Seorang sahabat yang ketika melihat Bhagavad Gita terbitan Bhaktivedanta Book Trust (BBT) hasil terjemahan dan pemaparan Srila Prabhupada, seorang Acharya pendiri International Society for Krishna Consiciousness (ISKCON) atau yang akrab dengan sebutan āHare Krishnaā nyeletuk dan berkata; āBli, kenapa harus āBhagavad Gita Menurut Aslinyaā? Padahal saya memiliki banyak seri Bhagavad Gita yang lain. Beberapa diantaranya adalah Bhagavad Gita hasil karya Nyoman S. Pendit, Sai Baba, dan hasil karya Made Titib. Apa judul Bhagavad Gita ini tidak bisa dirubah menjadi āBhagavad Gita Menurut Srila Prabhupadaā? Bukankah dengan mengklaim āMenurut Aslinyaā itu artinya Bhagavad Gita yang lain yang saya miliki tidak asli?ā.
Hal yang sama terjadi pada diskusi di salah satu artikel di website ini beberapa waktu lalu. Terdapat komentar yang tidak kalah serunya memperdebatkan masalah keotentikan terjemahan kitab suci Veda yang satu ini. Beberapa kalangan meragukan terjemahan Srila Prabhupada karena tampak seolah-olah berbeda dari Bhagavad Gita yang ada sebelumnya. Bhagavad Gita Srila prabhupada adalah salah satu dari segelintir terjemahan Bhagavad Gita yang mengatakan dengan tegas bahwa Sri Krishna adalah Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri. Mereka yang sudah terlanjur mengerti Sri Krishna sebagai tokoh fiktif pewayangan cenderung mengatakan bahwa Krishna ahanyalah media penyampai pesan, bukan Tuhan. Sementara itu dapat dikatakan tidak ada satupun terjemahan Bhagavad Gita di Indonesia selain yang diterbitkan BBT mengatakan krishna adalah Tuhan. Sebuah kontroversi yang sangat menarik. Lalu, sebenarnya seberapa jauh Prabhupada menjamin terjemahannya yang paling otentik sehingga dapat membenarkan pernyataan beliau bahwa Krishna memang Tuhan Yang Maha Esa?
Yang di sebelah kiri adalah Bhagavad Gita terbitan BBT dan yang sebelah kanan adalah yang dicetak oleh Narasi
Belum habis perdebatan mengenai āBhagavad Gita Menurut Aslinyaā buah karya Srila Prabhupada ini, muncul lagi sebuah Bhagavad Gita yang tidak kalah kontroversinya. Sebuah penerbit yang menggunakan nama āPenerbit Narasiā (www.penerbitnarasi.blogspot.com) mengeluarkan lagi sebuah Bhagavad Gita yang juga mengatasnamakan Srila Prabhupada. Pada cover Bhagavad Gita yang dicetak tebal dengan balutan warna hitam tersebut dengan jelas bertuliskan āBHAGAVAD GITA : Pedoman mengenai tugas kehidupan manusia di dunia. A. C. Bhaktivendata Swami Prabhupada. Penemu/arcada (guru) dari komunitas Kesadaran Krishna Internasionalā. Dilihat sepintas lalu, buku Bhagavad Gita terbitan Narasi ini sama menariknya dengan Bhagavad Gita terbitan BBT. Hanya saja setelah diperhatikan lebih seksama ternyata ada sebuah kejanggalan. Tulisan-tulisan yang merupakan bahasa sansekerta ternyata tidak tercetak sebagaimana mestinya sehingga kalau dilafalkan dengan aturan pelafalan bahasa Sansekerta, akan terjadi degradasi makna. Kejadian ini sepertinya diakibatkan karena penulis tidak mengetahui font jenis apa yang seharusnya mereka gunakan. Atau mungkin penulis sama sekali tidak mengetahui aturan penulisan sansekerta yang baik dan benar.
Membuka halaman berikutnya, terdapat doa yang sama sebagaimana tercantum dalam Kata Pengantar Bhagavad Gita terbitan BBT. Tetapi lagi-lagi ada yang janggal. Penulisan kata sansekerta dalam terjemahan mantra tersebut tidak menunjukkan kaedah yang benar. Kesannya sama seperti suatu tulisan yang awalnya dibuat pada komputer dengan font yang katakanlah āBalaramā kemudian dibuka pada komputer lain yang tidak memiliki font yang sama sehingga akhirnya dibuka dengan menggunakan font arial. Terjemahannyapun sangat kacau. Yang seharusnya diterjemahkan Tuhan (dari kata: God) diterjemahkan āDewaā. Yang seharusnya diterjemahkan Dewa (dari kata: Demigod) diterjemahkan āsetengah dewaā, yang seharunya diterjemahkan ākaki padmaā diterjemahkan ākaki bunga terataiā. Dan masih banyak lagi kesalahan-kesalahan penulisan dan penerjemahan yang pada akhirnya mendistorsikan makna yang seharusnya.
Halaman yang menunjukkan sebagian kecil dari kekeliruan penterjemahan dalam buku Bhagavad Gita terbitan Narasi
Sebuah kasus pembiasan makna Bhagavad Gita terbitan Narasi di atas hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak kasus-kasus yang serupa di seluruh dunia. Penerbit Narasi sendiri nyata-nyata menggunakan nama Srila Prabhupada dan garis perguruan Sri Chaitanya dalam bukunya, tetapi kenapa mengalami degradasi yang sangat jauh?
Jika di Indonesia terdapat sekitar 5-10 terbitan Bhagavad Gita, maka di India sendiri terdapat setidaknya 500 seri Bhagavad Gita yang berbeda. Lalu bagimana jika kita hitung seluruh jenis terbitan Bhagavad Gita di seluruh dunia? Sudah pasti akan kita temukan lebih banyak lagi seri-seri Bhagavad Gita yang lain. Meski Bhagavad Gita adalah bagian dari kitab suci Hindu, namun keberadaan Bhagavad Gita dapat diterima oleh seluruh lapisan dan golongan masyarakat. Kalangan masyarakat diluar Hindu sendiri sering mengutip ajaran-ajaran Bhagavad Gita. Katakanlah dua orang pastor, yaitu dari Semarang, Kwee Tek Hoay (1957) dan satu lagi dari Kediri, Tan Khoen Swie (1959) karena ketertarikannya dengan ajaran Bhagavad Gita sampai pernah menterjemahkan dan menerbitkan Bhagavad Gita yang tentunya ditafsirkan sesuai dengan agamanya. Demikian juga dengan penyair Amir Amsah dan Sumantri Mertodipuro juga pernah menterjemahkan Bhagavad Gita kedalam bahasa Indonesia dalam majalah Mimbar Indonesia pada akhir tahun 1950-an.
