersabda di situ, bukan Sivaji, atau Brahmaji. ..” ya karena `teman` anda Bhagavad gita as it is saja. yg lain…sudah di “mind set” palsu, racun, penipu oleh anda. Wajar jadinya komentar anda seperti itu. dan karena anda pun mungkin berkeyakinan bahwa diseluruh Veda di alam semesta, hanya Krishna yg bersabda di situ, bukan Sivaji atau Brahmaji…..hhmmm…..
Komentar saya: Saya hanya mengatakan kalau yang di Bhg. Gita itu memang Krishna yang bersabda. Coba perhatikan: Sri Bhagavan Uvaca…
bukan Sivaji uvaca… atau Brahmaji uvaca…..
8. “Acintya yang anda pahami hanya sebuah istilah (kata) saja.”
“…Dan Anda salah kaprah dalam pemaknaannya…” ok komentar saya pun jadinya seperti ini, Achintya Bheda Bheda itu hanyalah sebuah istilah sistem saja, dan anda salah kaprah dalam pemaknaannya.
Komentar saya: Iya mungkin saya salah kaprah. Untuk itu saya sarankan anda bertanya tentang achintya bheda bheda tatva ke penyembah yang senior. Pengetahuan saya masih cetek.
@ Kidz
Tambahan komentar no 3
Yang lainnya “mungkin penipu”. maksud saya: guru yang tidak percaya dan bukan penyembah Personalitas Tuhan Yang Maha Esa.
@putratridharma
“…Nggak lupa kok. Takut kidznya ngambek……”
ngambek… ?? ahahahaha…dari mana sumber analisa anda itu ? panggil saya saja bebas..calon apapun bole, ga ngaruh kok sama saya.
emang ada komentar saya mengarah ke ngambek…ck…ck..ck
“….Iya sampai sejuta kalipun anda tanyakan itu, tetap jawabannya: Tuhan itu berwujud! …”
iya, karena sejuta kali saya tanyapun, pasti mentoknya di Bhagavad Gita, jgn2 anda ga tau klo ada Rg. Veda jg…hihihihi…
“..dan di antara mereka yang sudah mencapai kesempurnaan, hampir tidak ada satupun yang mengetahui tentang Diri-Ku dengan sebenarnya”
berarti anda dan Vaishnava yg lainnya uda mencapai kesempurnaan, karena sudah jelas mengetahui tentang “AKU” yg disebutkan oleh ‘VEDA’ itu sebenarnya, sudah jelas mengetahui wujudnya, intinya mengetahui “Diri-Ku” adalah Krisha lengkap dengan mengetahui wujud ‘Tuhan’ itu sendiri dengan menggambarkan dengan gamblang
“Beliau selalu ditemani serulingNya, wajahNya seperti apa, mata padmaNya seperti apa, pakainNya seperti apa, di kepalaNya selalu terselip bulu merak, dsb.” hebat….kalau seperti itu berarti memang benar kata anda, saya ini orang yg keliru, salah paham (tidak sempurna) tidak seperti anda, dan para Vaishnava lainnya.
“…seolah-olah kami di Vaishnava itu begitu picik memandang Veda. …”
anda berfikir seperti itu ??
“…Tapi wujud sejatinya adalah Krishna (Bhagavan). Wujud-wujud yang lain adalah ekspansi dari Beliau…”
berarti menurut Veda yg anda pahami, konsep berwujud, yg mampu dipikirkan / dilihat itu lebih tinggi dari pada konsep, tidak mampu dipikirkan/diwujudkan/dilihat ??
wujud yg sempurna ?? ato
sempurna sampai tidak mampu di wujudkan ??
“…Jika seseorang memikirkan dan mencintai Krishna selama 24 jam dalam sehari, maka pikirannya sudah rohani sepenuhnya. Dialah penyembah murni Tuhan. Karena pikirannya terus kepada Krishna, maka pikirannya sudah dirohanikan sepenuhnya oleh Krishna…”
oooh semudah itu ya pikiran menjadi rohani,dan diharapkan mampu mengetahui Tuhan, pantesan anda mengikuti ajaran ini. selama ini saya yg kurang tanggap berarti ya? soalnya saya diajarkan untuk memikirkan Tuhan selama 24 jam sehari DAN juga seluruh mahluk ciptaannya (tatwam asi), oh iya ini mayavadi jg ya ?
“…acintya itu artinya memang tak terpikirkan oleh pikiran material kita (saya dan anda) dan yang lainnya juga yang belum rohani sepenuhnya pikirannya. …”
anda bilang Krishna adalah Tuhan (titik). trus anda membenarkn tuhan tidak bisa dipikirkan oleh pikiran material. saya memiliki pikiran material karena menurut saya, tuhan tidak berwujud, namun anda dengan gamblang bilang bentuk2 Tuhan (bukan dewa2), so kesimpulannya anda termasuk penyembah murni yg memiliki pikiran non material (pikiran rohani).
“…Coba perhatikan: Sri Bhagavan Uvaca…
bukan Sivaji uvaca… atau Brahmaji uvaca……”
coba perhatikan veda yg posisinya lebih tinggi Sruti–> Rg Veda
“…Untuk itu saya sarankan anda bertanya tentang achintya bheda bheda tatva ke penyembah yang senior. …”
saya sarankan jg untuk cari tau acintya pada yg senior, pengetahuan masih nol besar.
“…maksud saya: guru yang tidak percaya dan bukan penyembah Personalitas Tuhan Yang Maha Esa…”
mentok lg tentang pemahan tentang tuhan, bukan guru.
salam,-
@Kidz
Wah ternyata anda senang dengan sebutan “Calon Tuh@n” saya baru tahu. Kirain sama dengan Sutha yg agak jengkel dgn sebutan itu.
“….Iya sampai sejuta kalipun anda tanyakan itu, tetap jawabannya: Tuhan itu berwujud! …”iya, karena sejuta kali saya tanyapun, pasti mentoknya di Bhagavad Gita, jgn2 anda ga tau klo ada Rg. Veda jg…hihihihi… “..
Kometar saya: Tolong Baca kembali komentar saya tentang Dewa Memang Bukan Tuhan di atas. Walau tidak menguasai Rg Veda, tapi saya mengutip juga beberapa sloka. Tentu tidak sama dengan Anda yang sudah memiliki ribuan jenis Kitab Veda itu, dan mungkin Anda sudah membanding-bandingkan isinya dan menyimpulkan isi ribuan kitab itu. Kalau saya sih hanya punya Bhg. Gita dan beberapa jilid Srimad Bhagavatam, itupun tidak saya kuasai. Membacanyapun baru beberapa sloka saja. Saya sadari umur saya tidaklah lebih dari seratus tahun, sementara untuk mempelajari semua Veda butuh waktu ribuan tahun. Karena itulah saya hanya akan mempelajari yang memungkinkan untuk saya. Bagi saya Bhg. Gita dan Bhagavatam itu adalah susu. Sedangkan Veda2 yang lain itu sapinya. Krishnanya sudah menyediakan susunya, ya saya tinggal mohon dari guru yang merupakan wakil Krishna terus minum deh. Uhhh nikmatnya. Inilah cara belajar veda yang gampang untuk zaman kali ini..
…..dan di antara mereka yang sudah mencapai kesempurnaan, hampir tidak ada satupun yang mengetahui tentang Diri-Ku dengan sebenarnya” berarti anda dan Vaishnava yg lainnya uda mencapai kesempurnaan, karena sudah jelas mengetahui tentang “AKU” yg disebutkan oleh ‘VEDA’ itu sebenarnya, sudah jelas mengetahui wujudnya, intinya mengetahui “Diri-Ku” adalah Krishna lengkap dengan mengetahui wujud ‘Tuhan’ itu sendiri dengan menggambarkan dengan gamblang.
Komentar saya: yang dimaksud mengetahui tentang diriKu di sini adalah mengetahui kemahakuasaan Krishna, Kemahaadilan Krishna, Kemahabesaran Krishna, Kemahapenyayang Krishna, dan Kemaha2 yang lain. Kalau saya dan teman-teman Vaishnava sih tidak tahu apa2. Hanya karena Krishna Maha Pemurah sehingga beliau mengijinkan penyembahnya untuk mengetahui kalau Beliau itulah Tuhan. Mengetahuinya melalui sabda-sabda Beliau dalam Veda (sastra), lewat penjelasan orang suci (sadhu) dan lewat guru kerohanian. MENGETAHUINYA PUN SEBATAS TAHU BAHWA BELIAU ITU TUHAN tempat untuk menyerahkan diri. Dan seberapa besar kemahakuasaan Beliau, tidak ada yang tahu.
“Beliau selalu ditemani serulingNya, wajahNya seperti apa, mata padmaNya seperti apa, pakainNya seperti apa, di kepalaNya selalu terselip bulu merak, dsb.” hebat….kalau seperti itu berarti memang benar kata anda, saya ini orang yg keliru, salah paham (tidak sempurna) tidak seperti anda, dan para Vaishnava lainnya. “…seolah-olah kami di Vaishnava itu begitu picik memandang Veda. …” anda berfikir seperti itu ??
Komentar saya: Iya, Anda tidak sempurna. Apa anda berpikir kalau Anda akan sempurna? Saya juga tidak sempurna. Kita semua tidak sempurna. Karena itulah kita harus tunduk hati dan mendekati otoritas untuk belajar. Otoritas itu sudah berulang kali saya tulis: SADHU, SASTRA, DAN GURU.
“…Tapi wujud sejatinya adalah Krishna (Bhagavan). Wujud-wujud yang lain adalah ekspansi dari Beliau…” berarti menurut Veda yg anda pahami, konsep berwujud, yg mampu dipikirkan / dilihat itu lebih tinggi dari pada konsep, tidak mampu dipikirkan/diwujudkan/dilihat?
Komentar saya: Apa Anda berpikir kalau wujud Tuhan itu material? Itu wujud Rohani Bung! APA PIKIRAN ANDA MAMPU MENJANGKAU WUJUD ROHANI KRISHNA? Karena belas kasihan Krishna, sehingga Beliau mengizinkan wujudNya diarcakan.
wujud yg sempurna ? ato
sempurna sampai tidak mampu di wujudkan?
Komentar saya: Anda benar! Sempurna sampai tidak mampu diwujudkan oleh pikiran material kita. Tapi karena belas kasihan Krishna sehingga di Veda ada penjelasan dan ciri-ciri wujud Beliau.
“…Jika seseorang memikirkan dan mencintai Krishna selama 24 jam dalam sehari, maka pikirannya sudah rohani sepenuhnya. Dialah penyembah murni Tuhan. Karena pikirannya terus kepada Krishna, maka pikirannya sudah dirohanikan sepenuhnya oleh Krishna…” oooh semudah itu ya pikiran menjadi rohani,dan diharapkan mampu mengetahui Tuhan, pantesan anda mengikuti ajaran ini. selama ini saya yg kurang tanggap berarti ya? soalnya saya diajarkan untuk memikirkan Tuhan selama 24 jam sehari DAN juga seluruh mahluk ciptaannya (tatwam asi), oh iya ini mayavadi jg ya?
Komentar saya: Ohhh Anda luar biasa sekali kalau anda dengan mudah memikirkan dan mencintai Tuhan selama 24 jam sehari, ditambah lagi memikirkan seluruh mahluk ciptaaNya. Kalau di Vaishnava, jarang yang mampu mencintai dan memikirkan Tuhan 24 jam sehari. Karena itulah penyembah murni itu jumlahnya sedikit. Kalau saya untuk mengingat Krishna selama 20 menit sehari saja susaaah sekali. Tolong ajari saya bagaimana supaya bisa seperti itu.
“…acintya itu artinya memang tak terpikirkan oleh pikiran material kita (saya dan anda) dan yang lainnya juga yang belum rohani sepenuhnya pikirannya. …” anda bilang Krishna adalah Tuhan (titik). trus anda membenarkn tuhan tidak bisa dipikirkan oleh pikiran material. saya memiliki pikiran material karena menurut saya, tuhan tidak berwujud, namun anda dengan gamblang bilang bentuk2 Tuhan (bukan dewa2), so kesimpulannya anda termasuk penyembah murni yg memiliki pikiran non material (pikiran rohani).
Komentar saya: Karena belas kasihanNya maka di Veda dijelaskan ciri-ciri dan seperti apa “sosok” Beliau. Berdasarkan itulah arca dan gambarnya dibuat (berulang-ulang sudah saya sampaikan). Nah yang mampu kita pikirkan adalah arca atau gambarNya. Kita akan berpikir ohhh Tuhan Krishna seperti itu to…Apa Anda masih juga tidak percaya?
