Menjelang bulan suci Ramadan, sangat gencar ditayangkan di TV mengenai bagaimana proses Islamisasi di Indonesia. Dalam berbagai program tayang tersebut dengan jelas diperlihatkan upaya propaganda penyebaran agama Islam kepada orang-orang non-muslim baik secara terselubung maupun tidak. Sering kali tayangan relegi seperti ini bersinggungan dengan ranah keyakinan agama lain.
Salah satu contohnya adalah pada tayangan salah satu program TV pada bulan Ramadan yang baru saja lewat. Dalam tayangan tersebut diceritakan seorang tokoh muslim keturuan bule sedang jalan-jalan di pantai Kuta, Bali. Pada saat dia sedang asyik-asyiknya menikmati indahnya suasana pantai Kuta, datanglah seorang pedagang makanan yang memaksa muslim bule tersebut membeli sejumlah makanan. Tentu saja diceritakan bahwa bule tersebut menolaknya karena dia sedang berpuasa. Tetapi tetap saja dikisahkan pedagang yang dengan jelas digambarkan sebagai orang Bali Hindu tetap mengejar-ngejar si bule agar tetap membeli makanan tersebut. Singkat cerita pada akhir cerita tersebut ditayangkan ayat-ayat Qur’an yang menyebutkan tercelanya orang-orang yang mengganggu mereka yang sedang berpuasa dan juga diikuti dengan sentilan terhadap orang-orang yang tidak berpuasa.
Lain lagi dengan kisah tayangan misteri di stasiun TV yang lain yang memperlihatan penampakan mahluk halus di sebuah komplek Pura di Bali. Pada akhir acara dimana pemangku (pemimpin agama setempat) menjelaskan bahwa mahluk halus tersebut adalah penjaga Pura dan perlu dihormati. Tetapi segera pada saat acara penutup pernyataan pemangku ini ditepis balik oleh pembawa acara utama dengan mengutip ayat-ayat Qur’an bahwa tindakan “menghormati” mahluk halus seperti itu adalah tindakan syirik yang harus dijauhi dari Islam dan juga diikuti dengan doa-doa agar mereka yang syirik ini bisa segera “diselamatkan”.
Dua contoh tayangan tersebut hanyalah segelintir dari ratusan atau mungkin ribuan gesekan antar keyakinan yang nyata-nyata dipublikasikan di media masa dalam upaya melakukan syiar agama. Apakah tindakan syiar agama ini diperbolehkan? Bukankah terdapat undang-undang yang menyatakan larangan untuk mengagamakan orang yang sudah beragama?
Sebelum kita membahas permasalahan yang menyangkut ranah hukum di Indonesia, mari kita coba bercermin pada masing-masing ajaran agama. Dalam Islam, syiar agama melalui media dakwah merupakan sesuatu yang penting. Karena itulah sangat banyak organisasi Islam didirikan untuk tujuan ini. Beberapa partai politik seperti PKS, PPP dan partai-partai kecil lainnya juga dibentuk untuk tujuan dakwah baik kepada mereka yang sudah masuk Islam maupun yang non-Muslim. Sementara itu Kristen dan Katolik juga jelas-jelas merupakan agama misi. Setiap orang Kristen atau Katolik diharapkan bisa menjadi agen “penyelamatan” bagi mereka yang “belum selamat”. Kenyataan ini dapat kita lihat dengan sangat jelas dari berbagai usaha misionaris masuk ke daerah-daerah terpencil untuk melakukan Kristenisasi. Pada jaman pengarungan samudra, Kristenisasi diperlihatkan dengan adanya istilah “Gospel”. Lalu bagaimana dengan Hindu? Apakah Hindu juga merupakan agama misi yang memperbolehkan syiar agama? Sebagian besar orang Hindu akan mengatakan; “Buat apa mengajarkan agama ke orang lain, agama adalah ranah pribadi dan hanya untuk diri kita sendiri. Berusaha mengajarkan kebaikan kepada orang lain tapi diri kita belum baik buat apa? Toh juga apa yang baik buat kita belum tentu baik buat orang lain. Jadi lebih baik menggali ke dalam diri sendiri”. Sebagian pernyataan ini memang ada benarnya, tetapi terdapat daerah abu-abu antara sikap rendah hati atau malahan rendah diri sebagian besar orang Hindu? Apakah mereka benar-benar rendah hati dan bisa bersikap bijak sehingga mampu mencapai kesempurnaan dengan menggali spiritualitas ke dalam ataukah sikap rendah diri karena tidak menguasai ajaran agama mereka sendiri?
Sebagai gambaran mengenai perlu tidaknya syiar agama di Hindu, saya menemukan perkacapan menarik dalam buku “Krishna Consciousness and Christianity” yang merupakan percakapan antara Pastur Alvin V.P. Hart dan Satyaraja Dasa Adhikari (Steven Rosen).
Pastur Alvin Van Pelt Hart merupakan seorang teolog Kristen terkenal dan telah menjadi Pastur Keuskupan sejak tahun 1949, ketika beliau menerima gelar Master of Divinity dari General Teological Seminary di New York. Pada pertengahan tahun 1950-an beliau diminta untuk menulis satu bab mengenai “Agama dan Rintangannya” (“Religion and the Handicapped”) untuk sebuah buku yang berjudul “The Handi-capped and Their Rehabilitation” yang diterbitkan oleh St. Louis, Thomas Publication, 1957. Saat ini karya beliau ini diakui sebagai kontribusi penting di bidangnya. Pastur Hart bertindak sebagai pastur khusus dan pengawas Clinical Pastoral Education di Rumah Sakit Bellevue dari tahun 1953 sampai 1966. Sejak saat itu hingga kini Pastur Hart masih menjabat posisi yang sama di Rumah Sakit St. Luke’s-Roosevelt.
Satyaraja Dasa Adhikari (Steven Rosen) merupakan pemeluk Hindu kelahiran barat dan salah satu murid yang sangat disegani dalam garis perguruan Srila Prabhupada. Beliau juga merupakan penulis lepas dan penulis beberapa buku, termasuk Food for The Spirit: Vegetarianism and World Religions (“Makanan Bagi Sang Roh: Vegetarian dan Agama-Agama Dunia,” New York, Bala Books, 1987), India’s Spiritual Renaissance: The Life and Times of Lord Chaitanya (“Kebangkitan Spiritual India: Detik-Detik Kehidupan Sri Chaitanya,” New York, FOLK Books, 1988), Archeology and the Vaishnava Tradition: The Pre-Christian Root of Krishna Worship (“Arkeologi dan Tradisi Vaisnava: Akar Pemujaan Kepada Krishna Di Era Pra-Kristen,” Calcuta, India, Firma KLM Ltd., 1989). Meskipun Satyaraja Dasa tidak dilahirkan di India, tulisan serta kesarjanaannya telah memberikannya reputasi sebagai juru bicara penting dalam komunitas keagamaan India. Sebagai seorang Vaisnava dari Amerika, beliau bertindak sebagai Kepala Bidang Hubungan Antar Agama untuk ISKCON New York.
Pada bab pertama buku “Krishna Consciousness and Christianity”, Pastur Alvin dan Satyaraja mendiskusikan ayat II Timotius 3.16-17 yang menyatakan “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar…” yang memaksa Pastur Alvin membenarkan bahwa Veda sebagai kesusastraan Timur dan kesusastraan paling kuno di dunia juga memiliki kebenaran yang sama atau mungkin lebih yang sejalan dengan pemahamannya setelah membaca kitab Mormon. Lebih lanjut, sebagai seorang yang lahir di keluarga Kristen dan mengetahui betul isi Alkitab, Satyaraja menjelaskan dengan sangat elegan bahwa Alkitab dapat saja dikategorikan sebagai salah satu kitab pendukung dalam kesusastraan Veda atau yang diistilahkan sebagai Vedangga. Pernyataan Satyaraja ini dibenarkan oleh perbandingan ayat Alkitab dengan apa yang disampaikan dalam Bhagavad Gita. Yesus mengemukakan dengan jelas keterbatasan wahyu Kristen dengan mengatakan: “Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal surgawi? (Yohanes 3.12). “Masih banyak hal yang harus Ku katakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya.” (Yohanes 16.12). Sementara itu hal yang berkebalikan disampaikan oleh Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna dalam Bhagavad Gita 7.2; “Sekarang Aku akan menjelaskan kepadamu pengetahuan ini secara lengkap, baik yang bersifat material maupun spiritual. Sekali hal ini diketahui, tidak ada lagi hal lain lebih lanjut untuk diketahui”.