Keuniversalan ajaran Bhagavad Gita sudah menghilhami sekian banyak manusia. Tetapi sayangnya masing-masing dari mereka menafsirkan ajaran Gita sesuai dengan pemikiran mereka sendiri. Seorang Pastur menafsirkan Gita dengan mengaitkannya dengan ajaran Katolik, seorang politikus menterjemahkannya dengan kaca mata politik, seorang tentara melihatnya sebagai ākidung pembangkit nafsu membunuhā. Sementara yang lain seperti contohnya penerbit Narasi ini melakukan penerbitan Bhagavad Gita hanya karena tergiur keuntungan bisnis semata. Mereka melihat pasar Bhagavad Gita yang begitu luas sehingga hanya dengan berbekal kemampuan bahasa Inggris semata mereka berusaha menterjemahkan Bhagavad Gita As It Is. Padahal mereka sendiri tidak mengerti substansi ajarannya. Akibatnya terjemahannya sangatlah kacau. Kata āFounder Acharya of ISKCONā yang harusnya diterjemahkan sebagai āAcharya pendiri ISKCONā diterjemahkan menjadi āPenemu/acarda (guru) ISKCONā.
Jadi, apa yang harus diperhatikan dalam penerjemahan dan pemberian ulasan Bhagavad Gita? Cukupkah seseorang harus mengenyam pendidikan S2/S3 di bidang tata bahasa Sansekerta? Cukupkah hanya dengan title S.Ag, M.Ag atau Dr of Philosophy? Sayangnya jawabannya ternyata ābelum cukupā. Dalam Bhagavad Gita 4.2 sudah dengan jelas disebutkan; āevaįøæ paramparÄ-prÄptam imaįøæ rÄjarį¹£ayo viduįø„, Ilmu pengetahuan yang paling utama ini diterima dengan cara sedemikian rupa melalui rangkaian garis perguruan guru-guru kerohanian, dan para raja yang suci mengerti ilmu pengetahuan tersebut dengan cara seperti ituā. Jika memang demikian perintah dari Bhagavad Gita sendiri, lalu apa kualifikasi para sarjana duniawi yang tidak mengikuti garis perguruan berhak menterjemahkan dan memberikan komentar kitab suci yang paling populer ini? Apa lagi jika usaha penerjemahan yang mereka lakukan ternyata hanya ditunggangi motif bisnis semata tanpa mengerti dan memperhatikan substansinya. Tentunya akibatnya akan sangat fatal bukan?
Sama halnya dengan seorang yang berlatar belakang sarjana ekonomi dan tidak pernah mengenyam pendidikan kedokteran tetapi berusaha menulis buku-buku tentang kedokteran demi untuk bisnis. Meskipun dia mengklaim bahwa dia melakukan terjemahan dari bahasa asing dengan gramatikal baku, tetapi tetap saja hasilnya tidak akan sesempurna mereka yang memang memiliki background kedokteran karena dia memang tidak memiliki kualifikasi dalam bidang kedokteran. Sudah pasti hal ini disebabkan karena ada istilah-sitilah dan proses-proses tertentu yang hanya bisa dimengerti dengan tepat melalui pembelajaran dan praktek langsung serta mungkin memerlukan waktu yang cukup lama. Demikian juga halnya dengan proses penterjemahan dan pengulasan sloka-sloka Bhagavad Gita. Hanya mereka yang mengikuti suksesi garis perguruan (parampara), mempelajari, mengerti dan mempraktekkan ajaran Bhagavad Gita sajalah yang berhak melakukannya. Tidak seorangpun yang tidak mengerti dan menerapkan ajaran Bhagavad Gita secara langsung yang memiliki kualifikasi menterjemahkan Bhagavad Gita. Apa lagi Veda sudah dengan sangat jelas memperingati kita bahwasanya panca indria kita sangat terbatas. Panca Indria kita cendrung mengkhayal, menipu dan berbuat salah. Karena itu mempelajari Veda yang spiritual dan transendental tidak bisa dilakukan secara pratyakƱa (pengamatan dan penglihatan langsung) dan anumƤna (menyimpulkan berdasar tanda dan bukti-bukti empiris). Veda menetapkan bahwa ia hanya bisa dipelajari dan dimengerti secara sabda-pramana, mendengar dari sumber yang benar dan sah yaitu dari para guru kerohanian dalam garis paramparƤ yang sah dan jelas (perhatikan Bg.4.34 dan 4.2). Karena itu, Veda disebut Sruti, pengetahuan yang diperoleh dari mendengar, dan Smrti, pengetahuan yang diingat dari cara mendengar.
Meski pada kenyataannya di dunia menyebar begitu banyak edisi Bhagavad Gita, namun untungnya hampir tidak ada pendistorsian sloka-sloka aslinya. Satu-satunya perbedaan yang pernah saya temukan pada sloka aslinya terletak pada perbedaan jumlah sloka dalam salah satu babnya. Setelah penelusuran dan bertanya kepada Guru dan Sadhu, ternyata perbedaan sloka terjadi akibat perbedaan pemenggalan baris tanpa menambah atau mengurangi substansi apapun. Perbedaan pemenggalan ini dapat dilakukan jika kita menggunakan anustup (aturan pelantunan) yang berbeda.
Karena itu, jika anda ingin membeli dan mempelajari Bhagavad Gita, pastikan bahwa penerjemah dan pemberi ulasan dalam Bhagavad Gita tersebut adalah mereka yang benar-benar ada dalam garis perguruan yang bonafide, mengerti substansi dan telah mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menyatakan demikian, bukan berarti saya mengatakan bahwa Bhagavad Gita hasil karya Srila Prabhupada terbitan BBT-lah satu-satunya Bhagavad Gita yang otentik sementara yang lainnya kurang tepat. Saya yakin di luar sana masih banyak edisi Bhagavad Gita yang telah diulas dan diterbitkan kembali oleh para Acharya dari sekian banyak cabang garis perguruan Veda penerima ajaran abadi Bhagavad Gita. Andaikan anda tidak merasa confom dengan Bhagavad Gita Srila Prabhupada, maka carilah edisi Bhagavad Gita dari garis perguruan Veda lainnya, tetapi pastikan garis perguruan yang anda ikuti adalah yang bonafide dan otentik.
Om Tat Sat
Bagi orang awam seperti saya, bagaimana menandai bahwa penerjemahnya dari perguruan yang bonafid? bahkan saya tidak tahu ada perguruan apa saja dan siapa tokoh-tokohnya.