“…Coba perhatikan: Sri Bhagavan Uvaca…
bukan Sivaji uvaca… atau Brahmaji uvaca……”
coba perhatikan veda yg posisinya lebih tinggi Sruti–> Rg Veda
Komentar saya: Siapa yang mengatakan kalau Rg. Veda itu lebih tinggi dari Bhagavad Gita? Tolong anda jangan ngawur….
“…Untuk itu saya sarankan anda bertanya tentang achintya bheda bheda tatva ke penyembah yang senior. …” saya sarankan jg untuk cari tau acintya pada yg senior, pengetahuan masih nol besar. “…maksud saya: guru yang tidak percaya dan bukan penyembah Personalitas Tuhan Yang Maha Esa…” mentok lg tentang pemahan tentang tuhan, bukan guru.
Komentar saya: Jika yang dimaksudkan acintya (tak terpikirkan) adalah seperti yang ada ungkapkan, saya kan sudah tahu dari Anda. Sedangkan Acintya Bheda Bheda Tatva belum sepatah katapun saya beri penjelasan. Saya belum memahaminya.
Dandavat…
@putratridharma
sorry br sempet ol, this jobs is killing me… 🙁
kenapa diskusi ini berlanjut terus? karena penjelasan anda dari pertanyaan2 saya selalu tidak selaras, tidak sistematis dan selalu debateable, diskusi lah yg baik sehingga orang lain jg menerima dengan baik.
“…Wah ternyata anda senang dengan sebutan “Calon Tuh@n” saya baru tahu…”
betul kecurigaan saya selama ini, anda tidak pernah mau membaca comment saya dengan baik, selalu dibaca pake emosi…..ck..ck…ck
“…Tentu tidak sama dengan Anda yang sudah memiliki ribuan jenis Kitab Veda itu,…”
mana comment saya sebelumnya yg mengarahkan pemikiran anda bahwa saya memiliki ribuan jenis Kitab Veda…. ?
“…Bagi saya Bhg. Gita dan Bhagavatam itu adalah susu. Sedangkan Veda2 yang lain itu sapinya…”
bagi anda apakah harus bagi orang lain jg ?
“…Hanya karena Krishna Maha Pemurah sehingga beliau mengijinkan penyembahnya untuk mengetahui kalau Beliau itulah Tuhan. …”
disambung dengan kalimat anda berikutnya :
“…Kalau saya dan teman-teman Vaishnava sih tidak tahu apa2…”
????????kok ga sinkron ?? (maklumi jalan pikir saya yg pendek)
“…MENGETAHUINYA PUN SEBATAS TAHU BAHWA BELIAU ITU TUHAN…yang dimaksud mengetahui tentang diriKu di sini adalah mengetahui kemahakuasaan Krishna, Kemahaadilan Krishna, Kemahabesaran Krishna, Kemahapenyayang Krishna, dan Kemaha2 yang lain…”
lalu dilanjutkan dgn kalimat :
“…seberapa besar kemahakuasaan Beliau, tidak ada yang tahu…”
pertanyaan saya : 1. di kitab suci yg anda pegang tidak ada penjelasannya ?
2. apa malah ini yg namanya menghina Tuhan, tau Tuhannya tp ndak tau apa2 tentang dia bisa apa aja.
“…Iya, Anda tidak sempurna. Apa anda berpikir kalau Anda akan sempurna?….”
saya pikir saya akan sempurna ? saya tidak pernah bilang begitu,tp bukannya anda yg selalu bilang saya menjadi Calon Tuh @ n?? itu kan pikiran anda saja.
“…Otoritas itu sudah berulang kali saya tulis: SADHU, SASTRA, DAN GURU….”
tampaknya anda kurang lengkap menunjukkan otoritas itu, tambahkan akhiran Vaishnava pada tiap2 ke-3 otoritas itu, karena yg lain adalah “susu beracun” bukan begitu ??
“…APA PIKIRAN ANDA MAMPU MENJANGKAU WUJUD ROHANI KRISHNA?…”
jawaban saya sudah pasti TIDAK!! makanya saya percaya kalau ada saat Tuhan mampu mewujudkan diriNYA, tp aspek tertingginya tidak terpikirkan, KALAU pun terpikirkan oleh pikiran rohani, kita tidak akan bisa bicara mengenai Beliau.
“…Karena belas kasihan Krishna, sehingga Beliau mengizinkan wujudNya diarcakan…”
saya rasa juga sama saja kalau dilihat dari belas kasihan Siva untuk mengijinkan wujudNya diarcakan….not a big deal kan ?
“…Sempurna sampai tidak mampu diwujudkan oleh pikiran material kita…..”
berarti sempurna sampai tidak mampu diwujudkan oleh kata-kata, bentuk-bentuk material kita juga kan ?? jangan2 anda akan bilang ada kata/ kalimat2 non material/ rohani lg….
“…Tapi karena belas kasihan Krishna sehingga di Veda ada penjelasan dan ciri-ciri wujud Beliau…”
ciri-ciri wujud beliau disini wujud material ya ? kalau tidak berarti wujud rohani ya? yang seperti penjelasan anda tentang wujud rohani? bertangan dua? berkaki tiga? berbadan? berwajah? berambut? kok kaya bentuk manusia? bentuk tuhan kayak manusia ya ? ga ngerti mana material mana rohani …. anda bikin bingung semua orang…. ato anda sendiri lg bingung nih ehehehe…
“Ohhh Anda luar biasa sekali kalau anda dengan mudah memikirkan dan mencintai Tuhan selama 24 jam sehari,”
weleh…weleh…anda ini memang tidak pernah mau memaknai kata pendebat anda……jeg, tiba2 ambil keputusan sendiri, bilang orang berfikir akan jadi tuhan lah, menghina tuhan lah sekarang anda bilang saya MAMPU memikirkan tuhan 24 jam. inikah etika debat yg selama ini coba anda tampilkan ke saya? saya hanya bandingkan di Vaishnava 24 jam pikirkan Krishna, bandingkan dengan 24 jam pikirkan Tuhan dan seluruh ciptaan beliau(tatwam asi) keduanya sulit namun mana yg lebih sulit ??
“…Kita akan berpikir ohhh Tuhan Krishna seperti itu to…Apa Anda masih juga tidak percaya? …”
ok bisa saja sih untuk percaya namun, percayanya bentuk apa ni? bentuk material atau bentuk rohani (ini istilah anda kan ?) mikir material, ngomong material, dan berbuat materil tentu beda dengan mikir rohani, ngomong rohani, dan berbuat rohani, tapi anda selalu menitik beratkan pada Tuhan bisa dipikirkan secara rohani, namun dijelaskan secara material ??
“…Siapa yang mengatakan kalau Rg. Veda itu lebih tinggi dari Bhagavad Gita? Tolong anda jangan ngawur…”
maaf kalau saya ngawur, kan saya yg lebih bodoh disini, setau saya sie…Rg.Veda, Samha Veda, Ayur Veda, dll termasuk turunan dari Veda Sruti. sedangkan bhagavad gita merupakan kelompok ithiasa (cerita, yg ada nama pengarangnya)itupun harus dipecah lg di salah satu 18 parwa pada mahabharata. mohon diluruskan.
“…Jika yang dimaksudkan acintya (tak terpikirkan) adalah seperti yang ada ungkapkan, saya kan sudah tahu dari Anda. Sedangkan Acintya Bheda Bheda Tatva belum sepatah katapun saya beri penjelasan. Saya belum memahaminya….”
berarti spekulasi anda sekarang disini adalah saya sudah menjelaskan ke anda makna Acintya ? dari artinya sudah jelas, tidak terpikirkan, apakah berarti saya sudah menjelaskan sesuatu ke anda? bagaimana mungkin saya menjelaskan sesuatu yg tidak terpikirkan ?? lalu apakah menurut anda dengan mengetahui arti Acintya (tak terpikirkan) merupakan sesuatu yg sudah dijelaskan?
mari belajar bersama-sama
Salam,-
Kidz
1. kenapa diskusi ini berlanjut terus? karena penjelasan anda dari pertanyaan2 saya selalu tidak selaras, tidak sistematis dan selalu debateable, diskusi lah yg baik sehingga orang lain jg menerima dengan baik. KOMENTAR SAYA: Tapi apa Anda sudah bertanya dengan baik? Apa kalimat-kalimatnya sudah baik? Apa pertanyaannya sudah sistematis? Yeaaah…. Jawaban itu menyesuaikan pertanyaan. Kalau pertanyaannya sistematis, jawabannya juga sistematis. Gitchu loh…..
2. “…Tentu tidak sama dengan Anda yang sudah memiliki ribuan jenis Kitab Veda itu,…” mana comment saya sebelumnya yg mengarahkan pemikiran anda bahwa saya memiliki ribuan jenis Kitab Veda…. ? KOMENTAR SAYA: Kebanggaan Anda yang mengarahkan saya memaknainya seperti itu. Anda begitu bangga karena sudah memegang banyak Kitab Veda. Anda bahkan mengejek saya: Jangan2 Anda tidak tahu kalau ada Rg. Veda hihihihi. Gak apa2 sih. Memang saya tidak banyak tahu Rg. Veda kok.
3. “…Bagi saya Bhg. Gita dan Bhagavatam itu adalah susu. Sedangkan Veda2 yang lain itu sapinya…” bagi anda apakah harus bagi orang lain juga? KOMENTAR SAYA: Bagi Sri Svami Sivananda juga (baca buku All about Hinduism), bagi Mahatma Gandi, bagi The Beatles, dan bagi banyak tokoh dunia. Tanpa persetujuan dari Anda Bhg. Gita tetap bagaikan susu kok.
4. “…Hanya karena Krishna Maha Pemurah sehingga beliau mengijinkan penyembahnya untuk mengetahui kalau Beliau itulah Tuhan. …” disambung dengan kalimat anda berikutnya : “…Kalau saya dan teman-teman Vaishnava sih tidak tahu apa2…” kok ga sinkron ? (maklumi jalan pikir saya yg pendek). KOMENTAR SAYA: Tanpa karunia guru dan Krishna, kita tidak tahu kalau Krishna itu Tuhan yang Maha Esa. Setelah ada karunia guru dan Krishnalah baru kita tahu kalau Krishna itu Tuhan yang Maha Esa.
5. (“…MENGETAHUINYA PUN SEBATAS TAHU BAHWA BELIAU ITU TUHAN)… KOMENTAR SAYA: kepadaNyalah kita mestinya berbhakti dan menyerahkan diri.
6. Yang dimaksud mengetahui tentang diriKu dalam ayat yang saya kutip di atas adalah mengetahui kemahakuasaan Krishna, Kemahaadilan Krishna, Kemahabesaran Krishna, Kemahapenyayangan Krishna, dan Kemaha2 yang lain…” lalu dilanjutkan dgn kalimat : “…seberapa besar kemahakuasaan Beliau, tidak ada yang tahu…”
pertanyaan saya : 1. di kitab suci yg anda pegang tidak ada penjelasannya? 2. apa malah ini yg namanya menghina Tuhan, tau Tuhannya tapi ndak tau apa2 tentang dia bisa apa aja. KOMENTAR SAYA: Mungkin saya salah dalam memilih kata “seberapa besar”, semestinya kata itu diganti “kemahabesaran” yeaah maklum saya bukan superman. Tentu saja di Veda ada dijelaskan kemahakuasaan Beliau. Beliau disebut Adipurusa, Beliau Bapak seluruh alam semesta, beliau yang mula-mula ada, dan seterusnya…. Tapi tetap saja itu tidak mampu mengetahui lebih banyak dari itu. Bahkan setelah seseorang menjadi rohani sepenuhnya pun hanya bisa mengetahui Beliau sedikit saja.
7. “…Iya, Anda tidak sempurna. Apa anda berpikir kalau Anda akan sempurna? KOMENTAR SAYA: Anda tidak mengutip komentar saya secara utuh. Komentar saya itu karena Anda seolah2 keberatan dibilang tidak sempurna. Iya saya paham, kan anda punya konsep “menyatu dengan Tuhan” ya he he he Tapi anda kan sudah membantahnya sekarang. Ok, lupakan.