Untuk lebih meyakini kenyataan ini, Pastur Alvin mengemukakan 2 perintah Yesus yang utama. Menurutnya, jika memang Veda yang dapat diibaratkan kamus besar yang berisi segala sesuatu, maka sudah seharusnya Veda juga memberikan pembenaran akan perintah Yesus yang tertuang dalam Alkitab. Perintah Yesus yang pertama dan utama adalah mencintai Tuhan dengan sepenuh hati, segenap jiwa, dan pikiran. Dan perintah penting yang kedua adalah mencintai sesama sebagaimana mencintai diri sendiri.
Untuk perintah Yesus yang pertama, Satyaraja menjelaskan bahwa inti sari dari seluruh pustaka Veda pada akhirnya adalah mencintai Tuhan dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan yang sangat sejalan dengan ajaran Bhakti Yoga sebagai puncak dari tangga Yoga.
Sedangkan untuk perintah Yesus yang kedua ternyata juga sejalan dengan ajaran Veda. Hal ini juga merupakan inti dari yang ingin saya sampaikan terkait dengan syiar agama Hindu. Satyaraja menjelaskan bahwa saat ini istilah mencintai Tuhan dan mencintai sesama sudah menjadi rancu. Setiap orang baik itu orang Kristen, maupun orang Hindu menganggap bahwa dengan mencintai sesama sama artinya dengan mencintai Tuhan. Sehingga tidak jarang orang Hindu mengatakan “Manava Seva Madhava Seva” yang artinya kurang lebih “melayani mahluk hidup lain sama dengan melayani Tuhan”. Pernyataan ini tidak keliru, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Saat ini sebagian besar orang terjebak dalam pelayanan secara material dengan mengindahkan bawa sebenarnya yang paling urgen untuk dilayani adalah sang roh/jiva yang sedang terperangkap dalam kubangan material. Orang sibuk memberikan makan kepada orang miskin, menyumbangkan pakaian, mendirikan rumah sakit dan pemberian pengobatan gratis dan berbagai upaya sosial lainnya, tetapi melupakan hal yang paling mendasar, yaitu menyuntikkan ajaran spiritual dan membangkitkan “kesadaran Tuhan” dalam diri mereka. Banyak organisasi keagamaan saat ini memberikan berbagai macam sumbangan material kepada warga miskin dengan harapan mereka akhirnya pindah agama. Tetapi apa gunanya merubah KTP seseorang, menjadikannya lebih makmur secara materil, pada akhirnya menuntut kesadaran mereka menyumbang materi jika mereka telah mampu ke organisasi keagamaan tersebut jika kesadaran spiritualnya untuk mengenal dan mencitai Tuhan tidak terbangkitkan? Jadi inti dari mencintai sesama yang sesungguhnya adalah memberikan mereka pergaulan dan mengajarkan mereka sehingga kesadarannya akan Tuhan bisa bangkit. Jika ajaran mencintai sesama ini adalah ajaran utama dalam Hindu, maka sudah sewajarnyalah setiap orang Hindu yang mengerti kitab suci Veda menjadi agen-agen syiar ajaran Veda untuk menuntun setiap orang sadar akan Tuhan. Jika anda masih mengatakan bahwa tidak penting mengajarkan kesadaran Tuhan kepada orang lain dan hanya meng-keep ajaran tersebut hanya untuk diri anda, itu artinya adalah adalah orang egois dan tidak menjalankan perintah “Manava Seva Madhava Seva” dengan tepat.
Jadi sampai di sini sudah sangat jelas bahwa semua agama di Indonesia pada dasarnya memiliki kewajiban syiar agama. Hanya saja selama ini istilah “syiar agama” diartikan secara sempit sebagai upaya merubah kolom agama dalam KTP seseorang tanpa benar-benar membantu mereka menjadi lebih baik dalam tataran spiritual. Agamapun cenderung diwarnai oleh unsur politik dan kekuasaan sehingga terdapat upaya-upaya melegalkan tindakan diskriminatif terhadap satu agama dengan agama yang lainnya lewat diterbitkannya berbagai macam peraturan perundang-undangan yang merugikan pihak-pihak tertentu. Jika kita sebagai bangsa Indonesia berani mengatakan diri sebagai bangsa yang spiritualis, sudah saatnya undang-undang pelarangan syiar agama, aturan pendirian tempat ibadah dan aturan-aturan sejenis yang sifatnya tidak ubahnya seperti “membran selektif permiabel” yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak minoritas dihapuskan. Bangsa Indonesia harus menyadari bahwasanya yang dikejar dalam kehidupan beragama bukan besar organisasi masanya, kedudukan politik dan taraf ekonominya semata, tetapi lebih jauh dari itu adalah upaya membangkitkan kesadaran akan Tuhan yang dalam istilah Srila Prabhupada disebut sebagai “Krishna Consciousness” atau kesadaran Krishna. Biarkan setiap orang melakukan syiar agama dan keyakinannya selama syiar yang dilakukan bertujuan untuk membangkitkan kesadaran Tuhan dalam masyarakat.
Bibliografi:
- Rosen, Steven J.; Van Pelt Hart, Alvin (1989), East-Kṛṣṇa Consciousness and Christianity: East-West Dialogues, Folk Books, ISBN 0961976314
- Wahid, KH. Abdurrahman (2009). Ilusi Negara Islam, Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta : The Wahid Institute.
halooo….
dandavat…
Jawaban dari judul itu adalah: Perlu! Kebenaran memang harus disebar-luaskan. Nah yang menjadi masalahnya kemudian adalah:
Pertama, bagaimana cara siarnya? Jika siar ini saya maknai secara sempit, maka yang dimaksud dengan siar itu adalah menyampaikan kebenaran melalui media (siaran). Kalau kita sempitkan lagi mengenai media ini, maka kita akan merujuk pada media elektronik dan cetak (media budaya belum saya hitung). Di Indonesia hanya agama Islamlah yang “menguasai” media tersebut, disusul urutan kedua Kristen, dan terakhir Hindu dan Budha.
Hindu sepertinya hanya menerima belas kasihan dari media. Sudah waktunya sedikit, metodenya juga tidak efektif. Berikut saya beri ilustrasi berupa tulisan sederhana saya.
Mimbar Agama Hindu atau Mimbar Tari Bali?
Kalau kita bandingkan dengan mimbar-mimbar agama lain yang ditayangkan di TV, mimbar agama kita paling sederhana cara kemasnya. Okelah kalau dihubungkan dengan dana, kita bisa maklumi bahwa kesederhanaan itu adalah untuk menghemat dana. Tapi sesuatu yang sederhana mestinya tidak disamakan dengan “tidak berkualitas”. Seperti iklan motor yang dibintangi oleh Dedy Mizwar, “Boleh murah, asal jangan murahan”.
Umat Islam misalnya, mereka bisa “mempromosikan” agamanya hampir setiap saat. Kemasannya pun macam-macam. Yang paling diminati adalah sinetron-sinetron keagamaan. Ya, mereka memang menguasai media. Kita tidak boleh iri. Kita hanya “diperbolehkan” untuk menyiarkan agama kita satu kali dalam satu Minggu. Sudah jarang, waktunya pun tidak terlalu potensial, yakni pagi hari. Pagi hari adalah waktu bagi siswa Hindu ke sekolah, demikian pula karyawan/pegawai/petani harus berangkat kerja. Jadi, hanya sedikit saja yang berkesempatan menonton siaran itu.
Skenario acaranya itu-itu saja: hanya tanya jawab. Ini sebenarnya sudah cukup menurut saya. Hanya saja hal-hal yang dibahas kok tidak menukik pada esensi Hinduisme? Narasumber biasanya senang berputar-putar menggunakan berbagai istilah yang tidak akrab di telinga sebagian umat Hindu. Padahal, kalau langsung membidik ke penanaman sraddha, setiap wacana akan mudah dilogikakan. Ini akan indah sekali.
Selanjutnya, ada satu hal yang menurut saya perlu dihilangkan, yakni selingan acara. Hampir setiap acara mimbar agama Hindu selalu diselingi dengan Tari Bali. Mengapa perlu ada selingan? Kalau hanya lima belas menit, saya pikir para pemirsa belumlah jenuh. Waktu yang disediakan sangat singkat, tapi masih dikurangi dengan pagelaran tari Bali. Ini menjadi demikian merepotkan sebab harus mendandani penari, mengatur penabuh, belum lagi mengatur properti pementasan. Padahal tidak ada hubungannya antara tari-tarian itu dengan topik yang dibahas. Lain halnya kalau selingannya memang berkaitan dengan topik yang dibahas. Itu justru semakin menambah mutu. Misalnya ketika membahas topik “Yadnya di Zaman Kali” itu kemudian diselingi dengan demonstrasi Kirtan dari berbagai versi. Setelah selesai, selingan itu tidak dibiarkan terputus tanpa makna. Pemimpin diskusi dan nara sumber kemudian meraciknya menjadi bumbu penyedap topik yang di bahas. Saya tidak anti dengan tari Bali, tapi saya hanya ingin agar waktu siar yang singkat bisa efektif dan efisien. Sebagai catatan, teman saya seorang Protestan pernah berkata bahwa dia sangat suka nonton tari Bali di Indosiar. Yang dia ingat hanya lenggak-lenggok tari Balinya saja. Yang lain? Lewat!