@ inten
Sebagaimana pernah saya tuliskan dalam artikel berjudul “Sampradaya“, Bhagavata Purana 6.3.21, menyebutkan bahwa terdapat empat sampradaya (garis perguruan) yang paling utama, yaitu Brahma Sampradaya, Sri (Laksmi) Sampradaya, Ludra (Siva) sampradaya dan Catur Kumara (Sanaka) sampradaya. Tentunya dari 4 induk sampradaya ini saat ini telah berkembang menjadi sekian banyak perguruan. Tentunya kita harus berusaha berlingdung dari salah satu Sampradaya yang bernar tersebut. Sementara itu dalam Padma Purana disebutkan, āsampradaya-vihina ye mantras te nisphala matah, Seseorang harus berlindung dan menerima pengetahuan rohani melalui salah satu empat sampradaya tersebut, jika tidak mantra atau inisiasinya tidak akan berguna.
Jadi kita memang harus sangat berhati-hati dalam memilih perguruan dan satu yang pasti yang akan menuntun kita ke arah guru dan perguruan yang bonafide adalah sikap tunduk hati, bhakti dan penyerahan diri kita kepada Tuhan. Jika berkenan, mohon kunjungi juga artikel tentang Sampradaya di link ini.
Salam,-
Sanksi pelanggaran pasal 44 UU No 7 Tahun 1987 tentang perubahan atas UU No 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
(1). Barang siapa yang dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak RP.100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2). Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak RP.50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
Penerbit Narasi dikenakan ayat (1), dan penyalur/toko2 buku: Gramedia dan yang lainnya dikenakan ayat (2).
Dandavat…
Saya tersenyum ketika mendapati BG “bajakan” itu terpamapang di gramedia.
sepatutnya prabu kirim tulisan koreksi kepada penerbit. lebih baik jika tulisan ulasannya di media massa. kalau perlu datangi penerbitnya dan ajak diskusi.
barangkali kalo joger nerbitin BG bakal aneh2 tuh slokanya haha….
baru tau ada copy-an seperti itu…..
Mungkin:
Auto correct
Google translate
bajakan dari malaysia(spt subtitle dvd bajakan)
semua serba Ribet
Usia orang semakin tua semakin pintar dan dewasa, begitu juga sbeliknya, Hindu yang katanya peradaban yang ada di bumi katanya telah ada jutaan tahun lalau, tapi mengapa pengikutnya bukan tambah cerdas dan pintar peradabannya.
1. Tentang Tuhan orang Hindu tidak sepakat, antar aliran saling klaim bahwa yang disembahlah yang paling utama.
2. Tentang Kitab suci BG juga sama, Hare Krisna menyatakan paling benar dalam memahami BG.
Pasti kalian menjawab justru disini kelebihan orang Hindu, dapat memilih pendapat yg mana disukai, atau kalian suka plin plan tidak mempunyai prinsip yang teguh…..?
Komang Yohanes,
Itulah kelebihan Hindu, umatnya diberikan kebebasan untuk memilih sesuai dengan tingkat pemahamannya, tidaklah dogmatis.
tks.
@Komang Yohanes
Kok selalu bilang ini ribet itu ribet sih?
Saya rasa semua agama punya ribet-nya masing2. kalau mau ga ribet, ya jadi Atheis.
Kecuali anda punya pandangan agama yang menurut anda tidak ribet, mohon jelaskan disini. sayar rasa kalau memang sesimple itu ajaran anda pasti kami dapat mengerti hanya dengan sedikit penjelasan dari anda. Dan seharusnya kami jadi percaya pada ajaran anda kalu memang itu benar. memang enak beragama yang ribet? kalau ada yang lebih simpel dan berisi dari agama Hindu saya mau kok pindah!
hehe
@ Sutha
Mungkin maksudnya si Komang Paulus eh Yohanes itu supaya gak ribet Sanghyang Widi diganti aja dengan sanghyang yesus he he he. Seperti beberapa orang bali yang termakan bujukan misionaris.
@Komang Yohanes
Eehhh bung Yohanes, Yesus aja berguru ke India, ke orang Hindu.
All Hindu
Kalian tanya pad orang-orang Bali hindu yang pindah ke Kristen, mereka tidak dipaksa, atau dibujuk, manamungkin seseorang pindah agama karena; Mi instan, pakaian, uang..?
tetapi kesadarn hatilah yang membuat mereka pindah keyakinan pada Yesus, karena:
– Orang Hindu yang miski dipinggirkan
– orang Hindu yang cacat, terkena penyakit bahaya bukannya ditolong tapi dianggap karmanya.
– Oarng miskin tidak sanggup mengadakan upacara, sehingga dipinggirkan.
dari tiga alasan itu saja, sangat jelas sekali bahwa agama mana yang benar-benar dari Tuhan….?
kristen itu ucapan dan iman adalah seimbang
bukan seperti kalian katanya sih ajarannya welas asih, tapi kenyatannya tega dan tidak menggubris dengan kondisi sekitarnya.
@Komang Yohanes
Faktanya: di kampung saya mereka yang pindah ke Kristen adalah karena diberi sembako, keperluan2 dapur, dan janji untuk diberi sebidang tanah. Mengapa mereka mau? Karena misionaris pintar mengelabui orang-orang Bali yang polos. Mereka masih membuat canang, masih berpakaian adat bali, masih punya pelinggih walaupun ada tanda salibnya. Dengan demikian, mereka tidak merasa telah meninggalkan agama leluhurnya. Yeaaah tipu daya misionaris memang yahud. Jika anda termasuk salah satunya, saya tidak menyalahkan kebodohan Anda karena orang seperti anda kan kebutuhan mendesaknya adalah makan, bukan agama. Iya mungkin adat yang terlalu jelimet bisa dijadikan alasan. Tapi adat, budaya, dan agama itu berbeda. Inilah yang sedang dibenahi oleh intelektual Hindu.
Puji Tuhan….
@ Komang yohanes saya sangat yakin seyakin-yakinnya kalau bali diubah jadi kristen bakalan hancur seperti aceh,karena konsep tri hitakarana tidak berjalan.Aku dulu pernah looo yohanes bikin bungkam dua orang misionaris yg coba2 membujukku supaya jd kristen. padahal mereka membawa kitab injil yg sangat tebal lo yohanes,tapi didepanku gk ada apa2nya tuch!!!!!!
@ Sabdo Palon
gak usah nunggu bali jadi Krsiten, skrg aja Bali itu sudah hancur, perjudian mereja lela, mesum dimana-mana, minuman keras/arak bali dijual bebas, narkoba dijual bebas demi wisatawan. ibarat seorang gadis, dari luar sangat cantik dan seksi, tapi dari dalam ternyata mempunyai penyakit kanker, dikit-demi sedikit lama-lama mati.
dari cara argumenmu yang masih kekanak-kanakan mana mungkin lo bisa mengalahkan dua misionasris sekaligus, itu omong kosong brow. gak usah dg misionaris lawan aku aja yu sudah kelimpungan…?!