8. “…Otoritas itu sudah berulang kali saya tulis: SADHU, SASTRA, DAN GURU….”
tampaknya anda kurang lengkap menunjukkan otoritas itu, tambahkan akhiran Vaishnava pada tiap2 ke-3 otoritas itu, karena yg lain adalah “susu beracun” bukan begitu ? KOMENTAR SAYA: Cobalah mengerti. Kalau yang dimaksud dengan Vaishnava itu adalah penyembah Tuhan Yang Maha Esa. Lalu apa masalahnya bagi Anda? Saya sudah sering katakan kalau Deva Siva dan anggota2nya (Deva2 yang lain) itu para Vaishnava agung. Jika anda belum mengerti juga hal yg sederhana ini, maka anda sudah menghina para Deva. Anda sudah menghina Deva Siva!
9. “…APA PIKIRAN ANDA MAMPU MENJANGKAU WUJUD ROHANI KRISHNA?…” jawaban saya sudah pasti TIDAK!! makanya saya percaya kalau ada saat Tuhan mampu mewujudkan diriNYA, tapi aspek tertingginya tidak terpikirkan, KALAU pun terpikirkan oleh pikiran rohani, kita tidak akan bisa bicara mengenai Beliau. KOMENTAR SAYA: Tuhan tidak berwujud? Kalau begitu Anda tidak mengakui Bhg. Gita. Anda tidak percaya kepada sabda2 Krishna. Sama sekali Anda tidak percaya…. Coba pahami analogi matahari dulu ya… Tapi terserah Anda deh, ntar dibilangin maksa lagi. Orang mau menyatu dengan Tuhan kok dihalang-halangi he he he
10. “…Karena belas kasihan Krishna, sehingga Beliau mengizinkan wujudNya diarcakan…”
saya rasa juga sama saja kalau dilihat dari belas kasihan Siva untuk mengijinkan wujudNya diarcakan….not a big deal kan? KOMENTAR SAYA: iya Siva memang sangat murah hati, Beliau mau ngemong roh2 yang sangat jatuh berupa hantu2, bhuta, pisaca, dedmit, gamang dll. Memang ada arca Siva. Gak ada masalah kan?
11. “…Sempurna sampai tidak mampu diwujudkan oleh pikiran material kita…..”
berarti sempurna sampai tidak mampu diwujudkan oleh kata-kata, bentuk-bentuk material kita juga kan? jangan2 anda akan bilang ada kata/ kalimat2 non material/rohani lagi…. KOMENTAR SAYA: Dari mana lahirnya kata2 atau kalimat2? Jawabnya dari pikiran! Iya semua hal material bisa Tuhan ubah menjadi Rohani. Anda harus akui itu kalau Anda yakin akan kemahakuasaan Tuhan.
12. “…Tapi karena belas kasihan Krishna sehingga di Veda ada penjelasan dan ciri-ciri wujud Beliau…” ciri-ciri wujud beliau disini wujud material ya? kalau tidak berarti wujud rohani ya? yang seperti penjelasan anda tentang wujud rohani? bertangan dua? berkaki tiga? berbadan? berwajah? berambut? kok kaya bentuk manusia? bentuk tuhan kayak manusia ya ? ga ngerti mana material mana rohani …. anda bikin bingung semua orang…. ato anda sendiri lg bingung nih ehehehe… KOMENTAR SAYA: Anda terbalik! Bukan tuhan yang mirip wujud manusia, tetapi manusialah yang diciptakan mirip wujud Tuhan. Bedanya, badan manusia itu material, sedangkan badan Tuhan itu Maha Rohani sepenuhnya.
13. “Ohhh Anda luar biasa sekali kalau anda dengan mudah memikirkan dan mencintai Tuhan selama 24 jam sehari,” weleh…weleh…anda ini memang tidak pernah mau memaknai kata pendebat anda……jeg, tiba2 ambil keputusan sendiri, bilang orang berfikir akan jadi tuhan lah, menghina tuhan lah sekarang anda bilang saya MAMPU memikirkan tuhan 24 jam. inikah etika debat yg selama ini coba anda tampilkan ke saya? saya hanya bandingkan di Vaishnava 24 jam pikirkan Krishna, bandingkan dengan 24 jam pikirkan Tuhan dan seluruh ciptaan beliau(tatwam asi) keduanya sulit namun mana yg lebih sulit? KOMENTAR SAYA: apa Anda berpikir kalau para Vaishnava itu tidak peduli dgn ciptaan Tuhan? Apa anda ingin katakan kalau Vaishnava itu tidak peduli dgn ajaran tatvam asi? Karena mengaplikasikan Tatvam asi dan ahimsah paramo darmalah sehingga Vaishnava tdk makan daging dan ikan. Vaishnava tidak membunuh mahluk dengan alasan Yadnya tapi sebenarnya hanya ingin memuaskan lidah dan perutnya semata.
14. “…Kita akan berpikir ohhh Tuhan Krishna seperti itu to…Apa Anda masih juga tidak percaya? …” ok bisa saja sih untuk percaya namun, percayanya bentuk apa ni? bentuk material atau bentuk rohani (ini istilah anda kan ?) mikir material, ngomong material, dan berbuat materil tentu beda dengan mikir rohani, ngomong rohani, dan berbuat rohani, tapi anda selalu menitik beratkan pada Tuhan bisa dipikirkan secara rohani, namun dijelaskan secara material? KOMENTAR SAYA: Apa pernah saya mengatakan ada bentuk material untuk Tuhan? Coba anda darshan kepada arca Radha Govinda di Puncak, Anda akan melihat arca Sri Radha dan Govinda yang memegang seruling. Kalau Anda berpikir itu material, sungguh Anda itu tidak percaya akan Kemahakuasaan Tuhan, karena anda berpikir kalau Tuhan didak mampu berada dalam Arca itu.
15. “…Siapa yang mengatakan kalau Rg. Veda itu lebih tinggi dari Bhagavad Gita? Tolong anda jangan ngawur…” maaf kalau saya ngawur, kan saya yg lebih bodoh disini, setau saya sie…Rg.Veda, Samha Veda, Ayur Veda, dll termasuk turunan dari Veda Sruti. sedangkan bhagavad gita merupakan kelompok ithiasa (cerita, yg ada nama pengarangnya) itupun harus dipecah lg di salah satu 18 parwa pada mahabharata. mohon diluruskan. KOMENTAR SAYA: ohh itu toh yang dijadikan dasar. Ini hanya urutan pewahyuan saja. Ada duluan dan ada belakangan. Kalau beranalogi seperti sebuah produk, maka yang modern dan mutakhirlah yang paling bagus. Jadi Bhagavad Gitalah yang paling bagus. TAPI… kan tidak ada yang mengatakan begitu! Sabda Tuhan itu semua tidak dibedakan tinggi atau rendah. Hanya peruntukannya yang membedakan.
16. “…Jika yang dimaksudkan acintya (tak terpikirkan) adalah seperti yang ada ungkapkan, saya kan sudah tahu dari Anda. Sedangkan Acintya Bheda Bheda Tatva belum sepatah katapun saya beri penjelasan. Saya belum memahaminya….” berarti spekulasi anda sekarang disini adalah saya sudah menjelaskan ke anda makna Acintya ? dari artinya sudah jelas, tidak terpikirkan, apakah berarti saya sudah menjelaskan sesuatu ke anda? bagaimana mungkin saya menjelaskan sesuatu yg tidak terpikirkan ?? lalu apakah menurut anda dengan mengetahui arti Acintya (tak terpikirkan) merupakan sesuatu yg sudah dijelaskan? mari belajar bersama-sama. KOMENTAR SAYA: Anda selalu mengatakan tak terpikirkan, tak terpikirkan, tak terpikirkan. Tapi tak terpikirkan yang anda maksud merujuk pada Tuhan yang tak berwujud. Sementara acintya yang saya pahami adalah merujuk pada Tuhan yang berwujud Maha Rohani.
17. ANALOGI MATAHARI….. DANDAVAT
@KIDZ
Tambahan: Jika masih berpedoman tentang tinggi rendahnya Veda berdasarkan yang mana duluan dan yang mana belakangan diwahyukan oleh Tuhan. Coba buka Bhg. Gita 4.1
Makasih…
I just wanna say: Om Nama Shiva Ya. Kidz, you are great. Selama ini saya merasa web ini, seperti dunia kecil bagi pemuja Khrisna di Indonesia, yang selalu dengan tegas bilang tidak memaksa, tidak merasa paling benar, tidak pernah menyalahkan orang lain, tapi dari setiap tulisan yang saya baca, mereka semua “”nggak sadar”” ingin memaksakan kehendak, selalu ingin memaksakan pandangan mereka,selalu menganggap ajaran mereka paling benar, pantesan ajaran ini kaku dan susah diakui di nusantara.
Mereka protes trus, Balinisasi merusak Hindu di Indonesia,,, klo tau gitu kenapa nggak diKrisnanisasi aja, apa belum mampu??? Atau malah lebih nggak diterima daripada Balinisasi???
Ngomong aja sok bener, memaksakan budaya Bali untuk Hindu di Indonesia, trus apa gaya-gaya sok India dari penganut aliran Khrisna itu nggak memaksakan Indianisasi di Bali??? Sere Panggang, sere tunu, sama saja.
Trus, klo di bilang Indianisasi, jawabannya ngeles, bukankah ajaran Hindu berasal dari India??? tapi katanya Hindu universal.
Klo begini modelnya, agama Hindu akan semakin terpuruk, nggak akan berkembang, bukan karena Balinisasi tapi Indianisasi ala anda.
Kita lihat aja kenyataanya nanti, teori and practice, mana yang lebih diterima di masyarakat Indonesia, Balinisasi atau Indianisasi.
Sekarang pembaharuan, sok paling bener, saat Hindu diakui pemerintah. Dulu waktu belum diakui, mengapa bukan aliran Khrisna aja yang minta biar diakui pemerintah, sehingga Hindunya jadi bener seperti perkataan anda. Toh tokoh dari Bali juga yang minta pada Soekarno. Aliran Khrisna dimana waktu itu??? Blum ada??? Blum berani atau blum bisa diterima masyarakat yang klo anda bisa menerima dengan jujur “dari dulu sampai sekarang.”
Di India saja, udah mulai digusur sama Islam, berarti masyarakat India saja udah susah nerima, koq dibawa ke Bali. Saya orang Bali, dan dengan jelas tidak hanya saya, banyak lagi orang Bali yang nggak sejalan dan nggak bisa menerima cara anda yang anda bawa ke Bali. Anda bilang Agama Hindu di Bali memberatkan umat, saya sama sekali tidak merasa begitu, hanya segelintir orang yang malas beryadnyalah yang ngomong begitu. Jual tanah buat upacara agama??? yang dijual tanah sendiri, bukan tanah anda ngapain anda sewot??? Yang jual aja nggak protes ke-blog ini.
Jujur saya kaku, saya berpegang pada tradisi Bali, saya tidak bisa memisahkan adat,budaya dan agama, saya tidak bisa menerima pandangan anda sampai kapanpun, dan saya percaya dengan ucapan : “Om Nama Shiva Ya” sampai kapanpun aliran anda tidak akan pernah berkembang di Bali, dan jika anda menang, maka saya yakin gunung Agung akan memuntahkan laharnya.
@putratridharma
hmm…. bolak balik kek setrikaan ….
yeaahh….. apa yg saya dapatkan belajar dari Vaishnava seperti anda adalah :
1. bhagavad gita adalah sumber segala2nya dan sastra yg paling utama untuk umat Hindu sedunia
2. kalau ada konsep/ ajaran Hindu yg lainnya yg isinya mensetarakan Krihna atau meletakkan Vishnu di bawahnya, berarti ajaran penipu.
3. adanya 3 konsep ketuhanan : salah satunya adalah adanya konsep Tuhan berwujud lebih tinggi dari pada Tuhan tidak berwujud.
4. Tuhan (matahari), dan dewa2 (Sinarnya), yg menjelaskan bahwa sinar dan matahari berbeda, kesimpulan saya : sinar datangnya dari matahari, namun sinar itu tidak pernah bisa kembali ke asalnya. (meski ini sangat kontroversi sekali menurut saya, meningat di Bhagavad Gita sendiri disebutkan, semua yg berawal dariKu akan berahkir padaKU jg)
5. Wujud material manusia dibuat mirip dengan wujud rohani Tuhan, (sehingga wujud manusia dengan wujud Tuhan beda2 tipis lah…)
6. Guru, Sadhu, Sastra, yg tidak memiliki kesadaran bahwa Krishna adalah Tuhan dianggapp penipu (susu beracun)
7. Krishna diatas segala2nya, siva, brahma, wisnu ??, adalah `bawahan` beliau.
8. Menyatakan ketidakmampuan pikiran material/ pikiran rohani untuk mengenali Tuhan yg sesungguhnya adalah bentuk penghinaan terhadap tuhan itu sendiri.