Syiar VS. Promosi
Jika Mbah Ngarayana menulis tntang syiar agama yg sering muncul dalam TV, yg dujadikan latar belakangnya adalah muslim ketika romadon berlomba-lomba syiar diTV.
Secara tdk sadar para pembaca webset ini juga dijadikan obyek syiar oleh Mbah Ngarayana. Ternyata bli pintar sekali menarik pembaca/browser dari agama non Hinu untuk masuk dan ikut nimbung bersama mbah Ngarayana.
Apalagi ditambai dengan bumbu-bumbu yg kontroversi, membuat pembaca banyak yg terkejut dan ikut berdiskusi. ketika seseorang mulai tertarik dg diskusi tsb. Mbah Ngarayana menyelipkan “dakwahnya” versi Hare Krisna kepada pembaca web ini. hasilnya luar biasa banyak yg berkunjung.
Saya acungkan jempol kepada Mbah Ngarayana yg lihai dalam bersyiar kepada orang-orang yg selamat untuk disempurnakan, kepada orang-orang yg menunggu juru selamat, diajak menuju ke hare krisna, kepada orang-orang yg masih terikat dg banten menuju ketidakterikatan menuju kesadaran krisna.
Sangat tidak adil jika Mbah Ngarayana hanya menyoroti tv. swasta, padahal kalo mau jujur, semua tayangan pd bln romadhon banyak yg bukan syiar, akan tetapi hiburan, pelawak, game, kuis yg dikemas dlm bungkus romadhon.
Tapi TV. swasta bukan hanya romadhon juga yg ditayangkan, agama lainpun juga dipromokan, baik agama Kristen, katolik, Hindu adn Buddha. semua Tv pasti menayangkan mimbar agama yg dikemas dlm dialog, tanya jawab atau ceramah. mengapa volumenya Islam yg lebih banayk? ya jelas, karena yg dibidik iklan adalah penontonya. jadi orientasi TV swasta bukan bagaimana tayangan ini bisa diterima danmenambah wawasan iman, tetapi bagaimana agar produk bisa laku mellaui sebuah tayangan tv.
Hal di atas masih mending, coba anda lihat tayangan BALI TV. justru kebalikannya dari TV swasta lainnya. khusus TV agama Hindu yag isinya adalah sebagai dakwah dan syiar kepada pemirsa. bahkan berusaha “balinisasi” kepada Hindu jawa untuk berkiblat kepada Hindu bali.
Jika tv. swasta masih ada sifat toleran pd agama lain, seperti, masih menayangkan program mimbar agama, juga menayangkan ucapan selamat hariraya kepada pemeluk agama, misalkan selamat Hari Raya Nyepi, Galungan, Saraswati, ucapan selamat hari Natal, hariraya waisyak, Idul Fitri.paling tdk kita belajar toleransi antar agama dari tv. swasta.
anehnya justru mengapa Hindu yg katanya sangat toleran, tetapi Bali TV. tidak pernah sama sekali mengucapkan selamat hari raya pada agama lain (non Hindu)? sehingga terkesan TV agama walopun namnya Bali TV.
Selamat kepada Ngarayana yg menjadi “juru kunci” Hindu dlm berdakwah dan bersyiar. semoga pengunjungnya bertambah banyak, untuk mencari berkah pencerahan spiritual.
Assalamu’alaikum.
Perasaan, sejak kedatangan sy di “apakah penuhanan sri krishna..” koq banyak diskusi sy yg akhirnya jd materi posting ya ?
>>> post “banjir globlal” muncul setelah sy ajukan hipotesa atlantis.
>>> post “garis perguruan..” muncul ketika sy sering mengatakan ‘guru saya’
>>> post “nietzche raja atheis..” muncul stlh sy mendebat rekan atheis.
>>> dan post ini ” syi’ar agama” muncul stlh sy membahas konsep “ajakan” dng bli kidz.
Wow…jika ini benar, bangga banget sy (ah.., kayaknya cuman perasan, mungkin juga ke-gr-an, he he).
Waduh ga nyambung,,,.
Untuk artikel di atas kayaknya kesimpulannya masih prematur de,,, coba hubungkan dng ajaran “tat tvam asi” trus konsep “nivatti marga dan pravatti marga”, jika demikian adakah konsep syi’ar dalam hindu ?
SATU SLOKA saja yg bisa dijadikan dasar syi’ar. KEMUDIAN, syiar tersebut sebatas “diperbolehkan” “dianjurkan” ato malah “diperintahkan” ?
Wassalam.
hehehe…
@xarelx
betul..betul..betul..
@samaranji
mengungkapkan apa yang dirasakan dan lebih condong ke kebanggaan akan membahayakan anda melalui ujub…
@ngarayana
semakin anda banyak menulis seperti yang diungkapkan sdr xarel justru akan mengakibatkan kejatuhan pada penulis..
merapi-mentawai,we will come!!!
@ abu hanan
salam kenal ya…
Assalamu’alaikum.
@ abu hanan.
Alhamdulillah,,, mas masih mau ngingetin. Makasih,,, ditunggu koment selanjutnya sbg usaha “wa tawashou bil haq wa tawashou bis shobr” berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. Skali lg terimakasih.
Kebanggaan itu muncul karena sy merasa tuan rumah ternyata “menyimak” koment tamu2nya, dan harapan sy proses menyimak tsb bermetamorfosa mnjd “memperhatikan” n “mempertimbangkan” agar tak ada kesimpulan “prematur” lagi.
Selanjutnya, SATU SLOKA saja…
Wassalam.
@ all mosleem
Tanya: Kalau ustadz2 di TV itu memberikan ceramah atau jadi pemateri, apakah mereka menerima bayaran atau tidak? Kalau menerima bayaran, kira-kira bayarannya berapa ya sekali tampil? Atau menggunakan tingkatan? Misalnya kalau ustadz senior yang kondang taripnya sekian, yang masih muda baru muncul taripnya sekian…Seandainya bisa, dari agama lain mungkin ada juga yang kepingin menampilkan penceramahnya di TV kayak ustadz2 itu.
makasih
wassalam
@ Xarel X
Saya tidak mempermasalahkan siapa yang dominan dan siapa yang minim dalam melakukan syiar agama di TV-TV di Indonesia, tetapi saya menekankan bahwasanya syiar yang dilakukan oleh agama-agama selama ini lebih ditekankan hanya untuk “merubah baju” seseorang dengan mengindahkan perubahan tingkat kesadarannya akan Tuhan. Sering kali syiar tersebut bertumpu pada pengkotak-kotakan manusia berdasarkan agama dan pada akhirnya ternyata ditunggangi motif-motif politis dan ekonomi terselubung baik yang disadari atau tidak. Pesan penutup yang ingin saya sampaikan dalam artikel ini adalah “Berikan kebebasan seluas-luasnya kepada semua pihak melakukan syiar agama, negara tidak boleh membatasi perkembangan agama/keyakinan dalam masyarakat, negara harus memberikan agama apapun hidup di Indonesia asalkan agama tersebut bisa membuat orang sadar akan Tuhan. Tokoh-tokoh syiar agama juga harus berlomba-lomba membuat orang sadar akan Tuhan, baik dipanggil Allah, Tuhan. God, Krishna, Hyang Widhi, Yahweh, Gusti atau apapun. Tokoh syiar agama harus membedakan pelayanan kepada sesama yang berisfat material dengan pelayanan kepada sesama yang bersifat spiritual (dalam artian membantu mereka mengerti, sadar dan mencintai Tuhan, bukan malah membuat masyarakat ribut karena “iri” dan mengkotak-kotakkan masyarakat berdasarkan agama. Karena itu saya sangat setuju jika kolam agama di KTP dihapuskan karena kolom tersebut menimbulkan diskriminasi dalam masyarat.
