Pernahkah anda berpikir kenapa anda terlahir dan ditakdirkan menjadi mahluk hidup, dalam hal ini manusia sementara di sisi lain harus ada satu entitas agung yang dipuja sebagai Tuhan dan menguasai segala sesuatu? Kenapa sekali-kali tidak dibalik saja agar kita bisa bertindak sebagai Tuhan dan Dia yang sebagai Tuhan saat ini menjadi mahluk hidup? Inilah yang merupakan kodrad, sifat dasar (dharma) yang tidak bisa di switch sesuka hati kita. Sama halnya seperti api yang dharmanya adalah panas, es yang dharmanya adalah dingin dan cahaya yang dharmanya adalah menerangi. Api tidak bisa dirubah menjadi memiliki sifat dingin, es tidak bisa dirubah menjadi bersifat panas dan begitu juga cahaya tidak bisa dirubah menjadi pembawa kegelapan. Kita sebagai Jiva memiliki dharma yang sejati sebagai pelayan Tuhan. Sehingga dikatakan karena salah menggunakan kebebasan terbatas, menyebabkan sang Jiva jatuh kedunia fana dan menderita. Ketika sang Jiva bersifat iccha, ingin menikmati sendiri tanpa bergantung kepada Tuhan. Ia dvesa, tidak suka melayani Tuhan di dunia rohani. Maka ia sarge yanti, di tempatkan di dunia material agar bisa secara palsu merealisir cita-citanya menikmati dan berbahagia sendiri (Bg.7.27). Ia na bhajante, tidak mau mengabdi kepada Tuhan dan avajananti, tidak senang kepada-Nya, dan ingin hidup terpisah dari-Nya. Maka sthanad bhrastah patanti adhah, ia jatuh dari ke dudukannya sebagai pelayan Tuhan di dunia Rohani dan terus masuk ke dunia material (Bhag.11.5 .3). Sementara Tuhan berbeda dengan kita sebagai Jiva. Dikatakan; “ajo ‘pi sann avyayatma bhutanam isvaro pi san prakrtim svam adhistaya sambhavami atma mayaya, Walaupun Aku tidak dilahirkan dan badan rohani-Ku tidak pernah me- rosot, dan walaupun Aku Penguasa semua makhluk hidup, Aku masih muncul pada setiap jaman dalam bentuk rohani-Ku yang asli” (Bg.4.6). Jadi dari sini dapat kita lihat bahwa mahluk hidup sebagai jiva dan Yang Maha Kuasa sebagai Tuhan adalah sangat berbeda.

Adanya perbedaan dasar inilah yang dimaksudkan dengan tiga istilah sebagaimana judul artikel ini. Terdapat istilah Jiva-tattva, yaitu istilah yang digunakan untuk menyebutkan para pelayan kekal dari Tuhan, yaitu kita sebagai sang jiva/roh, perbanyakan kecil berbeda dan terpisah (vibhinamsa) dan merupakan tenaga marginal (tatastha sakti) Tuhan sebab ia bisa berada di tingkat material atau pun spiritual. Sementara itu Tuhan sebagai penguasa segala sesuatu dan juga exspansi rohani-Nya (svamsa) disebut sebagai Visnu-tattva. Lalu siapa yang disebut sebagai Siva-tattva? Siva-tattva dalah perwujudan dewa Siva dengan berbagai macam ekspansinya. Siva tidak bisa dikatakan sebagai Jiva-tattva dan tidak pula bisa dikatakan sebagai Visnu-tattva, melainkan dia ada diantara kedua itu.

Dalam Brahma Samhita 5.53 dewa Brahma sendiri berkata; “Brahmadi kita pagava dhayas ca jévah, mulai dari diri saya (Brahma) yang berkedudukan paling tinggi menurun sampai si serangga kecil dan hina, semuanya adalah para Jiva. Veda juga mengatakan; “Sva-dharma nistah sata janmabhih puman virincatam eti”, jika seseorang melakukan tugas kewajibannya (dalam lembaga varnasrama) secara amat sempurna selama 100 kali penjelmaan, maka dia berkualifikasi menduduki jabatan Brahma (Bhag. 4.24.29). Brahma Samhita 5.27 juga kembali menegaskan bahwa Brahma mampu melaksanakan tugasnya mencipta setelah melaksanakan pertapaan keras selama 1.000 tahun dewa dan menerima pengetahuan Veda dari Sri Visnu (Krishna) melalui suara seruling Beliau yang masuk ke telinganya. menyatakan Dalam kedudukannya sebagai pencipta alam material, Brahma mengibaratkan dirinya seperti permata surya-kanta yang bercahaya kemilau karena diterpa oleh sinar matahari (Brahma Samhita 5.49). Hal ini berarti bahwa Brahma mampu menciptakan alam material beserta segala fasilitas kehidupannya atas karunia Sri Visnu. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa dewa Brahma yang berkuasa di alam semesta kita saat ini adalah jiva-tattva yang memiliki sifat dasar tidak ubahnya seperti jiva-jiva / atman yang ada pada mahluk-mahluk hidup lainnya. Hanya karena beliau (Brahma) sudah melakukan sangat banyak perbuatan bajik selama kehidupan masa lalunya menyebabkan dirinya bisa diangkat sampai kepada kedudukan tertinggi sebagai second creation langsung dibawah Tuhan Yang Maha Esa. Lalu bagaimana jika tidak ada jiva/atman yang memiliki kualifikasi dalam menduduki posisi dewa Brahma? Dikatakan, “Tatra brahma tu vijneha purvokta vidhaya hareh”, jika tidak ada makhluk hidup (jiva) yang memenuhi syarat untuk menjabat sebagai Brahma, maka Tuhan Sri Hari sendiri bertindak sebagai Brahma”. Jadi dapat dikatakan bahwa kedudukan Brahma dapat dipegang oleh mereka yang tergolong jiva-tattva, atau mahluk hidup biasa sebagaimana halnya kita, namun memiliki karma bajik yang luar biasa banyak dan juga bisa merupakan perwujudan Tuhan sendiri yang merupakan Visnu-tattva.