9. Dengan mengikuti ajaran Vaishnava, akan pasti mencapai planet Rohani
10. Agama Hindu adalah agama logika, dimana selamanya tidak mengenal istilah `nak mule keto`, dan semua hal dalam agama harus dapat dijelaskan dengan detail dan tersturktur (membuat strukturisasi ketuhanan), kalau ada konsep yg tidak dapat dijelaskan dengan pikiran/logika itu hanyalah bentuk rekayasa angan2 dan imajinasi material manusia.
atau Logika berfikir(material/rohani) adalah aspek utama dalam mengenali Tuhan.
ok mungkin itu saja kira2 yg dapat saya simpulkan, kalau ada yg terlewatkan mohon tambahkan lg, dan memang benar terdengar seperti dogma, yeah tapi dogma kebenaran (seperti yg anda katakan)
dari kesimpulan yg saya paparkan itu mudah2an teman2 lain dapat mempelajari diskusi ini, silahkan analisa dengan kecerdasan kita masing2, dan ambil jg kesimpulan kita masing2 demi keperluan masing2.
Salam,-
@Nonametruth
Sama seperti Anda, saya dulu antipati dengan Hare Krishna, ajarannya banyak pantangannya sih. Tidak boleh makan daging, ikan, telor, dan tidak boleh judi (tajen, ceki dll), tidak boleh zinah (memitra dll), harus berjapa 16 putaran setiap hari, dan terkesan kaku. Itu dulu…. tapi pelan-pelan saya menerima ajaran itu walau baru belajar. Yaahhh, saya hanya menjalani apa yang bisa saya jalani.
Oh ya? Anda tekun mengucapkan Om Nama Sivaya? Kalau Anda benar seperti itu, itu sangat bagus. Teruslah memuja Deva Siva yang Agung itu. Kami tidak pernah menghalangi orang-orang yang menyembah Siva karena Beliau begitu mulianya. Sembahlah Beliau dengan tulus, jangan dengan pamrih material, pasti akan mendapatkan karunia. dalam sastra dijelaskan kalau Beliau sangat pemurah.
Saya ingin luruskan persepsi Anda: Tidak ada yang mengatakan budaya Bali itu jelek dan harus diganti. Tidak ada juga yang mengatakan kalau menyembah Siva itu adalah salah. Tidak ada juga niat Hare Krishna untuk Indianisasi. Kalau Anda menyimak semua wacana di atas tentu Anda akan bisa mengerti apa isi wacana tersebut.
Kalau ada perdebatan antara saya dengan beberapa teman, itu adalah perdebatan filosofis. Mengapa harus berdebat, ya karena ada masalah. Masalahnya apa? Ya… perbedaan konsep Ketuhanan dan konsep moksa. Bukankah beragama itu mesti yakin? Supaya yakin tentu harus bertanya dan ada penjelasannya. Jadi biasa sajalah ya…
Masing-masing memperdebatkan yang mana yang benar? Saya berdebat bukan menggunakan angan-angan atau pikiran saya yang terbatas ini. Vedalah yang saya gunakan untuk menjawab.
Jadi, Anda jangan merasa dipaksa utk masuk Hare Krishna ya…. Tolong juga jangan berdoa supaya gunung Agung meletus. Bom oleh Amrozi Cs aja sudah membuat Bali semaput, apalagi kalau Kepribadian Gunung Agung sampai meletus.
Sekian
Hare Krishna….
@ Kidz
Seperti diskusi di kelas, ketika sebuah diskusi sudah disimpulkan, maka berakhirlah diskusi tersebut. Walau kesimpulannya baru sepihak. Tinggal menunggu dosen untuk meluruskan atau menambahi apa yang kurang.
Dosennya adalah Prabhu Laksmi Narayana Das
@putratridharma
kesimpulan baru sepihak ?? biar ga sepihak anda simpulkan jg donk… apakah kesimpulan saya diatas salah ?
tinggal menunggu dosen ?? disini letak ke subjektifitasan anda yg sangat mencolok.(sangat mencerminkan tokoh Vaishnava)
“….Dosennya adalah Prabhu Laksmi Narayana Das…”
ya itu kan dosen anda, jadi seharusnya dosen itu menilai anda saja.
karena saya pun memiliki dosen sendiri, begitu jg teman2 yg lain, pasti memiliki dosen mereka yg berbeda2.
dan so pasti anda pun akan bilang dosen itu semuanya penipu, dosan anda yg paling yahud….(how pitty…)
@ Kidz
Iya karena yg mengajar di kelas ini adalah Prb. Laksmi Narayana Das. Apa etis kalau kita diskusi di kelasnya lalu minta pendapat dari dosen lain yg blm dikenal?
Salam
@putratridharma
maaf, disini saya hanya berdiskusi saja, mengukur kemampuan saya, dan mengetahui jalan pikiran seseorang untuk saya buat keputusan saya sendiri, so.. saya tidak membutuhkan penilaian dalam bentuk apapun, atau dari siapapun disini.
setidaknya saya sudah memperoleh beberapa kesimpulan dari anda dan ternyata membuat saya menguatkan lg kepercayaan saya yg pada awalnya memang sudah kuat, yg dikuatkan oleh dosen saya yg tentu saja tidak berada di kelas ini, tp dikelas(hati saya) lain.
Salam,-
@ Kidz
Dosennya ada di hati Anda? Iya selamat berdialog dengan hatinya ya… semoga mendapat pencerahan.
Dandavat
Kalau disuruh memilih lebih baik balinisasi daripada indianisasi untuk hindu nusantara. Karena bali juga termasuk nusantara tentunya nilai budayanya pasti Cuma beda-beda tipis dengan daerah lain di nusantara apalagi jawa yang dulunya orang bali juga berasal dari jawa. Tapi klo bisa jangan kedua-duanya karena hindu lebih indah dan akan lebih baik dengan keberagamannya.
Saya rasa orang bali juga tidak punya niat untuk membalikan nusantara, karena orang bali tidak mempunyai otoritas untuk melakukan itu tanpa persetujuan lingkungan sekitar yang mendukung terjadinya hal itu. Mungkin sdr ngarayana dan sdr2 lain yang mengatakan balinisasi itu kurang mengerti dan tidak memahami situasi di lapangan kenapa hal yang anda sebut balinisasi itu bisa terjadi. Anda pernah ngga melihat suatu tayangan bali tv pada acara TAKSU maaf saya lupa tanggalnya, disana ada seorang tokoh undagi yang sudah berhasil membuat pura di beberapa tempat di nusantara. Beliau membuat pura biasanya Atas permintaan penduduk suatu daerah yang membutuhkan tempat untuk persembahyangan. Diceritakan Suatu ketika beliau diminta membuat pura di suatu daerah di jawa. Nah setelah sampai di di daerah itu terlebih dahulu biasanya beliau menanyakan bagaimana ciri khas bangunan suci di daerah itu. Tapi ternyata penduduk disana sudah tidak tahu lagi bagaimana budaya asli daerahnya sendiri termasuk arsitekturnya. Hal ini membuat beliau bingung harus membuat pelinggih yang bagaimana agar sesuai dengan keadaan disana. Tapi di tengah kebingungannya penduduk disana menyarankan untuk membuat pura ala bali saja, karena untuk mempelajari serta menggali budaya aslinya membutuhkan waktu yang pasti tidak sedikit, sedangkan mereka menginginkan pura segera di bangun agar segera bisa dipakai untuk persembahyangan umat disana. Tapi walaupun dibebaskan demikian sang undagi tetap berusahaingin menampilkan arsitektur daerah itu walaupun hanya sedikit yang beliau dapatkan dari hasil observasi yang beliau lakukan di sekitar daerah itu.namun hasilnya sangat minim. Sehingga mau ngga mau secara umum arsitektur balilah yang lebih dominan dipakai setelah dikolaborasikan dengan arsitektur asli daerah itu. Dan akhirnya secara keseluruhan tampaklah pura ala bali. Setelah berdirinya pura itu lalu diupacarai juga ala bali, karena penduduk disana juga tidak mempunyai budaya/ dasar referensi yang dipakai acuan dalam membuat suatu upacara. Jadi mereka sama sekali tidak keberatan dengan apa yang dilakukan oleh orang bali, dan justru mereka berterima kasih sekarang mereka bisa bersembahyang dengan tenang di pura itu. Sampai saat ini hubungan antara penduduk dengan orang bali yang ikut memberi andil dalam pembangunan pura itu terjalin sangat erat.
So… bagaimana jika keadaannya seperti ini????salahkah orang Bali???apakah keadaan yang seperti ini yang anda sebut Balinisasi yang dilakukan orang Bali??? Bagi yang mengatakan ini merupakan Balinisasi, apa yang sudah anda lakukan untuk membantu umat hindu di nusantara yang sudah kehilangan jati diri dan sudah tidak tau lagi harus berpedoman kemana????
Nah lho…. harus perpedoman kemana lagi …. klo mereka sudah tidak kenal budaya asli mereka sendiri????apakah ada pilihan selain bali yang selama ini mereka anggap paling dekat dan mengayomi budaya di nusantara lebih-lebih di jawa yang sebagian besar penduduk bali memang berasal dari jawa sehingga budaya hindu jawa dan bali masih mirip walaupun tidak sama persis.
Nah bagi yang mengatakan keadaan seperti diatas adalah balinisasi, sekarang tunjukan bahwa kamu jg sudah berbuat demi umat hindu. Jangan bisa ngomong doang tapi tidak ada usaha!! Kasian kan bagi orang-orang yang tulus membantu umat nusantara seperti undagi yang diatas tadi di bilang pelaku balinisasi. Padahal mereka tidak mempunyai pilihan lain lagi, keadaanlah yang menyebabkan seperti itu, mungkin jika anda di posisi beliau juga akan melakukan hal yang sama bukan. Tapi yang terpenting bagi saya adalah beliau sudah berbuat demi umat.
Nah saya ada pertanyaan buat HK. Apakah HK lebih setuju indianisasi ataukah Balinisasi kalau harus memilih satu diantara dua pilihan itu????
Sebab saya melihat jika HK itu orientasinya lebih kepada budaya india. Kenapa saya mengatakan demikian? Saya warga denpasar yang setiap malam minggu selalu menyempatkan diri refreshing ke lapangan puputan sambil cuci mata he hehe. Disana saya sering melihat ada kelompok HK sedang menari ala india, berpakaian ala india, bernyanyi ala india alat musiknyapun india. Setelah saya dekati ternyata itu sebuah pertunjukan untuk menarik perhatian pengunjung dan dipakai untuk penyebaran aliran HK. Saya melihat beberapa orang mengajak pengunjung untuk ikut menari, dan beberapa orang mencari pengunjung untuk “menghasut” pengunjung agar memilih jalan HK yang katanya tidak ribet seperti orang bali dalam hal upacara (kaya jualan produk kecap aja he he he). Saya Cuma ketawa dalam hati ketika diajak nari, klo saya di suruh nari dan memainkan alat musik kaya gitu saya rasa hari itupun saya bisa, dan sembari bertanya dalam hati klo HK disuruh nari Bali bisa g ya, klo HK disuruh megambel bali bisa g ya dalam waktu sesingkat itu?? Kayanya ngga tuh….(bukan menghina) apakah ini menandakan bahwa kebudayaan kita di bali nilainya jauh lebih tinggi dibandingin india??). seandainya benar nilai budaya bali nilainya jauh lebih tinggi lantas kenapa kita harus keindiaan2 lagi. Apakah kita mau berjalan mundur lagi?
Dengan melihat kejadian itu dan setelah membaca artikel ini saya jadi beranggapan, HK tidak setuju balinisasi tapi lebih setuju indianisasi. Klo bener bgt saya rasa harus dibuatkan judul artikel yang baru “indianisasi tonggak awal hancurnya Bali” setuju.
@ Nak Polos
Ya… karena mungkin anda punya kepentingan material dalam Balinisasi he he he.
Lagi-lagi Anda berpikirnya pada tataran adat dan budaya. Cobalah baca semua tanggapan secara pelan-pelan… kemudian simpulkan. Pilahlah mana adat, budaya, dan mana agama.