Thanks atas sanjungannya mas Xarel X, 🙂 he..he.. Nietzsche mengatakan bahwa selalu ada sesuatu tersembunyi yang ingin disampaikan penulis dalam setiap tulisannya. Dalam blog ini saya juga memiliki maksud tersembunyi. Sebagaimana saya sampaikan dalam “About me”, lewat blog ini saya menyampaikan ajaran-ajaran yang saya terima dari guru dan senior-senior saya. Ajaran apa? Ajaran kesadaran Tuhan (Krishna) yang berlandaskan pada apa yang saya terima dari Parampara. Kenapa saya lebih banyak menjabarkan ajaran Vaisnava? Karena itulah yang saya pelajari dan saya dalami. Saya mempelajari ajaran Vaisnava lebih dalam dari pada saya belajar Sivaisme, Buddha, Kristen maupun Islam.
Bagaikan sebuah toko yang menyajikan dagangan sesuai dengan kategorinya. Toko buah menjual berbagai macam buah, toko kelontong menjual berbagai barang kebutuhan sehari-hari. Dan lewat web ini saya menyajikan banyak barang dagangan yang berlandaskan Hindu, terutama sekali Vaisnava. Saya menghias toko saya agar pengunjung tertarik datang dan melihat-lihat apa yang dijual. Jika ada pengunjung yang datang dan akhirnya membeli apa yang saya jual, lalu anda sebagai pedagang yang lain apakah akan iri? Kenapa tidak berusaha membuat toko anda lebih menarik lagi agar pembeli datang menghampiri dan membeli barang dagangan anda? 😉
Sekali lai guntuk Xarel X, inti yang ingin saya sampaikan dalam artikel ini adalah kritikan pada semua juru syiar agama, dari agama apapun itu karena banyak dari mereka tidak berusaha mengajarkan kesadaran akan Tuhan, tetapi lebih mengajarkan perubahan “baju” semata. Kalau maksud ini tidak bisa anda tangkap, mungkin karena keterbatasan saya dalam menyampaikan informasi dan saya akan belajar menjadi lebih baik lagi agar informasi yang dikatakan prematur oleh saudara Samaranji bisa saya matangkan lagi.
@ Samaranji
Pemikiran saudara Samaranji sama dengan apa yang saya sampaikan? Wah kita sehati dunk mas… :))
Tentu saya menyimak apa yang teman-teman sampaikan dan saya berusaha mengikuti walaupun pada kenyataanya tuntutan hidup akhir-akhir ini memaksa saya tidak bisa sering-sering memberi comment. namun dari diskusi yang disampaikan saya berusaha menuliskan dan menuangkannya kembali ke dalam artikel-artikel baru. tentunya tidak semua ide dan hasil diskusi temen-temen bisa saya tampung. I’m not a superman….
Ajaran Hindu menyadari bahwa kesadaran spiritual manusia berjenjang seperti halnya kedewasaan seseorang sehingga dia harus mulai dari PAUD, TK, SD, SMP dan seterusnya… perbedaan ajaran yang disampaikand alam Veda juga demikian, tetapi semua itu harus didasarkan pada Dharma/kebajikan yang tereangkum dalam beberapa dasar ajaran seperti panca yama bratha, nyama bratha, sad atetayi, sapta timira dan sebagainya. Setelah seorang penganut Veda mengikuti dasar ini, dia dihadapkan pada berbagai ajaran lainnya yang mulai dari sifat tamas, rajas dan sampai pada sattvam (lihat Brahma Vaitarta Purana). Dari berbagai tingkatan spiritual itu pada akhirnya akan berujung pada penyerahan diri kepada Tuhan, menyadari Tuhan sepenuhnya baik dalam aspeknya sebagai Bhagavan (Tuhan berwujud spiritual), Brahman (Tuhan tidak berwujud) maupun Paramatman (Tuhan yang ada di mana-mana dan meresapi ciptaannya).
Sloka apa yang menyatakan syiar Hindu yang menuntun pada kesadaran akan Tuhan? Salah satunya lihat sloka Bhagavad Gita 10.9; “Para penyembah-Ku yang murni selalu khusuk berpikir tentang-Ku, kehidupannya dipersembahkan sepenuhnya untuk berbhakti kepada- Ku, dan mereka memperoleh kepuasan dan kebahagiaan yang besar dari kegiatan senantiasa memberikan penjelasan satu sama lain dan berbicara tentang-Ku“. Yang saya cetak tebal adalah isyarat untuk selalu mengajarkan, memberi penjelasan dan menyebarkan kesadaran akan Tuhan kepada setiap orang.
Dalam Caitanya Caritämåta, Adi-Lilä (7.92) disebutkan; ““Anakku, teruslah menari mengumandangkan dan melakukan sankirtana dalam pergaulan dengan para bhakta. Selanjutnya pergilah dan ajarkan tentang keutamaan nama-nama suci Sri Krishna. Sebab, hanya dengan cara ini saja Engkau akan mampu membebaskan roh-roh yang jatuh merana di dunia fana”, kata Isvara Puri kepada Sri Caitanya Mahaprabhu”. dalam Caitanya Caritämåta, Antya-Lilä (4.102-103) juga disebutkan; “Ada orang berprilaku bajik, tetapi tidak mengajarkan Kesadaran [Tuhan] Krishna. Sedangkan yang lain mengajarkan Kesadaran Krishna, tetapi prilakunya tidak begitu bajik. Anda hendaklah melaksanakan dua kewajiban tersebut secara bersamaan yaitu berprilaku bajik dan mengajarkan Kesadaran Krishna dalam hubungannya dengan nama-nama suci Tuhan Krishna melalui prilaku tauladan dirimu dan kemampuanmu mengajar. Dengan cara demikian anda dapat menjadi guru kerohanian dunia, sebab anda adalah bhakta yang paling maju di dunia”, kata Sanatana Gosvami kepada Haridasa Thakura”. Dan masih banyak lagi sloka-sloka lainnya… jadi menurut anda, apakah ini perintah atau bukan? 😉
@ abu hanan
Thanks commentnya saudara abu hanan. Kalau saya malah berpikir sebaliknya, semakin banyak saya mendapat kritikan, mendapat saran dan semakin banyak masalah yang saya hadapi, malahan membawa saya semakin dewasa dan semakin selamat buat belajar. Jadi, jangan bosan-bosan mengkritik saya ya saudara abu hanan… Saya membaca sebagian posting teman-teman, hanya saja saya mohon maaf belum bisa membalas semuanya.
@ putratridharma
Saya sangat setuju dengan pernyataan saudara putratridharma.. double thumb deh pokoknya… 😀
Salam,-
Satu hal yang saya sangat setuju dengan bli Ngarayana di sini yaitu kenyataan bahwa Negara terlalu ikut campur urusan agama warga negaranya.
Contoh paling jelas ya itu, adanya kolom agama di KTP. Sampai saat ini saya masih tidak mengerti kenapa harus ada kolom itu.
Ada yang bisa memberi penjelasan?
Menurut saya, dengan adanya kolom itu, pemerintah, baik secara sadar maupun tidak sadar sudah menciptakan diskriminasi terhadap umat-umat beragama yang ada di Indonesia.
Sering saya berandai-andai, kalau ada kecelakaan lalu orang-orang yang menolong melihat KTP para korban, apakah mereka akan tetap netral dalam memberikan pertolongan tanpa terpengaruh background informasi agama.
Itu hanya salah satu contoh, belum lagi dengan diskriminasi yang diterima di tempat kerja karena menganut agama tertentu, dan masih banyak lagi aspek kehidupan yang sangat dirugikan dengan adanya campur tangan pemerintah dalam bidang agama.
Sungguh aneh negeri ini.
@samaranji
@abu hanan
Xarel X
Tolong jawab pertanyaan saya kalau bisa….
Trims…
@puteratridharma
@ all mosleem
Tanya: Kalau ustadz2 di TV itu memberikan ceramah atau jadi pemateri, apakah mereka menerima bayaran atau tidak?
jawab;
Tidak tahu karena itu urusan antara penceramah dengan pihak tv.
anda;
Kalau menerima bayaran, kira-kira bayarannya berapa ya sekali tampil? Atau menggunakan tingkatan? Misalnya kalau ustadz senior yang kondang taripnya sekian, yang masih muda baru muncul taripnya sekian…
saya;
“Tidak tahu karena saya belum pernah dapat informasi yang jelas”.
anda;
Seandainya bisa, dari agama lain mungkin ada juga yang kepingin menampilkan penceramahnya di TV kayak ustadz2 itu.
saya;
“bisa diusulkan kepada perusahaan yang mengelola tv”.
salam
@abu hanan
Trims… Anda sangat bijaksana.
Saya mengira kalau Anda adalah salah seorang penceramah.