@putratridharma
Jika memang agamamu sangat sempurna dan bisa mencerahkan pengikutnya maka tidak mungkin pengikutnya pindah agama menjadi Kristen. ingat yang pindah agama tersebut bukan anak kecil tapi orang dewasa, yg pernah sekolah. ini bukan tipuan seperti sulapan atao atraksi para Balian yg kalian agungkan.
maka jgn salahkan Kristen, bukankah dlm agamamu ada keyakinan Karma. maka jika ada penganut Hindu pindah, berarti itu karma kalian terutama para Pedenda yg matrealistis.
disinilah letak perbedaannya:
1. Jika para pendeta Kristen mau turun kepelosok tanpa minta upah bahkan memberi berkah.
2. sedangkan para mangku atau Pedenda jika diundang pasti mintak tarif yg tinggi, belum lagi upakara yg mahal-mahal. mana ada Tuhan menyusahkan ummatnya…?
kok malah melenceng gini topiknya…
silakan berdebat di tempat lain aj,udah pernah dibahas & ad tempatnya sendiri..disini kan membahas varietas BG (kyk tanaman aj) hehe
Membaca BG itu ga boleh sendiri ya?? padahal saya sering baca sendiri walau ga paham benar detail2nya.hehe…
@Komang Yohanes
He he he karma apaan? pengertiannya tidak seperti itu kok, jangan anda menyebut karma kalau anda tidak paham apa itu hukum karma. yeahhh silakan memberi alasan… faktanya seperti yang saya kemukakan pada komentar di atas.
Trims atas kritiknya terhadap pedanda yang matre… saya juga mengkritik hal yang sama. Tapi kritik anda menjadi tidak benar kalau digeneralisasi. basih banyak pedanda yang tidak matre. Begitu juga banyak pendeta Kristen yang matre he he he….
@ Ngarayana
Mengapa ada anggapan bahwa hagavad Gita Menurut Aslinya, itu terkesan monopoli hanya aliran hare krisna.
jika memang yang berhak menejemahkan secara benar Hare Krisna, tolong apakah ada slokanya…?
@ Xarel X
Bhg. Gita untuk semua mahluk. Tidak hanya untuk Hindu atau Hare krishna saja. Akan tetapi, yang bisa menerjemahkan dan memberi ulasan/penjelasan dari sloka2 Veda adalah mereka yang berkualifikasi secara rohani. Mereka para penyembah Vishnu/Krishna dari empat parampara yang diakui(Tidak hanya dari Hare Krishna). Mengapa begitu? Ya karena Bhg. Gita itu sabda Krishna, maka hanya orang2 yang dekat dengan Beliau (penyembah murniNya) yang berkualifikasi untuk menjelaskan Sabda2Nya.
Jika orang-orang sembarangan mengobok-obok kitab suci, tentu ini tidak dibenarkan. Misalnya karena saya bisa bahasa Arab, terus saya menerjemahkan AlQuran seenak pikiran saya, apa terjemahan saya akan diterima?
Om Swastyastu,
saya tertarik dengan ini;
bagaimana klo dengan saya bro, saya bisa menemani kok…. š
mungkin bro bisa duluan bertanya, silahkan….
suksma,
@ putratridharma
Aku setuju dg pendapatmu, memang orang-orang yg suci yang bisa memahami sebuah kitab suci.
kemudian hanya org-orang yg dekat dg krisna yg bisa memahami BG.
pertanyaan saya, mengapa hanya dlm kasus BG saja harus mengikuti silisilah guru, pdahal dalam memahami veda-veda lainnya siapa saja boleh manafsirkan. bukankah semuanya adlah Veda?
@ari_bcak
he he he…. komang yohanes kayaknya lagi nyiapin injilnya untuk melawan…
XarelX
Iya Veda yang lain juga. Tapi karena banyaknya, maka sulit untuk meneliti semua terjemahannya. Yang pasti, orang yang paham tentang otoritas, tidak akan memakai Veda yang diterjemahkan sembarangan.
@Komang Yohanes
Ucapan bli komang ada benarnya, tetapi klaimnya salah. Kesalahan umat karena kelalaiannya menjalankan agamanya dengan benar bukan berarti agama itu jelek. Seorang preman kalau dikonversi kedalam suatu agama dia tetep bakal jadi preman(teroris) tetapi bedanya dia mengatasnamakan agama atas kekerasan yang ia buat.
Sedangkan anda sendiri apa yakin dalam agama anda tidak ada penjahat? di amerika bukannya dominan agama kristen? begitu juga Nazi? Anda duluan lho yang main klaim umat
Seseorang pindah agama karena alasan yang paling mendasar adalah:
“Imannya labil”
Seseorang yang kuat imannya walaupun disiksa, dikucilkan, dibunuh pun dia tidak akan pindah agama
Seseorang yang tekun dalam mendalami agama walaupun ia beragama islam tetapi dia tau betul esensi agama Hindu, begitu juga sebaliknya, jadi pindah agama tidak dibuthkan bagi yang sudah mendalami agamanya, walaupun agamanya adalah agama paling minoritas sekalipun
tetapi yang tidak kuat dengan tekanan lingkungan, yang mudah terbujuk rayu, yang tidak tau apa2 tentang agama, yang tidak pernah mendalami ajaran agamanya sendiri dan yang sebenarnya tidak pernah ambil pusing entah apa agamanya(ngikut2) akan mudah sekali dibujuk pindah agama. Sekalipun mereka pindah agama baru, belum tentu mereka lebih tekun beragama, paling juga sama kayak pas agama dulu. Umat2 seperti itu(memang tidak semua seperti ini) tidak berarti apa2 bagi ajaran agamanya. itu hanya menambah angka, menambah rasa bangga bagi umat2nya kalau ternyata agamanya punya banyak pengikut. tapi apakah pengikut2 baru itu paham ajaran agama barunya? belum tentu.
lalu mana yang lebih penting? jumlah atau kualitas? mohon dijawab bli komang. Apakah mayoritas artinya selalu benar, minoritas artinya salah?
Bukan jumlah umat2 yang seperti itulah yang dibutuhkan agama manapun. Kami(kalau ada yang mendukung saya) Hindu tidak butuh menghitung jumlah umat seperti menghitung uang. Tidak juga bangga dengan betapa banyaknya orang asing pindah ke agama kami, tuhan kami juga tidak berebut doa dengan tuhan agama lain(karena tuhan kami tidak butuh doa, tidak butuh umat, umatlah yang butuh tuhan).
Kalau anda ingin tau apa yang bisa membuat kami bangga adalah: kalau ada satu saja umat hindu di dunia tersisa namun dia mendalami ajarannya dengan baik, apalagi ia bisa berguna bagi orang2 lain yang tak seagama. walau ia tidak mengkonversi seorang pun menjadi hindu, saya akan bangga jadi hindu!