Jangan takut, tidak ada yang akan memaksa Anda masuk Hare Krishna…
@ putratrydharma :
Adat, budaya, agama, Hal yg Berbeda. ::shakehand::
curcoll Mode : saya Orang Hindu (dulu) mendapatkan status keagamaan Hindu, kebetulan lahir dari pasangan Ayah (hindu Bali) & Ibu (muslim kejawen yg kemudian masuk Hindu. karena ayah seorang TNI, kami pun tidak tinggal di Bali. suatu ketika dinas ayah Organik di Bali, kami pun kembali ke kampung ayah. tetapi masyarakat dengan “adat”nya menganggap Ibu saya yg “Nak Jawe” adalah tidak pantas masuk menjadi “warga Banjar adat” karena tidak bisa membuat Jenis2 Banten Bali. akhirnya setelah ayah saya Meninggal dan diaben, Posisi keluarga saya menjadi lemah sekali, selain kami tidak kaya, kami sering di cemooh dan dicibir dibanding2kan nak jawe dan nak bali. akhirnya Ibu saya tdk tahan lagi dan memutuskn Kembali ke jawa dan masuk Islam Lagi. sedangkan saya yg Bingung karena KTP harus tercantum agama, Jika Tetap Di Hindu Bali, saya akan Mengalami kesusahan sendiri.. akhirnya sayapun mengubah agama saya tetapi saya tetap menerapkan ajaran Agama Lahir saya 🙂
@ MasSonyc
Adat dan budaya seperti inilah yang saya maksudkan harus di pangkas. Wah, Mas ini hebat. Masih bisa bertahan dalam kesulitan seperti itu. Semoga Sri Krishna memuntun perjalanan Mas dan keluarga. Salam kenal dari saya
Kebetulan budaya dan tradisinya orang bali tidak menyimpang dari ajaran veda.
jadi bangga menjadi HINDU.
@ Mamodoglag
Iya budaya yang luhur mari kita pelihara dan kembangkan, sedangkan budaya picik dan “katrok” plus feodal mari kita singkirkan jauh-jauh. salam hormat
Apakah tanggapan PHDI tentang Ini???
mohon diperhatikan untuk kepentingan bersama.
Santi
Om Nama Siva ya
@all
Saya orang bali…. saya sedih juga mendengar cerita dari MasSonic.. Jadi orang seharusnya kita belajar memahami apa yang ada di lingkungan kita, semuanya adalah cobaan, bukan lingkungan yang belajar pada kita. Kita sepatutnya menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar kita bukannya masa bodoh dan akhirnya bentrok dengan orang lain. Tetangga saya ngambil istri orng jawa, istrinya masuk hindu sesuai suaminya. Dia belajar dan dapat menyesuaikan diri dengan tradisi hindu, mejahitan, belajar bikin canang, dan akhirnya dia malah mengerti banget tentang adat kami. Saya salut banget, ini memotivasi kami untuk lebih mendalami ajaran hindu. Orang bali itu sebenarnya lebih gampang diajak bertukar pikiran , dn lebih terbuka…..
@ngarayana
Saya yakin bli ngarayana adalah orang bali yang sudah menemukan keyakinan dari BG dan salah satu Hare Krisna sejati! saya juga sudah baca BG menurut aslinya, entah kenapa hati saya berontak, mgk memang tidak sesuai dengan nurani saya, tapi saya salut semuanya dijelaskan dari WEDA. Mohon bli juga mengulas tentang BHUWANA KOSA, WRASPATI TATWA, SIWAGAMA, dan lontar lontar yang dijadikan acuan bagi umat hindu di Bali… sehingga lebih memberikan gambaran tentang hindu bali. Karena saya yakin bli Ngarayana sudah mempelajari lontarlontar itu…
semoga perdebatan tidak memecahkan hindu
@yudana
Saya sependapat dengan anda, dan masalah pembandingan kitab suci HK dengan aliran siwaism (seperti yg dijabarkan diatas), dari salah satu debat saya dengan ngarayana, beliau menyatakan posisi kitab seperti bhuvana kosa posisi nya ‘low bottom’ dimana keotentifikasiannya diragukan tidak sesuai garis perguruan yg benar dan telah mengalami distorsi dari ajaran yg sesungguhnya, itu menurut beliau, kalau saya salah menyampaikan, mohon maaf dan mohon diluruskan.
Dan kalau teman saya putratridharma jelas menyebutkan kalau selain bhagavad gita (susu murni) adalah mayavadi (susu racun), mungkin itu sebabnya kitab2 yg selaras dgn yg anda sebutkan diatas tdk perlu dibahas, kalaupun dibahas (aspek yg diambil)digunakan untuk menunjukkann dan menguarkan eksistensi HK.
Salam,-
@yudana
Oh ya anda tidak perlu khawatir dengan debat disini, tidak akan terjadi perpecahan disini karna debat, justru yg ada adalah penyatuan, semua umat menjadi HK, ya ga teman2??
Salam,-
@Kidz
===Dan kalau teman saya putratridharma jelas menyebutkan kalau selain bhagavad gita (susu murni) adalah mayavadi (susu racun), mungkin itu sebabnya kitab2 yg selaras dgn yg anda sebutkan diatas tdk perlu dibahas, kalaupun dibahas (aspek yg diambil)digunakan untuk menunjukkan dan menguatkan eksistensi HK.===
KOMENTAR: Jangan mendistorsi komentar saya. Coba Bro Kidz kutipkan pernyataan saya yang seperti itu.
@Yudana
Pertanyaan Anda terjawab dengan artikel: Kedudukan Lontar dalam Sastra Veda. Ini linknya:
https://narayanasmrti.com/2010/08/kedudukan-lontar-dalam-sastra-veda/comment-page-1/#comment-6733
@Kidz
Yah itu maksud saya! seakan dipaksakan menggali HK di bali, seperti pembahasan ‘apakah benar siwasidanta di bali?’ kalaau saya tangkap ya itu maksudnya. Orang bali welcome sama HK, kan banyak juga tuh yang ikut dan yah udah pasti akan ngak ingat lagi sama namanya surya, kemulan, dll. Kalau memang ingin bali ke Weda lagi yah mestinya bli ngarayana lebih merubah yang benarbenar tidak sesuai dengan weda, dan itupun secara halus dan perlahan. Bukan langsung merubah keyakinan yang mayoritas Siwaism ke HK. Disini yang nantinya menimbilkan bentrokan karena yah secara prinsipil antara HK dan Siwaism ini memang beertolak belakang…. Dan saya juga bingung sendiri kalo baca BG menurut aslinya, penjelasanya muter muter disitu aja tentang personalitas, materialism dan non materialism, roh agung yang terpisah dengan roh individual, dan akhirnya roh individual akan kembali ke roh agung… dan acuannya juga ke ‘bhagawatam’. Kalau menurut saya HK tidak mengakui trimurti dong? yang ada dwi murti brahma dan siwa sedangkan wisnu adalah yang di atas..
@Yudana
====Dan saya juga bingung sendiri kalo baca BG menurut aslinya, penjelasanya muter muter disitu aja tentang personalitas, materialism dan non materialism, roh agung yang terpisah dengan roh individual, dan akhirnya roh individual akan kembali ke roh agung… dan acuannya juga ke ‘bhagawatam’. Kalau menurut saya HK tidak mengakui trimurti dong? yang ada dwi murti brahma dan siwa sedangkan wisnu adalah yang di atas..
Komentar: Anda sudah mulai paham sebenarnya, perlu diskusi secara lisan untuk mempermantap. Cobalah diskusi dengan teman-teman hare krishna jika bertemu. Atau datang aja ke asram-asram terdekat. Oh iya, Brahma, Vishnu, Siva adalah guna avatara. Di antara ketiganya hanya Vishnu yang Tuhan. Salam
@putratridharma
Eh saya mendistorsi komentar anda? Ok lalu luruskan donk, antara ‘susu murni’ dan ‘susu racun anda’. Bagian mana nya saya mendistorsi.
lalu saya mau tanya apakah anda jg pemuja siva?
Salam,-
@ Kidz
===Eh saya mendistorsi komentar anda? Ok lalu luruskan donk, antara ‘susu murni’ dan ‘susu racun anda’. Bagian mana nya saya mendistorsi.
Komentar: Bro yang kutipkan pernyataan saya sebagai bukti.
===lalu saya mau tanya apakah anda jg pemuja siva?
Komentar: Saya mengagungkan nama Siva. Dalam Sandya Arati pun Nama Siva selalu disebut.
@putratridharma
waduh….klo saya kutipkan lagi, malah bikin panjang lebar lagi, nanti ngarayana komplin lg, koment panjang2….. yah coba cek deh, kata2 komentar anda dengan saya sebelum-sebelumnya, ada kok……
Salam,-
@putratridharma
@ Kidz
Kepada kalian berdua, tinggi manakah antara Dewa Siva dengan dewa krisna?
berikan dengan bukti-bukti ayatnya.
@Komang Yohanes
==Kepada kalian berdua, tinggi manakah antara Dewa Siva dengan dewa krisna? berikan dengan bukti-bukti ayatnya.
Saya luruskan: Tuhan Krishna.
Membandingkan antara Dewa dengan Tuhan. Nggak perlu saya jawab. Bli Komang sudah tahu.
SWASTYASTU,SAYA BARU BERGABUNG DI BLOG INI.DAN MEMBACA ARTIKEL DI ATAS BIKIN SAYA SEDIH ,KITA DAH MINORITAS MALAH SALING CARI PEMBENARAN.YANG SAYA TAHU AJARAN HINDU ITU UNIVERSAL.KALAU MASLH BNYAK ORANG BALI DI PHDI YA TANYA SIAPA YG MENGANGKAT MEREKA???????/
SEHARUSNYA ITU DI LONTARKAN KE PHDI PUSAT BIAR KITA YG MINORITAS TIDAK MEMPERDEBATKNNYA DI DUNIA MAYA INI(MEDIA INTRNET).
TPI DISINI SAYA SETUJU DGN NAK POLOS KAN LEBIH BAIK BALINISASI DARIPADA INDIANISASI.KARENA YG SAYA YAKINI DI BALI AD INDIA SEDANGKAN DI INDIA TIDAK AD BALI.JIKA DLM PENJELMAAN SAYA NANTI JIKA DIIJINKAN SAYA INGIN LAHIR DI BALI DAN BERAGANMA HINDU BALI.
KALAU BOLEH SAYA SARANKAN TONTON ACR PALEMAHAN DI DEWATA TV YG DIASUH GST NGURAH ARTHA DGN NARA SUMBER IDA IDW GD MARIANA.
Ada ungkapan: “suatu saat setiap orang akan diajarkan”.
Barangkali, orang2 yg saat ini begitu kekeh kebaliannya dlm beragama Hindu, mungkin mereka dalam posisi ‘mapan’, baik segi sosial maupun ekonomi, dan tidak mengalami kesulitan dlm beragama Hindu Bali, shg berpikir: “tidak ada yang salah dengan semua ini”.
Nantinya jika menitis lagi, mungkin sebaiknya jangan menjelma lagi jadi Hindu Bali spt saat ini agar dapat belajar sesuatu yg berbeda utk evolusi jiwa, cobalah lahir dlm kondisi masSonyc atau orang Hindu Jawa/Kaharingan, shg bisa memahami pengalaman sulit tsb. Atau anda lahir jadi Hindu Bali di desa yg kolot adatnya, kondisi keluarga ‘miskin’ dan jumlahnya sedikit, mau tidak mau akhirnya anda merantau keluar dan jarang pulang, tetapi anda selalu digunjingkan di desa dan ‘dimusuhi’ dan kondisi kerja ada menyebabkan anda kehabisan waktu untuk direpotkan dg membuat banten ini itu atau uang anda sering tidak cukup untuk membelinya, tidak cukup uang utk biaya ‘menyamabraya’ di desa. Try this….
Menyesuaikan diri dg lingkungan? Atmosfir Lingkungan komunal beragama Hindu di Bali sudah terlalu mendominasi, bahkan cenderung ‘menindas’ sisi individu sesorang yg mungkin berbeda aspirasi agama/spiritualnya, atau cenderung tanpa mau tahu persoalan kesulitan hidup masing2 individu, yg penting secara sosial dia dianggap anggota masy yg taat,shg orang Bali lebih memilih pamer medanapunia ke suatu upacara desa daripada menyantuni orang yg kesulitan bayar spp sekolah misalnya. Jadi Hindu Bali diartikan sama dg rajin mebanten, rajin menyamabraya di desa, dan taat dg ritual2 tradisi, selebihnya gak usah, apalagi pake puasa segala, toh surga/jabatan bethara sudah dijamin dg ngaben, kalau perlu ngaben tingkatan utama, yg penting ada uang dan sedang tidak dimusuhi masy desa.