@ putratridharma
yg saya tahu macem-macem modelnya:
1. Jika seorang ustad/penceramah diundang oleh Tv. maka pulangnya dpt pesangon. sepereti nara sumber diskusi ato berita.
2. Jika yg punya program agar dakwahnya dtonton org maka justru yg mbayar adalah pihak pendakwah/penceramah. contoh:program-program kebaktian rohani yg dilakukan oleh organisasi agama.
3. Aku punya sahabat dari Hindu namnya pak Joko sering ngisi ceramah di Bali TV, pernah saya tanya berapa honorya dia menjawab lumayan……!?
kesimpulannya:
menerima upah dalam berdakwah tidaklah masalah, yg penting jangan sampai upah tersebut ditarget kepada pihak yg ngundang. yg penting juga jgn sampai dijadikan pekerjaan untuk mencari nafkah.
kurang lebihnya saya mohon maaf, karena saya sedniri bukan penceramah, tetapi pendengar yg setia dg pencerahan spritual.
@Xarel X
Saya setuju dengan Anda, pada hakikatnya memberikan pencerahan spiritual adalah “PELAYANAN” tidak patut kalau menginginkan pamrih: materi (harta dan kemasyuran). Tapi kenyataannya lain. Saya mencermati di antara mereka sendiri terjadi persaingan untuk sebuah popularitas. Mereka berpikir kalau sudah populer dan disukai oleh pemirsa, maka akan banyak yang mengundang, dan kalau sudah begitu: amplop-amplop akan lancar mengalir di sakunya.
Seorang penceramah yang populer tapi matre akan bertanya kepada umat yang mengundangnya seperti ini: siapa yang menyelenggarakan acara? Di balik itu, tentu secara implisit akan bertanya: Sponsornya siapa? Kalau ada sponsor yang mapan, maka cepat-cepat akan dijawab iya. Tapi kalau yang menyelenggarakan acara cuma bermodal semangat, maka penceramah itu akan berkelit dengan alasan ada jadwal di tempat lain. Di semua agama banyak yang begitu. Ini sudah menjadi rahasia umum.
Salam kasih
Assalamu’alaikum.
Alhamdulillah,,, akhirnya bisa masuk juga, tadi malam mungkin ada problem dng server y bli ngara ?
Sebenernya sempet baca koment bli @putratridharma ttg ustadz2 di tv, tadinya sih enggan nanggepin krn terkesan pengalih perhatian dari pertanyaan “satu sloka saja..” yg sy ajukan. Lagian pertanyaan itu hampir mirip yg diajukan @mysteri man dlm postingan “apakah penuhanan sri krishna..” (mohon dicek lagi, hanya orang malas yg ga mau menyimak dan cross cek kembali)
Namun, krn bli @ngarayana udah menyampaikan sloka tsb dan bli @putratridharma jg dah mempertegas pertanyaannya maka sy merasa punya tanggung jawab utk menganggapinya.
@ ngarayana.
Membaca sloka yg bli sampaikan tsb ijinkan sy berkesimpulan bhw DA’WAH ADALAH PERINTAH, da’wah bukan melulu ceramah, da’wah paling efektif adalah keteladanan (uswatun hasanah).
Subhanallah,,, Sloka tsb makin menunjukan betapa umat islam adalah pengamal veda yg sejati, karena selama ini diantara agama2 hanya islam yg menyuruh umatnya utk syi’ar, mengajak umat manusia ke jalan Tuhan. Sumber qt sama, Tuhan qt sama, Allah subhanahu tabaroka wa ta’ala. Pahamilah bhw lafadz “KU” adalah Tuhan, hanya karena yg mengucapkan sri krishna BUKAN BERARTI “KU” itu beliau. Apa yg kalian visualkan dng org tampan pemegang seruling berkulit biru bermata bunga padma hanyalah “kuil”. Kuil seorang utusan yg dijadikan perantara firman Tuhan utk ber”avatar” lewat sabdanya (sri krishna).
Untuk apa sy menanyakan sloka ? Apakah utk menyerang ato menyudutkan ? TIDAK. Sy hanya ingin masing2 qt tidak melupakan kitab sucinya. Sy hanya ingin “back to veda” tidak jadi slogan semata. Sy hanya ingin mengingatkan kembali komitmen bli ngara utk “menyatukan” persepsi umat sanatha dharma.
Sy sadar, ketiadaan sloka pd artikel diatas mungkin soal teknis semata, namun hal itu kan bisa diedit ulang ato membuat sequel nya. Besar harapan saya, bli ngarayana kembali pada komitment awal membangun web ini. Koment2 rekan2 yg sungguh luar biasa disini jangan sampe mubazir/ sia2, gunakan utk merecycle kembali postingan2 yg ada, agar “merekonstruksi” itu tidak menjadi sekedar promosi saja.
Hufth… Memang paling enak kasih koment y bli, sy pun mulai memahami setelah mencoba bikin blog dan merasakan kesulitan saat bikin postingan yg kudu berbobot. Utk itu sy mohon maaf atas ke”rewel”an ini. Terima kasih.
Smoga bermanfaat.
Wassalam.
@ Samaranji
Thanks commentnya mas, ditunggu comment berikutnya untuk perebutan 1 buah buku he..he..he..
Menanggapi comment anda yang mengatakan:
Disini kesalahan setiap pembaca Bhagavad Gita. Jika seorang pembaca Gita tidak pernah menyadari yang bersabda di sini, Sri Krishna sebagai Personalitas Tuhan Yang Maha Esa, maka sejatinya dia tidak mengerti arti sloka-sloka Bhagavad Gita. Sehingga besar kemungkinan ajaran Gita hanya dikatakan sebagai ajaran penyebab perang, ajaran pembangkit nafsu membunuh, ajaran kebajikan setebal 750 sloka atau hanya sekedar nyanyian belaka.
Dalam Bhagavad Gita 15.15 sudah dikatakan; “Aku bersemayam di dalam hati setiap makhluk. Ingatan, pengetahuan dan pelupaan berasal dari-Ku. Akulah yang harus diketahui dari segala Veda; memang Akulah yang menyusun Vedanta, dan Akulah yang mengetahui Veda.
Nah sloka ini harus diartikan apa? Aku tidak boleh digantikan dengan kata “Krishna” tetapi harus dengan kata God, Allah, Tuhan? Boleh aja, tetapi tidaklah lengkap jika kita tidak menyadari bahwa Krishna dalah perwujudan Tuhan itu sendiri. Dalam sloka 4.8 disebutkan: “Untuk menyelamatkan orang saleh, membinasakan orang jahat dan untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma, Aku sendiri muncul pada setiap jaman. Dalam sloka 4.6 disebutkan: “Walaupun Aku tidak dilahirkan dan badan rohani-Ku tidak pernah merosot, dan walaupun Aku Penguasa semua makhluk hidup, Aku masih muncul pada setiap jaman dalam bentuk rohani-Ku yang asli”. Anda belum mengerti juga kalau Krishna adalah Tuhan? Itu sangat wajar, Sri Krishna sudah menyampaikannya dalam sloka 7.5 disampaikan; “Di antara beribu-ribu orang, mungkin ada satu yang berusaha untuk mencapai kesempurnaan, dan di antara mereka yang sudah mencapai kesempurnaan, hampir tidak ada satupun yang mengetahui tentang Diri-Ku dengan sebenarnya”. 😉
Apakah menurut anda Allah tidak berwujud? Mohon simak buku “The Hidden Treasure of Qur’an” yang bisa anda download ebook-nya di sini dan perhatikan bab 6 yang berjudul “Allah’s personal nature”.
Salam,-
Assalamu’alaikum.
@ putratridharma.
Karena bli ngara memberi double thumb pd pertanyaan bli, maka akan sy tanggapi.
Pendapat, perkataan, pernyataan, pertanyaan seseorang amat dipengaruhi frame reference dan frame experience nya. Jadi pertanyaan tsb muncul lebih kentara sbg akumulasi kedengkian semata ketimbang ingin mencari info yg sebenarnya.
Ustadz di TV “menerima” bayaran ? YA mereka sekedar menerima, BUKAN MENUNTUT.
>>> itulah yg sy liat dr pribadi senior2 sy, mereka menerima bisyaroh tsb, sebagian digunakan kebutuhan pribadi sebagian yg lain ditasarufkan kembali utk kemaslahatan umat. Kalo “guru” saya TIDAK SEPESERPUN menerima bayaran utk itu, biaya hidup beliau dari pensiunan PNS.
Berapa rupiah sekali tampil ? Silahkan tanya yang mengundang.
Menggunakan tingkatan, ustadz senior yunior ? Masyarakat sendiri yg membuat tingkatan.