Sedangkan kebanyakan(tidak semua) yang pindah agama adalah umat2 pinggiran dan pedalaman yang memang kurang mendalami ajaran agamanya dan masih dogmatis. Dalam hal ini saya malah berterima kasih pada para misionaris karena mereka mengenalkan kembali tuhan yang telah lama disamurkan oleh ke-dogmatis-an yang muncul dari salah persepsi. Untung misionaris2 itu cepat mengkonversi mereka, kalau tidak… bisa diduluin pendeta budha atau ustadz mengkonversi mereka. waah, kalau kayak gitu anda kan tidak bisa berbangga2 disini.
Tetapi untuk membuktikan agama anda lebih baik dari hindu, jangan tunjukkan penduduk desa yang anda konversi saja, buat orang2 pandai seperti Ngarayana, Madrasuta,(ampura bagi yg saya sebut) dan orang2 cenidiawan hindu lain untuk pindah agama baru saya yakin agama anda lebih hebat.
Anda benar tentang kualitas umat hindu sekarang ini yang tidak lebih baik daripada umat anda, tetapi dengan adanya segelintir saja generasi muda yang peduli dengan ajarannya seperti kami2 disini dan di media lain sudah cukup untuk membuat Hindu eksis, bukan hanya eksis untuk 10 / 100 tahun, tetapi SELAMANYA.
terimakasih atas segala kritik dan perendahan anda karena itu vitamin kami. selamat menikmati komentar dari teman2 saya.
suatu saat nanti semuanya akan kembali ke tataran sanatana dharma.
satyam eva jayate,…
@ Komang Yohanes…
Saya banyak punya teman dari Kristiani, mereka baik-baik. Mudah bergaul dan saling menghormati. Soal keyakinan yang anda pegang itu sudahlah… itu merupakan perjalanan karma anda. Santai saja Komang ya… Tekunlah beribadah sesuai dengan ajaran Yesus, jangan menjelek-jelekkan agama atau konsep ketuhanan agama leluhur Anda. Yesus pun tidak suka kalau Anda seperti itu. Sebenarnya saya kasihan dengan Anda. Puji Tuhan
Mengenai judul “Bhagavad-gita Menurut Aslinya”, saya memahaminya secara sederhana seperti ini:
Bhagavad-gita adalah kitab yang berisi sabda2 Sri Krishna kpd Arjuna, yg pada akhirnya, sebagai kesimpulan, membuat Arjuna berserah diri sepenuhnya utk berbuat atas kehendak Sri Krishna.
Jadi, karya ulasan Bhagavad-gita yg mengarahkan pembaca utk mengambil kesimpulan yg sama dengan yang akhirnya diambil oleh Arjuna adalah ulasan yg sesuai dengan aslinya. Karena itu judul “Menurut Aslinya” sangatlah pas.
Dari prakata dan kata pengantar di dalam Bhagavad-gita Menurut Aslinya itu sendiri juga kurang lebih telah dijelaskan oleh penulisnya mengapa perlu adanya keberadaan edisi “Bhagavad-gita Menurut Aslinya” tersebut:
Dari prakata:
… Satu-satunya maksud kami ialah menyampaikan Bhagavad-gita Menurut Aslinya untuk membimbing murid yang terikat kepada tujuan yang sama dengan maksud turunnya Krishna ke planet ini sekali dalam satu hari menurut perhitungan Brahma, atau satu kali setiap 8.600.000.000 tahun. Maksud tersebut dinyatakan dalam Bhagavad-gita, dan kita harus mengakui maksud itu menurut aslinya; kalau tidak demikian, tidak ada gunanya berusaha untuk mengerti Bhagavad-gita maupun Sri Krishna yang bersabda dalam Bhagavad-gita.
Dari kata pengantar:
…Tentang edisi ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Baru-baru ini seorang wanita dari Amerika meminta nasihat saya untuk menentukan edisi mana di antara terjemahan-terjemahan Bhagavad-gita dalam bahasa Inggris yang paling bagus untuk dipelajari. Memang di
Amerika tersedia banyak edisi Bhagavad-gita dalam bahasa Inggris. Tetapi sepengetahuan saya, bukan hanya di Amerika saja, juga ada banyak di India, tiada satu pun di antara edisi-edisi tersebut dapat dibenarkan sepenuhnya, sebab hampir di dalam setiap edisi Bhagavad-gita itu penulisnya telah mengemukakan pendapatnya sendiri tanpa menyinggung jiwa Bhagavad-gita menurut aslinya.
Jiwa Bhagavad-gita disebutkan di dalam Bhagavad-gita sendiri. Seperti contoh berikut: Kalau kita ingin minum sejenis obat, maka kita harus mengikuti petunjuk tertulis pada etiket obat itu. Kita tidak boleh meminum obat itu menurut selera kita sendiri atau menurut petunjuk kawan. Obat tersebut harus diminum sesuai petunjuk tertulis pada etiketnya atau petunjuk yang diberikan dokter. Begitu juga, Bhagavad-gita harus dirasakan atau diterima menurut petunjuk yang diberikan oleh Beliau yang menyabdakan Bhagavad-gita. Yang bersabda di dalam Bhagavad-gita adalah Sri Krishna.
Mengenai judul “Bhagavad-gita Menurut Aslinya”, saya memahaminya secara sederhana seperti ini:
Bhagavad-gita adalah kitab yang berisi sabda2 Sri Krishna kpd Arjuna, yg pada akhirnya, sebagai kesimpulan, membuat Arjuna berserah diri sepenuhnya utk berbuat atas kehendak Sri Krishna.
Karya ulasan Bhagavad-gita yg mengarahkan pembaca utk mengambil kesimpulan yg sama dengan yang akhirnya diambil oleh Arjuna adalah ulasan yg sesuai dengan aslinya. Karena itu judul “Menurut Aslinya” sangatlah pas sebab buku “Bhagavad-gita Menurut Aslinya” itu terbukti nyata telah mencetak bhakta-bhakta (penyembah) Sri Krishna dari seluruh pelosok dunia, yakni orang2 yg mengambil kesimpulan yg sama dengan Arjuna untuk berserah diri kepada Sri Krishna. Walaupun Bhagavad-gita telah dikenal jauh sebelum kedatangan Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada ke Amerika Serikat pada tahun 1965, dan telah ada banyak edisi Bhagavad-gita, hampir tidak ada seorang pun pembaca Bhagavad-gita yang kemudian menjadi bhakta Sri Krishna.
Dari prakata dan kata pengantar di dalam Bhagavad-gita Menurut Aslinya itu sendiri juga kurang lebih telah dijelaskan oleh penulisnya mengapa perlu adanya keberadaan edisi “Bhagavad-gita Menurut Aslinya” tersebut:
Dari prakata:
… Satu-satunya maksud kami ialah menyampaikan Bhagavad-gita Menurut Aslinya untuk membimbing murid yang terikat kepada tujuan yang sama dengan maksud turunnya Krishna ke planet ini sekali dalam satu hari menurut perhitungan Brahma, atau satu kali setiap 8.600.000.000 tahun. Maksud tersebut dinyatakan dalam Bhagavad-gita, dan kita harus mengakui maksud itu menurut aslinya; kalau tidak demikian, tidak ada gunanya berusaha untuk mengerti Bhagavad-gita maupun Sri Krishna yang bersabda dalam Bhagavad-gita.