Visnu-tattva sendiri mengacu kepada istilah untuk Tuhan Yang Maha Esa beserta semua perwujudan / ekspansi-Nya yang kekal. Mulai dari dasa avatara, tri purusa avatara, perwujudan aspek Brahman, dan Paramatman adalah Visnu-tattva. Dan harus dimengerti bahwa interprestasi Veda mengenai keberadaan Tuhan sangatlah unik. Tuhan dalam Veda tidak bisa dikatakan monoteisme murni, tidak juga bisa dikatakan sebagai politeisme. Jika pada agama lain dikatakan Tuhan hanya satu tiada duanya, maka dalam sistem teologi Veda, Tuhan dikatakan hanya satu, tetapi dapat menjelma dalam sangat banyak perwujudan, bahkan jauh lebih banyak dari seluruh jiva-jiva dan atom-atom yang ada di alam material ini karena dikatakan bahwa Tuhan menemani setiap mahluk hidup sebagai Paramatman dan beliau juga mewujudkan diri dalam setiap atom sebagai spiriton yang menyebabkan atom tersebut dapat tetap aktif. Dan uniknya dikatakan bahwa semua perwujudan dan ekspansi Tuhan tersebut adalah kekal abadi untuk selamanya. Jadi Tuhan orang Hindu adalah maha satu (monoteisme) tetapi juga maha banyak (politeisme). Namun tentu saja maksud dari maha banyak disini bukan tertuju pada Tuhan dalam entitas dan kesadaran yang berbeda. Secara material mungkin dapat kita analogikan seperti seseorang sedang berhadapan dengan seribu cermin, maka bayangan orang tersebut terwujud dalam seribu cermin tersebut. Meski demikian kesadaran orang tersebut tetaplah satu.

Sementara itu yang paling unik dan sangat sulit untuk dipahami adalah Siva-tattva. Apakah Siva adalah Tuhan atau hanya setaraf dewa biasa yang memiliki jiva sebagaimana halnya mahluk hidup biasa seperti kita? Yang pasti, dewa Brahma menyatakan; “Ksiram yatha dadhi vikra visesa-yogat sanjayate na hi tatah prthag asti hetoh yah sambhütam api tatha samupaiti karyad govindam adi puruñam tam aham bhajami, seperti halnya susu berobah menjadi susu asam karena bercampur dengan unsur asam; namun susu asam tidak berbeda dan juga berbeda pada saat yang sama dari sumbernya yaitu susu. Demikianlah saya sembah Govinda (Krishna) Tuhan nan asli asal keberadaan Sambhu (Siva) yang berfungsi sebagai pelebur alam material” (Brahma Samhita 5.45). Jadi sebenarnya Siva juga adalah merupakan perwujudan dari Tuhan itu sendiri, namun dalam satu-satuan waktu juga berbeda dari Tuhan.

Kesamaan Siva dengan Tuhan Sri Hari diperlihatkan dimana Siva tidak akan pernah mengalami kematian dan kehancuran secara fisik meskipun suatu saat terjadi maha pralaya dimana semua unsur alam material hancur dan terserap kembali kepada pori-pori maha visnu karena Siva berkedudukan di alam rohani Kailasa yang kekal abadi. Namun Siva juga memperlihatkan perbedaannya dengan dikatakan “Vaisnavanam yatha sambhuh, diantara semua penyembah (bhakta) Visnu, Sambhu (Siva) adalah yang paling utama” (Bhag. 12.1.36). Kepada Sankarsana, Siva juga berdoa sebagai berikut; “Om namo bhagavate maha puruñaya sarva guëa daukhauy anantasya vyaktaya nama iti …. O Tuhanku, saya sujud kepada-Mu dalam perwujudan-Mu sebagai Sankarsana. Anda adalah sumber segala kekuatan rohani. Meskipun Anda memiliki sifat-sifat tak terbatas, Anda tetap tak dikenal oleh mereka yang bukan penyembah-Mu” (Bhag. 5.17.17). Dalam doa-doa pujian yang diajarkan kepada para Praceta (Bhag.4.24.33- 69), Siva menyatakan bahwa Visnu atau Hari adalah pujaannya. Siva antara lain berdoa, “Tuhan maha pengasih, orang-orang bijaksana sadar bahwa jika mereka tidak memuja diri-Mu, maka seluruh hidupnya akan sia-sia. Mereka tahu bahwa Anda adalah parambrahman dan Paramatmä. “Meskipun seluruh jagat takut kepada diriku Rudra yang memusnahkan segala sesuatu pada hari pralaya (kiamat), namun orang bijaksana menjadikan Anda tujuan yang tidak pantas ditakuti”. Demikian juga pada saat dibingungkan oleh Mohini, inkarnasi Sri Narayana (Visnu) sebagai wanita super cantik, Siva berkata kepada istrinya Parvati, “Wahai dewi, engkau telah lihat tenaga mengkhayalkan Sri Hari yang menjadi Penguasa setiap orang. Meskipun diriku adalah salah satu perbanyakan-Nya, namun aku sendiri dikhayalkan oleh tenaga-Nya. Lalu apa yang harus dikatakan tentang mereka yang selalu bergantung pada tenaga material (maya)-Nya?” (Bhag. 8.12.42).

Translate »