Dari agama lain ingin berceramah di TV ? Sy sarankan ajukan pd stasiun tv nya aja.
>>> amat dangkal jika syi’ar hanya bisa di tv, lakukan syi’ar pd teman, keluarga dan lingkungan, tunjukan dirimu berguna Insyaallah dunia kan terpana.
Agama dalam KTP ? yang merasa terdiskriminasi hanyalah orang2 yang belum melepas kacamata prasangka.
@ rekan2 muslim
selamat menjalankan ibadah sholat jum’at.
Smoga bermanfaat.
Wassalam.
@ Benar sekali… Jika Allah tidak berwujud, bagaimana mungkin Beliau ada duduk di singgasana yang katanya dipikul oleh malaikat itu? Hanya personal yang punya kaki dan tangan, bisa duduk, berdiri, dsb.
@Samaranji
Saya tertawa terbahak-bahak ketika anda seperti ingin mengatakan kalau Tuhan Sri Krishna seperti “Kemasukan Allah”. Jangan samakan Krishna seperti Anda yang bisa saja kemasukan Jin atau Hantu dll… terus ngoceh deh…. he he he
Assalamu’alaikum.
@ ngarayana.
Buku ? He..he kan udah bilang, buat saya dispesialin aja, abiz kriterianya berat seh.
Anda masih menganggap sri krishna sbg bhagavan Tuhan ? Wajar koq, penganut filsafat materialisme sudah terbiasa mendefinisikan “singgasana” “tangan” “wajah” Tuhan haruslah sebagaimana singgasana, tangan, wajah para manusia. Interpretasi “wujud” Tuhan yg bli yakini ini akan melahirkan anggapan bhw DIA bisa dilukis dan diarcakan (mungkin juga anda setingkat lebih tinggi dari “adik kelas” yg masih menyembah arca).
TUHAN BERWUJUD, tapi wujudnya tidak menyerupai apapun yg qt kenal. (ko ngulang konsep ketuhanan lagi, kayaknya udah sy bahas dey dng bli @bagus, bli @sarvakaranam, dan mas @sutha dalam post “apakah penuhanan sri krishna dan sri rama adalah hal baru”).
@ putratridharma
smoga apa yg sy sampaikan pd bli ngara, juga bli pahami juga. D-a-n saya mulai paham mengapa bli @kidz memilih diam dan menghindar dari anda.
Smoga dpt menjadi bahan introspeksi bersama.
Wassalam.
@ Samaranji
He..he.. kalau saya spesialkan, tar saudara Samaranji ga mau comment-comment lagi. Padahal saya kan harus belajar dari comment-comment anda. Iya, seperti yang sudah kita diskusikan sebelumnya. tentunya wujud di sini bukanlah wujud fisik, tetapi wujud spiritual yang bersifat acintya (tidak terpikirkan) oleh otak manusia yang terbatas. Tuhan memang tidak bisa disamakan dengan satupun mahluk/ benda ciptaannya karena Beliau Maha Mutlak. Tetapi apakah dengan demikian artinya Tuhan tidak mampu menampakkan diri pada mahluk ciptaannya? Bukankah Tuhan maha kuasa? lalu apa sulitnya bagi Beliau memperlihatkan wujudnya?
Karena kasih sayang dan kemurahan-Nya-lah Tuhan sudi memperlihatkan diri kepada beberapa Rsi agung, memberikan penjabaran mengenai penggambaran perwujudan-Nya dan mengijinkan manusia memuja-Nya berdasarkan penggambaran yang sudah Beliau sampaikan dalam kitab suci. Namun jika ada manusia yang menggambarkan Tuhan tidak sesuai dengan kitab suci, maka itulah yang disebut sebagai berhala dan sama sekali tidak diperbolehkan.
Salam,-
salam.
@puteratridharma =
apabila yang anda maksudkan singgasana adalah seperti yang anda bayangkan maka anda dalam kekeliruan memahami.Kursy yang dimaksud adalah makhluk yang diciptakan untuk menampilkan kebesaranNya bukan tempat bersemayam/duduk atau apapun yang anda bayangkan.
arti semayam dalam bahasa Indonesia meliputi: Duduk, berdiam, berbaring tidak mampu secara tepat mewakili bahasa arab istiwa. karena istiwa maknanya TINGGI DAN BERADA DI ATAS (yang dimaksud adalah kemuliaan,kesucian,keluhuran bukan arah).
@samaranji
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)
wahai samaranji,semoga allah memberkahimu pada hari engkau dilahirkan,hari engkau dimatikan dan hari engkau dibangkitkan.
salam
Assalamu’alaikum.
@ abu hanan.
Amin,,, amin,,,amin ya robbal ‘alamin. Makasih do’anya mas.
Dan untuk ayat pengingat itu,, trim’s, saya akan kembali fokus belajar pd “abu ruh” kami. Tapi tak ada pekerjaan sia2 kan ?, sy kesini utk mengetahui apa yg terjadi di luar. Mampir di blog sy dunk. Skali lagi terimakasih.
Wassalam.
@ Samaranji
He he he…. Bang Samaranji, maafin aye…
Terima kakasih semoga saya bisa introspeksi diri. Jangan ngambek untuk komentari saya…
@ abu hanan
Saya tidak mengatakan kalau Allah sama dengan manusia. (Tanggapan saudara Ngarayana sepertinya sudah mewakili).
Pertanyaan saya: Jika Anda masuk Surga, Anda nanti melihat Tuhan nggak?
@ abu hanan
Ralat/tambahan:
Saya tidak mengatakan kalau Allah sama dengan manusia. Maksudnya BadanNya terbuat dari unsur material yang bisa diukur komposisinya dengan ilmiah dan bisa diketahui dengan indera material juga.
salam..
@putratridharma.
Pertanyaan saya: Jika Anda masuk Surga, Anda nanti melihat Tuhan nggak?pertanyaan anda diluar konteks.
#Apakah menurut anda Allah tidak berwujud? fr.bro ngarayana
##Saya tidak mengatakan kalau Allah sama dengan manusia. Maksudnya BadanNya terbuat dari unsur material yang bisa diukur komposisinya dengan ilmiah dan bisa diketahui dengan indera material juga. fr anda.
Anda bisa baca postingan sdr samaranji.
salam
beberapa penceramah (agama apapun) mempunyai manajemen. walau sang penceramah tidak membicarakan bayaran(tidak etis) tetapi manajer telah mengatur semuanya, berapa tarif standardnya. Kalau baru2 muncul berapa, kalau sudah laris berapa. belum lagi dari sms ayat/kata2 inspiratif, tidak lagi memikirkan urusan makan anak istri deh, kan bagus juga jadi orang itu bisa fokus pada pendakwahan saja. Asal tidak tergiur karena uang yang diperoleh! Smoga tidak.
yang tulus itu baru sms sloka dari VEDASASTRA. Gratis!!!!
JIIAAHHH.. Mas samaranji ini, di blognya sendiri jarang nongol, disini aktif terus!!!
Mas Samaranji, jadi uztad mas, biar bisa tak liat mukanya di TV.
Aduh salah nama lagi!!
S diatas itu saya
@Sutha
Oh gitu toh, jadi ayat-ayat Kitab suci itu dikomersilkan atas nama dakwah? Jadi ada manajemennya juga ya? Kayak artis aja… Itu mah bukan melayani namanya, yang ada malah dilayani. Tapi masak sih begitu? Gak percaya deh…
Assalamu’alaikum.
Manajemen ? Artis ?
Sy aja yg masih santri dah kayak artis loh di sini, buktinya dah pd cari perhatian tuh ketika baru bilang “mo fokus pd belajar dulu” (he,,he,, ke pede an ga seh ?)
Lebih aktif ke sini drpd di blog ndiri ?
Kan bagian dari da’wah mas, baru nyadar ya. Selebihnya makasih deh perhatian n suportnya.
Sms gratiss ?
Sy juga sering koq dpt sms tulus dr indosat, kadang dpt juga sms yg tulus penipuan n sesat. Gratis jg loh ntu.
Udah ah becandanya,,,
Ijinkan sy memperkenalkan diri, sy hanya seorang santri yg berguru pd maha guru, disinilah kawah candradimuka para tholab (pencari ilmu), disinilah pencetak pribadi2 handal putra2 bangsa yg cinta akan tanah airnya. Dimana sikap ‘zuhud’ ditanamkan, MA FIL YAD LA FIL QOLB apapun yg ada dlm genggaman takkan merubah keimanan, apapun yg qt miliki baik harta jabatan maupun kedudukan hanyalah “titipan”
Seorang zuhud bukanlah orang egois yg menyepi menghindari duniawi utk menuju cahaya illahi. Justru seorang zuhud adlh org yg mau bersosialisasi dng jiwa2 lainnya utk diajak bersama2 menuju jalanNYA. Aktifitas dunia hanyalah peran yg harus dijalankan, selebihnya qt serahkan utk menggapai ridho Tuhan.