Dari kata pengantar:
…Tentang edisi ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Baru-baru ini seorang wanita dari Amerika meminta nasihat saya untuk menentukan edisi mana di antara terjemahan-terjemahan Bhagavad-gita dalam bahasa Inggris yang paling bagus untuk dipelajari. Memang di
Amerika tersedia banyak edisi Bhagavad-gita dalam bahasa Inggris. Tetapi sepengetahuan saya, bukan hanya di Amerika saja, juga ada banyak di India, tiada satu pun di antara edisi-edisi tersebut dapat dibenarkan sepenuhnya, sebab hampir di dalam setiap edisi Bhagavad-gita itu penulisnya telah mengemukakan pendapatnya sendiri tanpa menyinggung jiwa Bhagavad-gita menurut aslinya.
Jiwa Bhagavad-gita disebutkan di dalam Bhagavad-gita sendiri. Seperti contoh berikut: Kalau kita ingin minum sejenis obat, maka kita harus mengikuti petunjuk tertulis pada etiket obat itu. Kita tidak boleh meminum obat itu menurut selera kita sendiri atau menurut petunjuk kawan. Obat tersebut harus diminum sesuai petunjuk tertulis pada etiketnya atau petunjuk yang diberikan dokter. Begitu juga, Bhagavad-gita harus dirasakan atau diterima menurut petunjuk yang diberikan oleh Beliau yang menyabdakan Bhagavad-gita. Yang bersabda di dalam Bhagavad-gita adalah Sri Krishna.
@ Prabhu Ananta Vijaya
Dandavat Pranam Prabhu….
Terimakasih pencerahannya….
All version of bhagawad gita is good..
@All
Saya ikut nimbrung ya walau penjelasan Bli Ari_Bcak, Bli Sutha, Putratridharma, Anantavijaya dan temen-temen yang lain sudah sangat baik dan bahkan jauh lebih baik dari apa yang saya sampaikan. Tapi melihat semangat saudara Yohanes dalam diskusi, saya jadi pengen ikut comment. Maklum kangen dengan debat-debat yang sering saya lakukan dengan mantan pacar dan orang tua mantan saya yang dulu adalah seorang katolik taat meski saat ini dia sudah menjadi vegetarian juga. š
@ Komang Yohanes
Kecerdasan terdapat 2 jenis, yaitu kecerdasan spiritual dan kecerdasan material. Sangat banyak orang yang pintar dan mendapat gelar profesor, tetapi dia tidak mampu mengerti hal-hal spiritual, mereka tidak mampu mencerna sesuatu di luar logika mereka. Demikian juga sebaliknya, banyak orang yang kelihatannya sangat bodoh dalam hal material, tetapi ternyata mereka memiliki sikap tunduk hati dan rasa bhakti kepada Tuhan yang sangat hebat. Jadi dalam hal ini, peradaban apa yang anda maksudkan? Apa anda membandingkan kultur dan peradaban India dengan Amerika/Eropa? Apa anda mengukur spiritualitas seseorang dari tingkat kekayaan dan kesejahtraan materialnya? Jangan salah, sangat banyak di antara ilmuan dan negarawan hebat di Barat adalah seorang Atheis, bukan seorang Kristen. Disamping itu, mari sejenak kita berkaca pada realita masyarakat. Cobalah anda kumpulkan 10 orang kaya dan maju secara materi dan tanyakan kepada mereka apakah mereka benar-benar bahagia? Apakah mereka sama sekali tidak memiliki polemik? Banyak orang kaya yang tidak bahagia karena tersangkut berbagai macam masalah bukan? Dan sekarang anda kumpulkan 10 orang miskin dan tanya ke mereka dengan memaparkan masalah-masalah yang dialami oleh orang kaya yang telah anda temui. Jika orang miskin itu menjadi kaya dan mengalami masalah yang sama, apakah mereka bahagia?
Standar kebahagiaan seseorang tidak dapat dilihat dari materi, tetapi dari “kepuasan” akan apa yang telah dia capai. Ada orang yang selalu merasa puas dan selalu bisa bersyukur kepada Tuhan atas semua nikmat yang telah dia terima dan dia bahagia dengan semua itu. Tetapi ada juga orang yang sudah memiliki segala macam materi tetapi sikap “loba/tamak”-nya telah menghancurkannya sehingga dia tidak pernah merasa puas dan ketidakpuasannya inilah yang menghantuinya sehingga dia tidak pernah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Apa anda pikir Yesus tidak pernah mengajarkan hal seperti ini kepada anda? Jika anda memang benar-benar menjadi pengikut Yesus, maka ikutilah ajarannya dengan baik.
Dengan berdiskusi seperti ini saya tidak ingin mengatakan ajaran anda salah, karena saya yakin setiap ajaran memang diperuntukkan untuk tingkat kemampuan manusia yang berbeda. Seperti pilihan dalam berkendaraan, ada mobil VW kodok, ada BMW, ada Jaguar. Saya tidak bisa memaksa anda masuk dan ikut saya naik Jaguar meski menurut saya Jaguar adalah yang terbaik, tercepat dan teraman dalam mengantarkan anda ke tujuan. Bisa saja anda memilih VW kodok yang sudah usur yang mesinnya mungkin sudah kropos karena memang “selera” anda mendorong anda untuk memilih kendaraan tersebut. Namun lewat diskusi ini saya ingin menyamakan persepsi dengan anda mengenai hal spiritual yang berkenaan dengan Tuhan yang diluar batas-batas kelompok agama. Saya yakin kalau Tuhan itu adalah Atheis. Tuhan tidak beragamaā¦ ya ga? š Kalau Tuhan beragama dan memuja Tuhan lain tentu bukan Tuhan namanya kan? He..he..he..
Saya rasa permasalahannya bukan sepakat, tidak sepakat. Jika anda bertanya kepada orang Hindu atau siapapun juga mengenai siapa itu Tuhan, maka jawabannya pasti sama, yaitu Dia yang maha kuasa, yang maha menarik, maha agung, maha bijak dan sebagainya.. Dalam hal ini terjadi diskusi mengenai siapa itu Tuhan, apakah Siva adalah Tuhan? Sama dengan kasus apakah Yesus adalah Tuhan? Apakah Sai Baba adalah Tuhan? Dan jangan lupa bahwasanya konsep “penuhanan Yesus” juga dipertanyakan lho..