“Ajeg bali”………….?
Banyak sahabat2 Hindu berkata sama saya, kalau orang2 HIndu di luar bali itu kalo ngga kerja pasti orang2 “buangan” (maaf) dimana sepertinya sudah tidak diterima entah oleh adat atau karena keadaan ekonomi meski dari spiritual lebih tau weda. Saya pun heran kok sesama Hindu seperti itu, jika kesamaan agama saja sudah tidak dapat saling menopang, lantas apa lagi yang bisa bagi sahabat2nya yang ekonominya rendah untuk ikut adat dan upacara2 yang selalu abisin banyak uang. Misal saja ada rekan saya hindu madura dimana dia tidak bisa menerima gerakan “ajeg bali”, lantaran di tempatnya (madura) kalo mengadakan upacara tidak bisa selengkap di bali seperti ada pemimpin upacara harus sulinggih dan harus ada adat, lantaran dimadura hindunya sedikit dan bukan orang kaya semua, dan mungkin umat hindu di daerah lain juga sama.
Namun dari sisi lain dikatakan gerakan ajeg bali ini justru untuk memperkuat manisfestasi ke-hindu-an pulau dewata itu. Wah ini seperti penyisiran orang2 hindu, dimana kalau tidak tahan jadi hindu di bali maka keluar dari bali dan terpaksa tidak ikut adat2nya, toh juga kalo ngga ikut adat juga masih bisa tetap jadi hindu. Saya rasa gerakan ajeg bali atau balinisasi ini kurang memiliki beberapa sudut pandang lain, seperti soudara Socrates sebutkan diatas. Hampir semua orang luar bali yang bersahabat lama dengan orang bali tau akan hal ini (termasuk saya), jadi tidak perlu dirahasiakan.
Salam
All
Di artikel ini ada 121 komentar di luar komentar saya ini. Silakan klik “older comments”.
Tanggapannya pun sudah sangat beragam.
Salam
@ ngara:
belanda juga punya andil “melestarikan” bali. ada buku yg pernah saya baca menyebutkan bahwa pada masa pendudukan,belanda pernah mengusir seorang misionaris dari cina yg terlanjur menyebarkan agama kristen di dalung kemudian di jembrana. jadi bukan semata2 karena sistem banjar dan bla bla……..saya yakin kalau belanda tdk bertindak saat itu, bali sudah digempur habis-habisan.
thank’s to belanda…..klo tdk pasti hari minggu yg lalu kita ber-hari raya….:))
@ketut
Tentang itu Saudara Ngarayana juga sudah pernah mengungkapkan kok. Kalau tidak salah di artikel yang berjudul Danghyang Nirartha…
Salam
@ketut
sepertinya di “Bunuh diri ala bali”
@Putra
Trims sekali lagi atas downloadannya
Sutha
Iya… saya agak lupa. Ok, sama-sama. Tetap semangat dalam “kebrahmacarian” semoga Asramnya semakin berkembang… Salam kenal untuk para Brahmacari yang lainnya.
krisna said “Aku tidak akan kalian ketahui walupun kalian bermeditasi dan yoda,adalah bukti pengamalan kitabku namun Aku bisa saja membunuh Aku tapi aku tidak pernah kalian sembah melainkan hanya buluKu, kalian akan hanya membuat Aku membunuh Kalian dengan menampakkan Aku pada Aku yang lain. Kenapa kalian tidak menyembah Aku? padahal Aku bersemayam diantara hati Kalian?? ucapkan dihati kalian namaKu maka kalian akan tahu cahaya berjalan menujuKU
#Ketut
Ya saya dengar serupa dengan cerita2 orang tua yang hindu. Katanya ‘pelestarian’ itu sampai dibahas di Eropa entah dengan Inggris juga waktu jaman itu, dimana dikatakan bahwa Bali dan apapun asli di dalamnya harus dilestarikan. Saya juga pernah mendengar dari Kerajaan klungkung dimana ketika kalah perang, keluarga kerajaan malah diselamatkan oleh Belanda. Mungkin perlakuannya Bali dianggap seperti ‘suaka margasatwa’ hehe 😀
Salam
Kalau disuruh memilih lebih baik balinisasi daripada indianisasi untuk hindu nusantara. Karena bali juga termasuk nusantara tentunya nilai budayanya pasti Cuma beda-beda tipis dengan daerah lain di nusantara apalagi jawa yang dulunya orang bali juga berasal dari jawa. Tapi klo bisa jangan kedua-duanya karena hindu lebih indah dan akan lebih baik dengan keberagamannya.
Saya rasa orang bali juga tidak punya niat untuk membali-kan nusantara, karena orang bali tidak mempunyai otoritas untuk melakukan itu tanpa persetujuan lingkungan sekitar yang mendukung terjadinya hal itu. Mungkin sdr ngarayana dan sdr2 lain yang mengatakan balinisasi itu kurang mengerti dan tidak memahami situasi di lapangan kenapa hal yang anda sebut balinisasi itu bisa terjadi. Anda pernah ngga melihat suatu tayangan bali tv pada acara TAKSU maaf saya lupa tanggalnya, disana ada seorang tokoh undagi yang sudah berhasil membuat pura di beberapa tempat di nusantara. Beliau membuat pura biasanya Atas permintaan penduduk suatu daerah yang membutuhkan tempat untuk persembahyangan. Diceritakan Suatu ketika beliau diminta membuat pura di suatu daerah di jawa. Nah setelah sampai di di daerah itu terlebih dahulu biasanya beliau menanyakan bagaimana ciri khas bangunan suci di daerah itu. Tapi ternyata penduduk disana sudah tidak tahu lagi bagaimana budaya asli daerahnya sendiri termasuk arsitekturnya. Hal ini membuat beliau bingung harus membuat pelinggih yang bagaimana agar sesuai dengan keadaan disana. Tapi di tengah kebingungannya penduduk disana menyarankan untuk membuat pura ala bali saja, karena untuk mempelajari serta menggali budaya aslinya membutuhkan waktu yang pasti tidak sedikit, sedangkan mereka menginginkan pura segera di bangun agar segera bisa dipakai untuk persembahyangan umat disana. Tapi walaupun dibebaskan demikian sang undagi tetap berusahaingin menampilkan arsitektur daerah itu walaupun hanya sedikit yang beliau dapatkan dari hasil observasi yang beliau lakukan di sekitar daerah itu.namun hasilnya sangat minim. Sehingga mau ngga mau secara umum arsitektur balilah yang lebih dominan dipakai setelah dikolaborasikan dengan arsitektur asli daerah itu. Dan akhirnya secara keseluruhan tampaklah pura ala bali. Setelah berdirinya pura itu lalu diupacarai juga ala bali, karena penduduk disana juga tidak mempunyai budaya/ dasar referensi yang dipakai acuan dalam membuat suatu upacara. Jadi mereka sama sekali tidak keberatan dengan apa yang dilakukan oleh orang bali, dan justru mereka berterima kasih sekarang mereka bisa bersembahyang dengan tenang di pura itu. Sampai saat ini hubungan antara penduduk dengan orang bali yang ikut memberi andil dalam pembangunan pura itu terjalin sangat erat.
So… bagaimana jika keadaannya seperti ini????salahkah orang Bali???apakah keadaan yang seperti ini yang anda sebut Balinisasi yang dilakukan orang Bali??? Bagi yang mengatakan ini merupakan Balinisasi, apa yang sudah anda lakukan untuk membantu umat hindu di nusantara yang sudah kehilangan jati diri dan sudah tidak tau lagi harus berpedoman kemana????
Nah lho…. harus perpedoman kemana lagi …. klo mereka sudah tidak kenal budaya asli mereka sendiri????apakah ada pilihan selain bali yang selama ini mereka anggap paling dekat dan mengayomi budaya di nusantara lebih-lebih di jawa yang sebagian besar penduduk bali memang berasal dari jawa sehingga budaya hindu jawa dan bali masih mirip walaupun tidak sama persis.
Nah bagi yang mengatakan keadaan seperti diatas adalah balinisasi, sekarang tunjukan bahwa kamu jg sudah berbuat demi umat hindu. Jangan bisa ngomong doang tapi tidak ada usaha!! Kasian kan bagi orang-orang yang tulus membantu umat nusantara seperti undagi yang diatas tadi di bilang pelaku balinisasi. Padahal mereka tidak mempunyai pilihan lain lagi, keadaanlah yang menyebabkan seperti itu, mungkin jika anda di posisi beliau juga akan melakukan hal yang sama bukan. Tapi yang terpenting bagi saya adalah beliau sudah berbuat demi umat.
Nah saya ada pertanyaan buat HK. Apakah HK lebih setuju indianisasi ataukah Balinisasi kalau harus memilih satu diantara dua pilihan itu????
Sebab saya melihat jika HK itu orientasinya lebih kepada budaya india. Kenapa saya mengatakan demikian? Saya warga denpasar yang setiap malam minggu selalu menyempatkan diri refreshing ke lapangan puputan sambil cuci mata he hehe. Disana saya sering melihat ada kelompok HK sedang menari ala india, berpakaian ala india, bernyanyi ala india alat musiknyapun india. Setelah saya dekati ternyata itu sebuah pertunjukan untuk menarik perhatian pengunjung dan dipakai untuk penyebaran aliran HK. Saya melihat beberapa orang mengajak pengunjung untuk ikut menari, dan beberapa orang mencari pengunjung untuk “menghasut” pengunjung agar memilih jalan HK yang katanya tidak ribet seperti orang bali dalam hal upacara (kaya jualan produk kecap aja he he he). Saya Cuma ketawa dalam hati ketika diajak nari, klo saya di suruh nari dan memainkan alat musik kaya gitu saya rasa hari itupun saya bisa, dan sembari bertanya dalam hati klo HK disuruh nari Bali bisa g ya, klo HK disuruh megambel bali bisa g ya dalam waktu sesingkat itu?? Kayanya ngga tuh….(bukan menghina) apakah ini menandakan bahwa kebudayaan kita di bali nilainya jauh lebih tinggi dibandingin india??). seandainya benar nilai budaya bali nilainya jauh lebih tinggi lantas kenapa kita harus keindiaan2 lagi. Apakah kita mau berjalan mundur lagi?
Dengan melihat kejadian itu dan setelah membaca artikel ini saya jadi beranggapan, HK tidak setuju balinisasi tapi lebih setuju indianisasi. Klo bener bgt saya rasa harus dibuatkan judul artikel yang baru “indianisasi tonggak awal hancurnya Bali” setuju.
@putra tridarma
Celakanya karena di Bali antara adat, budaya, dan Hindu tidak dipisahkan. Semua menjadi kusut karena ketidakmengertian dan kegelapan tokoh-tokohnya akan filsafat Hindu (Veda). Mereka seperti katak dalam sebuah sumur tua. Tidak tahu dan tidak mau tahu akan adanya tempat yang jauh lebih luas dan nyaman dibandingkan sumur tempatnya.
Saya :
Apa ini sama artinya anda mengatakan orang-orang suci kita seperti danghyang nirarta, empu kuturan, empu bradah dll yang menciptakan adat, budaya, dan agama di bali ilmunya lebih rendah dari anda ck ck ck ck??? Berarti anda mengatakan orang-orang suci kita itu tidak mengerti akan filsafat weda sehingga mengalami kegelapan ck ck ck ck salut buat anda ???
@putra tridarma
Lebih celaka lagi, dalam sebuah upacara keagamaan versi Bali, sudah tidak jelas siapa yang disembah, bagaimana personalitasnya, dan apa yang menjadi persembahan.
Saya :
itu masalahnya bukan di upacara versi Balinya bro….itu masalahnya pada diri anda sendiri ,klo ngga tau ya tanya ke yang lebih tau sekarang sudah ada yayasan dharma acarya silakan anda tanya disana sepuasnya pasti akan ada jawabannya he he he gitu aja kok repot!
Anehkan klo anda ngaku dari bali tidak tau tentang budaya Bali bukannya belajar tentang budaya sendiri tetapi malah berpaling ke yang lain weleh weleh……………. Bagaimana seandainya pemuda bali semua kayak anda? Apakah bali akan lebih baik ataukah lebih terpuruk dari sekarang, ketika budaya yang sangat dikagumi diseluruh antero dunia mulai ditinggalkan si pemilik budaya itu sendiri??mungkin orang asing yang sengaja datang ke bali untuk mendalami budaya bali ketawa melihat nak bali sudah tidak menghargai budayanya sendiri. Nah lho……… orang asing aja ingin belajar budaya bali kenapa kitanya malah tidak ???