Jika ingin melihat muka sy mas (sutha),,, untuk apa ? UNDZUR MA QOOLA WA LA TANDZUR MAN QOOLA, perhatikan aja apa yg disampaikan ga perlu perhatikan siapa yg menyampaikan. Apakah jika sy putra org kaya ato putra pejabat baru anda mo mendengarkan ? Apakah jika sy anak pelacur n pencuri miskin anda mulai mengacuhkan ?
Kesekian kali sy katakan. Jangan terlalu peduli kata orang ttg qt, perduli aja bagaimana qt bersikap n berucap. Jangan takut reputasi qt hancur, takutlah jika kepribadian qt yg hancur.
Siapapun yg berkunjung di tempat kami, guru sy akan menghormati tamu2nya, beliau mengajarkan konsep ARUH menyapa GUPUH menyambut SUGUH menjamu WUWUH memberi saku.
Jika kehadiran sy di web ini membuat kalian terganggu, mohon maaf. Bagi sy disini cukup dng MENANG TANPA NGASORAKE mengalahkan tidak perlu dng merendahkan. Selebihnya, selamat berjuang kawan.
Wassalam.
@ Samaranji
Saya setuju dengan kata-kata Anda. Mengalahkan tdk perlu dengan merendahkan. Tapi tambahai lagi dong: Jangan kita (saya, anda, dan yg lainnya) merasa sudah mengalahkan, atau sudah jadi pemenang. Ini kebanggan yg akan membuat kita jatuh terjerembab.
Selamat berdakwah….
@Samaranji
Kalau saya muslim, saya rasa saya ga akan jauh2 dari menjadi seperti anda, begitu juga saya yakin anda kalau jadi Hindu, bukan begitu mas?
Yah walau kita yang sepikiran dan sehati(dan pada banyak kesempatan: SEPENGALAMAN) tidak pernah bertatap muka, tapi yang saya percaya, saya dan anda adalah Atman. mencoba mengenal Atman, dan ketika kita mengenal Atman, maka saya akan mengenal anda dan anda akan mengenal saya.
Weleh lagi2 dari penjelasan anda semakin membuat saya heran, hal yang sama juga saya jalani saat ini. entah kapan giliran saya bercerita pada anda.
oya, tadi saya sempat menjelaskan hal yang sama sedikit. tidak banyak penjelasannya, tetapi kalau anda nangkep pasti anda sama herannya dengan saya:
https://narayanasmrti.com/2009/09/bhagavad-gita-interactive/comment-page-1/#comment-6041
Ampuni keterbatasan saya ya mas.
teruslah berdakwahnya.
benar2 artikel yg aneh !
kalo agama tidak perlu disyiarkan (baca : didakwahkan), terus bagaimana cara menyebarkan nilai2 dalam agama tersebut ??
apakah agama hanya perlu disimpan dalam perpustakaan, bagi yg pingin mengkaji agama harus datang sendiri ke perpustakaan mencari2 diantara tumpukan ribuan buku ?
orang bikin minuman kaleng aja perlu disyiarkan (baca = diiklankan) gede2an
kalo cuma produksi lalu disimpan didalam gudang, jangan harap produknya akan dikenal orang.
apalagi agama yg berisi tuntunan kebenaran dari Tuhan.
Tuntunan Tuhan lebih utama untuk disyiarkan, untuk membendung syiar kemaksiatan produk dari setan.
Kalo agama tidak perlu disyiarkan, bubarkan dan tutup saja perguruan2 agama Hindu.
karena itu semua tidak lebih hanya sebagai alat buat propaganda (syiar) agama Hindu.
tul nggak !
dan jangan lupa,
syiar agama2 itu selalu dibutuhkan untuk menguji dogma agama tertentu secara sepihak.
wassalam
ARDHANI
Iya syiar agama itu memang perlu. Tapi siapa yang berkualifikasi untuk menyiarkan? Begitu banyak penyiar yang jatuh. Mereka dulunya berkoar-koar tentang keimanan, tentang etika dan moral, dan tentang kelebihan ajarannya. Tapi ternyata mereka tidak mampu mengendalikan nafsu. Lantas bagaimana dengan mereka yang dulu begitu terpesona dengan ajaran yang disampaikannya? Cemoohan tidak cukup terhadap orangnya. Ajaran yang disampaikannya juga ikut-ikutan kena pencemaran. Para penyiar hanya seperti burung beo.
@Putratridharma :
Saya melihat jiwa kekanak-kanakan begitu kuat mendominasi cara berfikir anda.
Anda mudah sekali terbius pesona penyampai pesan, tetapi anda sebenarnya tidak membutuhkan kandungan pesan yg dibawakannya.
Maka ketika pembawa pesan jatuh pesonanya, maka menguap pula nilai mulia pesan2 yg pernah dibawakannya dari dalam hati dan kepala anda.
Orang seperti Anda menyimak siaran bertema agama tidak lebih seperti menonton sinetron ataupun gossip infotainment.
Saya selalu berterimakasih kepada orang yg memberikan ilmu bermanfaat pada diri saya, walau mungkin orang ybs perilakunya tidak seusai dengan apa yg disampaikannya itu.
Wassalam.
Ardhani,
Sebuah ajaran itu ibarat susu, sungguh bermanfaat sebenarnya. Tapi apa jadinya jika susu itu disentuh oleh bibir ular? Mungkin saya memang kekanak-kanakan karena saya tidak akan pernah bisa memilah antara ajaran dan perilaku orang yang menyampaikan ajaran tersebut. Bagi saya antara ajaran dan orangnya adalah sama dan harus menyatu. Disitulah sulitnya menjadi guru atau pendakwah. Kualifikasi rohani mutlak dibutuhkan untuk menyiarkan ajaran yang bersumber dari Tuhan. Singkatnya satu kata: teladan!
@Putratridharma
Susu selamanya adalah susu yg sangat bermanfaat bagi kesehatan.
jika segelas susu dicampur dengan bisa ular, maka anda memang tidak direkomendasikan untuk meminum susu segelas yg telah tercemar tadi.
anda bisa mencari susu lain yg masih bersih
tapi betapa bodohnya bila gara2 insiden segelas susu yg tercemar racun ular tadi menjadikan anda berhenti untuk minum susu selamanya, karena menurut anda semua susu telah tercemar racun ular.
itu namanya paranoid akut
jika anda mengatakan tidak bisa memilah antara ajaran dan perilaku seorang dalam beragama,
maka anda harus konsisten didalam segalanya.
Nilailah agama Hindu dengan cara tersebut, jangan hanya Islam saja.
dengan cara berfikir anda tersebut, saya heran mengapa anda tidak segera meninggalkan agama Hindu, karena agama Hindupun sudah banyak tercemar oleh perilaku umatnya yg tidak sesuai dengan ajaran Hindu ?
Apakah anda konsisten dengan ucapan anda ???
BTW,
memang idealnya teori dan praktek harus sejalan
tetapi manusia adalah tempatnya alpa dan kesalahan. itu sangat manusiawi sekali.
jika untuk menjadi penyeru kebaikan / pendakwah harus menunggu jadi orang suci ucapan dan tindakan dulu, keburukan terlanjur merajalela dimana-mana sebelum juru dakwah – juru dakwah dengan kapabilitas seperti itu bermunculan.
serukan kebaikan kapanpun, dimanapun, dan dalam keadaan apapun walau hanya sedikit.
karena bisa jadi akan ada orang lain yg bisa menarik manfaat dari seruan kita, walau mungkin apa yg kita seru itu belum bisa kita lakukan dengan sempurna saat ini.
Wassalam
Ardhani
Yang saya maksudkan susu yang tidak layak untuk diminum adalah susu yang dibawakan oleh para ular. Bukan semua susu di alam semesta. Saya juga tidak mengatakan berhenti meminum susu.
Saya setuju dengan Anda. Tinggalkan susu yang sudah tercemar itu. Carilah susu yang lain yang murni. Di mana mencarinya? Datangilah seorang guru yang berkualifikasi. Jangan datang kepada seorang bajingan, munafik, yang menjual ayat-ayat Kitab Suci untuk memperoleh popularitas dan harta.