Memang harus diakui bahwa banyak orang Hindu yang masih buta ajarannya. Jangankan mengerti filsafat, memegang kitab sucinyapun mungkin belum pernah sehingga konflik karena ketidaktahuan juga sering terjadi. Hal ini memang sebuah kesalahan dalam sistem pendidikan Hindu, terutama sekali di Indonesia. Mudah-mudahan segenap umat Hindu bisa menyadari hal ini dan bisa menemukan sistem pendidikan Hindu yang tepat dan sesuai dengan ajaran Veda. Jadi bukan sistem pendidikan agama abal-abal yang ala kadarnya saja.
Mungkin sedikit perlu saya luruskan. “HARE KRISHNA TIDAK PERNAH MENYATAKAN BHAGAVAD GITA-NYA LAH YANG PALING BENAR DAN YANG LAIN SALAH”. Seperti yang sudah sering saya katakan dan juga telah disinggung oleh beberapa rekan diskusi di sini, dalam pewahyuan dan pengajaran ajaran Veda, terdapat 4 garis perguruan utama.
Padma Purana menyebutkan: “sampradaya vihina ye mantras te viphala matah atah kalau bhavishyanti chatvarah sampradayinah shri-brahma-rudra-sanaka vaishnava kshitipavanah chatvaras te kalau bhavya hy utkale purushottamah ramanujam shrihi svichakre madhvacharyam chaturmuhash srivishnusvaminam rudro nimbadityam chatuksanaha, Orang yang mengucapkan sebuah mantra, atau doa, tetapi mantra tersebut diterima bukan melalui salah satu dari empat garis perguruan yang bonafide, maka kegiatan itu kurang lebih hanyalah membuang-buang waktu. Dengan demikian, pada Kali-yuga akan ada empat pengajar penting yang mewakili masing-masing sampradaya ini. Sampradaya-sampradaya ini dikenal sebagai; Shri Sampradaya, Brahma Sampradaya, Rudra Sampradaya, dan Sanaka (Kaumara) Sampradaya. Shri (Laksmi sakti Sri Vishnu) memilih Ramanuja untuk mendirikan sampradyanya; Dewa Brahma yang bermuka empat, memilih Madhva; Rudra (Shiva) memilih Vishnu Swami; dan empat “Sana” (Sanaka, Sanatkumara, Sananda, Sanatana) memilih Nimbarka”
Dari keempat garis perguruan ini sudah menyebar menjadi sekian banyak cabang dan ranting perguruan. Lebih lanjut dikatakan dalam Padma Purana bahwa setiap orang yang ingin mempelajari Veda harus mengikuti salah satu dari cabang-cabang empat garis perguruan ini. Jika tidak, dia dapa dikatakan sebagai pengikut apasampradaya dan sama sekali tidak di benarkan. Dalam hal ini saya sendiri adalah pengikut salah satu “ranting/cabang” Brahma Sampradaya sehingga apapun yang saya sampikan mengenai ajaran Veda bersumber dari apa yang saya dapatkan dalam garis perguruan ini. Dengan penyampaian ini bukan berarti saya mengatakan bahwa ajaran inilah yang paling benar dan menolak 3 garis perguruan yang lainnya (Ludra, Sri dan Catur Kumara Sampradaya). Saya tidak belajar dan mendapat inisiasi dari garis perguruan yang lain sehingga sangat wajar jika saya saat ini hanya mampu memaparkannya dari satu sudut pandang perguruan. Adapun penolakan Bhagavad Gita yang saya sampaikan adalah menolak terjemahan Bhagavad Gita yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak berkompeten dalam bidangnya dan tidak berasal dari empat garis perguruan Veda utama ini. Bukankah sangat lucu kalau saya menerima terjemahan dan ulasan Bhagavad Gita dari seorang pastur yang tidak pernah belajar dalam garis perguruan Veda dan membuat ulasan sesuai dengan angan-angan filsafatnya sendiri? Guru saya dibesarkan sebagai seorang pastur, namun saat ini kata-kata beliau saya terima sebagai sumber pengajaran Veda karena beliau sudah masuk ke dalam sistem parampara, belajar sesuai dengan sistem, mengerti dan melaksanakan apa yang diajarkan dalam sistem parampara ini tanpa melakukan interpretasi sesuai dengan angan-angan filsafat yang beliau terima semasih menjadi seorang Katolik.
Mengenai sikap orang Bali Hindu yang berbuat diluar Dharma, sebagaimana juga dibenarkan oleh netter Hindu yang lainnya, saya katakan kepada anda kalau mereka hanya Hindu KTP. Sayapun prihatin dengan kondisi ini. Karena itulah dalam tulisan di web ini saya juga banyak mengkritik orang Bali meski saya sendiri adalah seorang putra Bali. Yang pasti adanya orang-orang yang tidak memiliki kepekaan sosial dan berjalan dalam tabiat asurik adalah masalah kita bersama. Bukan masalah agama Hindu, Islam, Kristen, Buddha semata. Silahkan “selamatkan” mereka kalau memang dengan menjadi Kristen mereka menjadi lebih baik. Tetapi jika dengan menjadi Kristen mereka juga tetap melakukan penyimpangan dan tidak mampu “Sadar Akan Tuhan”, maka tidak ada gunanya anda “menyelamatkan” mereka. Gimana mau menyelamatkan orang lain, lha diri sendiri aja belum selamatā¦he..he.he.. Tapi setidaknya dari apa yang anda sampaikan saya menangkap satu hal penting yang perlu segera dibenahi oleh orang Bali, yaitu perlunya pembenahan pembelajaran filsafat agama di Bali agar orang Bali bisa berjalan sesuai dengan ajaran Dharma, dan pemimpin agamanya tidak materialistis dan memberatkan umat. Kritikan yang sangat berharga saudara Yohanesā¦ semoga pemimpin-pemimpin Bali dan mereka yang peduli dengan Bali membaca comment anda ini.
Nah sekarang kita balik ke Bhagavad Gita lagiā¦ untuk saudara Xarel X, seperti apa yang sudah dikatakan Putratridharma, Hare Krishna bukan satu-satunya yang berhak menterjemahkan Bhagavad Gita. Masih ada banyak perguruan lain yang bonafide, tetapi saat ini di Indonesia perguruan Brahma Sampradaya inilah salah satunya yang paling kelihatan dalam mengkritisi Bhagavad Gita – Bhagavad Gita yang diterjemahkan oleh mereka yang kurang tepat. Hal yang panjang lebar juga sudah disampikan oleh Prabhu Anantavijaya dan saya rasa itu sudah lebih dari cukup kan? š
Okay, sekarang saya ingin sedikit menyinggung masalah penurunan ajaran yang berkenaan dengan ajaran Kristen. Saya akan menggunakan acuan percakapan Satyaraja (Steven Rosen) dengan Pastur Hart. Dalam salah satu bagian dialognya, Pastur Hart mengungkapkan bahwa tradisi Kristen cukup memberikan bukti bahwa garis perguruan bonafide sebagaimana ditegaskan dalam Veda sangatlah penting. Yesus memulai sesuatu yang seperti garis perguruan itu bermula dari Simon/ Peter. Tapi tidak lama kemudian, dalam tempo kurang dari enam puluh lima tahun, terjadi sejarah yang memalukan…Dan kemudian pada abad keempat, ketika Konstantin membuat agama Kristen menjadi bisa diterima secara sosial, Kekristenan yang sejati tertutupi. Sejarah Kepausan… Paus deMedici dan penerusnya mungkin orang yang paling menyimpang dalam sejarah keagamaan.