@putra tridarma
Dalam upacara terjadi penyembelihan binatang. Bau amis darah dan aroma daging menyeruak di Pura. Benar-benar sebuah persembahan yang Tamasika. Gelap! Dipikirnya Tuhan Sri Vishnu itu makan daging…
Saya
Apakah tuhan pernah mengatakan dia tidak suka bau amis he he he???pas anda buang hajat di wc (maaf agak jorok dikit) apakah tuhan ada di sana??? Klo dia ada disana itu so pasti baunya lebih dari sekedar amis bukan anda tau sendiri baunya he he he……….
Woi…………Yang ngasi Tuhan Sri Visnu makan daging sapa………?apakah anda pernah dengar para sulinggih dalam mantranya ketika menghaturkan upacara tersebut mengatakan atau nawarin tuhan visnu makan daging busuk itu???
@putra tridarma
Hal yang paling menjijikkan adalah ketika di beberapa tempat ada upacara ngaben masal. satu bulan sebelum hari H, umat sudah ngayah bikin banten dan perlengkapannya. Dan sampai pada hari H, banten dan perlengkapannya sudah banyak yang busuk, daging-daging dikerubungi belatung dan lalat. Sungguh menjijikkan! Siapa yang akan diberi sampah busuk seperti itu? Saya pikir Bhuta Kala pun tidak sudi menadah persembahan seperti itu.
Saya :
Menurut anda mana yang lebih bernilai lebih tinggi, sesuatu yang dikerjakan secara instan ataukah sesuatu yang dilakukan dengan rentang waktu yang lama???seperti contohnya pengerjaan kain geringsing yang membutuhkan waktu sebulan dibandingin kain pabrikan yang paling hanya membutuhkan waktu semenit dengan corak, ukuran dan warna yang sama, kira-kira menurut anda mana yang bernilai lebih tinggi???tentu kain geringsing bukan. Karena kain geringsing yang melalui proses pengerjaan cukup lama akan memiliki nilai historis tersendiri mulai dari proses pencarian bahan, pemintalan, penenunan dan seterusnya yang memerlukan ketekunan sampai akhirnya tercipta selembar kain. Setuju??? Klo ngga percaya silahkan tanya pakar kain!!!
@putra tridarma
Refleksi: jika kita sudah membedakan antara adat, budaya, dan agama, maka istilah keBali-Balian, KeIndia-Indiaan, KeJawa-Jawaan dan seterusnya mari kita maknai pada tataran adat dan budaya. Ketika kita berbicara pada tataran Hindu, maka kita harus keVeda-Vedaan. Jangan keLontar-Lontaran.
Saya :
Klo saya justru bersyukur jika adat budaya dan agama di bali dikemas menjadi satu sehingga budaya bali bisa bertahan dari jaman nenek moyang sampai sekarang. Dan begitu seterusnya selama orang bali masih berpegang teguh terhadap agamanya maka budaya bali akan tetap ada. Begitu juga sebaliknya, makanya menjadi satu kesatuan.
Menurut anda kenapa adat dan budaya bali masih bisa bertahan selama ini?? Apakah anda pernah berfikir adat dan budaya bali bisa bertahan karena adat dan budaya ini selalu dijiwai oleh agama yang anda katakan dicampur aduk???salah satu contoh adalah tarian barong, kenapa tarian barong masih tetap exist samapai sekarang. Itu karena barong disakralkan oleh umat hindu bali sebagai sesuhunan atau petapakan ida bhatara tuhan yang maha kuasa. Coba klo misalkan barong Cuma sebagai tontonan biasa dan hanya sebagai pajangan mungkin kesenian barong dari dulu sdh ditinggalkan orang bali dan beralih keseni yang lain apakah seni modern ataukah kontenporer sesuai dengan perkembangan jaman.
Contoh lain;orang bali belajar megambel dan menari agar dapat dipakai untuk ngayah di pura. Wayang juga untuk ngayah di pura.orang belajar kekidung, kekawin untuk ngayah di pura, orang bisa mengukir untuk membuat pretima, pelinggih dll untuk ngayah. so segala yang dilakukan masyarakat bali adalah sebagai suatu persembahan kepada tuhan (ngayah). selama masyarakat bali percaya akan tuhan maka kegiatan ngayah dengan menggunakan adat, seni dan budaya akan lestari selamanya. Begitu juga budaya bali tetap terjaga.
@putra tridarma
Kitab suci Hindu sudah jelas, Veda (Sruti dan Smerti). Dengan mengikuti kitab suci itu, sudah banyak para rsi dan orang-orang suci yang mampu merealisasikan Tuhan. Mereka sudah selamat, pulang ke planet rohani. Sementara itu, lontar adalah buatan para “sarjana” pada zaman kerajaan. Kebanyakan ditulis oleh para pendeta kerajaan. Bisa saja sangat sarat dengan kepentingan. Sebuah lontar bisa jadi hanya ditulis untuk menyenangkan atau memberi harapan buat sang raja. Cerita Lubdaka misalnya, banyak sejarawan yang menyimpulkan bahwa itu ditulis untuk memberi harapan “pembebasan” bagi Ken Arok.
Saya
apakah anda berfikir tuhan hanya memberikan wahyunya hanya kepada meharesi yang ada di india saja dalam bentuk weda????jangan salah bro maharesi yang ada di bali juga banyak yang kaya gitu, rsi markandya, dhanghyang nirarta, empu kuturan dll. Apa tidak mungkin beliau2 ini mendapat wahyu Tuhan dan ditulis dalam bentuk Lontar karena kebetulan budaya disini adalah lontar???.klo bgt apa bedanya weda yang merupakan wahyu tuhan yang diterima orang2 suci di india, dengan lontar yang merupakan wahyu tuhan yang diterima orang2 suci di Bali???
Masalah pulang ke planet rohani, he he he kita semua ngga akan pernah tau kebenarannya bukan. Masalah lontar sarat akan kepentingan, anda sudah pernah baca lontar blon??? Klo blon mendingan ngga usah komentar. Contoh asta kosala kosali (L.001.T) sampai (L.016.T) yang saya baca kayanya ngga ada yang mengarah ke pada kekuasaan suatu kerajaan tuh, apalagi lontar tutur gong wesi, padma prakerti, padma buana, sama sekali ngga ada. Jadi maksud anda lontar yang mana???
Mungkin maksud anda lontar-lontar prasasti yang di buat oleh kerajaan tertentu bisa aja ada kepentingan. Tapi apa mungkin itu juga terjadi pada BG yang mengagungkan dewa visnu yang merupakan aliran si penulis BG sehingga isinya bisa ngga singkron dengan aliran siva dan brahma??
@putra tridarma
Yang paling penting untuk diingat, dengan menekuni lontar, siapa yang bisa menjamin seseorang bisa pulang ke planet rohani? Sudah berapa kira-kira orang Bali penekun lontar yang bisa merealisasikan Tuhan? Adakah di antara para Wiku di Bali sudah mampu merealisasikan Tuhan? Kalau masing bingung, jangan cari jawabannya pada daun-daun lontar yang bergoyang
Saya
Klo ada yang bilang sdh pulang ke planet rohani kenapa anda langsung percaya???apakah anda pernah diajak ke planet itu???
Klo ada yang bilang bisa merealisasikan tuhan anda langsung percaya???apa anda pernah dipertemukan dengan tuhan???
Kalau boleh berandai-andai
Jika misal kita kumpulkan lontar2 itu dijadikan satu dan kita sebut sebagai kitab suci seperti halnya weda yang terdiri dari beberapa kitab, dan kita menyatakan diri sebagai agama baru,” agama Bali” misalnya dengan kitab sucinya adalah lontar, Boleh saja bukan.
kalau kita tengok kembali ke belakang, sebenarnya kita dulu sebelum jaman penjajahan kita belum mengenal yang namanya agama hindu untuk menyatakan suatu kepercayaan yang kita anut, yang ada cuman kepercayaan yang ajarannya lebih kepada budi pekerti . Dan setelah jaman penjajahan dan kemerdekaan kita diharuskan untuk memilih satu agama tertentu dari lima pilihan yang ada, oleh karena agama hindu sudah dideklarasikan sebagai suatu agama yang dulunya juga bukan suatu agama dan kepercayaan kita banyak di pengaruhi oleh hindu maka di pilihlah agama hindu sebagai agama yang dianut oleh orang bali, padahal sebagian besar kepercayaan orang bali masih menggunakan kepercayaan nenek moyangnya dengan lontar-lontar sebagai dasar acuannya.
Saya rasa rakyat bali sudah sangat mandiri walaupun tanpa embel-embel agama hindu dan weda. Seandainya anda mengatakan orang bali menyimpang dari hindu dan weda versi india yang menurut anda lebih baik, mungkin orang bali tidak akan keberatan meninggalkan embel-embel hindu dan beralih ke kepercayaan nenek moyang (agama Bali) yang sudah terbukti dapat mensejahterakan bali, toh juga tanpa agama hindu orang bali tetap bisa menyembah tuhan bukan. saya rasa ajaran leluhur orang bali yang lebih mengutamakan budi pekerti itu saja sudah cukup untuk mengantar kita kepada tuhan.
dari pada harus mengambil resiko beralih ke hindu murni versi india kaya HK, yang belum tentu akan membawa Bali ke arah yang lebih baik. coba liat india, apa mereka terlihat lebih baik dari bali padahal mereka penganut weda murni lho??saya rasa bali dengan budaya dan agamanya sekarang sudah terbukti mampu mensejahterakan bali karena pariwisata budayanya. Dimana kehidupan spiritual orang bali dengan keunikan budayanya sekaligus dipakai sebagai salah satu daya tarik pariwisata dan hal ini secara tidak langsung akan mendatangkan penghasilan bagi rakyat bali. (menyelam sambil minum air, paribahasa ini kayanya pas ngga untuk bali???)
Tapi saya yakin hindu tidak seperti yang anda katakan, karena hindu sangat universal sehingga siapapun pemeluknya merasa nyaman berada di dalamnya, termasuk orang bali yang sudah merasa nyaman dengan hindu balinya jangan diusik lagi dengan pernyataan orang yang tidak mengerti dan tidak mau mengerti tentang bali lebih fatal lagi dia adalah orang bali hix hix hxi menyedihkan sekali . Sangat disayangkan ada orang hindu yang berfikir sesempit ini.
Ok mungkin sekian dulu, maaf kepanjangan.
………..peace…………….
Nak Polos
1. Saya tidak mengatakan semua lontar sarat kepentingan untuk menjilat atau menyenangkan Raja. Coba perhatikan kutipan ini: (====Sementara itu, lontar adalah buatan para “sarjana” pada zaman kerajaan. Kebanyakan ditulis oleh para pendeta kerajaan. Bisa saja sangat sarat dengan kepentingan. Sebuah lontar bisa jadi hanya ditulis untuk menyenangkan atau memberi harapan buat sang raja. Cerita Lubdaka misalnya, banyak sejarawan yang menyimpulkan bahwa itu ditulis untuk memberi harapan “pembebasan” bagi Ken Arok====).
2. Karena menurut Anda saya ini tidak tahu adat dan budaya Bali, sekarang saya tanya kepada Anda: yang mana menurut Anda adat dan budaya Bali? Coba tuliskan sepuluh saja, nanti saya komentari.
3. Apa yang dimaksud dengan Pariwisata Budaya? Tolong penjelasannya.
4. Tentang Planet Rohani, Veda yang mengatakan. Tidakkah Anda percaya kepada Veda?
5. Anda membandingkan Bali dengan India, lantas Anda katakan Bali lebih baik dari India. He he he… Bali itu ibarat sumur, India adalah Danau yang luas. Lalu Kataknya siapa ya…. peace…
6. Sepertinya Anda lebih memilih lontar daripada Veda. Ya sah-sah saja sih. Wong yang lain tidak mengakui Veda saja boleh kok (tapi mereka bukan Hindu).
7. Kalau Anda merasa mampu untuk memainkan Mrdangga, coba deh kalau ketemu dengan orang-orang HK yang lagi melakukan Harinama dipinjam alat musiknya lalu mainkan. Dan kalau merasa mengucapkan nama suci Tuhan itu gampang, coba deh ikut ucapkan nama suci Tuhan supaya tahu perbedaan yang mana lebih gampang.