Iya! Jadilah suci dan berkualifikasi dulu baru menyerukan tentang ajaran Tuhan. Jika tidak bisa benar-benar berkulifikasi, minimal sedikit berkualifikasi. Ciri-ciri orang yang cukup berkualifikasi adalah bisa mengendalikan lidah, perut, dan kemaluannya. Jika tidak seperti itu, maka tidaklah layak dia mengkhotbahkan ajaran suci. Dia tidak lebih baik dari seekor ular.
Tuhan tidak tidur, pasti ada orang-orang berkualifikasi yang Beliau utus untuk menegakkan ajaranNya.
Demikian
@Putratridharma
Bro Putra,
selalu ada sisi kebaikan walau dari manusia paling buruk sekalipun.
jangan pernah menganggap seorang yg pernah terperosok kedalam keburukan selamanya akan berada di dalamnya, dan selamanya akan seperti itu keadaannya.
bisa jadi orang tersebut kedepannya akan lebih baik dari anda,
atau bisa jadi juga kedepannya anda sendiri yg akan terperosok kedalam lubang yg sama.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(QS 2:216)
orang munafik itu berbeda dengan orang yg khilaf.
anda harus bisa membedakan keduanya.
orang khilaf, selama mereka bertobat, menyesali kesalahannya dan memperbaiki diri, maka mereka akan senantiasa mendapat rahmat dari Tuhan.
memang betul,
jika saya berniat menuntut ilmu agama secara sungguh2, maka saya harus memilih guru yg kredible dan terpercaya.
tapi mendengarkan seruan2 kebaikan bisa saya dapatkan dari mana saja, tanpa harus menelusuri asal asul penyeru tersebut.
saya menyimak seruannya, bukan mencontoh perilaku orangnya.
Wassalam
Ardhani
Kalau khilaf ada alasan mempersalahkan setan: Setan apa yang merasuk dalam pikiran saya sehingga saya sampai seperti ini… Kalau ketahuan muncul kata khilaf tapi kalau tidak, wuih jumawa sekali berkoar-koar seperti mahluk paling “ahli surga”. Inilah khilaf.
Sedangkan munafik: lain dibibir lain di hati…
Iya saya sependapat. Semua orang bisa salah dan semua orang bisa bertobat. Tapi jangan membandingkan mereka dengan saya. Bandingkanlah mereka dengan standar kualifikasi seorang pendakwah. Apa di AlQuran tidak ada dinyatakan kualifikasi seperti itu?
Iya, terserah Anda kalau masih mau mendengar khutbah-khutbah mereka. Itu keyakinan Anda. Dan kalau ada di AlQuran kisah seseorang yang sukses secara rohani berkat seruan kebaikan dari iblis bertopeng manusia, maka silakan anda kutipkan.
@Putratridharma
disini anda sudah membikin kemajuan yg sangat berarti,
menuduh pendakwah2 yg pernah kesleo salah dalam perbuatan, sebagai IBLIS BERTOPENG MANUSIA
saya saja tidak berani untuk melangkah sejauh itu dalam menilai seseorang
anda hebat karena berani melakukannya.
dalam Islam disebutkan tiga ciri orang munafik :
1) kalo berkata, dia dusta
2) kalo berjanji, dia ingkari
3) kalo diberi amanat, dia khianat
dan yg paling utama, dia tidak pernah menyesal atau bertobat dengan keadaan dirinya.
dengan tiga kriteria itu anda bisa menilai sesorang itu asli munafik atau sekedar khilaf saja.
sebelum anda menuduhnya sebagai IBLIS BERTOPENG MANUSIA.
apakah para pendakwah yg anda tuduh itu telah mempunyai ketiga sifat diatas ?
jika tidak ada atau belum ketiga2nya, hati2 anda telah melakukan fitnah keji kepada mereka,
dan itu perbuatan yg sangat buruk.
Al Quran dan ajaran Islam pada umumnya, setahu saya tidak memberi batasan atau kriteria bagi seseorang untuk berdakwah.
justru yg ada adalah perintah untuk menyampaikan kebenaran walaupun sekedar satu ayat saja.
apakah dalam Veda ada kriteria2 tententu untuk menjadi pendakwah ??
tolong saya ditunjukkan
Wassalam
Ardhani,
Saya copaskan dari artikelnya Saudara Ngarayana:
Menjadi seorang guru spiritual Veda atau acarya bukanlah pekerjaan yang mudah. Karena pada dasarnya guru adalah seorang pendidik yang menerima tugas mendidik anak-anak dan para remaja, dan dialah yang bertanggung jawab untuk menjadikan mereka insan-insan yang berguna dalam masyarakat. Secara etimologi, “Guru” berarti “berat” atau “hebat”, karena ia harus mengajarkan, dan karenanya memiliki tanggung jawab yang berat. “Gu” berarti “kegelapan” dan “ru” berarti “menghentikan dari kegelapan”. Tugas seorang guru adalah membimbing dan mengarahkan anak didiknya dari kegelapan menuju pencerahan jiwa. Guru haruslah orang teguh jiwanya yang dapat menahan dorongan untuk berbicara, permintaan dari pikiran, tindakan amarah dan dorongan dari lidah, perut dan kemaluan. Lebih jauh dalam Bhagavad Gita 18.42 dan Bhagavata Purana 11.17.13 yang membahas catur varna juga membahas malasah kualifikasi dasar seorang guru. Dari kedua sloka tersebut kita bisa memetik intisari bahwa seorang guru kerohanian (yang juga seorang Brahmana) adalah beliau yang telah memiliki sifat-sifat; kedamaian hati (samah), terkendali diri (damah), kesederhanaan (tapah), kesucian (saucam), toleransi (ksantir), kejujuran (arjavam), berpengetahuan rohani (jnanam), bijaksana. (vijnanam), agamis (astikyam), berpuas hati (santosah), pengampun (ksanthih), bhakti kepada Tuhan (bhakti), dan kasih sayang (daya).
Memiliki sikap moral seperti di atas ternyata belumlah cukup. Seseorang dapat diangkat menjadi guru dan menjadi tenaga pengajar yang bonafide jika dia merupakan bagian dari garis perguruan (parampara) suatu samparadaya. Dalam Bhagavad Gita setidaknya ada 2 sloka penting tentang garis perguruan ini, yaitu Bhagavad Gita sloka 4.2 dan 4.34. “evaḿ paramparā-prāptam imaḿ rājarṣayo viduḥ sa kāleneha mahatā yogo naṣṭaḥ parantapa, Ilmu pengetahuan yang paling utama ini diterima dengan cara sedemikian rupa melalui rangkaian garis perguruan guru-guru kerohanian, dan para raja yang suci mengerti ilmu pengetahuan tersebut dengan cara seperti itu.……….”(Bhagavad Gita 4.2) dan “tad viddhi praṇipātena paripraśnena sevayā upadekṣyanti te jñānaḿ jñāninas tattva-darśinaḥ, Cobalah mempelajari kebenaran dengan cara mendekati seorang guru kerohanian. Bertanya kepada beliau dengan tunduk hati dan mengabdikan diri kepada beliau. Orang yang sudah insaf akan dirinya dapat memberikan pengetahuan kepadamu karena mereka sudah melihat kebenaran itu” (Bhagavad Gita 4.34). Jika seorang guru dalam sistem pendidikan tradisional Veda tidak bisa menunjukkan siapa gurunya dan dari garis perguruan Veda yang mana dia berasal, maka dia tidak bisa dikatakan sebagai seorang guru yang bonafide dan harus ditolak sebagai tenaga pengajar karena ajaran Veda apapun yang dia ajarkan dikatakan tidak akan berguna. Bahkan dia dapat dikatakan sebagai seorang pengikut apasampradaya, yaitu sampradaya yang muncul dan tidak ada hubungannya dengan keempat sampradaya utama, yaitu Brahma, Sri/Laksmi, Siva/Ludra dan Kumara sampradaya (Bhagavata Purana 6.3.21).
Ardhani, Anda sangat suka menggunakan kata-kata halus: khilaf, terperosok, keseleo. Yah jangan-jangan nanti malah dikatakan: hanya sebagai korban. He he he… nggak apa-apa seh.
krisna said “Aku tidak akan kalian ketahui walupun kalian bermeditasi dan yoda,adalah bukti pengamalan kitabku namun Aku bisa saja membunuh Aku tapi aku tidak pernah kalian sembah melainkan hanya buluKu, kalian akan hanya membuat Aku membunuh Kalian dengan menampakkan Aku pada Aku yang lain. Kenapa kalian tidak menyembah Aku? padahal Aku bersemayam diantara hati Kalian?? ucapkan dihati kalian namaKu maka kalian akan tahu cahaya berjalan menujuKU