Kekelaman kekristenan menjadi semakin parah saat Aquinas memadukan filsafat Gereja dengan logika Aristoteles, tanpa disadari dia telah menerima konsep guru yang tanpa potensi spiritual. Padahal Aristoteles sendiri telah menolak gurunya. Dalam sejarah ajaran Plato, guru Aristoteles, Anda akan menemukan filsafat yang sangat spiritual; sampai batas tertentu Plato adalah insan yang telah menginsafi jati diri. Tetapi Aristoteles, dalam usahanya untuk mengambil pemikiran-pemikiran Plato sedikit lebih jauh dan mengakomodasi zaman ilmiah, telah membuat filsafat gurunya menjadi sangat materialistik. Aristoteles tidak memiliki kualifikasi untuk melakukan penyesuaian atas ajaran gurunya. Jadi, ketika Aquinas menggunakan pandangan-pandangan Aristoteles untuk membangun ajaran Gereja, maka sejak saat itu Gereja sudah kehilangan “jiwa Yesus” yang sesungguhnya.
Orang Kristen saat ini kebanyakan dengan picik akan mengatakan bahwa mereka tidak memerlukan guru spiritual karena menurut mereka Yesus adalah Tuhan dan guru spiritual satu-satunya. Pernyataan mereka ini biasanya didasarkan pada ayat Yohanes 14.6. dimana Yesus berkata; “Akulah jalan, kebenaran dan hidup; tidak ada seorang pun datang kepada Bapa, kalau tidak melalui aku”. Padahal kutipan asli bahasa Yunani dalam ayat tersebut adalah; ” ego eimi ha hodos kai ha alatheia kai ha zoa; oudeis erketai pros ton patera ei ma di emou”. Pastur Hart menyatakan bahwa kata kunci dalam ayat ini adalah “erketai”. Yang benar-benar merupakan sebuah kata kerja “present-tense”, (waktu kini). Dengan kata lain, terjemahan yang lebih akurat akan menjadi seperti berikut; “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup; tidak ada seorang pun saat ini datang kepada Bapa, kalau tidak melalui aku”. Di Palestina, dua ribu tahun silam, Yesus-lah sang guru. Jika Yesus ingin mengatakan bahwa beliau adalah guru untuk segala zaman, beliau akan menggunakan kata lain selain “erketai”, tetapi beliau tidak melakukannya. Sehingga sangatlah picik mengatakan bahwa tidak boleh berguru atau tidak mau berguru hanya karena menerima Yesus sebagai guru dan juru selamat.
Kerusaan tradisi kekristenan ini pada akhirnya menelurkan ajaran yang saling bersimpangsiur. Tengoklah Alkitab yang memiliki dua kisah penciptaan yang berbeda. Lebih dari itu, Alkitab Matius dan Lukas berisi dua garis keturunan Yesus yang bersimpangan sepenuhnya. Apa yang menyebakan hal ini? Karena tidak adanya garis perguruan yang bonafide dan setiap orang ingin menafsirkan ajaran Yesus sesuai dengan angan-angan filsafatnya sendiri.
Sebagai penutup untuk saudara Yohanes, kalau anda merasa nyaman sebagai Kristen dan menjadikan Yesus sebagai panutan, jadilah Kristen yang baik. Ikuti garis perguruan Yesus yang bonafide sebagaimana dietujui juga oleh Pastur Hart yang telah saya kutipkan. Jangan hanya menjadi Kriten abal-abal karena itu hanya akan menghambat perkembangan spiritual anda.
Sembah sujud dan hormat saya kepada Vaisnava agung (pemuja Tuhan yang utama) seperti Yesus.
Salam,-
@ Komang Yohanes
Jangan menyamakan Hindu dengan Bali apalagi dengan “adat Bali”. Dari pernyataan-pernyataan Anda saya menangkap kekecewaan Anda terhadap “adat Bali”, bukan agama Hindu. Tapi sayangnya anda mengira adat bali itu sebagai agama Hindu. Keliru Bli…. Salam
Bhagavad Gita
4.11.
ye yathƤ mĆ¤Ć prapadyante / tĆ¤Ć s tathaiva bhajƤmy ahammama vartmƤnuvarttante / manuƱyĆ¤Ć¹ pƤrtha sarvaƧaĆ¹
artinya:
Jalan apapun yang diambil seseorang untuk mencapaiKu, Kusambut mereka sesuai dengan jalannya, karena jalan yang diambil setiap orang di setiap sisi adalah jalanKu juga, oh Arjuna!
@Ketut Samudra
Arti Sloka Bhagavad-gita 4.11
4.11 Sejauh mana semua orang menyerahkan diri kepada-Ku, Aku menganugerahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu. Semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal, wahai putera Prtha.
Ini arti yang lebih tepat dibandingkan arti yang Bli Ketut kutip itu. Kalau bisa mohon Bli baca penjelasan sloka tersebut oleh Srila Prabhupada. Bli punya kitabnya kan?
@ komang yohanes
anda sebagai org yg telah meninggalkan agama hindu adalah sangat wajar menjelek2an hindu. kalau hindu lebih baik dan anda nyaman, tentu tidak pindah bukan?
demikin halnya dengan orang2 yg sebelumnya memeluk agama lain kemudian memeluk hindu, sudah barang tentu akan mencoba mengupas kekurangan agama sebelumnya.
kita semua adalah para pencari tuhan, banyak orang yg bahkan belum pernah bertemu tuhan. banyak org baru pada tahap nyaman untuk memeluk kepercayaannya. kalau ada diantara kalian yg sudah pernah bertemu dgn tuhan, mohon hubungi saya..ada banyak hal yg ingin saya tanyakan. sementara itu tolong jangan terlalu nye-nye….tks.
Ketut
Datanglah ke Asram2 Vaishnava. Di sana ada Arca Tuhan yang dilayani dengan standard. Antara Tuhan dan ArcaNya tidaklah berbeda. Demikian juga antara Tuhan dan nama suciNya. Darshanlah… jika Ketut benar-benar ingin menyampaikan sesuatu, sampaikanlah dengan bahasa Ketut sendiri. Kalau tulus dan sungguh-sungguh, Tuhan pasti memberikan apa yang menjadi keinginan Ketut.