8. Kalau disuruh memilih, saya tidak memilih Balinisasi dan juga Indianisasi. Saya juga tidak memilih lontarnisasi. Kalau Bhagavad Gitanisasi, Srimad Bhagavatamisasi, Upanisadisasi, yang kemudian secara global disebut Vedanisasi, barulah saya pilih.
Saya tunggu komentarnya
ptd
@All
Kalau kita sudah merasakan dan menjadi yakin kalau ‘daun kayu manis’ dapat mengobati panas dalam yang kita derita agar lebih adem lagi, maka saya tidak perlu lagi untuk mencari tahu dari mana asal daun ini….siapa pencetusnya….bagaimana silsilah perkembangan daun ini…..kandungan apa saja didalamnya…. i dont care.
hal yang paling penting adalah daun ini benar2 telah menyembuhkan saya.
sama seperti bagaimana kita mendalami suatu ajaran agama Hindu. kitab Veda bagian manapun itu, kalau sudah sesuai dengan rasa `adem` yg kita rasakan maka Thats It !!
Salam,-
@Kidz
kalau mungkin tidak ada rongrongan dari luar, Bali memang manis. Bahkan dunia sudah mengakuinya. Tapi lihatlah bagaimana orang Bali dengan mudahnya berpindah keyakinan. Pada jaman PKI, banyak orang Bali yang ,menjadi komunis dan atheis. Sekarang ini jika kita melakukan pengamatan para orang Bali yang merantau, bahkan dapat dikatakan 8 dari 10nya menjadi ragu pada keyakinannya atau pindah ke agama lagi. Sudah pasti ada penyebab kenapa ini bisa terjadi. Apakah karena memang karakter orang Bali seperti itu? Apakah karena pendidikan agama Hindu kurang baik? Atau karena Hindu Bali diramu secara salah?
All
Saya sering nonton Bali TV. Hal yang membuat saya bertanya-tanya dalam hati adalah banyaknya tabib-tabib, ahli-ahli pengobatan yang talk show di TV tetapi bukan orang Hindu. Mereka begitu sukses di Bali. Sambutan masyarakat Bali terhadap keberadaan mereka sungguh luar biasa. Mengapa para balian dari Bali (orang Hindu) tidak bisa seperti itu? Ke mana perginya penekun-penekun lontar yang berbau ushada? Para balian dikalahkan di kandangnya sendiri. Masyarakat Bali sudah banyak yang berhutang budi kepada balian dari luar. Semoga ada orang-orang yang cerdas melihat masalah ini dengan jernih.
@nak_bagus
membaca pertanyaan anda, sesungguhnya jawabannya bisa dikatakan mudah, bisa juga tidak mudah. tergantung kita melihatnya. kalau dari saya gampang aja…. yang mampu menyelamatkan diri kita adalah DIRI SENDIRI.
berkaitan dengan Hindu Bali yang anda paparkan td, memang saya akui telah terjadi distorsi dan degradasi. lalu apakah karena ajaran Hindu di Bali yang membuat generasi kita anjlok ?? lalu apakah dari dulu leluhur nenek moyang kita di Bali sudah lama menerapkan sistem ter distorsi? lalu kenapa Tuhan tidak menjelma (Avatara) dari dulu saja untuk meluruskan kedistorsian di Bali?kenapa dibiarkan distorsi? ask your self.
kalau saya melihat justru nenek moyang kita lebih hebat dari kita sekarang, mereka mampu menerapkan ajaran Hindu Bali yang memang `mix` dari segala macam kebenaran (Siva Siddhanta). generasi lah yang membuatnya terdistorsi. BANYAK terjadi distorsi bukan berarti SEMUA nya terdistorsi. kebanyakan umat Hindu Bali yang DIRI nya tidak bagus, lebih memilih `short cut` dan memilih warna yang lain untuk menemukan dirinya.
kembali lagi kepada DIRI SENDIRI. meski memang kita akan membutuhkan sesuatu di luar diri sendiri (Guru, Sastra, Sadhu) tapi pada akhirnya memang bukan ketiga hal itu yang menyelamatkan kita. mereka hanya membantu mempertemukan kita dengan diri kita.
padahal kita di Bali berwarna-warni dan sangat indah, ketika warna-warni itu ternoda? kenapa kita malah berbalik `menginjak` warna-warni yg terlanjur ternoda itu dan memilih satu warna? bukankah kita harusnya `mencuci` noda itu dan kita gunakan lagi keindahan warna-warni itu ??
@putratridharma
Mengomentari komentar anda diatas, saya setuju dan sekaligus tidak setuju
Setuju : karena memang benar ajaran di Hindu sudah amat sangat banyak dan lengkap membahas tentang pengobatan Usadha yang didasarkan oleh Yajur Veda. Alangkah indahnya jika kita sebagai umat Hindu juga mendalami tentang Usadha.
Tidak Setuju
Seperti biasa, memang seperti inilah gaya anda berkomentar dan menanggapi suatu permasalahan (saya jadi terbiasa jadinya), berkaitan dengan banyaknya umat agama lain yang makmur menyebarkan ilmu pengobatannya dan disambut meriah oleh masyarakat Bali. Apakah susah bagi kita untuk melihat, mendengar apa (isi) yang dibicarakan / apa yang dikatakan. Bukan malah menilai siapa yang berbicara. Kalau hal-hal yang baik dan benar disampaikan ya kita harus terima dan akui kita yang belum mampu seperti dia.
Dengan cara anda menganalisa hal ini, sekalian saja kritik rumah sakit sanglah di Bali yang harusnya semua dokter dan susternya harus umat Hindu, dan jangan sambut dokter-dokter dari umat lain. Bukankah ada kekeliruan disini ??
Salam,-
Kidz
Mengenai tanggapan saya terhadap Nak_Bagus,
==========kembali lagi kepada DIRI SENDIRI. meski memang kita akan membutuhkan sesuatu di luar diri sendiri (Guru, Sastra, Sadhu) tapi pada akhirnya memang bukan ketiga hal itu yang menyelamatkan kita. mereka hanya membantu mempertemukan kita dengan diri kita.
SAYA: saya justru berpendapat begini: Yang menyelamatkan kita tentu adalah yang memiliki kita. Siapa Dia? Tuhan Yang Maha Esa. Beliau mengutus wakilNya (sadhu dan guru) untuk menyelamatkan kita. Sedangkan Sastra (Veda)sebenarnya adalah juga Beliau. Kita sepenuhnya bergantung kepada Tuhan melalui ketiga otoritas itu.
Mengenai Balian, dalam hal ini, tentu maksud saya tidaklah sedangkal itu. Ketidakmampuan Balian Bali harus dilihat dengan kacamata “rekonstruksi”. Saya justru mendukung supaya Balian-Balian ini ditampilkan. Kata ditampilkan bermakna mereka tidak mau atau tidak tahu caranya tampil. Harus ada power yang membuat dia tampil. Inilah bentuk perlindungan terhadap budaya Bali. Perlu fasilitator untuk mereka….
Tentu berbeda dengan dokter di RS Sanglah. Di sana dokter-dokternya yang beragama Hindu (Bali)tidak kalah dengan dokter-dokter lain. Di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan, dan mungkin di tempat lain dokter-dokter yang dari Bali begitu dikenal. Tapi itu soal dokter… Balian yang berbasis lontar ushada gimana? salam
@putratridharma
tidak kah anda lihat kalimat DIRI SENDIRI yg saya maksud berkaitan dengan Karma Phala ?
dan mengenai Balian yg harus muncul, apa harus muncul ? menurut saya sementara, ndak perlu promosi di TV pun banyak orang Bali sudah mengenal balian mereka masing2 tentu dengan RASA.
Salam,-
Kidz
Saudara Kidz, itu paham Budhis (semua akhirnya ditentukan oleh diri sendiri). Kalau penganut Veda, jelas menempatkan KARUNIA di atas segala karmapahala. KARUNIA ini berkaitan dengan puncak tangga/jalan spiritual, yakni BHAKTI.
Mengenai Balian, saya hanya mewacanakan seperti itu. Kalau orang Bali merasa itu masuk akal, ya monggo disambung wacananya. Kalau tidak, ya terserah. Yang jelas, kedatangan “juru penyembuh” dari luar disambut luar biasa. Rasa berhutang budinya malah ke “juru sembuh” luar biasa. Jangan-jangan rasa berterimakasihnya melebihi daripada kepada Tuhan. Wah.
@putratridharma:
Memang di ajarkan untuk menjelek2kan ajaran lain yg berbeda dengan ajaran anda?
Segitu misionaris kah anda untuk mengajak kaum hindu bali meninggalkan adat istiadat menjadi ajaran yg anda yakini?
Pertanyaan ini menyimpang dr topik tp harus saya utarakan,,,
“Anda mengagungkan krisna dan Rama sebagai Tuhan, tp apakah Tuhan hrus turun ke dunia menjadi manusia untuk membasmi adharma??
Dimana ke-Maha Kuasaan Tuhan shgga harus turun tangan sendiri??
Apakah Tuhan di lahirkan dari Bapak dan IBu??
Kenapa krisna mati dengan cara yg tragis terkena panah pemburu di hutan??
Dimana sifat Tuhan yg Maha Adil?? Karena krisna hanya mengurusi Pandawa tetapi melupakan anak kandungnya sendiri. .
Apakah itu yg namanya Tuhan??????
@ Mustika
Menjelek-jelekkan ajaran? Ajaran yang mana? Mohon komentar saya dimaknai sebagai kritik. Saya tidak anti dengan adat dan budaya Bali. Tidak sama sekali! Hal-hal yang baik dari adat dan budaya Bali, mari kita lestarikan. Itu adalah kekayaan yang tak ternilai harganya yang dimiliki oleh Bali. Kalau ada hal-hal yang memang keliru dari praktik “keberagamaan” mari kita legowo untuk mengatakan itu keliru. Tradisi-tradisi nyeleneh dari praktik keagamaan yang terbungkus plastik adat dan budaya, sudah saatnya dirunut sumber sahihnya.
Tentang keavataraan Krishna, Rama, dan yang lainnya, sudah banyak dibahas dan didiskusikan di web ini. Sepertinya anda perlu menjelajahinya dan membaca dulu. Bukan saya tidak mau berkomentar tentang itu, sebab kalau mulai dari awal lagi kan kurang efektif dan efisien. Silakan buka link ini:
https://narayanasmrti.com/2010/02/avatara/ https://narayanasmrti.com/2009/03/budha-avatara/
https://narayanasmrti.com/2009/09/avatara-tuhan/
https://narayanasmrti.com/2010/09/apakah-penuhanan-sri-krishna-dan-sri-rama-adalah-hal-baru/
https://narayanasmrti.com/2009/08/brahma-visnu-dan-siva/
Saya tunggu komentarnya.
Salam
MUSTIKA
Menjelek-jelekkan ajaran? Ajaran yang mana? Mohon komentar saya dimaknai sebagai kritik. Saya tidak anti dengan adat dan budaya Bali. Tidak sama sekali! Hal-hal yang baik dari adat dan budaya Bali, mari kita lestarikan. Itu adalah kekayaan yang tak ternilai harganya yang dimiliki oleh Bali. Kalau ada hal-hal yang memang keliru dari praktik “keberagamaan” mari kita legowo untuk mengatakan itu keliru. Tradisi-tradisi nyeleneh dari praktik keagamaan yang terbungkus plastik adat dan budaya, sudah saatnya dirunut sumber sahihnya.
Tentang keavataraan Krishna, Rama, dan yang lainnya, sudah banyak dibahas dan didiskusikan di web ini. Sepertinya anda perlu menjelajahinya dan membaca dulu. Bukan saya tidak mau berkomentar tentang itu, sebab kalau mulai dari awal lagi kan kurang efektif dan efisien. Silakan buka link ini:
https://narayanasmrti.com/2010/02/avatara/ https://narayanasmrti.com/2009/03/budha-avatara/
https://narayanasmrti.com/2009/09/avatara-tuhan/
https://narayanasmrti.com/2010/09/apakah-penuhanan-sri-krishna-dan-sri-rama-adalah-hal-baru/
https://narayanasmrti.com/2009/08/brahma-visnu-dan-siva/
Salam
paling bahaya budaya materialisme di bali. klo bahaya indianisasi di bali paling2 cuma pemujaan berhala dan pemanusiaan tuhan (avatarisme) ala india.